Anda di halaman 1dari 10

TANDA DAN GEJALA GANGGUAN PSIKIATRIK

Oleh dr. IGNB Mahayasa, Sp.KJ

Tanda (sign) adalah temuan objektif yang diobservasi oleh


dokter.Gejala (symptom) adalah pengalaman subjektif yang digambarkan oleh
pasien.
Sindrom adalah kelompok tanda dan/atau gejala yang terjadi bersama-sama
sebagai suatu kondisi yang dapat dikenali. Dalam kenyataannya, sebagian besar
kondisi psikiatrik adalah sindrom.
Kemampuan mengenali tanda dan gejala spesifik memungkinkan dokter
dapat mengerti dalam berkomunikasi dengan dokter lain, membuat diagnosis secara
akurat, menangani pengobatan dengan berhasil, memperkirakan prognosis dengan
dapat dipercaya, dan menggali masalah psikopatologi, penyebab dan psikodinamika
secara menyeluruh.
Secara garis besar tanda dan gejala psikiatrik mempunyai akar dalam
perilaku normal dan mewakili berbagai titik dalam spektrum perilaku dari normal
sampai patologis.
Tanda dan gejala psikiatri tersebut adalah sebagai berikut :

II.1.  KESADARAN
Gangguan Kesadaran:
1. Disorientasi: gangguan orientasi waktu, tempat atau orang.
2. Kesadaran yang berkabut: kejernihan ingatan yang tidak lengkap dengan
gangguan persepsi dan sikap.
3. Stupor: hilangnya reaksi dan ketidaksadaran terhadap lingkungan sekeliling.
4. Delirium: kebingungan, gelisah, konfusi, reaksi disorientasi yang disertai
dengan rasa takut dan halusinasi.
5. Koma: derajat ketidaksadaran yang berat.
6. Keadaan temaram (twilight state): seringkali digunakan secara sinonim
dengan kejang parsial kompleks atau epilepsi psikomotor.
7. Somnolensi: mengantuk abnormal yang paling sering ditemukan pada proses
organik.

II.2.  PERHATIAN
Perhatian adalah kemempuan untuk memusatkan dan mempertahankan
perhatian pada satu aktivitas berdasarkan pengalaman
Gangguan Perhatian:
1. Distraktibilitas: ketidakmampuan untuk memusatkan atensi; penarikan atensi
kepada stimulasi eksternal yang tidak penting atau tidak relevan.
2. Hipervigilensi: pemusatan perhatian yang berlebihan pada semua stimulasi
internal dan eksternal, biasanya merupakan akibat sekunder dari keadaan
delusional atau paranoid.
3. Trance: perhatian yang terpusat dan kesadaran yang berubah, biasanya terlihat
pada hipnosis, gangguan disosiatif, dan pengalaman religius yang luar biasa.

II.3.  EMOSI (AFEK DAN MOOD)


Suatu keadaan perasaan dengan komponen psikis, somatik dan perilaku
yang berhubungan dengan afek dan mood.

Afek:
Afek adalah ekspresi emosi yang terlihat; mungkin tidak konsisten dengan emosi
yang dikatakan pasien.
1. Afek yang sesuai (appropriate affect): kondisi irama emosional yang harmonis
(sesuai, sinkron) dengan gagasan, pikiran atau pembicaraan yang menyertai;
digambarkan lebih lanjut sebagai yang afek yang luas atau penuh, di mana
rentang emosional yang lengkap diekspresikan secara sesuai.
2. Afek yang tidak sesuai (inappropriate affect): ketidakharmonisan antara
irama perasaan emosional dengan gagasan, pikiran atau pembicaraan.
3. Afek yang tumpul (blunted affect): gangguan pada afek yang
dimanifestasikan oleh penurunan yang berat pada intensitas irama perasaan
yang diungkapkan keluar.
4. Afek yang datar (fIat affect): tidak adanya atau hampir tidak adanya tanda
ekspresi afek; suara yang monoton, wajah yang tidak bergerak.
5. Afek yang labil (labile affect): perubahan irama perasaan yang cepat dan tiba-
tiba, yang tidak berhubungan dengan stimulasi ekstemal.

Mood:
Mood adalah suatu emosi yang meresap yang dipertahankan, yang dialami secara
subjektif dan dilaporkan oleh pasien dan terlihat oleh orang lain. Contohnya adalah
depresi, elasi, kemarahan.
1. Mood disforik: mood yang tidak menyenangkan
2. Mood eutimik: mood dalam rentang normal, menyatakan tidak adanya mood
yang tertekan atau melambung.
3. Mood yang meluap-luap (expansive mood): ekspresi perasaan seseorang
tanpa pembatasan, seringkali dengan penilaian yang berlebihan terhadap
kepentingan atau makna seseorang.
4. Mood yang iritabel (irritable mood): ekspresi perasaan akibat mudah
diganggu atau dibuat marah.
5. Pergeseran mood (labile mood): osilasi antara euforia dan depresi atau dibuat
marah.
6. Mood yang meninggi (elevated mood): suasana keyakinan dan kesenangan;
suatu mood yang lebih ceria dari biasanya.
7. Euforia: elasi yang kuat dengan perasaan kebesaran.
8. Kegembiraan yang luar biasa (ecstasy): perasaan kegairahan yang kuat.

Emosi Yang Lain:


1. Kecemasan: perasaan kekhawatiran yang disebabkan oleh dugaan bahaya,
yang mungkin berasal dari dalarn atau luar.
2. Ketakutan: kecemasan yang disebabkan oleh bahaya yang dikenali secara
sadar dan realistik.
3. Agitasi: kecemasan berat yang disertai dengan kegelisahan rnotorik.
4. Ketegangan (tension): peningkatan aktifitas motorik dan psikologis yang tidak
menyenangkan.
5. Panik: Serangan kecemasan yang akut, episodik, yang kuat disertai dengan
perasaan ketakutan yang rnelanda dan pelepasan otonomik.
6. Apati: irama emosi yang turnpul yang disertai dengan pelepasan
(detachment) atau ketidakacuhan (indifference).
7. Ambivalensi: terdapat secara bersama-sama dua impuls yang berlawanan
terhadap hal yang sarna pada satu orang yang sama pada waktu yang sama.

II.4.  PERILAKU MOTORIK (KONASI)

1. Ekopraksia: peniruan pergerakan yang patologis seseorang pada orang lain.


2. Katatonia: kekakuan motorik dalam gangguan nonorganik
a. Katalepsi: istilah umum untuk suatu posisi yang tidak bergerak yang
dipertahankan terus menerus.\
b. Stupor katatonik: penurunan aktivitas motorik yang nyata, seringkali
sampai titik imobilitas dan tampaknya tidak menyadari sekeliling.
c. Rigiditas katatonik: penerimaan postur yang kaku yang disadari,
menentang usaha untuk digerakkan.
d. Posturing katatonik: penerimaan postur yang tidak sesuai atau kaku yang
disadari, biasanya dipertahankan dalam waktu yang lama.
e. Cerea flexibilitas (fleksibilitas lilin): seseorang dapat diatur dalam suatu
posisi yang kemudian dipertahankannya; jika pemeriksa menggerakkan
anggota tubuh pasien, anggota tubuh terasa seakan-akan terbuat dari lilin.
3. Negativisme: tahanan tanpa motivasi terhadap semua usaha untuk
menggerakkan atau terhadap semua instruksi.
4. Katapleksi: hilangnya tonus otot dan kelemahan secara sementara yang
dicetuskan oleh berbagai keadaan emosional.
5. Stereotipik: pola tindakan fisik atau bicara yang terfiksasi dan berulang.
6. Mannerisme: pergerakan tidak disadari, dan bersifat habitual berulang
7. Otomatisme: tindakan atau tindakan-tindakan yang otomatis yang biasanya
mewakili suatu aktivitas simbolik yang tidak disadari.
8. Otomatisme perintah: otomatisme mengikuti sugesti (juga disebut kepatuhan
otomatik).
9. Mutisme: tidak bersuara tanpa kelainan struktural.
10. Overaktivitas:
a. Agitasi psikomotor: overaktivitas motorik dan kognitif yang berlebihan,
biasanya tidak produktif dan sebagai akibat respons atas ketegangan dari
dalam (inner tension).
b. Hiperaktivitas/hiperkinesis: kegelisahan dan aktivitas destruktif,
seringkali disertai dengan dasar patologi pada otak.
c. Tik: pergerakan motorik yang spasmodik dan tidak disadari.
d. Tidur berjalan (somnambulisme): aktivitas motorik saat tertidur.
e. Akathisia: perasaan subjektif terhadap ketegangan motorik sebagai
akibat sekunder dari medikasi antipsikotik atau medikasi lain yang dapat
menyebabkan kegelisahan; duduk dan berdiri berulang secara berganti-
ganti dan berulang; dapat disalahartikan sebagai agitasi psikotik.
f. Kompulsi: impuls tidak terkontrol untuk melakukan tindakan berulang.
Dipsomania: kompulsi untuk minum alkohol.
Kleptomania: kompulsi untuk mencuri.
Trikotilomania: kompulsi untuk mencabut rambut.
11. Hipoaktifitas/hipokinesis: penurunan aktivitas motorik dan kognitif, seperti pada
retardasi psikomotor; perlambatan pikiran, bicara dan pergerakan yang dapat
terlihat.
12. Agresi: tindakan yang kuat dan diarahkan tujuan yang mungkin verbal atau fisik;
bagian motorik dari afek kekerasan, kemarahan atau permusuhan.
13. Memerankan (acting out): ekspresi langsung dari suatu harapan atau impuls
yang tidak disadari dalam bentuk gerakan; fantasi yang tidak disadari dihidupkan
secara impulsif dalam perilaku.
14. Abulia: penurunan impuls untuk bertindak dan berpikir, disertai dengan
ketidakacuhan tentang akibat tindakan; disertai dengan defisit neurologis.
15. Vagaboundage : jalan-jalan seperti berkelana tanpa tujuan.

II.5.  PROSES PIKIR (BERPIKIR)

1. Bentuk Pikir
a. Berpikir tidak logis: berpikir yang salah atau kontradiksi internal dan
patologis
b. Dereisme: aktivitas mental yang tidak sesuai dengan logika atau
pengalaman.
c. Berpikir autistik: preokupasi dengan dunianya sendiri dan pribadi
d. Berpikir magis: suatu bentuk pikiran dereistik; di mana pikiran, kata-kata
atau tindakan mempunyai kekuatan (sebagai contohnya, mereka dapat
menyebabkan atau mencegah suatu peristiwa).
2. Arus Pikir
a. Neologisme: kata baru yang diciptakan oleh pasien, seringkali dengan
mengkombinasikan suku kata dari kata-kata lain, untuk alasan psikologis
yang aneh (idiosinkratik) Contoh : ”AASSDFHIOOOOO.”  
b. Word salad (gado-gado kata): carnpuran kata yang membingungkan.
Contoh : ”……kemarin jatuh ada kuda polisi durian tiba-tiba bagaimana
ee…”
c. Sirkumstansialitas: bicara yang tidak langsung yang lambat dalam
mencapai tujuan tetapi pada akhirnya mulai lagi dari titik awal untuk
mencapai tujuan yang diharapkan; ditandai dengan pemasukan detail-
detail yang tidak bermakna.  
d. lnkoherensi: pikiran yang, biasanya, tidak dapat dimengerti; berjalan
bersama pikiran atau atau kata-kata dengan hubungan yang tidak logis
atau tanpa tata bahasa, yang menyebabkan disorganisasi; terputusnya
asosiasi antar ide-ide yang ekstrim sehingga tidak dapat dimengerti sama
sekali.
e. Perseverasi: respon terhadap stimulus yang menetap, sering disertai
dengan gangguan kognitif.
f. Verbigerasi: pengulangan kata-kata atau frasa-frasa spesifik yang tidak
mempunyai arti.
g. Ekolalia: pengulangan kata-kata seseorang oleh seseorang lain secara
psikopatologis; cenderung berulang dan menetap, dapat diucapkan dengan
mengejek atau intonasi yang terputus-putus.
h. Lompat gagasan (flight of ideas): verbalisasi atau permainan kata-kata
yang cepat dan terus menerus yang menghasilkan terus pergeseran terus
menerus dari satu ide ke ide lain; ide-ide cenderung dihubungkan, dan
dalam bentuk yang kurang parah pendengar mungkin mampu untuk
mengikutinya.
i. Asosiasi bunyi (clang assosiation): asosiasi kata-kata yang mirip
bunyinya tetapi berbeda artinya; kata tidak mempunyai hubungan logis
j. Penghambatan (blocking): terputusnya aliran berpikir secara tiba-tiba
sebelum pikiran atau gagasan diselesaikan; setelah suatu periode terhenti
singkat; orang tampak tidak teringat pada apa yang telah dikatakan atau
apa yang akan dikatakan (juga dikenal sebagai pencabutan pikiran).

k. Gangguan Bicara:

Banyak bicara (logorrhea): bicara yang banyak sekali, bisa


koheren, bisa inkoheren.
Kemiskinan bicara (poverty of speech): pembatasan jumlah
bicara yang digunakan; jawaban mungkin hanya satu suku
kata (monosyllabic).
Bicara yang tidak spontan: respon verbal yang diberikan hanya
jika ditanya atau dibicarakan langsung; tidak ada bicara yang dimulai
dari diri sendiri.
Kemiskinan isi bicara: bicara yang adekuat dalam jumlah tetapi
memberikan sedikit informasi karena ketidakjelasan, kekosongan,
atau frasa yang stereotipik.
Disartria: kesulitan artikulasi,
Gagap (stuttering): pengulangan atau perpanjangan suara atau
suku kata yang sering, menyebabkan gangguan kefasihan bicara
yang jelas.
Cluttering: bicara yang aneh dan disritmik, yang mengandung
semburan kata-kata yang cepat dan menyentak. Orang mabuk
alkohol.

3. Gangguan Isi Pikiran:


a. Kemiskinan isi pikiran: pikiran yang memberikan sedikit informasi karena
tidak ada pengertian, pengulangan Wa tidak jelas.
b. Gagasan yang berlebihan: keyakinan palsu yang dipertahankan dan tidak
beralasan yang dipertahankan secara kurang kuat dibandingkan dengan
suatu waham.
c. Waham: keyakinan palsu, didasarkan pada kesimpulan yang salah tentang
kenyataan eksternal tidak sejalan dengan inteligensia pasien dan latar
belakang kultural, yang tidak dapat dikoreksi dengan suatu alasan apapun.
d. Waham yang kacau dan aneh (bizzare delusion): keyakinan palsu yang
aneh, mustahil dan sama sekali tidak masuk akal (sebagai contohnya:
orang dari angkasa luar telah menanamkan suatu elektroda pada otak
pasien).
e. Waham tersistematisasi: keyakinan yang palsu yang digabungkan oleh
suatu tema atau peristiwa tunggal (sebagai contohnya: pasien dimata--
matai oleh agen rahasia, mafia atau bos).
f. Waham nihilistik: perasaan palsu bahwa dirinya dan orang lain dan dunia
adalah tidak ada atau berakhir.
g. Waham somatik: keyakinan yang palsu menyangkut fungsi tubuh pasien
(sebagai contohnya, keyakinan bahwa otak pasien adalah berakar atau
mencair).
h. Waham paranoid
Waham kebesaran: gambaran kepentingan, kekuatan atau identitas
seseorang yang berlebihan.
Waham referensi: keyakinan palsu bahwa perilaku orang lain
ditujukan pada dirinya; bahwa peritiwa, benda-benda atau orang
lain, dihubungkan dg dirinya
i. Waham pengendalian: perasaan palsu bahwa kemauan, pikiran atau
perasaan pasien dikendalikan oleh tenaga dari luar.
Penarikan pikiran (thought withdrawal): waham bahwa pikiran
pasien dihilangkan dari ingatanya oleh orang lain atau tenaga lain.
Penanaman pikiran (thought insertion): waham bahwa pikiran
ditanam dalam pikiran pasien oleh orang atau tenaga lain.
Siar pikiran (thought broadcasting): waham bahwa pikiran pasien
dapat didengar oleh orang lain, seperti pikiran mereka sedang
disiarkan di udara.
Pengendalian pikiran (thought control): waham bahwa pikiran
pasien dikendalikan oleh orang atau tenaga lain
j. Waham ketidaksetiaan (waham cemburu): keyakinan palsu yang
didapatkan dari kecemburuan patologis bahwa kekasih pasien adalah tidak
jujur.
k. preokupasi pikiran: isi pikiran yang berulang pada ide tertentu, seperti
preokupasi tentang bunuh diri atau membunuh.
l. Obsesi: pikiran kukuh (persisten) yang patologis, sekalipun tidak
dikehendaki pasien, pikiran mana yang tidak dapat ditentang dan tidak
dapat dihilangkan dari kesadaran oleh usaha logika; biasanya disertai
dengan kecemasan.
m. Kompulsi: kebutuhan yang patologis untuk melakukan suatu tindakan
yang jika ditahan, menyebabkan kecemasan; perilaku berulang sebagai
respon suatu obsesi
n. Koprolalia: pengungkapan kompulsif dari kata kata yang cabul/kotor.
o. Fobia: rasa takut patologis yang persisten, irasional, berlebihan, dan selalu
terjadi terhadap suatu jenis stimulasi atau situasi tertentu; menyebabkan
keinginan yang memaksa untuk menghindari stimulasi yang ditakuti.
Fobia sederhana: rasa takut yang jelas terhadap objek atau situasi
yang jelas (sebagai contohnya, rasa takut terhadap laba-laba atau
ular).
Fobia sosial: rasa takut akan keramaian masyarakat, seperti rasa
takut berbicara dengan masyarakat, bekerja atau makan dalam
masyarakat.
Akrofobia: rasa takut terhadap tempat yang tinggi.
Agorafobia: rasa takut terhadap tempat yang terbuka
Algofobia: rasa takut terhadap rasa nyeri.
Eritrofobia: rasa takut terhadap warna merah (merujuk terhadap
rasa takut terhadap darah).
Panfobia: Rasa takut terhadap segala sesuatu.
Klaustrofobia: rasa takut terhadap tempat yang tertutup.
Xenofobia: rasa takut terhadap orang asing.
Zoofobia: rasa takut terhadap binatang.
II.7.  PERSEPSI
Proses pemindahan stimulasi fisik menjadi informasi psikologis; proses
mental di mana stimulasi sensoris dibawa ke kesadaran.

Gangguan Persepsi:
1. Halusinasi: persepsi sensoris yang palsu yang terjadi tanpa
stimulasi eksternal yang nyata; mungkin terdapat atau tidak terdapat interpretasi
waham sehubungan dengan pengalaman halusinasi tersebut.
Halusinasi hipnagogik: persepsi sensoris yang palsu yang terjadi saat akan
tertidur biasanya dianggap sebagai fenomena yang nonpatologis.
a. Halusinasi hipnopompik: persepsi palsu yang terjadi saat terbangun dari
tidur; biasanya dianggap tidak patologis.
b. Halusinasi dengar (auditoris): persepsi bunyi yang palsu, biasanya suara
tetapi juga bunyi-bunyi lain, seperti musik; merupakan halusinasi yang
paling sering pada gangguan psikiatrik.
Contoh : “Dokter ada orang yang ja basuruh pakita tiap pagi keliling
kampung,kemanapun pergi selalu tu suara-suara itu iko”.
c. Halusinasi visual: persepsi palsu tentang penglihatan yang berupa citra
yang berbentuk (sebagai contohnya, orang) dan citra yang tidak berbentuk
(sebagai contohnya, kilatan cahaya); paling sering pada gangguan organik.
d. Halusinasi penciuman (olfaktoris): persepsi membau yang palsu; paling
sering pada gangguan organik.
e. Halusinasi pengecapan (gustatoris): persepsi tentang rasa kecap yang
palsu, seperti rasa kecap yang tidak menyenangkan yang disebabkan oleh
kejang; paling sering pada gangguan organik.
Contoh : Makanan yang berubah rasa padahal itu makanan favoritnya.
f. Halusinasi perabaan (taktil; haptic): persepsi palsu tentang perabaan
atau sensasi permukaan, seperti dari tungkai yang teramputasi (phantom
limb); sensasi adanya gerakan pada atau di bawah kulit (kesemutan).
g. Halusinasi somatik: sensasi palsu tentang sesuatu hal yang terjadi di
dalam atau terhadap tubuh; paling sering berasal dari bagian viseral tubuh
(juga dikenal sebagai halusinasi kenestetik).didengar).
2. Ilusi: mispersepsi atau misinterpretasi terhadap stimulasi eksternal yang nyata.
3. Depersonalisasi: suatu perasaan subjektif merasa tidak nyata, aneh atau tidak
mengenali diri sendiri.
4. Derealisasi: suatu perasaan subjektif bahwa lingkungan adalah aneh atau tidak
nyata; suatu perasaan tentang perubahan realistik.
II.8.  DAYA INGAT
Daya ingat merupakan fungsi di mana informasi disimpan di otak dan
selanjutnya diingat kembali ke kesadaran.
Ganggguan Daya Ingat:
1. Amnesia: ketidakmampuan sebagian atau keseluruhan untuk mengingat
pengalaman masa lalu; mungkin berasal dari organik atau emosional.
a. Anterograd: amnesia untuk peristiwa yang terjadi setelah suatu titik waktu.
b. Retrograd: amnesia sebelum suatu titik waktu.
c. Konfabulasi: pengisian kekosongan ingatan secara tidak disadari oleh
pengalaman yang dibayangkan atau tidak nyata yang dipercayai pasien
tetapi tidak mempunyai dasar kenyataan; paling sering berhubungan
dengan patologi organik.
d. Deja vu: situasi yang baru secara keliru dianggap sebagai suatu
pengulangan ingatan sebelumnya.
e. Jamais vu: perasaan palsu tentang ketidak kenalan terhadap situasi nyata
yang telah dialami oleh seseorang.

II.9.  INTELIGENSIA
Kemampuan untuk mengerti, mengingat, menggerakkan dan menyatukan
secara konstruktif pelajaran sebelumnya dalam menghadapi situasi yang baru.

Retardasi Mental:
Kurangnya inteligensia sampai derajat di mana terdapat gangguan pada kinerja
sosial dan kejuruan:
1. ringan (IQ 50 atau 55 - kira-kira 70)
2. sedang (IQ 35 atau 40 - 50 atau 55)
3. berat (IQ 20 atau 25 - 35 - 40)
4. sangat berat (IQ di bawah 20 atau 25)
Istilah yang lama ialah idiot (usia mental kurang dari 3 tahun), imbesil (usia mental
kira-kira 8 tahun).

II.10.  TILIKAN (INSIGHT)


Kemampuan pasien untuk mengerti penyebab sebenarnya dan arti dari suatu
situasi (seperti sekumpulan gejala).

Tilikan Intelektual:
Kemampuan untuk mengerti kenyataan objektif tentang suatu keadaan tanpa
kemampuan untuk menerapkan pengetahuan dalam cara yang berguna untuk
mengatasi situasi.

Tilikan yang Terganggu:


Kehilangan kemampuan untuk mengerti kenyataan objektif dari suatu situasi.
Suatu ringkasan tentang tingkat tilikan menurut PPDGJ – III adalah sebagai berikut:
1. Penyangkalan penyakit sama sekali.
2. Agak menyadari bahwa mereka sakit dan membutuhkan bantuan tetapi dalam
waktu yang bersamaan menyangkal penyakitnya.
3. Sadar bahwa mereka adalah sakit tetapi melemparkan kesalahan pada orang
lain, pada faktor eksternal, atau pada faktor organik.
4. Sadar bahwa penyakitnya disebabkan oleh sesuatu yang tidak diketahui pada
diri pasien.Tilikan intelektual : menerima bahwa pasien sakit dan bahwa gejala
atau kegagalan dalam penyesuaian sosial adalah disebabkan oleh perasaan
irasional atau gangguan tertentu dalam diri pasien sendiri tanpa menerapkan
pengetahuan untuk pengalaman di masa depan.
5. Tilikan emosional sejati : kesadaran emosional tentang motif dan perasaan di
dalam diri pasien dan orang yang penting dalam kehidupannya, yang dapat
menyebabkan perubahan dasar dalam perilaku pasien.

Anda mungkin juga menyukai