Anda di halaman 1dari 2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Kenteks Penelitían.


Pada saat manusia dilahirkan, tidak hanya bakat dan naluri yang menjadi nilai
istimewa melekat pada dirinya, tetapi juga aka! pikiran yang membuat manusia berbeda
dengan makhluk lain. Melalui akal pikiran, manusia kemudian mengembangkan kebudayaan
yang membentuk ciri dan identitas kehidupannya sendiri. Kebudayaan lahir sebagai hasil
pengembangan dari kebiasaan yang ditemukan ataupun yang diajarkan kepadanya.
Kebudayaan merupakan persoalan the how and the what (apa dan bagaimana) darí
interaksi sosial dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah bersama, yang kemudian
melekat kuat dan diwariskan dari generasi ke generasi (Suwardi, 1991;195). Kebudayaan
secara universal berfungsi sebagai acuan untuk menjalankan dan mengorganisir
berlangsungnya kegiatan maupun proses sosial. Salah satu fungsi komunikasi dalam sistem
sosial adalah memajukan kebudayaan dengan menyebarkan hasil kebudayaan dan seni
dengan maksud melestarikan warisan masa lalu. Masyarakat Aceh merupakan salah satu dari
masyarakat Indonesia yang mencoba mempertahankan dan melestarikan nilai, norma,
kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari. Melalui tokoh masyarakat sebagai pemuka adat yang
telah mewarisi berbagai pengalaman dan pengetahuan dari generasi sebelumnya, dan antuk
diteruskan pada generasi selanjutnya. Sebagai sebuah adat, tentu kerab sekali terjadi
pergeseran, baik terhadap pergeseran nilai, bentuk maupun pergeseran terhadap norma yang
berlaku.

Pergeseran ini terjadi biasanya secara langsung maupun tidak langsung, banyak hal
yang dapat menjadi penyebab pergeseran budaya dalam masyarakat, tergantung sejauhmana
pandangan masyarakat melihat manfaat dari unsur-unsur yang masuk ke dalam budaya
aslinya. Tingkat pengetahuan serta kepeduliaan masyarakat terhadap budaya dan lingkungan
masyarakat sangat menjadi penentu pertahanan sebuah adat dalam masyarakat. Budaya
merupakan hasil peninggalan dari leluhur yang harus dijaga dan dilestarikan bagi setiap
individu sebagai bagian dari masyarakat. Salah satu cara untuk dapat menjaga agar tidak
menjadi punah, melalui kreatívítas dan ide-ide serta gagasan manusia sebagai masyarakat
diharapkan dapat memberi solusi dan pandangan, seperti pemberian informasi yang cukup,
baik secara formal maupun non formal, sehingga setiap individu diharapkan dapat
memahami, mengerti apa yang menjadi berguna dan bermanfaat bagi dirinya dan masyarakat.
Dalam pendekatan fenomenologis berusaha memahami arti peristiwa dan kaitan-
kaitannya terhadap orang-orang biasa dalam situasi-situasi tertentu (moleong, 1991:9). Kaum
fenomenologi juga memandang prilaku manusia sebagai produk dari cara orang tersebut
menafsirkan dunianya, Tugas peneliti fenomenologi adalah menangkap proses interpretasi
ini, untuk melakukan hal itu diperlukan pemahaman verstehen yaitu pengertian empatik atau
kemampuan untuk mengeluarkan kembali dalam pikirannya sendiri, perasaan, motif, dan
pikiran-pikiran yang ada di balik tindakan orang lain (Bogdan dan Taylor, 1992.36).

Prosesi upacara adat perkawinan dalam masyarakat Aceh sebagai tradisi yang
dilaksanakan secara turun temurun sifatnya, sebagi pewarisan budaya. Sepintas terlihat pada
prosesí upacara adat perkawinan adalah hal yang biasa dan wajar, segaia sesuatu yang
menyangkut dengan perihal tradisi tersebut sudah merupakan suatu yang terangkum dengan
semua fasliitas yang telah tersedia, baik benda yang digunakan, alat-alat yang dibutuhkan
maupun orang-orang yang berperan. Akan tetapi prosesi upacara adat perkawinan yang sarat
dengan nilai, norma, kebiasaan bukan hal yang baku, ada beberapa hal di dalam unsur yang
menjadi pokok pada tradisi upacara adat perkawinan terjadi pergeseran bahkan telah
tergantikan dengan hal yang baru, yang dianggap kurang effesien dan effektif untuk
diapiikasikan, seperti pelaksanaan pesta yang biasanya dilakukan pada maiam hari dan
berjalan kaki dengan rombongan, kini berubah menjadi pagi atau siang hari dan
menggunakan kenderaan, cara makan menggunankan hidangan ratusan piring yang berisikan
makanan sebagai suguhan kíni berganti dengan ala prasmanan, dengan cara mengambil
sendiri-sendiri.
Beberapa hal yang menyangkut dengan prosesi adat perkawinan telah dipersingkat dan
dipadatkan sesuai dengan perkembangan zaman, meskipun semua pergeseran yang terjadi
masih dalam batas-batas yang wajar, sesuai dengan kaedah yang berlaku, baik secara hukum
adat maupun menurut pandangan masyarakat Aceh. Untuk melestarikan agar adat tetap
terjaga dengan utuh, setidaknya pemuka dan pemegang adat dapat menerima masukan dan
pertimbangan yang matang, sehingga peraturan menjadi hidup, karena adat perkawinan
menyangkut dengan harkat dan martabat individu, keluarga serta

Anda mungkin juga menyukai