Anda di halaman 1dari 10

Ini Dia Mamalia-Mamalia Yang Hidup Dan

Berasosiasi Dengan Mangrove

adminNovember 18, 2016 INFO

MANGROVEMAGZ. Masih membahas mengenai berbagai fauna mangrove, kali ini, kami akan
memberikan informasi mengenai beberapa mamalia yang seringkali ditemukan hidup dan
berasosiasi dengan mangrove. Untuk menjawab pertanyaan ini, maka kami mencuplik beberapa
pernyataan dari Peter J. Hogarth, dalam bukunya yang berjudul “The Biology of Mangroves,” yang
menyebutkan bahwa ternyata (memang) ada banyak mamalia yang hidup dan berasosiasi
dengan mangrove.
Beberapa mamalia yang ditemukan di hutan mangrove, di berbagai wilayah di dunia, antara lain
adalah (1) Lumba-lumba, di India, (2) Berang-berang, di Asia Tenggara, (3) Kucing mangrove di
Asia, (4) Racoon di Amerika Tengah, (5) Unta di Arab dan Pakistan dan (6) Badak, Antelop,
Kerbau, Babi Hutan, dan berbagai jenis hewan pengerat di bagian bumi lainnya.

Hewan-hewan ini, pada umumnya memfungsikan mangrove sebagai tempat mencari makan.

Sebagai contoh, berang-berang sering ditemukan sedang memangsa ikan-ikan di perairan


mangrove. Selanjutnya, Unta di Arab, senang memakan dedaunan mangrove.

Tak hanya itu, Monyet di Senegal jenis Cercopithecus menjadikan kepiting laga (Uca tangeri) dan
bunga, buah dan daun muda Rhizophora sebagai makanannya. Lalu, monyet jenis Macaca yang
berhabitat di Asia Tenggara, juga doyan makan kepiting dan kerang mangrove.

Di semenanjung Malaysia, kelelawar-buah jenis Macroglossus minimus, juga memangsa madu


dan tepung sari Sonneratia.

Namun demikian, masih menurut Hogarth (1999), bahwa berbagai fauna di atas, tidak lantas
hidup menetap di hutan mangrove, melainkan hanyalah bersifat sebagai pendatang, saja.
Jenis hewan yang benar-benar hidup dan menetap di mangrove serta berasosiasi dengannya,
secara sepenuhnya, adalah sejenis hewan pengerat dari Australia, yang bernama ilmiah Xeromys
myoides.

Hewan ini memangsa kepiting pada saat surut diantara vegetasi Avicennia dan Rhizophora.

Xeromys membangun sarangnya di atas garis pasang tertinggi, pada akar-akar Bruguiera.
Sarangnya, berasal dari dedaunan dan lumpur-lumpur mangrove.

Penampakan Xeromys myoides, yang menurut Hogarth merupakan hewan yang benar-benar


hidup dan menetap di mangrove serta berasosiasi dengannya.
Walaupun, tubuhnya ditengarai tahan air, namun hewan pengerat ini tidak pernah ditemukan
sedang berenang di perairan mangrove. Untuk itulah, diduga untuk beradaptasi di mangrove,
dia seringkali memanjat pohon-pohon mangrove, pada saat air pasang datang.

Demikian, informasi mengenai beberapa mamalia yang hidup dan berasosiasi dengan
mangrove. Dari artikel ini, bisa disimpulkan bahwa ternyata tidak hanya jenis-jenis kepiting dan
ikan saja yang hidup di mangrove. Bahkan, mamalia yang notabene adalah golongan hewan
“tingkat tinggi,” juga bergantung hidupnya dengan keberadaan ekosistem tumbuhan pesisir, ini.
Jangan salah, monyet Macaca fascicularis ini doyan makan kepiting mangrove!
Untuk itu, tidak bisa ditawar lagi, kita harus terus bersemangat untuk melestarikan ekosistem
mangrove kita, demi menjaga keseimbangan dan keanekaragaman hayati, tak hanya flora
mangrove saja, tetapi juga beragam “fauna mangrove,” di atas.

Dengan semangat dan usaha untuk terus melakukan berbagai usaha pelestarian mangrove ini,
maka Anda juga akan turut membantu kami dalam menyelamatkan habitat monyet ekor
panjang, jenis Macaca fascicularis di atas, yang termasuk ke dalam salah satu satwa yang
dilindungi oleh CITES 1995. Monyet ini, serta merta terancam punah, akibat dari penebangan
mangrove, yang terjadi secara membabi-buta, di mana-mana, terutama di Indonesia.

Mamalia yang umum ditemukan pada habitat mangrove diantaranya adalah babi liar (Sus
scrofa), kancil (Tragulus spp.), kelelawar (Pteropus spp.) berang-berang (Lutra perspicillata
dan Amblyonyx cinerea), lutung (Trachypithecus aurata), Bekantan (Nasalis larvatus;
endemik Kalimantan) dan kucing bakau (Felis viverrina) (MacNae, 1968; Payne, Francis &
Phillipps, 1985; Melisch, dkk, 1993). Tidak satupun dari mamalia diatas hidup secara
eksklusif di mangrove. Bekantan tadinya dianggap hanya hidup pada habitat mangrove,
kemudian diketahui bahwa mereka juga menggunakan hutan rawa gambut (Payne, dkk,
1985). Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) umum ditemukan di daerah mangrove dan
sering terlihat mencari makan pada hamparan lumpur di sekitar mangrove. Macaca ochreata
ochreata (endemik Sulawesi) pada masa lalu umum terlihat di daerah mangrove dekat Malili,
Teluk Bone, Sulawesi Selatan (Giesen, dkk, 1991). 

Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatranus) masih ditemukan di wilayah


Sungai Sembilang, Sumatera Selatan (Danielsen & Verheugt, 1989), dimana jika areal
ini digabungkan dengan areal Taman Nasional Berbak di Jambi, dapat dianggap
sebagai tempat hidup harimau Sumatera yang terbaik (Frazier, 1992). Dari empat jenis
berang- berang yaitu Aonyx cinerea, Lutra lutra, Lutra sumatrana dan Lutra perspicillata
yang diketahui hidup di Indonesia juga ditemukan di hutan mangrove. Dari kelompok
mamalia air, dua jenis lumba-lumba yaitu Orcella brevirostris dan Sousa chinensis juga
ditemukan di daerah muara sekitar hutan bakau, sedangkan mamalia udara yang sering
ditemukan adalah Pteropus vampirus.

Keanekaragaman Jenis Mamalia di Cagar Alam Hutan Bakau Pantai Timur


23 April 2018Marwa PrinandoTinggalkan komentarGo to comments

PENDAHULUAN
Kawasan cagar alam (CA) Hutan Bakau Pantai Timur menghampar di sepanjang Pantai Timur
Jambi. Secara administrative berada di dua wilayah kabupaten yaitu Kabupaten Tanjung Jabung
Barat dan kabupaten Tanjung Jabung Timur. Secara ekologis, ekonomis, sosial maupun budaya
memiliki peranan yang sangat penting bagi kehidupan khususnya bagi masyarakat sekitar
kawasan. Secara ekologis kawasan CA Hutan Bakau pantai Timur memiliki fungsi sebagai
penahan/pemecah gelombang air laut, peredam gelombang dan angin badai, pelindung dari
abrasi, penahan lumpur dan perangkap sediment; penurun gas karbondioksida (CO2) di udara dan
bahan-bahan pencemar di perairan rawa pantai;  sebagai daerah pemijahan (spawning grounds)
dan daerah pembesaran (nursery grounds) berbagai jenis ikan, udang, kerang-kerangan dan
spesies lainnya; Seresah mangrove (berupa daun, ranting dan biomassa lainnya) yang jatuh di
perairan menjadi sumber pakan biota perairan dan unsur hara yang sangat menentukan
produktivitas perikanan perairan. Salah satu bentuk pengelolaan Cagar Alam Hutan Bakau Pantai
Timur adalah inventarisasi keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya. Mamalia sebagai bagian
dari keanekaragaman hayati yang ada di kawasan CAHBPT menjadi penting untuk diketahui
kelimpahan, populasi, dan keanekaragman jenisnya. Satwaliar jenis mamalia merupakan bagian
dari mega biodiversitas yang dimiliki oleh negara Indonesia. Mamalia juga merupakan salah satu
kelas dalam kingdom animalia yang memiliki beberapa keistimewaan baik dalam hal fisiologi
maupun dalam susunan saraf dan tingkat intelegensianya (van Hoeve 1992). Tercatat, 515 jenis
mamalia terdapat di Indonesia dan nilai tersebut merupakan yang tertinggi di dunia atau 12% dari
keseluruhan jenis yang terdapat di dunia (McNeely dan Jeffrey 1992). Dari jumlah tersebut tidak
kurang dari 210 jenis terdapat di Pulau Sumatra (Wilson et al 2005).
Mamalia memegang peranan penting di kehidupan liar sebagai salah satu penyeimbang dalam
ekosistem. Sebagai contoh, van Hoeve (2002) menyebutkan bahwa mamalia menempati
berbagai trophic level dalam rantai makanan mulai dari mamalia herbivora sebagai predator
tumbuhan pada urutan terbawah hingga mamalia karnivora sebagai pemangsa urutan teratas (top
predator).
Studi tentang keanekaragaman jenis mamalia sangatlah penting untuk dilakukan, karena dapat
menghasilkan data dasar yang bisa digunakan sebagai salah satu pedoman pengelolaan suatu
kawasan konservasi. Menurut Santosa (1995) dalam beberapa data yang diambil dalam studi
keanekaragaman jenis mamalia meliputi kondisi fisik kawasan, flora dan fauna yang terdapat
dalam habitatnya. Oleh karena itu perlu dilakukan suatu studi mengenai keanekaragaman jenis
dan inventarisasi satwaliar jenis mamalia di kawasan Cagar Alam Hutan Bakau Pantai Timur.

METODOLOGI
Lokasi dan Waktu
Penelitian dilakkan di Pulau Tengah, Pulau Mudo, dan Pulau Waitambi Cagar Alam Hutan Bakau
Pantai Timur Kelurahan Nipah Panjang I Kecamatan Nipah Panjang Kabupaten Tanjung Jabung
Timur pada tanggal 18 Agustus sampai dengan 27 Agustus 2017.

Metode Pengambilan Data


Penelitian ini dilakukan dengan metode perangkap kamera (camera trap) yang ditempatkan di
jalur pergerakan satwa atau jalur yang biasa di lewati satwa mamalia. Selain itu, dilakukan pula
pengamatan langsung dengan menggunakan metode line transek, dan pengamatan tidak langsung
yang meliputi penemuan jejak, rambut, sarang, tempat berkubang, suara, bekas cakaran, dan sisa
makanan.
Analisa Data
Data jenis mamalia yang diperoleh dianalisa dengan menghitung indeks kekayaan jenis, indeks
keanekaragaman jenis, indeks kemerataan jenis, dan kelimpahan jenis relative.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Kondisi Habitat Mamalia
 Vegetasi Pulau Tengah ditumbuhi oleh 8 species pohon penyusun hutan bakau yang didominasi
oleh tegakan pidada (Soneratia alba).  Pada pulau ini ditemukan adanya area terbuka, yang
merupakan bekas perambahan masyarakat (areal pertanian padi). Pada zona Pulau Wai Jambi
juga didominasi oleh satu species yang tumbuh yaitu pidada (Soneratia alba).  Sementara itu,
Rengas (Glutha rengas) dan bakau (Rhizophora spp.) merupakan dua species yang mendominasi
tumbuh di zona Pulau Mudo. Sementara itu, untuk tingkat tumbuhan bawah, yang paling banyak
dijumpai adalah jenis nipah dan jeruju.
Cagar Alam Hutan Bakau Pantai Timur berada pada ketinggian 0-2 dari permukaan laut dan
mempunyai jenis tanah alluvium berupa lempung. Kawasan ini mempunyai daerah pasang surut
dengan kedalaman 1-2 meter. Di belakang hutan mangrove merupakan daerah transisi rawa air
tawar dengan gambut yang kedalamannya lebih dari 2 meter.

Tipe iklim Cagar Alam Hutan Bakau Pantai Timur termasuk tipe iklim ”AF” yaitu iklim tropis yang
lembab dan hangat. Suhu harian kawasan ini sekitar 32-35 C dengan kelembaban udara mencapai
sekitar 80% dan mempunyai temperatur udara rata-rata berkisar 22,73 C-26,49 C per tahun.
Kawasan ini mempunyai curah hujan minimal lebih dari 60 mm/bulan.
Pantai Timur Jambi merupakan wilayah muara Sungai Batanghari,dan sungai-sungai di sekitar
kawasan yang bermuara di hutan bakau seperti Sungai Lagan, Sungai Mendahara, Sungai Betara,
Sungai Alang-alang, Sungai Ular, Sungai Lambur, Sungai Simbur, Sungai Berbak dan beberapa
sungai kecil lainnya.

Salinitas air sungai pada waktu pasang maksimum dan surut minimum merupakan petunjuk besar
kecilnya penyusupan air laut ke dalam sungai pada waktu pasang. Penyusupan air laut selain
melalui sungai dapat juga langsung melalui garis pantai ke arah daratan. Penyusupan ini akan
lebih cepat pada daerah-daerah dimana hutan mangrovenya dalam kondisi rusak, sehingga tidak
berfungsi sebagai daerah penyangga terhadap penetrasi air laut ke daratan seperti di daerah
Sungai Ular dan Lambur.

Pasang surut Pantai Timur Jambi terjadi dua kali sehari yang urutannya dipisahkan kira-kira dua
belas jam. Selain pasang surut biasa terjadi juga pasang surut loncatan (pasang surut purnama)
dan pasang surut Perbani (pasang surut penuh). Pasang surut purnama adalah pasang surut
dengan amplitudo besar, sedangkan pasang surut perbani amplitudo kecil. Pasang surut ini terjadi
dua kali dalam 30 hari.

Daerah pantai timur ada dua musim, yaitu musim barat (November-Maret) dan musim Timur
(April-Oktober). Pada daerah ini musim barat angin justru bertiup dari arah utara (dari arah laut
ke daratan) selama 3 – 4 bulan dengan kecepatan tinggi disertai dengan gelombang yang cukup
besar. Dari pengalaman masyarakat ternyata pasang purnama yang terjadi pada musim barat
lebih besar dibandingkan dengan pasang purnama pada musim timur. Pada musim timur
gelombang laut relatif kecil dan arahnya sejajar garis pantai.

Kelimpahan jenis Mamalia


            Jumlah jenis mamalia yang ditemukan di Pulau Tengah, Pulau Waitambi dan Pula Mudo
seluruhnya ada 8 (delapan jenis). Daftar jenis mamalia yang dijumpai di ketiga pulau tersebut
dapat dilihat pada tabel 1 berikut:
Tabel 1 Jenis mamalia yang ditemukan di Pulau Tengah, Waitambi dan Mudo

No Nama Jenis Nama Ilmiah

1 Surili Sumatera/simpai Presbytis melalophos

2 Monyet ekor panjang Macaca fasicularis

3 Tikus Ratus spp

4 Babi hutan Sus sucrofa

5 Tupai Kekes Tupaia javanica

6 Bajing kelapa Calloscirus notatus

7 Rusa sambar Cervus unicolor

8 Berang-berang pantai Lutra lutra

Jenis mamalia dominan yang ada di ketiga pulau tersebut dapat dilihat dari nilai kelimpahan
relatif. Nilai kelimpahan relatif untuk setiap jenis mamalia di Pulau Tengah, Waitambi dan Mudo
dapat dilihat pada tabel 2 berikut:

Tabel 2 Kelimpahan jenis relatif mamalia di Pulau Tengah, Waitambi, dan Mudo
No Nama Jenis Nama Ilmiah Jumlah Individu Psi (%)

1 Surili Sumatera/Simpai Presbytis melalophos 199 74.53

2 Monyet ekor panjang Macaca fasicularis 48 17.98

3 Tikus Ratus sp 1 0.37

4 Babi hutan Sus sucrofa 13 4.87

5 Tupai Kekes Tupaia javanica 1 0.37

6 Bajing kelapa Calloscirus notatus 1 0.37

7 Rusa sambar Cervus unicolor 1 0.37

8 Berang-berang pantai Lutra lutra 3 1.12

Menurut hasil inventarisasi mamalia yang mendominasi habitat di Pulau Tengah, Waitambi, dan
Mudo adalah Surili sumatera (Presbytis melalophos) dengan nilai indeks kelimpahan jenis sebesar
74%. Kelimpahan ini menujukkan banyaknya jumlah suatu jenis dibandingkan jumlah individu dari
jenis lainnya. Kondisi kelimpahan suatu jenis pada suatu habitat dapat dipengaruhi oleh berbagai
hal, antara lain dari faktor kesesuaian habitat akan semua kebutuhan jenis tersebut, keberhasilan
dalam menerapkan strategi adaptasi, toleransi yang tinggi terhadap gangguan dan sebagainya.
Ketiga pulau memiliki jenis tegakan dan tipe tajuk yang cocok dengan habitat Surili sumatera .
Kelimpahan pakan dan ketersediaan shelter yang baik mengakibatkan populasi Surili sumatera di
ketiga pulau tersebut melimpah.
Keanekaragaman, Kekayaan, dan Kemerataan Jenis Mamalia
Data  yang diperoleh dari hasil pengamatan        menyajikan beberapa parameter inventarisasi
satwa berupa, nilai indeks keanekaragaman jenis (H), kekayaan jenis (Dmg) dan kemerataan jenis
(J’)  mamalia yang disajikan disajikan dalam Tabel 3.

N Nama Jenis Nama Ilmiah H Dmg J’


o

1 Surili Sumatera Presbytis melalophos 0.81 1.25 0.39

2 Monyet ekor panjang Macaca fasicularis

3 Tikus Ratus sp

4 Babi hutan Sus scrofa

5 Tupai Kekes Tupaia javanica

6 Bajing kelapa Calloscirus notatus

7 Rusa sambar Cervus unicolor

8 Berang-berang pantai Lutra lutra

 
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, ditemukan delapan jenis mamalia secara
langsung maupun tidak langsung dengan diperkuat dengan bukti keberadaan satwa seperti
penemuan jejak satwa, kotoran, dan bekas pakan. Lima jenis mamalia ditemukan secara langsung
baik melalui pengamatan langsung maupuan kamera jebak yaitu Surili Sumatera (Presbytis
melalophos), Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis), Tupai Kekes (Tupaia javanica), Babi
hutan (Sus scrofa) dan Berang-berang pantai (Lutra lutra). Dengan menggunakan metode tidak
langsung, ditemukan Tikus (Ratus spp) melalui jejak kakinya,  Rusa sambar (Cervus unicolor),
jejak gesekan badan, dan bajing kelapa  (Calloscirus notatus)  melalui bekan makannya.
Dari ketiga pulau, Rusa sambar, Bajing kelapa, tikus, dan tupai hanya ditemukan di Pulau Tengah,
sementara Berang-berang di temukan di Pulau Tengah, dan Pulau waitambi, sementara Surili
sumatera dan Monyet ekor panjang dijumpai di ketiga pulau tersebut.   Aktifitas   arboreal   yang  
dilakukannya   membuat   Surili sumatera dan Monyet ekor panjang membutuhkan kondisi
vegetasi yang memiliki tajuk. Kedua jenis mamalia ini banyak dijumpai di tepi pulau, yang
didominasi oleh jenis pohon pidada.

Data menunjukkan bahwa keanekaragaman jenis mamalia dari seluruh jalur adalah 0,81 yang
menunjukkan bahwa keanekaragaman jenis mamalia di ketiga pulau ini termasuk rendah,
penyebaran jumlah individu tiap spesies rendah dan kestabilan komunitas rendah. Suatu
ekosistem dikatakan stabil jika mempunyai keanekaragaman yang tinggi (Ludwig dan Reynold,
1998). Keadaan stabil terjadi karena transfer energi dan materi dapat berjalan dengan lancar.
Namun, tidak semua ekosistem ditentukan oleh adanya keanekaragaman hayati yang tinggi,
karena terdapat beberapa ekosistem yang memiliki keanekaragaman jenis yang rendah namun
berada pada kondisi yang stabil.

Indeks kekayaan jenis menunjukkan kondisi kekayaan jenis suatu spesies di suatu habitat. Nilai
indeks yang semakin tinggi menunjukkan semakin banyaknya jumlah jenis yang terdapat di suatu
habitat tertentu. Berdasarkan hasil analisis data, nilai indeks kekayaan mamalia pada jalur yang
diamati sebesar 1,25. Indeks kemerataan jenis dapat menunjukkan sebaran suatu spesies disuatu
habitat apakah merata atau didominasi oleh spesies tertentu saja. Semakin mendekati satu, maka
suatu habitat mempunyai kemerataan jenis yang bagus. Indeks kemerataan jenis mempunyai
kisaran nilai 0-1. Indeks kemerataan jenis di ketiga pulau tersebut 0,39 yang menunjukkan bahwa
kondisi habitat di Pulau Tengah, Waitambi, dan Mudo ini memiliki kemerataan jenis yang cukup
rendah karena angka indeks kemerataan jenis menunjukan nilai yang kurang mendekati satu.
Suatu habitat yang dikatakan komposisi mamalia merata di seluruh luasan area habitat apabila
nilai indeks kemerataannya mendekati satu.

Pemasangan 10 kamera jebak yang tersebar di ketiga pulau tersebut belum berjalan maksimal.
Salah satu penyebab utama dari ketidak berhasilan pemasangan kamera jebak yaitu waktu
pemasangan kamera jebak yang relative singkat, yakni hanya 10 hari, kondisi ini mengakibatkan
pemasangan kamera jebak belum mendapatkan hasil yang maksimal.

Status Konservasi Jenis Mamalia


Dalam upaya melestarikan keanekaragaman hayati, Indonesia telah meratifikasi lima konvensi
terkait keanekaragaman hayati. Kelima konvensi tersebut antara lain Konvensi RAMSAR, CITES,
Konvensi Keanekaragaman Hayati, Protocol Kyoto, dan Konvensi Bio-safety (Noerdjito et al 2005).
Disamping itu, pemerintah Indonesia telah menetapkan beberapa aturan perundang-undangan
dalam mendukung upaya konservasi sumberdaya alam dan kehutanan. Aturan perundang-
undangan tersebut adalah sebagai berikut;

1. Undang-undang Republik Indonesia No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi sumberdaya


alam hayati dan ekosistemnya
2. Undang-undang RI No.41 Th. 1999 tentang kehutanan
3. Peraturan pemerintah RI No.7 Th. 1999 tentang pengawetan tumbuhan dan satwa
Dengan adanya penelitian ini, diketahui ternyata hampir semua jenis mamalia yang terdapat di
ketiga pulau dilindungi sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Dari delapan jenis
mamalia yang teridentifikasi secara langsung keberadaannya, terdapat tiga jenis mamalia yang
termasuk dalam daftar jenis mamalia yang telah dilindungi oleh CITES yaitu masuk kedalam
Apendix II dan Apendix I. Sementara mamalia yang telah dilindungi oleh IUCN terdapat 3 jenis
jenis. Untuk analisis status perlindungan menurut IUCN (International Union for Conservation of
Nature) lima spesies yang ditemukan mendapat status LC (Least concern), satu
jenis Endangered , satu jenis Vulnerable, dan satu jenis Near Theatened namun dari keenam jenis
mamalia tersebut terdapat dua jenis yang dilindungi oleh PP RI No. 7 Th. 1999 tentang
pengawetan tumbuhan dan satwa. Status perlindungan mamalia dapat dilihat pada Tabel 4 di
bawah ini.
Tabel 4 Satus konservasi mamalia di Pulau Tengah, Waitambi, dan Mudo

N Nama Jenis Nama Ilmiah CITES IUCN PP 7 1999


o

1 Surili Sumatera Presbytis melalophos App. II Endangerd –

2 Monyet ekor panjang Macaca fasicularis App. II LC –

3 Tikus Ratus spp – LC –

4 Babi hutan Sus scrofa – LC

5 Tupai Kekes Tupaia javanica – LC –

6 Bajing kelapa Calloscirus notatus – LC –

7 Rusa sambar Cervus unicolor Vulnerable √

8 Berang-berang pantai Lutra lutra App. I Near √


Threatened

 
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Jenis mamalia yang ditemukan di Pulau Tengah, Pulau Waitambi dan Pulau Mudo ada 8
(delapan) jenis , yakni  Surili Sumatera (Presbytis melalophos), Monyet Ekor Panjang (Macaca
fascicularis), Tupai Kekes (Tupaia javanica), Babi hutan (Sus scrofa), Berang-berang pantai (Lutra
lutra), Tikus (Ratus spp),  Rusa sambar (Cervus unicolor), dan bajing kelapa  (Calloscirus notatus).
2. Keanekaragaman jenis mamalia di Pulau Tengah, Pulau Waitambi, dan Pulau Mudo
tergolong rendah, dengan indeks keanekaragaman sebesar 0,81, sementara indeks kemerataan
dan kekayaan jenis masing-masing sebesar 0,39 dan 1,25.
3. Status konservasi jenis mamalia yang ditemukan di Pulau Tengah, Pulau Waitambi dan
Pulau Mudo diantaranya; 2 (dua) jenis mamalia dilindungi menurut PP 7 tahun 1999, yakni Rusa
sambar (Cervus unicolor) dan Berang-berang pantai (Lutra lutra), 2 (dua) jenis appendiks II
CITES, yakni  Surili Sumatera (Presbytis melalophos), Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis),
dan 1 (satu) jenis appendiks I CITES, yakni Berang-berang pantai (Lutra lutra).
Saran
1. Diperlukan monitoring lanjutan untuk mengetahui jenis-jenis mamalia yang belum
terinventarisir dalam kegiatan ini.
2. Diperlukan pemasangan kamera jebak yang lebih banyak dan lebih lama agar data yang
dihasilkan lebih komprehensif.
Iklan

Anda mungkin juga menyukai