Anda di halaman 1dari 16

PERKEMBANGAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI INDONESIA

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Anak Berkebutuhan


Khusus
Dosen Pengampu : Yekti Endah Pambudi, M.Pd

Disusun oleh:
1. Fitriya Lailatus S (23010180107)
2. M. Akhyar Fatkhuddin (23010180108)
3. Zulfa Anis Fitria (23010180109)
4. Supriyadi Abdillah (23010180110)
5. Khoirun Ni‟mah (23010180112)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
2020
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahhirobbil„alamin, Puji syukur kehadirat Allah SWT atas


berkat, rahmat, dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
ini sesuai waktu yang telah ditentukan.
Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Agung
Muhammad SAW, yang menuntun kita dari jalan kegelapan menuju jalan yang
terang benderang dan semoga kita tergolong dalam orang-orang yang mendapat
syafa‟atnya di yaumul qiyamah nanti Aamiin Aamiin Ya Robbal „Alamin.
Makalah berjudul “Perkembangan Anak Berkebutuhan Khusus Di
Indonesia” ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah PABK. Penulis telah
berusaha semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan yang penulis miliki
agar makalah ini dapat tersusun sesuai harapan. Karena kesempurnaan hanyalah
milik Allah SWT, maka dari itu apabila terdapat banyak kekurangan ataupun
kesalahan penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya dan penulis sangat
mengharap saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
makalah untuk bisa lebih baik kedepannya.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibu Yekti Endah Pambudi,
M.Pd selaku dosen mata kuliah PABK yang telah memberikan arahan maupun
bimbingan kepada penulis. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada
rekan-rekan seperjuangan yang telah ikut membantu maupun memberikan
partisipasi dan dukungan dalam penyelesaian makalah ini. Penulis berharap
semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca. Amiin.
Salatiga, 15
Oktober 2020

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR.................................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................................. iv
PENDAHULUAN ..........................................................................................................1
A. Latar Belakang ....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah ...............................................................................................1
C. Tujuan Penulisan .................................................................................................1
PEMBAHASAN .............................................................................................................3
A. Landasan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif ...................................................3
2. Landasan Yuridis ....................................................................................................4
3. Landasan Empiris ....................................................................................................5
Regulasi Jaminan Pendidikan Bagi Anak Berkebutuhan Khusus ..................................6
B. Tujuan Anak Berkebutuhan Khusus .....................................................................8
C. Tantangan Menghadapi Anak Berkebutuhan Khusus............................................9
D. Hak-Hak yang dimiliki Anak Berkebutuhan Khusus .......................................... 10
PENUTUP .................................................................................................................... 12
A. Kesimpulan ....................................................................................................... 12
B. Saran ................................................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 13

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tidak setiap anak didunia ini terlahir dengan sempurna. Banyak di
anatara mereka yang mengalami perkembangan yang lamabat atau
mengalami hambatan dalam pertumbuhannya. Ada juga yang mengalami
gangguan atau memiliki faktor-faktor yang beresiko untuk mencapai
pertumbuhan yang optimal dan untuk membantu tercapainya tujuan
tersebut butuh penanganan khusus atau intervensi khusus. Dari pernyataan
diatas dapat ditegaskan bahwa mereka yang dimaksud adalah anak-anak
yang berkebutuhan khusus atau anak luar biasa.
Bagi kita orang awam untuk memahami anak berkebutuhan khusus
tidaklah mudah. Dalam memahami anak berkebutuhan khusus atau anak
luar biasa, sangat diperlukan adanya memahami jenis-jenis anak yang
berkebutuhan khusus dan akibat-akibat yang terjadi pada penderita. Anak
berkebutuhan khusus disebut sebagai anak yang cacat dikarenakan mereka
termasuk anak yang pertumbuhan dan perkembangannya mengalami
penyimpangan atau kelainan, baik dari segi fisik, mental, emosi, serta
sosialnya bila dibandingkan dengan nak yang normal.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja landasan anak berkebutuhan khusus ?
2. Bagaimana tujuan dari anak berkebutuhan khusus ?
3. Apa saja tantangan untuk menghadapi anak berkebutuhan khusus ?
4. Apa saja hak-hak yang dimiliki oleh anak berkebutuhan khusus ?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui dan memahami landasan anak berkubutuhan khusus
2. Mengetahui dan memahami tujuan dari anak berkebutuhan khusus

1
3. Mengetahui dan memahami tantang tantangan unutk menghadapi anak
berkebutuhan khusu
4. Mengetahui dan memahami hak-hak yang dimiliki oleh anak
berkebutuhan khusus

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Landasan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif


Landasan yang digunakan dalam penyelenggaraan pendidikan
inklusif di Indonesia yaitu landasan filosofis, landasan yuridis, dan
landasan empiris. Secara terperinci, landasanlandasan tersebut dijelaskan
sebagai berikut:
1. Landasan Filosofis
Secara filosofis, penyelenggaraan pendidikan inklusif dapat
dijelaskan sebagai berikut:
a. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang berbudaya dengan
lambang negara Burung Garuda yang berarti Bhinneka
Tunggal Ika. Keragaman dalam etnik, dialek, adat istiadat,
keyakinan, tradisi dan budaya merupakan kekayaan bangsa
yang tetap menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
b. Pandangan Agama (khususnya Islam) antara lain ditegaskan
bahwa: (a) manusia diciptakan berbeda-beda untuk saling
silaturahmi (inklusif) dan bahwa kemuliaan manusia di sisi
Allah adalah ketaqwaannya. Hal tersebut dinyatakan dalam Al
Qur‟an sebagai berikut:
“Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan
kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling
mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling
taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui
lagi Maha Mengena”.(Q.S. Al-Hujurat: 13).

3
c. Pandangan universal hak asasi manusia menyatakan bahwa
setiap manusia mempunyai hak untuk hidup layak, hak
pendidikan, hak kesehatan, dan hak pekerjaan.
2. Landasan Yuridis
Secara yuridis, pendidikan inklusif dilaksanakan berdasarkan
atas:
a. UUD 1945.
b. UU Nomor 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat. 1
c. UU Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.
d. UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
e. UU Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
f. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar
Nasional Pendidikan.
g. Surat Edaran Dirjen Dikdasmen No. 380/C.C6/MN/2003
Tanggal 20 Januari 2003 Perihal Pendidikan Inklusif:
Menyelenggarakan dan mengembangkan di setiap
Kabupaten/Kota sekurang-kurangnya 4 (empat) sekolah yang
terdiri dari SD, SMP, SMA, dan SMK. 2
h. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia
Nomor 70 tahun 2009 Tentang Pendidikan Inklusif bagi
Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi
Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa. Akan tetapi ada yang
berbeda yaitu khusus untuk DKI Jakarta, landasan yuridis yang
berlaku yaitu: Peraturan Gubernur Nomor 116 Tahun 2007
Tentang Penyelenggaraan
Pendidikan Inklusif.

1
https://mansyursampe.wordpress.com/silo/fkui-ksbsi/undang-undang/uu-no-4-
tahun1977-tentang-penyandang-cacat/ pada tanggal 19 oktober 2020
2
Depdiknas, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional, Jakarta, 2003

4
i. UU Nomor 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat. 3
j. UU Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.
k. UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
l. UU Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
m. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional
Pendidikan.
n. Surat Edaran Dirjen Dikdasmen No. 380/C.C6/MN/2003 Tanggal 20
Januari 2003 Perihal Pendidikan Inklusif: Menyelenggarakan dan
mengembangkan di setiap Kabupaten/Kota sekurang-kurangnya 4 (empat)
4
sekolah yang terdiri dari SD, SMP, SMA, dan SMK.
o. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 70
tahun 2009 Tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang Memiliki
Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa.
Akan tetapi ada yang berbeda yaitu khusus untuk DKI Jakarta, landasan
yuridis yang berlaku yaitu: Peraturan Gubernur Nomor 116 Tahun 2007
Tentang Penyelenggaraan
Pendidikan Inklusif.
3. Landasan Empiris
Landasan empiris yang dipakai dalam pelaksanaan pendidikan inklusif
yaitu:
a. Deklarasi Hak Asasi Manusia 1948 (Declaration of Human Rights).
b. Konvensi Hak Anak 1989 (Convention of The Rights of Children).
c. Konferensi Dunia Tentang Pendidikan untuk Semua 1990 (World
Conference on Education for All).
d. Resolusi PBB nomor 48/96 Tahun 1993 Tentang Persamaan Kesempatan
Bagi Orang Berkelainan (the standard rules on the equalization of
opportunitites for person with dissabilities).
e. Pernyataan Salamanca Tentang Pendidikan Inklusi 1994 (Salamanca
Statement on Inclusive Education).
f. Komitmen Dakar mengenai Pendidikan Untuk Semua 2000 (The Dakar

3
https://mansyursampe.wordpress.com/silo/fkui-ksbsi/undang-undang/uu-no-4-tahun1977-tentang-
penyandang-cacat/ pada tanggal 19 oktober 2020
4
Depdiknas, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta,
2003

5
Commitment on Education for All).
g. Deklarasi Bandung 2004 dengan komitmen “Indonesia Menuju
Pendidikan
Inklusif”.
h. Rekomendasi Bukittinggi 2005 mengenai pendidikan yang inklusif dan
ramah.

Regulasi Jaminan Pendidikan Bagi Anak Berkebutuhan Khusus


Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
menyebutkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibentuk diantaranya untuk
menjamin kelangsungan hidup serta mencerdaskan kehidupan bangsa setiap warga
negara, termasuk dalam hal ini anak penyandang disabilitas. Jaminan yang diberikan
oleh negara ini mewajibkan pemerintah untuk melindungi hak warga negara,
termasuk anak penyandang disabilitas agar dapat tumbuh dan berkembang dan
bermartabat dalam kehidupan bermasyarakat, karena anak penyandang disabilitas
merupakan bagian dari warga negara yang tidak terpisahkan dari masyarakat
Indonesia yang harus dilindungi oleh negara dalam hal ini oleh pemerintah. 5
Komitmen negara terhadap penyandang disabilitas diwujudkan dengan
menetapkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention
On The Rights of Persons with Disabilities (Konvensi mengenai HakHak Penyandang
Disabilitas), serta disahkannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang
Penyandang Disabilitas.
Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 dijelaskan tentang perlindungan
hak anak penyandang disabilitas sebagaimana termuat dalam pasal 5 ayat (3), yaitu:
1. mendapatkan perlindungan khusus dari diskriminasi, penelantaran, pelecehan,
eksploitasi serta kekerasan dan kejahatan seksual;
2. mendapatkan perawatan dan pengasuhan keluarga atau keluarga pengganti untuk
tumbuh kembang secara optimal;
3. dilindungi kepentingannya dalam pengambilan keputusan;
4. perlakuan anak secara manusiawi sesuai dengan martabat dan hak anak;
5. pemenuhan kebutuhan khusus;

5
Faiqatul Husna, “Hak Mendapatkan Pendidikan Bagi Anak Berkebutuhan Khusus Dalam Dimensi
Politik Hukum Pendidikan”, Salam: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i. Volume 6 Nomor 2 (2019). ISSN: 2356-
1459. E-ISSN: 2654-9050 - 6

6
6. perlakuan yang sama dengan anak lain untuk mencapai integrasi sosial dan
pengembangan individu; dan mendapatkan pendampingan sosial.
Selanjutnya dalam pasal 125 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang
Penyandang Disabilitas menjelaskan diantaranya kewajiban pemerintah dan
pemerintah daerah untuk menyediakan unit layanan informasi dan tindak cepat untuk
anak penyandang disabilitas yang menjadi korban kekerasan. Walaupun ada jaminan
yang diberikan oleh negara dan kewajiban pemerintah untuk melindungi hak-hak anak
penyandang disabilitas sebagaimana termuat dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun
2016 tentang Penyandang Disabilitas, namun hak-hak anak penyandang disabilitas
belum dapat terpenuhi secara optimal. Hal ini dapat dibuktikan dengan:
1. masih banyak anak penyandang disabilitas yang mengalami stigma, diskriminasi,
kekerasan, pelabelan dan eksploitasi;
2. masih banyak anak penyandang disabilitas yang belum mendapatkan layanan di
bidang kesehatan, pendidikan, agama, kesejahteraan sosial, layanan di daerah
bencana, dan rehabilitasi, identitas anak, pelatihan dan pendampingan;
3. belum banyak aksesibilitas yang diberikan kepada anak penyandang disabilitas;
4. masih banyak anak penyandang disabilitas yang belum memperoleh kesempatan
untuk menyampaikan pendapat dan memperoleh informasi yang dibutuhkan.
Dalam rangka mendorong kementerian/lembaga, pemerintah daerah dan
masyarakat untuk memberikan perlindungan kepada anak penyandang disabilitas,
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) telah
mengeluarkan Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Nomor 10 Tahun 2011 tentang Kebijakan Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus,
namun Peraturan Menteri tersebut perlu dilakukan perubahan mengingat belum
disesuaikan dengan perlindungan dan pemenuhan hak anak penyandang disabilitas
sesuai Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan tentang
Convention On The Rights of Persons with Disabilities (Konvensi mengenai Hak Hak
Penyandang Disabilitas) serta disahkannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016
tentang Penyandang Disabilitas.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka disusun Peraturan Menteri
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak tentang Perlindungan Khusus bagi
Anak Penyandang Disabilitas yang memuat tentang hak-hak anak penyandang
disabilitas, perlindungan dari kekerasan, stigmatisasi, diskriminasi, eksploitasi dan

7
pelabelan serta program kegiatan yang harus dilakukan oleh pemangku kebijakan
terkait untuk memberikan perlindungan khusus bagi anak penyandang disabilitas.
Maksud PermenPPPA PKDS Nomor 4 Tahun 2017 tentang Perlindungan
Khusus Bagi Anak Penyandang Disabilitas adalah untuk memberi acuan bagi
kementerian/lembaga, pemerintah daerah dan masyarakat anak penyandang disabilitas
untuk melindungi anak penyandang disabilitas dalam kehidupan bermasyarakat serta
memenuhi hak-haknya sebagaimana dijamin undangundang.
Permen PPPA PKDS Nomor 4 Tahun 2017 tentang Perlindungan Khusus Bagi
Anak Penyandang Disabilitas bertujuan untuk:
1. Mewujudkan program kegiatan dari pemangku kepentingan yang memberikan
perlindungan khusus bagi anak penyandang disabilitas;
2. Melindungi dan memenuhi hak-hak anak penyandang disabilitas agar dapat
tumbuh dan berkembang serta berpartisipasi di tengah masyarakat; dan
3. adanya perubahan Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak Nomor 10 Tahun 2011 tentang Kebijakan Penanganan Anak
Berkebutuhan Khusus.

B. Tujuan Anak Berkebutuhan Khusus


Pendidikan inklusi merupakan bentuk dari pendidikan anak berkebutuhan khusus,
dalam pasal 1 Permendiknas No. 70 Tahun 2009, pendidikan inklusif merupakan
sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua
peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan, bakat istimewa untuk mengikuti
pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-
sama dengan peserta didik pada umumnya. Pendidikan inklusi memiliki tujuan khusus
dan tujuan umum.
1. Tujuan Khusus
a. Meningkatkan efektivitas serta efisiensi dalam penyelenggaraan pendidikan.
b. Meningkatkan perolehan hasil belajar bagi semua peserta didik.
c. Meningkatkan pemberdayaan nilai-nilai budaya lokal dalam seluruh proses
penyelenggaraan pendidikan.
d. Meningkatkan peran tiga komponen (orang tua, masyarakat, dan pemerintah)
dalam menyelenggarakan pendidikan.
2. Tujuan Umum

8
Memberikan kesempatan dalam memperoleh pendidikan yang seluas-luasnya
kepada anak, khususnya anak-anak yang menyandang kebutuhan pendidikan
khusus6.

C. Tantangan Menghadapi Anak Berkebutuhan Khusus


Tantangan pendidikan ABK secara garis besar berasal dari tiga (3) komponen
pendidikan itu sendiri, yaitu orang tua, penyelenggara pendidikan (dalam hal ini
sekolah dan pemerintah) serta masyarakat.
1. Orang Tua (Keluarga ABK)
Masih banyak orang tua yang menganggap bahwa mempunyai ABK adalah
sebuah aib atau hal yang memalukan bagi keluarga. Alih-alih memberikan pendidikan
(intervensi) yang bisa membuat ABK hidup mandiri dan bersosialisasi dengan baik di
masyarakat, orang tua lebih senang mengucilkan mereka dari dunia luar. Atau ada
juga para orang tua yang sebenarnya sudah mempunyai kesadaran lebih baik
mengenai kebutuhan ABK, mereka tidak malu dan mampu menerima kehadiran ABK
dengan baik. Namun, sebagian dari mereka ternyata masih mengalami kendala dalam
mengakses informasi yang tepat, sehingga tidak tahu pasti apa yang harus dilakukan.
Perlakuan "khusus" dari keluarga dan orang-orang terdekat juga menjadi tantangan
tersendiri dalam pelaksanaan pendidikan bagi ABK di rumah. Pola asuh yang
menjadikan ABK sebagai obyek penderita yang perlu dikasihani dan dibantu terus
menerus justru akan menghalangi ABK menjadi individu yang mandiri. Tujuan utama
dari pendidikan ABK bukan untuk memaksa mereka menjadi sama seperti orang
normal lainnya, tetapi menjadikan mereka sebagai individu mandiri yang bisa
mengoptimalkan kelebihan yang dimiliki.
2. Penyelenggara Pendidikan (Sekolah dan Pemerintah)
Pemerintah sebagai pembuat dan pelaksana kebijakan punya power lebih
untuk mewujudkan apa yang telah dituliskan dalam undang-undang. Seperti misalnya,
meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana publik yang sesuai bagi ABK.
Dalam jangka panjang, semestinya pemerintah bisa secara serius memberikan
pembekalan bagi seluruh guru di Indonesia agar mempunyai kompetensi untuk
menangani ABK. Dengan upaya tersebut, diharapkan jumlah sekolah inklusi di
Indonesia semakin bertambah dari tahun ke tahun. Sebenarnya, cukup banyak orang

6
Budiyanto, Pengantar Pendidikan Inklusif Berbasis Budaya Lokal, (Jakarta: PRENADAMEDIA
GROUP, 2017), hlm. 155

9
yang tidak paham apa itu sekolah inklusi. Sekolah inklusi bukan sekolah luar biasa
(SLB) atau sekedar sekolah yang menerima ABK. Sekolah inklusi pada dasarnya
adalah sekolah yang menerima ABK dan memberikan mereka kesempatan belajar
bersama-sama anak non-ABK dengan program pembelajaran yang telah disesuaikan
dengan kemampuan individu masing-masing anak. Untuk mewujudkan sekolah
inklusi yang sebenarnya, SDM di sekolah sebelumnya perlu disiapkan dengan baik,
paradigma lama guru harus mulai diubah mengenai perlunya layanan yang berbeda
bagi setiap anak. Guru dan sekolah harus paham betul apa yang dimaksud dengan
Program Pembelajaran Individual (Individualized Educational Program).
3. Masyarakat
Kenyataannya masih banyak masyarakat di luar sana yang beranggapan bahwa
ABK adalah "manusia aneh" yang menjadi obyek tontonan, bahan pembicaraan,
bahkan obyek bully dan diskriminasi. Paradigma bahwa ABK adalah warga kelas dua
masih melekat cukup kuat di masyarakat. Padahal, penerimaan masyarakat terhadap
ABK mempunyai andil yang cukup besar dalam meningkatkan rasa percaya diri
mereka. Masyarakat perlu memberikan kesempatan yang lebih banyak kepada ABK
untuk menunjukkan kelebihannya. Edukasi bagi masyarakat terkait dengan ABK saat
ini masih diperlukan dan harus terus dilakukan. Tentunya mewujudkan masyarakat
yang kondusif bagi ABK bukan hanya menjadi tugas pemerintah saja, namun
keterlibatan aktif dari berbagai elemen masyarakat seperti komunitas, organisasi atau
LSM yang peduli ABK mutlak dibutuhkan.7

D. Hak-Hak yang dimiliki Anak Berkebutuhan Khusus


Anak berkebutuhan khusus memiliki kesetaraan dengan warga negaralainnya,
termasuk hak pendidikan. Kesetaraan hak yang miliki termuat dalam Pasal 31 UUD 1945
yang menyatakan bahwa "Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran". UU
No. 20 Tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional juga mengaur secara khusus
mengenai perlindungan terhadap anak berkebutuhan khusus. Pasal 8 ayat 1 UU No. 20
Tahun 2003 menyatakan bahwa "Warga negara yang memiliki kelainan fisik atau mental

7
https://www.kompasiana.com/laksmipuspitowardhani/tantangan-pendidikan-anak-
berkebutuhan-khusus-abk_54f6c282a33311635b8b47c2 (diakses tanggal 20 oktober 2020)

10
berhak memperoleh pendidikan luar biasa", Pasal 15 UU No. 20 Tahun 2003
menyatakan bahwa " Jenis pendidikan bagi Anak Berkebutuhan Khusus adalah
Pendidikan Khusus. Pasal 32 ayat 1 UU No. 20 Tahun 2003 memberikan batasan bahwa
"Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat
kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental,
sosial, dan atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa".
Dalam pasal 52 UU RI No. 23 Tahun 2002 mengenai Pelindungan Anak yang
menyatakan bahwa, " Anak yang memiliki keungulan diberikan kesempatan dan
aksesbilitas untuk memperoleh Pendidikan Khusus", yang bermakna bahwa anak dengan
kecerdasan dan bakat istimewa juga termasuk anak yang memerlukan penanganan
khusus sehingga berhak diikut sertakan dalam Pendidikan Khusus. Pasal 3 Permendiknas
No. 70 Tahu 2009 mengenai Pendidikan Inklusi menyatakan bahwa " Setiap peserta
didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial, atau memiliki potensi
kecerdasan dan atau bakat istimewa berhak mengikuti pendidikan secara inklusif pada
satuan pendidikan tertentu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya". Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 1991 mengenai Pendidikann Luar
Biasa menyatakan bahwa peserta didik berkebutuhan khusus memiliki hak, diantaranya:
1. Memperoleh perlakuan yang sesuai dengan bakat, minat, kemampuan, serta keahlian
yang dimilikinya.
2. Memperoleh pendidikan agama yang sesuai dengan agama yang dianutnya.
3. Mengikuti program pendidikan yang bersangkutan atas dasar pendidikan
berkelanjutan, baik untuk mengembangkan kemampuan diri maupun untuk
memperoleh pengakuan pendidikan tertentu yang telah dilakukan.
4. Memperoleh bantuan fasilitas belajar, beasiswa, serta bantuan lain yang sesuai
dnegan kelainan yang disandangnya dengan syarat yang berlaku.
5. Pindah ke sekolah yang sejajar atau melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih
tingggi sesuai dengan kelainan yang disandangnya dan persyaratan penerimaan siswa
pada sekolah yang hendak dimasuki.
6. Memperoleh penilaian hasil belajar.
7. Menyelesaikan program pendidikan lebih awal dari waktu yang telah ditentukan.
8. Memperoleh pelayanan khusus sesuai dengan jenis kelainan yang disandang 8.

8
Triyanto, dan Desty Ratna Permatasari, Pemenuhan Hak Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah
Inklusi, No. 2, November 2016, (Surakarta: TT, 2016), hlm. 180

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pelaksanaan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus atau pendidikan inklusif
memiliki beberapa landasan diantaranya landasan filosofis, landasan yuridis, landasan
empiris. Pendidikan inklusif tertuang dalam pasal 1 Permendiknas No. 7 Tahun 2009,
pendidikan inklusif merupakan sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan
kesempatan kepada peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan. Tujuan dari anak
berkebutuhan khusus terdapat dua tujuan yaitu tujuan khusus serta tujuan umum.
Namun dalam menghadapi anak berkebutuhan khusus terdapat berbagai tantangan
yang berasal dari orang tua, penyelenggara pendidikan, serta masyarakat. Anak
berkebutuhan khusus memiliki beberapa hak diantaranya dalam memperoleh
perlakuan yang sesuai dengan bakat, minat, serta kemampuan, dan keahlian yang
dimiliki.

B. Saran
Semoga apa yang kami sampaikan dalam makalah ini bisa menjadi rujukan
dalam mempelajari dan memahami hakikat otonomi daerah. Namun, dalam
pemaparan materi yang disampaikan didalam makalah ini, sudah tentu banyak
kesalahan dalam redaksi maupun penyususannya. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun sangat dibutuhkan sebagai bahan evaluasi penyusun kedepan.

12
DAFTAR PUSTAKA

Budiyanto, 2017, Pengantar Pendidikan Inklusif Berbasis Budaya Lokal, Jakarta:


PRENADAMEDIA GROUP

Desty Ratna Permatasari, Triyanto, 2016, Pemenuhan Hak Anak Berkebutuhan Khusus di
Sekolah Inklusi, No. 2, November 2016, Surakarta:

Depdiknas, 2003, Und ang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional, Jakarta

Faiqatul Husna, “Hak Mendapatkan Pendidikan Bagi Anak Berkebutuhan Khusus Dalam
Dimensi Politik Hukum Pendidikan”, Salam: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i.
Volume 6 Nomor 2 (2019). ISSN: 2356-1459. E-ISSN: 2654-9050 - 13

https://mansyursampe.wordpress.com/silo/fkui-ksbsi/undang-undang/uu-no-4-tahun1977-
tentang-penyandang-cacat/ pada tanggal 19 oktober 2020

https://www.kompasiana.com/laksmipuspitowardhani/tantangan-pendidikan-anak-berkebutuhan-
khusus-abk_54f6c282a33311635b8b47c2 (diakses tanggal 20 oktober 2020)

13

Anda mungkin juga menyukai