Anda di halaman 1dari 2

A.

 Latar Belakang

Angka kematian bayi merupakan salah satu indikator sensitif  untuk mengetahui derajat kesehatan suatu negara
bahkan untuk mengukur tingkat kemajuan suatu bangsa. Dalam pelayanan kebidanan (obstetric), selain Angka
Kematian Maternal/Ibu (AKM) terdapat Angka Kematian Perinatal (AKP) yang dapat digunakan sebagai parameter
keberhasilan pelayanan. Namun, keberhasilan menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) di negara-negara maju saat
ini menganggap Angka Kematian Perinatal (AKP) merupakan parameter yang lebih baik dan lebih peka untuk menilai
kualitas pelayanan kebidanan. Hal ini mengingat kesehatan dan keselamatan janin dalam rahim sangat tergantung
pada keadaan serta kesempurnaan bekerjanya sistem dalam tubuh ibu, yang mempunyai fungsi untuk
menumbuhkan hasil konsepsi dari mudigah menjadi janin cukup bulan.
Kematian perinatal (perinatal mortality) adalah jumlah bayi lahir-mati dan kematian bayi dalam tujuh hari pertama
sesudah lahir (early neonatal) yang terjadi dari masa kehamilan ibu 28 minggu atau lebih. Adapun angka kematian
perinatal adalah jumlah lahir mati (umur kehamilan ibu 28 minggu) ditambah jumlah kematian neonatal dini (umur
bayi 0 – 7 hari) per jumlah kelahiran hidup pada tahun yang sama  dikali 1000 (Wiknjosastro, 2006).
Menurut Varney (2006), kurang lebih 8 juta kematian perinatal di dunia terjadi setiap tahun. Dari jumlah ini, sekitar 85
% kematian bayi baru lahir terjadi akibat infeksi, asfiksia pada saat lahir, dan cedera saat lahir. Berdasarkan
kelompok kerja World Health Organitation (WHO) April 1994, dari 8,1 juta kematian bayi di dunia, 48 % adalah
kematian neonatal. Dari seluruh kematian neonatal sekitar 60 % merupakan kematian bayi berumur kurang dari 7
hari (perinatal) dan kematian bayi umur lebih dari 7 hari akibat gangguan pada masa perinatal. Pola penyakit
penyebab kematian bayi dari hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995 adalah penyakit sistem
pernafasan 30 %, gangguan perinatal 29 %, diare 14 %, penyakit sistem saraf 16 %, tetanus neonatorum 4 %, dan
infeksi atau parasit lainnya 4 %. Bila dibandingkan hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga 1992 dengan hasil
Survey Kesehatan Rumah Tangga 1995, gangguan perinatal naik dari urutan kelima menjadi kedua sebagai
penyebab kematian bayi (Anonim, 2008).
Hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2003, diperoleh data 35/1000 kelahiran hidup untuk angka
kematian bayi dan 20/1000 kelahiran hidup untuk angka kematian neonatal. Indonesia belum berhasil mencapai
target penurunan kematian perinatal (early neonatal). Dimana Indonesia, melalui program kesehatan bayi baru lahir
tercakup di dalam program kesehatan ibu. Dalam rencana strategi nasional Making Pregnancy Safer, target dari
dampak kesehatan untuk bayi baru lahir adalah menurunkan angka kematian neonatal menjadi 15 per 1000
kelahiran hidup (Djaja, 2003).
Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001, kematian neonatal (0 – 28 hari ) adalah 180 kasus. Kasus lahir
mati berjumlah 115 kasus. Jumlah seluruh kematian bayi adalah 466 kasus. Distribusi kematian neonatal sebagian
besar di wilayah Jawa Bali (66,7%) dan di daerah pedesaan (58,6%). Menurut umur kematian, 79,4% dari kematian
neonatal terjadi pada usia 0 – 7 hari yakni pada masa perinatal (early neonatal), dan 20,6% terjadi pada usia 8-28
hari. Studi Mortalitas SKRT 2001 menunjukkan penyebab utama kematian perinatal dari faktor bayi adalah asfiksia
34%, prematur dan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 33 % (Djaja, 2003).
Di Provinsi Sulawesi Tenggara  sendiri, berdasarkan profil kesehatan provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2006, kasus
kematian perinatal cenderung mengalami peningkatan, yakni pada tahun 2005 terdapat 372 kasus lahir mati
(perinatal) dan 381 kematian bayi dari 32.006 kelahiran, dimana terdapat 1 kasus Tetanus Neonaturum dan 83 kasus
berat badan lahir rendah serta 325 tercatat sebagai penyebab lain. Pada tahun 2006 mengalami peningkatan
menjadi 380 kasus lahir mati dan 325 untuk kematian bayi dari 45.952 kelahiran, dimana terdapat 1 kasus tetanus
neonaturum dan 100 kasus berat badan lahir rendah serta 118 tercatat sebagai penyebab lain. Pada tahun 2007
meningkat menjadi 465 kasus, dimana disimpulkan bahwa penyebab kematian didominasi karena berat badan lahir
rendah dan asfiksia, hal ini disebabkan karena sebagian pertolongan persalinan masih ada ditolong oleh dukun bayi
serta keterampilan bidan dan peralatan yang kurang memadai (Laporan Pelaksanaan Pembangunan Kesehatan
Prov. Sultra, 2007).

Berat badan lahir rendah (kurang dari 2500 gram) merupakan salah satu faktor utama yang berkontribusi terhadap
kematian perinatal dan neonatal. Berat badan lahir rendah (BBLR) dibedakan dalam 2 katagori yaitu: BBLR karena
premature (usia kandungan kurang dari 37 minggu) atau BBLR karena intrauterine growth retardation (IUGR) yaitu
bayi cukup bulan tetapi berat kurang untuk usianya. Banyak BBLR di negara berkembang dengan IUGR sebagai
akibat ibu dengan status gizi buruk, anemia, malaria, dan menderita penyakit menular seksual (PMS) sebelum
konsepsi atau ketika hamil, namun dari hasil survei proporsi kematian BBLR dengan IUGR hanya 1,4% (Djaja, 2003).
Berdasarkan studi pendahuluan di diperoleh data bahwa pada wilayah kerja dinas kesehatan Kabupaten Konawe,
pada tahun 2006 terdapat 91 kasus kematian perinatal dari 6268 kelahiran, dimana kasus lahir mati sebanyak 51
kasus dan kematian pada usia 0 – 7 hari sebanyak 40 kasus atau terdapat kasus kematian perinatal 14/1000
kelahiran hidup, kemudian menurun pada tahun 2007, yakni terdapat 58 kasus kematian perinatal dari 6357
kelahiran, dimana kasus lahir mati sebanyak 37 kasus dan kematian pada usia 0 – 7 hari terdapat 21 kasus atau
terdapat kasus kematian perinatal sebanyak 9/1000 kelahiran hidup. Dan pada tahun 2008 meningkat menjadi 60
kasus kematian perinatal dari 4815 kelahiran, dimana terdapat 30 kasus lahir mati dan kematian 0 – 7 hari terdapat
30 kasus atau terdapat kasus kematian perinatal sebanyak 12/1000 kelahiran hidup (Dinkes Kab. Konawe, 2008).
Untuk mencapai target penurunan kematian neonatal melalui strategi nasional Making Pragnancy Safer, diharapkan
pencapaian target penurunan angka kematian perinatal di setiap wilayah Puskesmas sebesar 0 %. Namun
berdasarkan data di atas target tersebut belum tercapai.
Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti telah melakukan penelitian dengan judul “Analisis Faktor Risiko
Kematian Perinatal di Kabupaten Konawe Tahun 2008”.

B. Rumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang yang ada, maka dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut : seberapa besar
pengaruh umur ibu saat bersalin, paritas, pemanfaatan pelayanan antenatal, berat badan bayi saat lahir dan asfiksia
terhadap risiko kematian perinatal di Kabupaten Konawe tahun 2008?

C. Tujuan penelitian

1.
1. 1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui risiko umur  ibu saat melahirkan, paritas, pelayanan antenatal, berat badan lahir dan asfiksia
tehadap kematian perinatal di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe tahun 2008.
1. 2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui faktor risiko umur ibu saat melahirkan terhadap kematian perinatal di wilayah kerja Dinas
Kesehatan Kabupaten Konawe tahun 2008.
2. Untuk mengetahui faktor risiko paritas ibu terhadap kematian perinatal di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten
Konawe tahun 2008.
3. Untuk mengetahui faktor risiko pelayanan antenatal terhadap kematian perinatal di wilayah kerja Dinas Kesehatan
Kabupaten Konawe tahun 2008.
4. Untuk mengetahui faktor risiko berat badan lahir terhadap kematian perinatal di wilayah kerja Dinas Kesehatan
Kabupaten Konawe tahun 2008.
5. untuk mengetahui faktor risiko asfiksiaterhadap kematian perinatal di wilayah kerja dinas kesehatan kabupaten konawe
tahun 2008.
D. Manfaat Penelitian1.

1. Manfaat Praktis
Sumber informasi bagi Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara dan dinas Kesekatan Kabupaten Konawe serta
seluruh puskesmas yang berada pada wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe dalam rangka
menentukan arah kebijakan terhadap pencegahan kematian perinatal di masa yang akan datang.

2. Manfaat Bagi Ilmu Pengetahuan

Diharapkan dapat bermanfaat sebagai penambah referensi keilmuan tentang faktor resiko kejadian kematian
perinatal.

3. Manfaat Bagi Peneliti

Sebagai tambahan pengalaman, wawasan, serta pengetahuan penulis mengenai faktor risiko kematian perinatal

A. Kerangka Konseptual

Kematian perinatal (perinatal mortality) adalah Jumlah bayi lahir-mati dan kematian bayi dalam tujuh hari pertama
sesudah lahir (early neonatal) yang terjadi dari masa kehamilan ibu 28 minggu atau lebih.

Faktor-faktor yang dapat memiliki kontribusi terhadap kematian perinatal dari faktor ibu diantaranya umur ibu <20
tahun dan ≥35 tahun dikenal sebagai kelompok ibu risiko tinggi, paritas pertama dan empat atau lebih, status sosial
ekonomi, status gizi ibu, kehamilan tanpa pengawasan antenatal juga dapat memperbesar risiko kematian perinatal,
dan tingkat pendidikan ibu yang rendah. Sedangkan dari faktor bayi diantaranya, berat badan bayi yang kurang dari
2500 gram dan lebih dari 4000 gram dan bayi yang lahir dengan infeksi intrapartum, trauma kelahiran atau kelainan
congenital dan asfiksia. Namun karena keterbatasan waktu, tenaga dan biaya maka peneliti hanya meneliti dari
faktor ibu yakni, umur ibu saat bersalin, paritas, dan pemanfaatan pelayanan antenatal. Sedangkan dari faktor bayi
yakni, berat badan bayi saat lahir dan asfiksia. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada bagan kerangka konsep
penelitian sebagaimana disajikan pada Gambar 1.

Anda mungkin juga menyukai