Anda di halaman 1dari 10

TUGAS IV

REKAYASA TAMBAK

DOSEN PEMBIMBING :
MUDJIATKO, S.T., M.T

DISUSUN OLEH :
RIZKA MARDIANA (1707111289)

JURUSAN TEKNIK SIPIL S1


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS RIAU
2020/2021
BAB ANALISA PASANG SURUT

1. Dasar Analisa
Pasang surut laut merupakan suatu fenomena pergerakan naik turunnya permukaan
air laut secara berkala yang diakibatkan oleh kombinasi gaya gravitasi dan gaya tarik
menarik dari benda-benda astronomi terutama oleh matahari, bumi dan bulan.
Faktor lokal yang dapat mempengaruhi pasang surut suatu perairan seperti topografi
dasar laut, lebar selat, bentuk teluk dan sebagainya, sehingga berbagai lokasi memiliki ciri
pasang surut yang berlainan. Memilih lokasi tambak perlu diketahui tinggi dan macam
pasang surut yang terjadi. Macam- macam pasang surut adalah sebagai berikut:
a. Pasang Surut Harian Tunggal (Diurnal Tide), yaitu bila dalam sehari terjadi satu kali
pasang dan satu kali surut. Biasanya terjadi dilaut sekitar khatulistiwa, antara lain di
Sumatera Selatan dan Kalimantan Barat.

Grafik Diurnal Tide

b. Pasang Surut Harian Ganda (Semi Diurnal Tide), yaitu bila dalam sehari terjadi dua
kali pasang dan dua kali surut yang tinginya hampir sama. Terjadi di Selat Malaka
hingga Laut Andaman, yaitu di Sumatera Utara dan Kalimantan Timur.

Grafik Semi Diurnal Tide


c. Pasang Surut Campuran Condong Harian Tunggal (Mixed Mainly Diurnal) yaitu
setiap harinya terjadi satu kali pasang dan satu kali surut tetapi terkadang dengan dua
kali pasang dan dua kali surut yang sangat berbeda dalam tinggi dan waktu. Terdapat
di pantai selatan Kalimantan dan pantai utara Jawa Barat.
d. Pasang Surut Campuran Condong Harian Ganda (Mixed Mainly Semi Diurnal) yaitu
pasang surut yang terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari tetapi
terkadang terjadi satu kali pasang dan satu kali surut dengan waktu yang berbeda.
Terdapat di pantai selatan Jawa dan Indonesia Bagian Timur.

Elevasi di laut selalu berubah satiap saat, maka diperlukan suatu elevasi yang
ditetapkan berdasar data pasang surut, yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam
perencanaan pelabuhan. Beberapa elevasi tersebut adalah sebagai berikut :
a. Muka air tinggi (high water level), muka air tertinggi yang dicapai pada saat air pasang
dalam satu siklus pasang surut.
b. Muka air rendah (low water level), kedudukan air terendah yang dicapai pada saat air
surut dalam satu siklus pasang surut.
c. Muka air tinggi rerata (mean high water level, MHWL), adalah rerata dari muka air
tinggi selama periode 19 tahun.
d. Muka air rendah rerata (mean low water level, MLWL), adalah rerata dari muka air
rendah selama periode 19 tahun.
e. Muka air laut rerata (mean sea level, MSL), adalah muka air rerata antara muka air
tinggi rerata dan muka air rendah rerata. Elevasi ini digunakan sebagai referansi untuk
elevasi di daratan.
f. Muka air tinggi tertinggi (highest high water level, HHWL), adalah air tertinggi pada
saat pasang surut purnama atau bulan mati.
g. Higher high water level, adalah air tertinggi dari dua air tinggi dalam satu hari, seperti
dalam pasang surut tipe campuran.
h. Lower low water level, adalah air terendah dari dua air rendah dalam satu hari.

2. Hubungan Pasang Surut Terhadap Wilayah Potensi Tambak


Hubungan arus terhadap penyebaran ikan adalah arus mengalihkan telur- telur dan
anak-anak ikan petagis dan daerah pemijahan ke daerah pembesaran dan ke tempat
mencari makan. Migrasi ikan-ikan dewasa disebabkan arus, sebagai alat orientasi ikan dan
sebagai bentuk rute alami; tingkah laku ikan dapat disebabkan arus, khususnya arus pasut,
arus secara langsung dapat mempengaruhi distribusi ikan-ikan dewasa dan secara tidak
langsung mempengaruhi pengelompokan makanan.

Tambak-tambak pemeliharaan berbagai jenis hewan laut mendapatkan air di saat


laut pasang, sehingga pengelola tambak tak perlu bersusah payah mengambil air dari laut.

3. Rawa
3.1 Pengertian Rawa
Rawa adalah lahan genangan air secara ilmiah yang terjadi terus-menerus atau
musiman akibat drainase yang terhambat serta mempunyai ciri-ciri khusus secara
fisika, kimiawi dan biologis.

Rawa adalah bagian permukaan bumi yang tergenang air dan ditumbuhi oleh
tumbuh-tumbuhan serta letaknya lebih rendah dari daerah sekitarnya. Air yang
menggenangi daerah rawa pada umumnya dangkal sehingga mudah ditumbuhi oleh
tumbuh-tumbuhan, seperti kayu ulin, rumput-rumputan, enceng gondok, dan
sebagainya.

Gambar 1 Rawa

3.2 Klasifikasi Rawa


A. Berdasarkan pengaruh air pasang surut
1. Zona I merupakan wilayah rawa pasang surut air asin atau payau.
2. Zona II merupakan wilayah rawa pasang surut air tawar.
3. Zona III merupakan wilayah rawa lebak, atau rawa non-pasang surut.
Gambar 2 Zona Pasang Surut

B. Berdasarkan lokasi terjadinya


1. Rawa pantai, yakni rawa yang terdapat di pinggir pantai. Rawa ini selalu
dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Proses terjadinya karena bagian- bagian
rendah di pinggir laut selalu digenangi air laut. Tanaman yang dapat tumbuh
antara lain pohon bakau. Contoh: rawa-rawa pantai di teluk Bone Sulawesi
Selatan.

Gambar 3 Rawa Pantai


2. Rawa payau, yakni rawa yang terdapat di muara sungai dan dipengaruhi oleh
pasang surutnya air laut. Rawa payau terjadi karena bagian rendah di sekitar
muara sungai selalu tergenang akibat peluapan air sungai dan pasang surutnya
air laut. Rawa seperti ini banyak ditumbuhi rumput- rumputan dan pohon-
pohon yang tahan air seperti kayu ulin, bakau, dan sebagainya. Di Kalimantan
Selatan dan Kalimantan Tengah, rawa seperti ini banyak dijadikan oleh
penduduk dan pemerintah sebagai wilayah persawahan pasang surut.

Gambar 4 Rawa Payau

3. Rawa sungai, yakni rawa yang terjadi karena di bagian sisi kiri-kanan sungai
terdapat daerah-daerah yang rendah di mana air sungai selalu
menggenanginya. Rawa seperti ini banyak terdapat pada wilayah- wilayah
pedalaman sungai di Kalimantan dan bagian timur pulau Sumatera. Contoh:
rawa-rawa di sungai Musi antara Kota Palembang sampai Kota Sebayu
(Sumatera Selatan), rawa-rawa sungai Mahakam antara Muara Kaman sampai
Muara Amuntai dan Kahala di Kalimantan Timur.

Gambar 5 Rawa Sungai

4. Rawa cekungan, yakni rawa yang terdapat pada daerah-daerah cekungan


tertentu yang selalu terisi air. Terjadinya cekungan karena penurunan atau
pengangkatan oleh kekuatan endogen di sekeliling cekungan. Contoh, rawa
Pening di Jawa Tengah.

Gambar 6 Rawa Cekungan

5. Rawa danau, yakni rawa yang terjadi akibat pasang surut-nya air danau. Pada
musim hujan, danau menggenangi daerah sekitarnya dan pada musim kemarau
air danau surut. Di daerah sekeliling danau yang mengalami pasang surut
itulah terbentuk rawa danau. Contoh, rawa di sekitar danau Tempe.

Gambar 7 Rawa Danau

C. Berdasarkan rasa air


1. Rawa air asin, yakni rawa yang kandungan airnya terdiri atas air asin atau air
laut. Rawa ini banyak terdapat di daerah pantai di Indonesia, antara lain rawa-
rawa di pantai barat dan pantai timur Aceh, di sekitar pantai teluk Bone
Sulawesi Selatan, dan sebagainya.
2. Rawa air payau, yakni rawa yang terbentuk karena adanya percampuran antara
air asin (air laut) dan air tawar. Rawa ini rasa airnya payau. Rawa air payau
banyak terdapat di muara sungai-sungai di Kalimantan dan muara sungai di
pantai timur pulau Sumatera.
3. Rawa air tawar, yakni rawa yang airnya dipengaruhi oleh air sungai, air hujan,
dan air tanah. Rawa ini rasa airnya tawar. Rawa seperti ini banyak terdapat di
daerah-daerah pedalaman sungai-sungai di Kalimantan dan pedalaman sungai-
sungai di pantai timur pulau Sumatera serta rawa-rawa di daerah cekungan dan
rawa danau.
D. Berdasarkan hidro-topografi
1. Kategori A : Merupakan areal lahan rawa yang dapat terluapi air pasang, baik
di musim hujan maupun di musim kemarau. Lahan dapat diluapi oleh air
pasang paling sedikit 4 atau 5 kali selama 14 hari siklus pasang purnama, baik
musim hujan maupun musim kemarau. Permukaan lahan umumnya masih
lebih rendah jika dibandingkan elevasi air pasang tinggi rata-rata. Umumnya
areal ini terletak di lahan cekungan atau dekat dengan muara sungai. Lahan ini
potensial untuk ditanami dua kali padi sawah setahun, karena ada jaminan
suplai air pada setiap musim.
2. Kategori B : Merupakan areal lahan rawa yang hanya dapat terluapi air pasang
di musim hujan. Permukaan lahan umumnya masih lebih tinggi dari elevasi air
pasang tinggi rata-rata di musim kemarau, namun masih lebih rendah jika
dibandingkan elevasi air pasang tinggi rata-rata di musim hujan. Lahan dapat
diluapi oleh air pasang paling sedikit 4 atau 5 kali selama 14 hari siklus pasang
purnama hanya pada musim hujan saja. Lahan ini potensial ditanami padi
sawah di musim hujan, sedangkan di musim kemarau ditanami palawija.
3. Kategori C : Merupakan lahan rawa yang tidak dapat terluapi oleh air pasang
sepanjang waktu (atau hanya kadang-kadang saja). Permukaan lahan
umumnya relatif lebih tinggi jika dibandingkan kategori A dan B, sehingga air
pasang hanya berpengaruh pada muka air tanah dengan kedalaman kurang dari
50 cm dari permukaan lahan. Karena lahan tidak dapat terluapi air pasang
secara reguler, akan tetapi air pasang masih mempengaruhi muka air tanah.
Elevasi lahan yang relatip tinggi dapat mengakibatkan banyaknya kehilangan
air lewat rembesan. Lahan ini cocok untuk sawah tadah hujan/tegalan, dan
ditanami padi tadah hujan atau palawija.
4. Kategori D : Merupakan lahan rawa yang cukup tinggi sehingga sama sekali
tidak dapat terjangkau oleh luapan air pasang (lebih menyerupai lahan kering).
Permukaan air tanah umumnya lebih dalam dari 50 cm dari permukaan lahan.
Variasi kapasitas drainase tergantung perbedaan antara muka tanah di lahan
dan muka air di sungai terdekat dengan lahan. Lahan cocok diusahakan untuk
lahan kering/tegalan, ditanami padi gogo/palawija dan tanaman keras.
Gambar 8 Hidro Topografi Rawa

3.3 Karakteristik Rawa


Beberapa ciri rawa untuk dapat membedakan rawa dan sungai. Yang pasti ciri
khusus dari rawa ini menandakan bahwasannya rawa berbeda dengan sungai. Rawa
ini mempunyai beberapa ciri khusus. Beberapa ciri khusus dari rawa antara lain:
a. Dilihat dari segi air, rawa memiliki air yang asam dan berwarna coklat, bahkan
sampai kehitam- hitaman.
b. Berdasarkan tempatnya, rawa- rawa ada yang terdapat di area pedalaman daratan,
namun banyak pula yang terdapat di sekitar pantai.
c. Air rawa yang berada di sekitar pantai sangat dipengaruhi oleh pasang surutnya iar
laut.
d. Ketika air laut sedang pasang, maka permukaan rawa akan tergenang banyak,
sementara ketika air laut surut, daerah ini akan nampak kering bahkan tidak ada air
sama sekali. (baca : manfaat pasang surut air laut).
e. Rawa yang berada di tepian pantai banyak ditumbuhi oleh pohon- pohon bakau,
sementara rawa yang berada di pedalaman banyak ditumbuhi oleh pohon- pohon
palem atau nipah.

3.4 Faktor yang Mempengaruhi Karakteristik Rawa


1. Pelapukan (dekomposisi)
Zat organik Air yang ada di rawa-rawa biasanya berwarna sehingga tidak
layak dimanfaatkan secara langsung sebelum diolah untuk keperluan domestik
dan industri. Penyebab warnanya adalah pelapukan (dekomposisi) zat organik
seperti daun, kayu, binatang mati dan lainlain. Asam humat yang berasal dari
dekomposisi lignin inilah penyebab warna air, selain besi dalam wujud ferric
humat. Secara umum dapat dikatakan, penyebab warna air ialah kation Ca, Mg,
Fe, Mn. Oksida besi ini menyebabkan air berwarna kemerahan, oksida mangan
menyebabkan air berwarna coklat kehitaman. Berkaitan dengan warna tersebut,
jenisnya dapat dibedakan menjadi dua. Yang pertama disebut warna asli (true
color), disebabkan oleh materi organik berukuran koloid dan terlarut (dissolved
solid). Contohnya air gambut. Dari hasil penelitian diketahui bahwa warna air
gambut di Kalimantan, Sumatra, dan Sulawesi dapat dihilangkan dengan
kombinasi koagulan alum sulfat, besi sulfat (ion trivalent) atau PAC dengan tanah
liat setempat. Yang kedua ialah warna palsu (apparent color). Jenis ini disebabkan
oleh zat tersuspensi dan zat terendapkan (coarse solid, partikel kasar) dan dapat
dihilangkan dengan proses sentrifugasi, sentrifugasi,sedimentasi dan filtrasi.

2. Pengendapan sedimen
Pengendapan sedimen membuat wilayah rawa sudah cukup dangkal sehingga
tumbuhan rawa sudah bisa tumbuh.

3. Proses pembusukan
Wilayah yang tergenang air tersebut ditumbuhi berbagai jenis tumbuhan rawa,
pembusukan sisa tanaman dan organisme lainnya terjadi di tempat tanpa ada
sirkulasi air yang berarti. Proses pembusukan menghasilkan asam (asam humus)
sehingga air rawa memiliki pH yang rendah (bersifat asam), dan berwarna coklat.

Anda mungkin juga menyukai