PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
dan menjadi penanda akurat mengenai kualitas perkembangan manusia. Namun saat
ini banyak anak di seluruh dunia yang tidak hanya gagal mencapai target
pertumbuhan linear mereka karena kondisi kesehatan yang tidak optimal serta nutrisi
dan perawatan yang tidak adekuat tetapi juga mengalami gangguan perkembangan
fisik dan kecerdasan yang ireversibel yang sejalan dengan gangguan pertumbuhan
terjadi.1
Kejadian balita kerdil atau biasa disebut dengan stunting adalah kondisi
dimana balita memiliki panjang atau tinggi badan yang kurang jika dibandingkan
dengan umur. Kondisi ini diukur dengan panjang atau tinggi badan yang kurang dari
minus 2 standar deviasi median standar pertumbuhan anak dari World Health
Organization (WHO).2 Stunting menjadi penanda efek kumulatif dari masalah gizi
kronis selama 1000 hari pertama kehidupan. Penyebab langsung dari stunting terbagi
menjadi dua yaitu rendahnya intake dan kesakitan pada bayi terutama karena infeksi
penyakit menular. Sedangkan keadaan lain yang mendasari kejadian stunting antara
lain kelahiran premature, panjang badan lahir kurang, ibu pendek, rendahnya
sumber pangan keluarga, lingkungan keluarga yang tidak sehat serta rendahnya
jangka panjang antara lain meningkatnya angka kesakitan dan kematian, gangguan
perkembangan fisik dan kognitif, tingginya risiko terkena penyakit menular maupun
tidak menular pada usia dewasa serta menurunnya produktivitas dan kapasitas kerja
optimal.2
Stunting menjadi salah satu masalah gizi global dan dialami oleh sebagian besar
kesehatan utama masyarakat. Secara global pada tahun 2017 sekitar 22,2% atau
sekitar 150.8 juta balita di dunia mengalami stunting namun angka ini sudah
mengalami penurunan bila dibandingkan dengan angka stunting pada tahun 2000
yaitu sekitar 32,6%. dari angka yang telah ada Asia menyumbang prevalensi tertinggi
stunting yaitu sekitar 55%, diikuti oleh Afrika (39%). Dan dari 83,6 juta balita
stunting di Asia, proporsi Stunting terbanyak berada pada Asia Selatan (58,7%) dan
proporsi paling sedikit berada pada Asia Tengah (0,9%). 4 Berdasarkan data dari
Global Nutrition Report 2014 (data dari 117 negara), Indonesia menduduki peringkat
kelima dan menjadi salah satu dari 17 negara dengan beban masalah gizi ganda yaitu
stunting, kurus dan obesitas.3 Berdasarkan data WHO, Indonesia termasuk dalam ke
dalam negara ketiga di Asia dengan prevalensi tertinggi di Asia Tenggara dengan
masalah gizi lainnya. Prevalensi balita pendek pada tahun 2017 mencapai 29,6. 6
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 prevalensi balita dengan
stunting sebesar 37,2%.7 Hasil Riskesdas tahun 2018 prevalensi stunting juga
dilakukan oleh Ramli dkk tahun 20049, Prevalensi stunting dan stunting berat sebesar
29% dan 14.1% pada anak usia 0-23 bulan dan 38,4% dan 18,4% pada anak usia 0-59
bulan.
Pada tahun 2012 WHO menetapkan stunting menjadi salah satu target
pada tahun 2030 dan mencapai ketahanan pangan. Target yang ditetapkan adalah
menurunkan angka stunting hingga 40% pada tahun 2025. 1 untuk mewujudkan hal ini
pemerintah menetapkan stunting menjadi salah satu program prioritas dan upaya
sehat dengan pendekatan keluarga dimana setiap intervensi dilakukan disetiap tahapan
kehidupan dimulai dari ibu hamil dan bersalin, balita, anak usia sekolah, remaja dan
stunting yang terdiri dari (1) komitmen dan visi kepemimpinan; (2) kampanye
program pusat, daerah dan desa; (4) Gizi dan ketahanan pangan; (5) pemantauan dan
evaluasi. Dengan upaya percepatan penurunan stunting melalui intervensi gizi spesifik
A. Epidemiologi
Secara global pada tahun 2017 sekitar 22,2% atau 150.8 juta balita di dunia
mengalami stunting namun angka ini sudah mengalami penurunan bila dibandingkan
dengan angka stunting pada tahun 2000 yaitu sekitar 32,6%. dari angka yang telah ada
Asia menyumbang prevalensi tertinggi stunting yaitu sekitar 55%, diikuti oleh Afrika
(39%). Dan dari 83,6 juta balita stunting di Asia, proporsi Stunting terbanyak berada
pada Asia Selatan (58,7%), Asia Tenggara 14,9%, Asia Timur 4,8%, Asia Barat 4,2%
Indonesia menduduki peringkat kelima dan menjadi salah satu dari 17 negara dengan
beban masalah gizi ganda yaitu stunting, kurus dan obesitas. 3 Berdasarkan data WHO,
Indonesia termasuk dalam ke dalam negara ketiga di Asia dengan prevalensi tertinggi
di Asia Tenggara dengan rata-rata prevalensi balita stunting tahun 2005-2017 adalah
36,4%.5
Gambar 3. Rata-rata prevalensi balita pendek di regional Asia Tenggara tahun 2005-
2017
dashboard 2018
Di Indonesia, berdasarkan data pemantauan status gizi pada tahun 2015, 2016 dan
2017 yang dilakukan sebagai monitoring dan eveluasi kegaiatan dan capaian program,
gizi lainnya seperti gizi kurang, kurus dan obesitas. Prevalensi balita dengan stunting
mengalami penurunan dari tahun 2015 yaitu 29% menjadi 27,5% pada tahun 2016
tetapi kemudia mengalami peningkatan dari menjadi 29,6% pada tahun 2017. Pada
tahun 2017, prevalensi stunting dan severe stunting pada balita usia 0-59 bulan
sebesar 9,8% dan 19,8%. Keadaan ini mengalami peningakatan dari sebelumnya yaitu
prevalensi balita dengan severe stunting 8,5% dan balita stunting 19%. Provinsi
dengan prevalensi stunting tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur dan Provinsi
Berdasarkan data hasil Riskesdas tahun 200712, prevalensi stunting pada balita di
Indonesia sebesar 36,8%. Pada tahun 201013, prevalensi stunting mengalami sedikit
penurunan menjadi 35,6%, dan kemudian pada tahun 20137 kembali mengalami
Sumber: Badan Penelitian dan Pengembangan kesehatan. Riset kesehatan dasar 2018
Di Maluku Utara berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ramli dkk tahun
20049, Prevalensi stunting dan stunting berat sebesar 29% dan 14.1% pada anak usia
0-23 bulan dan 38,4% dan 18,4% pada anak usia 0-59 bulan.
A. Definisi
Stunting adalah kondisi dimana balita memiliki panjang atau tinggi badan
yang kurang jika dibandingkan dengan umur. Kondisi ini diukur dengan panjang atau
tinggi badan yang lebih dari minus dua standar deviasi median standar pertumbuhan
anak dari WHO. Balita stunting termasuk masalah gizi kronik yang disebabkan oleh
banyak faktor seperti kondisi sosial ekonomi, gizi ibu saat hamil, kesakitan pada bayi,
dan kurangnya asupan gizi pada bayi. Balita stunting di masa yang akan datang akan
mengalami kesulitan dalam mencapai perkembangan fisik dan kognitif yang optimal.
Stunting berkaitan dengan masalah kekurangan gizi kronis yang disebabkan oleh
asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang
tidak sesuai kebutuhan gizi. Stunting terjadi mulai janin masih dalam kandungan dan
baru nampak saat anak berusia dua tahun. Kekurangan gizi pada usia dini
meningkatkan angka kematian bayi dan anak, menyebabkan penderitanya mudah sakit
B. Klasifikasi
Menilai status gizi anak dapat menggunakan tinggi badan dan umur yang
C. Penyebab
Stunting pada balita merupakan konsekuensi dari beberapa faktor yang
berkaitan dengan factor makanan komplementer yang tidak adekuat, infeksi, Air Susu
Ibu eksklusif, keluarga dan rumah tangga.17 Faktor penyebab stunting yaitu :
manusia. Seseorang tidak dapat menghasilkan energi yang melebihi dari apa yang
energi dalam tubuh. Namun kebiasaan meminjam ini akan dapat mengakibatkan
penyebab stunting dan dibagi menjadi tiga, yaitu kualitas makanan yang rendah,
cara pemberian yang tidak adekuat dan keamanan makanan dan minuman.
Kualitas makanan yang rendah dapat berupa kualitas mikronutrien yang rendah,
keragaman jenis makanan yang dikonsumsi dan sumber makanan hewani yang
yang mengandung energi rendah. Cara pemberian yang tidak adekuat berupa
adekuat ketika sakit dan setelah sakit, konsistensi makanan yang terlalu halus dan
yang rendah, penyimpanan dan persiapan makanan yang tidak aman. Penelitian
Meilyasari pada tahun 2013 menyatakan bahwa pemberian MP-ASI terlalu dini
diberikan tidak sebersih dan mudah dicerna seperti ASI. Pemberian MP-ASI
yang terlalu dini, terlambatnya memberikan MP-ASI juga bisa menyebabkan
balita tidak tecukupi. Praktek pemberian MP-ASI pada anak balita merupakan
2. Penyakit Infeksi
Infeksi klinis dan sub klinis, seperti infeksi pada usus, antara lain diare,
menjadikan nafsu makan yang kurang akibat infeksi dan inflamasi. Infeksi bisa
atau diare, dan mempengaruhi metabolisme makanan. Gizi buruk atau infeksi
energi di tubuh. Adapun penyebab utama gizi buruk yakni penyakit infeksi pada
anak seperti ISPA, diare, campak, dan rendahnya asupan gizi akibat kurangnya
ketersedian pangan di tingkat rumah tangga atau karena pola asuh yang salah.18
semakin sering seorang anak menderita diare, maka semakin besar pula ancaman
stunting untuknya. Selain itu, saat anak sakit, lazimnya selera makan mereka pun
berkurang, sehingga asupan gizi makin rendah. Maka, pertumbuhan sel otak yang
seharusnya sangat pesat dalam dua tahun pertama seorang anak menjadi
Faktor keluarga dan rumah tangga dibagi lagi menjadi faktor maternal dan
faktor lingkungan rumah. Faktor maternal berupa nutrisi yang kurang pada saat
prekonsepsi, kehamilan dan laktasi, tinggi badan ibu yang rendah, infeksi,
(IUGR) dan kelahiran preterm, jarak kelahiran yang pendek dan hipertensi.
Faktor lingkungan rumah berupa stimulasi dan aktivitas anak yang tidak adekuat,
perawatan yang kurang, sanitasi dan pasokan air yang tidak adekuat, akses dan
ketersediaan pangan yang kurang, alokasi dalam rumah tangga yang tidak sesuai
Energi (AKE) hasil Studi Diet Total (SDT) tahun 2014 adalah lebih dari 50%
AKE.20
Kondisi yang banyak terjadi pada ibu hamil adalah anemia, terutama
Akses terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi yang buruk dapat
akses sanitasi layak apabila fasilitas sanitasi yang digunakan memenuhi syarat
kesehatan, antara lain dilengkapi dengan leher angsa, tanki septik (septic tank)
atau Sistem Pembuangan Air Limbah (SPAL) , yang digunakan sendiri atau
bersih yang kurang, dan sanitasi yang tidak memadai merupakan faktor-faktor
yang dapat meningkatkan risiko terjadinya stunting. Air dan sanitasi memiliki
tangga yang tidak memiliki fasilitas air dan sanitasi yang baik berisiko
yangnormal pada umumnya berasal dari rumah tangga yang memiliki fasilitas
air dan sanitasi yang baik. Anak-anak yang awalnya mengalami stunting, jika
mereka berasal dari rumah tangga yang memiliki fasilitas air dan sanitasi yang
yang normal bila dibandingkan dengan anak-anak stunting yang berasal dari
rumah tangga yang meniliki fasilitas air dan sanitasi yang buruk.22
d. Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang terhadap
tentang gizi dan kesehatan. Pengetahuan mengenai gizi merupakan proses awal
menyediakan makanan untuk keluarga. Ibu dengan pengetahuan gizi yang baik
dapat menyediakan makanan dengan jenis dan jumlah yang tepat untuk
tentang gizi merupakan salah satu faktor penyebab stunting pada anak.23
4. ASI eksklusif
adalah ASI yang diberikan kepada bayi sejak dilahirkan sampai enam bulan,
(kecuali obat, vitamin dan mineral). Pemberian ASI adalah pemenuhan hak bagi
ibu dan anak. ASI tidak dapat tergantikan dengan makanan dan minuman yang
lain. ASI mengandung unsur-unsur gizi yang sangat berperan dalam pemenuhan
bayi tidak mudah jatuh sakit. Bayi yang diberi ASI terbukti lebih kebal terhadap
berbagai penyakit infeksi, seperti diare, pneumonia, ISPA dan otitis media
(infeksi telinga). ASI Eksklusif memiliki kontribusi yang besar terhadap tumbuh
kembang dan daya tahan tubuh anak. Anak yang diberi ASI eksklusif akan
kebutuhan gizi bayi sejak lahir sampai umur 24 bulan. ASI diperlukan untuk
D. Patofisiologi
Fase pertumbuhan manusia yang paling cepat adalah saat intrauterin. Setelah
tahun pertama kehidupan. Panjang rata-rata bayi saat lahir adalah sekitar 20 inci,
panjang pada usia 1 tahun adalah sekitar 30 inci, panjang pada usia 2 tahun adalah
sekitar 35 inci, dan panjang pada usia 3 tahun adalah sekitar 38 inci. Setelah usia 3
tahun, pertumbuhan linier berlangsung pada tingkat yang relatif konstan 2 inci per
ekspresi normal dari potensi genetik, dalam hal ini tingkat pertumbuhan normal, atau
mungkin hasil dari suatu kondisi yang menyebabkan kegagalan pertumbuhan dengan
tingkat pertumbuhan yang lebih rendah dari normal. Kegagalan pertumbuhan adalah
dan endokrin yang tepat. Secara fisiologi sekresi hormon pertumbuhan (GH) oleh
ghrelin merupakan ligan alami untuk reseptor ini. Reseptor GHRH adalah permukaan
sel yang berkaitan dengan protein G (Gs). Ini merangsang produksi cAMP intraseluler
setelah aktivasi yang diinduksi ligan. Ghrelin (dari kata ghre, kata dasar dalam bahasa
Indo-Eropa yang berarti tumbuh), unik karena merupakan polipeptida kecil yang
dimodifikasi pada asam amino ketiga (serin) dengan esterifikasi asam n-oktanoat.
Ghrelin adalah protein pada sistem gastrointestinal (disintesis dalam lambung) yang
sirkulasi sistemik, insulin like growth factor (IGF) -1 dilepaskan, baik secara lokal
atau di lokasi tulang yang tumbuh. Hormon pertumbuhan bersirkulasi terikat pada
protein pengikat spesifik (GHBP), yang merupakan bagian ekstraseluler dari reseptor
hormon pertumbuhan. IGF-1 bersirkulasi terikat ke salah satu dari beberapa protein
pengikat (IGFBPs). IGFBP yang paling tergantung pada hormon pertumbuhan adalah
IGFBP-3.27
insulin sehingga menekan produksi leptin. Kadar leptin rendah merangsang sumbu
mempertahankan kadar kortisol dan GH yang tinggi yang diperlukan untuk lipolisis
untuk memastikan asam lemak cukup untuk mensuplai metabolisme otak dan jaringan
perifer selama kekurangan gizi. Sehingga leptin memastikan substrat yang seharusnya
Pertama kami berspekulasi bahwa perubahan adipokin pada anak yang terhambat
dikarenakan peningkatan massa lemak sebagai hasil dari suplementasi makanan dan
perubahan hormon, karena tidak diukur dalam penelitian ini.Selain itu, tidak ada
hubungan signifikan yang ditemukan antara panjang anak dan perubahan BMI dengan
tingkat serum adipokine dan peptida di antara anak-anak yang terhambat dengan
kekurangan gizi lebih rentan terhadap infeksi. Nutrisi yang kurang optimal dan
hambatan pertumbuhan.31 Tingkat CRP dan sebagian besar sitokin proinflamasi (IL-6,
IL-12, dan TNF-α) lebih rendah di antara anak-anak dengan pertumbuhan terhambat
dibandingkan kontrol pada awal. Satu penjelasan yang mungkin untuk hal ini adalah
selama kekurangan gizi kronis, ada reduksi dari sumsum tulang yang menghasilkan
penurunan produksi IL-6 dan TNF-α oleh sel-sel sumsum tulang. 32 Sebagai tambahan
anak-anak kurang gizi lebih rentan terhadap infeksi. Karena itu, tubuh menekan
imunitas seluler sebagai respons adaptif untuk mencegah reaksi autoimun. 33 IL-6
dianggap sebagai penginduksi terpenting hepatosit untuk mensintesis protein fase akut
terhadap respon infeksi, dan CRP diproduksi terutama di hati sebagai respons
terhadap IL-6.34 Penelitian sebelumnya yang dilakukan di wilayah studi kami saat ini
adanya infeksi yang mendasarinya.35 Namun, tingkat IL-6 meningkat pada anak
terhambat setelah enam bulan intervensi bukan pada awal. Kami juga mengamati
korelasi positif sedang antara IL-6 dan Tingkat CRP pada anak terhambat setelah
enam bulan intervensi yang dapat dijelaskan. Meski paparan infeksi yang konstan,
kurangnya respon imun yang di mediasi sel pada anak stunting mungkin membatasi
ekspresi sel-sel inflamasi pada rangsangan pada awal namun meningkat setelah enam
bulan intervensi karena peningkatan pada respons imun yang dimediasi sel terhadap
makronutrien dan mikronutrien. Namun, temuan ini perlu lebih jauh dieksplorasi
Stunting merupakan hasil dari beberapa etilogi yang kompleks yang juga
melibatkan faktor sosial, kondisi ekonomi dan politik. 38 Dalam beberapa tahun
terakhir beberapa bukti telah menunjukkan bahwa, sindrom inflamasi pada usus halus
utama pada penyakit ini.39-42 Analisis histopatologi yang dilakukan pada biopsi
duodenum dan studi mikrobiologi yang dilakukan pada aspirasi duodenum bayi dan
anak-anak yang terkena dampak PEE telah mengungkapkan tiga komponen utama
yang mendukung hipotesis patofisiologi saat ini yaitu,43 atrofi usus melalui
penumpulan vili, infiltrasi mediator inflamasi ke kedua epitel dan lamina propria, dan
perkembangan bakteri usus pro inflamasi dan patogen enterik yang bonafit.44 Oleh
karena itu dua kemungkinan yang terkait, secara etiologi dapat dijelaskan bahwa PEE
melibatkan akuisisi oral berkelanjutan bakteri pada tinja yang berkoloni pada duodeno
penyerapan nutrisi.45
Dalam beberapa tahun terakhir, penelitian tertentu telah membahas faktor risiko
yang terkait dengan PEE. Faktor paling penting yang terkait dengan PEE dapat
biologis yang mengarah ke perubahan patofisiologi yang diamati di usus halus dan
lain Z-score baku National center for Health Statistic/Center for Diseases Control
keadaan gizi pada masa lalu dan berhubungan dengan kondisi lingkungan dan
sosial ekonomi. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
47
1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang standar antropometri penilaian status gizi
anak, pengertian pendek dan sangat pendek adalah status gizi yang didasarkan
pada indeks panjang badan menurut umur (PB/U) atau tinggi badan menurut
umur (TB/U) yang merupakan padanan istilah stunting (pendek) dan severely
stunting (sangat pendek).47 Pengaruh kekurangan zat gizi terhadap tinggi badan
sehingga implikasinya penting pada program kesehatan. 49,50 Tinggi badan dalam
Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap
masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek. Pengaruh kekurangan zat
gizi terhadap tinggi badan akan tampak dalam waktu yang relatif lama sehingga
indeks ini dapat digunakan untuk menggambarkan status gizi pada masa lalu. 51
Klasifikasi status gizi pada anak, baik laki–laki maupun perempuan berdasarkan
Konsekuensi yang diakibatkan dari terjadinya stunting pada balita maupun anak-anak
dapat berlangsung dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Komplikasi jangka pendek
gangguan metabolisme dalam tubuh. Dalam jangka panjang, akibat buruk yang dapat
system imunitas tubuh sehingga rentan terhadap penyakit, dan resiko tinggi untuk muculnya
penyakit diabetes, obesitas, penyakit jantung dan pembuluh darah, kanker, stroke dan
disabilitas pada usia tua. Kesemuanya ini akan menurunkan kualitas sumber daya manusia
Upaya percepatan perbaikan gizi merupakan upaya Global, tidak saja untuk
Indonesia, melainkan semua negara yang memiliki masalah gizi stunting. Sebagai negara
anggota PBB dengan prevalensi stunting yang tinggi turut berupaya dan berkomitmen
dalam upaya percepatan perbaikan gizi „scaling up nutrition (SUN)“ masyarakat. Upaya
tersebut tidak terlepas dari rencana jangka panjang, menengah dan jangka pendek dengan
lintas sektor meliputi produksi, pengolahan, distribusi, hingga konsumsi pangan dengan
kandungan gizi yang cukup, seimbang, serta terjamin keamanannya. Pemerintah di
Minum dan Sanitasi Tahun 2019, dimana tahun 2019 Indonesia dicanangkan dapat
menyediakan layanan air minum dan sanitasi yang layak bagi 100% rakyat Indonesia.53,54
yang mengatur penyelenggaraan upaya perbaikan gizi masyarakat meliputi: arah, tujuan,
dan strategi perbaikan gizi masyarakat. Tujuan perbaikan gizi adalah meningkatkan mutu
gizi perseorangan dan masyarakat, dilakukan melalui empat strategi, yaitu melalui
perbaikan pola konsumsi makanan yang sesuai dengan gizi seimbang; perbaikan perilaku
sadar gizi, aktivitas fisik, dan kesehatan; peningkatan akses dan mutu pelayanan gizi
yang sesuai dengan kemajuan ilmu dan teknologi; dan peningkatan sistem kewaspadaan
pangan dan gizi. Sejalan dengan kedua undang-undang tersebut, terbit Undang- Undang
tentang Pangan nomor 18 tahun 2012 yang menetapkan kebijakan di bidang pangan
untuk perbaikan status gizi masyarakat. Pemerintah dan Pemerintah Daerah menyusun
Pembangunan Pangan dan Gizi yaitu meningkatkan ketahanan pangan dan status
kesehatan dan gizi masyarakat. Selanjutnya, Inpres No. 3/2010 menegaskan tentang
penyusunan Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi (RANPG) 2011-2015 dan Rencana
Peraturan Pemerintah (PP) No. 33 tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu
Ekslusif dibuat sebagai peraturan pelaksana ketentuan pasal 129 ayat (2) UU No. 36
tahun 2009 tentang Kesehatan. Pengaturan pemberian ASI ekslusif dibuat untuk
memnjamin pemenuhan hak bayi untuk memperoleh ASSI ekslusif sampai dengan bayi
Pemberian ASI ekslusif diketahui berpengaruh terhadap kejadian ggizi buruk, dimana
rendahnya pemberian ASI ekslusif menjadi salah satu pemicu stunting pada anak.54,55
Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 30 ayat (4) Peraturan Pemerintah No. 33 tahun
2012 tentang Pemberian ASI Ekslusif maka ditetapkan Permenkes No. 15 Tahun 2013
tentang Tata Cara Penyediaan Fasilitas Khusus Menyusui dan/atau Memerah Air Susu
Ibu. Peraturan ini dimaksudkan untuk memberikan perlindungan kepada ibu agar tetap
tempat kerja maupun sarana umum, memberikan kesempatan bagi ibu yang bekerja di
dalam ruangan dan/atau di luar ruangan untuk menyusui dan/atau memerah ASI pada
waktu kerja di tempat kerrja salah satunya dengan penyediaan ruang ASI yang sesuai
standar.54,56
Peraturan Presiden nomor 42/2013 tentang Gerakan Nasional Perbaikan Gizi dibuat
status gizi masyarakat. Gerakan Nasional Perbaikan gizi diterbitkan untuk mendukung
upaya bersama antara pemerintah dan masyarakat melalui penggalangan partisipasi dan
perbaikan gizi dalam 1000 hari pertama kehidupan (1000 HPK). Perbaikan gizi
(STBM), dimaksudkan untuk memperkuat upaya perilaku hidup bersih dan sehat,
masyarakat, serta meningkatkan akses air minum dan sanitasi dasar melalui
Peraturan Menteri Kesehatan No.23 tahun 2014 tentang Upaya Perbaikan Gizi
siklus kehidupan sejak dalam kandungan sampai dengan lanjut usia dengan
prioritas kepada kelompok rawan gizi. Permen ini mengatur tentang tugas dan
tanggung jawab, kecukupan gizi, pelayanan gizi, surveilans gizi, dan tenaga gizi.
Kelompok rawan gizi yang dimaksud dalam permen ini adalah bayi dan balita; anak usia
sekolah dan remaja perempuan; ibu hamil, nifas dan menyusui, pekerja wanita dan
usia lanjut. Pelayanan gizi dilakukan melalui pendidikan gizi, suplementasi gizi,
sudah cukup lengkap, dan membutuhkan upaya implementasi yang terorganisir dan
dapat diterapkan disetiap tingkatan oleh setiap elemen yang terlibat. Dibutuhkan upaya
yang lebih konkrit, fokus pada 1000 HPK dan integrasi kegiatan secara lintas program
(upaya spesifik) maupun lintas sektoral (upaya sensitif) oleh semua stakes holders.53
(WHA) yaitu menurunkan angka stunting sebanyak 40% dari prevalensi 20133 yaitu
22% pada tahun 2025 dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) yaitu eliminasi
semua bentuk kekurangan gizi pada tahun 2030, perlu diupayakan percepatan penurunan
stunting dari kondisi saat ini. Melihat langsung pada tren penurunan stunting dari
penyebab langsung yaitu berat badan lahir rendah (BBLR), asupan gizi ibu hamil
(mikronutrisi antenatal), dan angka diare. Terdapat tiga skenario permodelan pencegahan
stunting untuk anak berusia dibawah dua tahun (baduta) hingga 2024. Skenario pertama
(pesimis): dengan upaya yang dilakukan saat ini angka stunting pada baduta akan turun
sekitar 1-1,5% per tahun. skenario kedua (moderat): dengan peningkatan upaya, angka
stunting pada baduta akan turun sebesar 1,5-2% per tahun dan dapat mencapai target
WHA dan TPB. Skenario ketiga (optimis): dengan peningkatan upaya yang lebih
optimis, angka stunting pada baduta akan turun sekitar 2-2,5% per tahun. 53,54,60
hamil dan anak berusia 0-23 bulan atau rumah tangga 1.000 HPK. 1000 HPK merupakan
masa yang paling kritis dalam tumbuh kembang anak. Riskesdas (2013) mencatat bahwa
penurunan tumbuh kembang anak merupakan akibat dari buruknya pola makan bayi dan
anak. Hal ini menyebabkan peningkatan prevalensi stunting dari 29% (0-6 bulan), ke
39% (6-11 bulan), dan menjadi 42% (usia 24-35 bulan). Namun, stunting tidak hanya
dipengaruhi oleh status gizi ibu hamil dan anak selama 1.000 HK, tetapi juga
dipengaruhi oleh gizi ibu pada periode sebelumnya, terutama pada periode pra konsepsi
penting yaitu anak usia 24-59 bulan, wanita usia subur (WUS), dan remaja putri. Sasaran
penting ini perlu diintervensi apabila semua sasaran prioritas telah terlayani secara
Intervensi gizi spesifik menyasar penyebab stunting yang meliputi kecukupan asupan
makanan dan gizi, pemberian makan, perawatan dan pola asuh, serta pengobatan
Tertentu
darah
dan anak 0-
Promosi dan konseling Suplementasi
23 bulan
pemberian makan bayi dan taburia
anak (PMBA)
Imunisasi
anak kurus
Manajemen
pertumbuhan
wanita usia
pertumbuhan
Suplementasi zinc
untuk pengobatan
diare
Manajemen
Intervensi gizi sensitif dilakukan oleh sektor lain di luar kesehatan, seperti
praktik pengasuhan gizi ibu dan anak, peningkatan akses dan kualitas pelayanan gizi dan
kesehatan, dan peningkatan penyediaan air bersih dan sarana sanitasi. Intervensi gizi
sensitif adalah keluarga dan masyarakat umum. Intervensi dilakukan melalui berbagai
prioritas kegiatan. Tujuannya adalah untuk memastikan agar semua sumber daya
prioritas, terutama untuk meningkatkan cakupan dan kualitas pelayanan gizi pada
60
kelompok ibu hamil dan anak berusia 0-23 bulan atau rumah tangga 1.000 HPK.
Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Stunting terdiri dari lima pilar, yaitu:
b) Kampanye Nasional dan Komunikasi perubahan perilaku. Pilar 2 (dua) bertujuan untuk
stunting. Strategi pencapaian pilar 2 (dua) adalah kampanya perubahan perilaku bagi
masyarakat umum yang konsisten dan berkelanjutan, komunikasi antar pribadi sesuai konteks
c) Konvergensi program pusat, daerah, dan desa. Pilar 3 (tiga) bertujuan untuk memperkuat
konvergensi melalui koordinasi dan konsolidasi program dan kegiatan pusat, daerah, dan
desa. Strategi pencapaian tujuan pilar 3 (tiga) adalah memperkuat konvergensi dalam
perencanaan dan penganggaran program dan kegiatan untuk meningkatkan cakupan dan
Tangga 1.000) HPK) memperoleh da memanfaatkan paket intervensi yang disediakan, dan
memperkuat koordinasi lintas sektor dan antar tingkatan pemerintah, sampai dengan desa
d) Ketahanan pangan dan gizi. Pilar 4 (empat) bertujuan meningkatkan akses terhadap
makanan bergizi dan mendorong ketahanan pangan. Strategi pencapaian tujuan pilar 4
(empat) adalah penyediaan pangan yang bergizi, perluasan program bantuan sosial dan
bantuan pangan yang bergizi untuk keluarga kurang mampu, pemenuhan kebutuhan pangan
dan gizi keluarga, dan penguatan regulasi mengenai label dan iklan pangan. 53,54,60
e) Pemantauan dan evaluasi. Pilar 5 (lima) bertujuan untuk meningkatkan pemantauan dan
evaluasi sebagai dasar untuk memastikan pemberi layanan yang bermutu, peningkatan
pada: (a) danpak dan capaian program; (b) output kunci; dan (c) faktor-faktor yang
berrbagai institusi pemerintah yang terkait dan institusi non pemerintah, seperti swasta,
masyarakat madani, dan komunitas. Strategi ini digunakan untuk menyasar kelompok
prioritas rumah tangga 1.000 HPK dan masyarakat umum di lokasi prioritas.60