Anda di halaman 1dari 32

i

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................... i


DAFTAR ISI.............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan ............................................................................................ 1
D. Manfaat Penulisan .......................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Hiperglikemia ............................................................................................... 2
B. SIDS ............................................................................................................... 8
C. Thalasemia .................................................................................................... 14
D. BBL dengan Komplikasi Kehamilan ............................................................. 30
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................................... 33
B. Saran .............................................................................................................. 33
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.
Pada era saat ini penyakit sudah banyak sekali berbagai macamnnya, sulit memang
mengidetifikasikannya satu satu, apalagi pada anak. Pada kesempatan kali ini saya beserta
rekan-rekan akan membahasan identifikasi penyakit pada anak, khususnya pada kasus
penyakit hiperglikemia, sids, thalasemia dan bbl dengan komplikasi kehamilan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Hiperglikemia ?
2. Apa SIDS ?
3. Bagaimana Thalasemia ?
4. Bagaimana BBL dengan komplikasi kehamilan
C. Tujuan Masalah
1. Secara Umum
Sebagai referensi Ilmu Penyakit
2. Secara Khusus
Untuk mengetahui pengertian Identifikasi Penyakit pada Anak
D. Manfaat Penulisan
1. Umum
Sebagai sarana untuk mengetahui Identifikasi Penyakit pada Anak .
2. Mahasiswa
Sebagai referensi sarana Identifikasi Penyakit pada Anak terutama Hiperglikemia ,
SIDS, Thalasemia , dan BBL dengan Komplikasi Kehamilan .

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. HIPERGLIKEMIA
Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik ditandai oleh hiperglikemia
yang disebabkan berkurangnya produksi atau kerja insulin. DM dapat menyerang
anak-anak. Kami melaporkan kasus hiperglikemia pada anak berusia 9 tahun dengan
kadar C-peptida dalam batas normal.
Kasus
Anak perempuanberusia 9 tahun, dibawa ke rumah sakit dikeluhkan lemah badan
selama satu minggu. Pasien juga dikeluhkan sering kencing terutama di malam hari
selama sebulan dan bekas kencing dirubung oleh semut. Pemeriksaan fisik dalam
batas normal. Pemeriksaan laboratorium hari pertama : hemoglobin 14,8 g/dl,
leukosit 9.860 sel/ul, trombosit 297.000 sel/ul, gula darah acak 328 mg/dl.
Pemeriksaan hari kedua : gula darah puasa 274 mg/dl, gula darah 2 jam post prandial
370 mg/dl, dan glukosuria. Pemeriksaan C-Peptida 2,74 ng/ml (normal 1,1 – 4,4
ng/ml)
Pembahasan
Pada pasien anak ini ditemukan gejala khas diabetes yaitu fatigue dan poliuri. Pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan hiperglikemia. Sesuai dengan pedoman dari
PERKENI pasien ini didiagnosis sebagai DM, yaitu tipe-1, dengan diferential
diagnosis Maturity onset diabetes of the young (MODY) mengingat kadar C-peptida
dalam batas normal. DM tipe 1 disebabkan oleh karena kerusakan sel beta pankreas
akibat adanya autoantibodi terhadap pankreas. Sedangkan MODY disebabkan oleh
mutasi genetik pada sel pankreas sehingga terjadi inefektifitas produksi atau
gangguan pelepasan insulin. Pemeriksaan tambahan seperti deteksi antibodi sel islet
disarankan untuk menetapkan diagnosis DM tipe 1, dan pemeriksaan genetik untuk
mendeteksi terjadinya mutasi sel â pankreas.
Simpulan

4
Diagnosis Type-1 Diabetes mellitu, dengan diagnosis banding Maturity onset
diabetes of the young(MODY)
Kata Kunci: hiperglikemia anak, C-peptida, Diabetes mellitus tipe-1, MODY

DM tipe 1 mewakili sekitar 10% dari semua kasus diabetes, menyerang sekitar 20
juta orang di seluruh dunia. Meskipun DM tipe 1 menyerang semua kelompok umur,
mayoritas individu didiagnosis di sekitar usia 4 sampai 5 tahun, atau di usia remaja
dan dewasa awal. Insiden diabetes tipe 1 meningkat. Di seluruh Eropa, ratarata
peningkatan tahunan dalam kejadian anak di bawah 15 tahun adalah 3,4%, dan
kejadian paling tinggi pada anak di bawah usia 5 tahun (Ozougwu JC,2013).
DM tipe 1 disebabkan karena hilangnya kemampuan mensekresi insulin akibat
kerusakan autoimun selektif terhadap sel beta pankreas. Tipe ini merupakan tipe
diabetes poligenik yang berhubungan dengan banyak gen. Antibodi terhadap plasma
sitokrom sel islet, dekarboksilase asam glutamat, dan tirosin fosfatase-seperti protein
(IA2 atau IA-2 b), yang muncul sebelum onset klinis diabetes, merupakan penanda
yang baik adanya proses autoimun (Imagawa A, 2000). Pada kasus yang sangat
jarang, diabetes dapat terjadi karena mutasi hanya dari satu jenis gen, disebut
diabetes monogenik. Diabetes monogenik dapat diwariskan secara dominan ataupun
resesif, atau muncul spontan akibat mutasi de novo.
Pada anak-anak, mutasi biasanya terjadi pada gen yang meregulasi fungsi sel beta
pankreas; pada kasus jarang, mutasi juga dapat menyebabkan resistensi insulin berat.
Hingga saat ini, sudah ditemukan 40 jenis subtipe diabetes monogenik, masing-
masing memiliki fenotipe tersendiri dengan pola pewarisan spesifik. Prevalensi
diabetes monogenik anak adalah 1 – 4% dari seluruh kasus diabetes pediatrik
(Tengguna L, 2012). Diabetes familial disebut juga sebagai maturity onset
diabetes of the young (MODY) (Tengguna L, 2012).

KASUS
Seorang anak perempuan berusia 9 tahun
Keluhan Utama : Badan lemah

5
Anamnesis : Keluhan lemah badan selama satu minggu. Pasien juga sering kencing
terutama di malam hari selama sebulan terakhir dan bekas kencing dirubung oleh
semut. Sebelum ke RS ini, periksa di puskesmas dan cek gula darah acak hasilnya
500 mg/dl Riwayat Penyakit Dahulu : DM (-), kejang (-), alergi (-), asma (-)
Riwayat Penyakit Keluarga Kakek : DM (+), orang tua : DM disangkal
Pemeriksaan Fisik Kesadaran compos mentis, tampak lemah, HR: 100x/ mnt , RR
20x/mnt, suhu: 36,5°C, akral hangat, TB : 124 cm, BB: 26 kg. K/L : anemia -/-,
ikterik -/-, pupil bulat isokor, pembesaran KGB (-) Thorax : Pulmo simetris, rh -/-,
wh -/-, Cor S1S2 tunggal Abdomen : BU (+) normal, soefl, nyeri tekan (-)
Ekstremitas : anemia -/-, oedema -/-
Pemeriksaan Penunjang : Pemeriksaan Laboratorium

Pembahasan
Diabetes mellitus (DM) tipe-1 adalah DM akibat insulin tidak cukup diproduksi
oleh sel beta pankreas, sehingga terjadi hiperglikemia (WHO 2017). Tipe -1 ini
ditandai dengan berkurangnya sel beta pankreas yang diperantarai oleh imun atau
antibodi, sehinga sepanjang hidup penderita ini tergantung pada insulin eksogen
(Chiang JL, 2014). Gejala klinik khas yang dapat ditemukan sebagai akibat
kurangnya insulin : poliuri, polidipsi, berkurangnya berat badan, dan hiperglikemia
yang tidak berespons terhadap obat diabetik oral. Pada anak-anak, sering kali
ditemukan gejala yang akut dan berat dari poliuri, polidipsi, dan ketonemi.
Sedangkan pada dewasa tipe-1 berjalan lebih lama dan perlahan dengan presentasi
klinis pada awalnya menyerupai DM tipe-2 (Chiang JL, 2014).

Pasien MODY sering kali mempunyai satu atau lebih manifestasi berikut : riwayat
keluarga dengan semua tipe DM, tidak tergantung insulin, tidak mempunyai
autoantibodi terhadap antigen pankreas, dan terdapat produksi insulin endogen
(terdeteksi C-peptide, hanya perlu sedikit insulin), dan jarang mengalami
ketoasidosis (Gardner DSL, 2012). Pada pasien anak ini, terdapat keluhan khas
diabetik yaitu poliurin yang disertai kelemahan badan. Riwat penyakit keluarga,
ditemukan bahwa kakek pasien menderita DM. Berat badan anak dalam batas

6
normal. Glukosa darah selalu tinggi, dan saat diperiksa di laboratorium rumah sakit
juga menunjukkan hiperglikemia acak, puasa, dan 2 jam post prandial. Pada awalnya
pasien diduga menderita DM-tipe 1, oleh karena pada anak tipe tersering adalah tipe-
1. Kemudian dilakukan pemeriksaan C peptida dengan hasil masih dalam rentang
normal yaitu 2,74 ng/ml. Pada DM tipe 1 tersering kadar C peptide sangat rendah
oleh akibat sel beta pankreas yang rusak tidak mampu untuk memproduksi insulin.
Davis melaporkan terdapat 29% pasien DM tipe 1 yang masih terdeteksi kadar C-
peptida nya saat terdiagnosis, yang dalam perjalanan penyakitnya akan menurun.9
Namun demikian oleh karena kadar C-peptida nya yang normal tersebut perlu
dipertimbangkan diagnosis banding lainnya yaitu MODY.
Pada pasien MODY sering kali kadar Cpeptida masih normal. pada DM tipe 1
maupun MODY hubungan familial sangat kuat. Pada pasien ini kakeknya menderita
DM. Penetapan diagnosis pasti yang disarankanpada pada pasien ini adalah
pemeriksaan : autoantibodi pankreas, dan pemeriksaan genetik.
Penyebab
Penyebab hiperglikemia adalah terganggunya kestabilan gula darah yang
dipengaruhi oleh gangguan pada proses produksi dan fungsi hormon insulin Selain
gangguan hormon insulin, inilah berbagai faktor lain yang dapat meningkatkan
risiko penderita diabetes untuk mengalami hiperglikemia adalah:
• Tidak minum obat diabetes secara teratur
• Tidak menyuntikkan insulin dengan benar atau menggunakan insulin
kadaluarsa
• Mengonsumsi makanan tinggi karbohidrat secara berlebihan
• Memiliki penyakit kronis tertentu
• Mengalami penyakit infeksi tertentu
• Menggunakan obat-obatan yang menyebabkan gula darah naik, seperti steroid
• Mengalami luka atau sedang menjalani operasi
• Mengalami stress emosional, seperti konflik keluarga atau tantangan kerja
Pengobatan

7
Satu-satunya cara untuk mengetahui kadar gula darah tinggi yang tidak terkendali
adalah dengan melakukan tes gula darah. Pada pasien diabetes, rekomendasi target
gula darah sebelum makan, antara lain:
• Antara 80 dan 120 mg / dL (4,4 dan 7 mmol / L) untuk orang berusia 59 dan
lebih muda yang tidak memiliki kondisi medis mendasar lainnya.
• Antara 100 dan 140 mg / dL (6 dan 8 mmol / L) untuk orang berusia 60 lebih
dan mereka yang memiliki penyakit jantung, paru-paru, ginjal, atau pernah
mengalami hipoglikemia.
Selain itu, dokter akan meminta Anda melakukan tes A1C. Tes ini dapat
menunjukkan kadar gula darah rata-rata selama dua atau tiga bulan terakhir.

B. SIDS
1. Definisi SIDS
Sindroma Kematian Bayi Mendadak (SIDS, Sudden Infant Death
Syndrome) adalah suatu kematian yang mendadak dan tidak terduga pada bayi
yang tampaknya sehat. SIDS merupakan penyebab kematian yang paling sering
ditemukan pada bayi yang berusia 2 minggu-1 tahun. 3 dari 2000 bayi mengalami
SIDS dan hampir selalu ketika mereka sedang tidur. Kebanyakan SIDS terjadi
pada usia 2-4 bulan dan terjadi di seluruh dunia.
Kematian bayi mendadak tidak terduga dan dengan alasan yang tetap tidak
jelas, bahkan setelah otopsi,merupakan sara kematian paling utama pada tahun
pertama kehidupan setelah masa neonatus. Peristiwa ini menggambarkan
sindroma bayi mati mendadak (SIDS yaitu Sudden Infant Death
Syndrome).Sindroma Kematian Bayi Mendadak (SIDS, Sudden Infant Death
Syndrome) adalah suatu kematian yang mendadak dan tidak terduga pada bayi
yang tampaknya sehat.
SIDS merupakan penyebab kematian yang paling sering ditemukan pada
bayi yang berusia 2 minggu-1 tahun. 3 dari 2000 bayi mengalami SIDS dan
hampir selalu ketika mereka sedang tidur. Kebanyakan SIDS terjadi pada usia 2-
4 bulan dan terjadi di seluruh dunia. Pada kasus yang khas seorang bayi berusia
2-3 bulan yang tampak sehat, di tidurkan tanpa kecurigaan bahwa segala

8
sesuatunya di luar keadaan yang biasa, beberapa waktu kemudian bayi di temukan
meninggal, dan otopsi konvensional gagal menemukan penyebab kematian. Telah
di ungkapkan bahwa bayi tampak sehat sebelum meninggal, tetapi riwayat
perinatal yang lebih rinci serta pemeriksaan intensif fungsi kardiorespiratorik dan
neurologik menghasilkan bukti-bukti bahwa anak tidak berada dalam keadaan
yang normal sebelumnya.
Seorang ibu yang merokok pada masa kehamilan meningkatkan risiko
sindrom mati mendadak pada bayi. Kematian mendadak pada bayi terjadi ketika
bayi kekurangan napas di tempat tidur setelah posisinya menghalangi
pernapasannya. Seperti yang dikutip dari AFP, sindrom mati mendadak itu
banyak dikaitkan dengan kurangnya respons yang mengejutkan pada otak yang
memicu bayi bernapas megap-megap. Dalam kondisi semacam itu, bayi akan
menangis untuk merangsang pernapasan normal kembali.
2. Penyebab
Penyebab ketidaknormalan itu masih belum diketahui jelas. Namun, bukti
statistik menunjukkan ada kaitan bayi yang terpapar tembakau selama kehamilan
dengan sindrom mati mendadak pada bayi. Tim dokter yang dipimpin Dr Anne
Chang, seorang profesor di bidang pernapasan di Royal Children’s Hospital
Foundation di Brisbane, Australia, berupaya mencari kaitan antara kedua hal itu
dengan mengamati 20 bayi sehat berusia sekitar tiga sampai lima bulan. Usia itu
merupakan usia yang berisiko mati mendadak.
Para ahli mengamati sepuluh ibu bayi yang tidak merokok pada masa
kehamilan, sedangkan yang lain merokok selama kehamilan. Untuk penelitian,
bayi diletakkan di punggung, posisi yang direkomendasikan untuk mencegah
kematian mendadak. Kemudian, bayi-bayi itu diganggu oleh suara nyanyian yang
kekuatannya mencapai 80 desibel dari pengeras suara di dekat mereka setelah
tidur. Tes dilakukan selama para bayi tidur nyenyak dan dalam keadaan terang
sepanjang tahap tidur antara sepuluh sampai dua belas jam. Irama jantung dan
pernapasan serta respons tingkah laku bayi seperti gerakan badan dan membuka
mata diamati. Para peneliti menemukan tidak ada perbedaan cara tidur bayi atau
bangun ketika suara terdengar selama tidur nyenyak. Periode ditentukan oleh

9
kecepatan gerak mata di samping pupil. Tetapi, perbedaan besar meningkat pada
respons mereka selama membuka mata atau bergerak selama periode itu, bahkan
ketika rangsangan terhadap telinga diperbesar. Para peneliti percaya penemuan
itu menambah kecurigaan bahwa nikotin dapat berakibat pada perkembangan
kunci fungsi motoris bayi, yakni memerintahkan otak untuk tidur dan
membangunkan serta fungsi jantung serta paru-paru.
Penyebabnya tidak diketahui. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa SIDS
lebih sering terjadi pada bayi yang tidurnya tengkurap dibandingkan dengan bayi
yang tidurnya terlentang atau miring. Karena itu sebaiknya bayi ditidurkan dalam
posisi terlentang atau miring. Resiko terjadinya SIDS juga ditemukan pada bayi
yang pada saat tidur wajahnya menghadap ke kasur atau selimut yang
lembut/empuk. Karena itu sebaiknya bayi ditidurkan diatas kasur yang keras.
3. Faktor resiko terjadinya SIDS
a. Tidur tengkurap (pada bayi kurang dari 4 bulan)
b. Kasur yang lembut (pada bayi kuran dari 1 tahun)
c. Bayi prematur
d. Riwayat SIDS pada saudara kandung
e. Banyak anak
f. Musim dingin
g. Ibunya perokok
h. Ibunya pecandu obat terlarang
i. Ibunya berusia muda
j. Jarak yang pendek diantara 2 kehamilan
k. Perawatan selama kehamilan yang kurang
l. Golongan sosial-ekonomi rendah. SIDS lebih banyak ditemukan pada bayi
laki-laki.
4. Faktor-Faktor Yang Mungkin Menyebabkan Bayi Meninggal Mendadak
a. Jeda pernafasan karena Apnea dan sianosis yang lama selama tidur telah
diobservasi pada dua bayi yang kemudian dianggap meninggal karena SIDS
dan telah diamati pula adanya obstruksi saluran nafas bagian atas dengan jeda
pernafasan serta bradikardia yang lama pada bayi-bayi dengan SIDS abortif.

10
Walaupun demikian masih belum pasti apakah apnea sentral atau apnea
obstruktif yang lebih penting dalam terjadinya SIDS
b. Cacat batang otak karena sedikitnya 2 kepingan bukti telah mengisyaratkan
bahwa bayi-bayi dengan SIDS memiliki abnormalitas pada susunan saraf
pusat.
c. Fungsi saluran nafas atas yang abnormal, berdasarkan pada perkembangan
dan anatomi, maka bayi yang muda dianggap beresiko tinggi terhadap saluran
pernafasan bagian atas, apakah keadaan ini terjadi pada SIDS masih belum di
ketahui.
d. Reflek saluran nafas yang hiperaktif karena masuknya sejumlah cairan ke
dalam laring dapat merangsang timbulnya reflek ini dan di duga menimblkan
apnea, maka di berikan perhatian yang cukup besar akan kemungkinan reflek
gasoesofagus dan aspirasi sebagai mekanisme primer terjadinya SIDS pada
beberapa bayi.
e. Abnormalita jantung, beberapa ahli mengajukan adanya ketidakstabilan pada
jantung muda, tetapi tidak mendapatkan bukti yang meyakinkan saa ini untuk
menunjukan bahwa aritmia jantung memainkan perana pada SIDS.
5. Gejala
Tidak ada gejala yang mendahului terjadinya SIDS.
6. Diagnosa
SIDS didiagnosis jika seorang bayi yang tampaknya sehat tiba-tiba meninggal
dan hasil otopsi tidak menunjukkan adanya penyebab kematian yang jelas.
Semakin banyak bukti bahwa bayi dengan resiko SIDS mempunyai cacat
fisiologik sebelum lahir. Pada neonatus dapat di temukan nilai apgar yang rendah
dan abnormalitas control respirasi, denyut jantung dan suhu tubuh, serta dapat
pula mengalami retardasi pertumbuhan pasca natal. SIDS didiagnosis jika seorang
bayi yang tampaknya sehat tiba-tiba meninggal dan hasil otopsi tidak
menunjukkan adanya penyebab kematian yang jelas.
7. Pengobatan
Orang tua yang kehilangan anaknya karena SIDS memerlukan dukungan
emosional. Penyebab kematian anaknya tidak diketahui, sehingga mereka

11
seringkali merasa bersalah. Mungkin ada baiknya jika orang tua merencanakan
untuk memiliki anak lagi.
8. Pencegahan
Angka kejadian SIDS telah menurun secara berarti (hampir mendekati 50%)
sejak para orang tua dianjurkan untuk menidurkan bayinya dalam posisi
terlentang atau miring (terutama ke kanan).
a. Selalu letakkan bayi Anda dalam posisi terlentang ketika ia sedang tidur,
walaupun saat tidur siang. Posisi ini adalah posisi yang paling aman bagi bayi
yang sehat untuk mengurangi risiko SIDS.
b. Jangan pernah menengkurapkan bayi secara sengaja ketika bayi tersebut
belum waktunya untuk bisa tengkurap sendiri secara alami.
c. Gunakan kasur atau matras yang rata dan tidak terlalu empuk. Penelitian
menyimpulkan bahwa risiko SIDS akan meningkat drastis apabila bayi
diletakkan di atas kasur yang terlalu empuk, sofa, bantalan sofa, kasur air,
bulu domba atau permukaan lembut lainnya.
d. Jauhkan berbagai selimut atau kain yang lembut, berbulu dan lemas serta
mainan yang diisi dengan kapuk atau kain dari sekitar tempat tidur bayi Anda.
Hal ini untuk mencegah bayi Anda terselimuti atau tertindih benda-benda
tersebut.
e. Pastikan bahwa setiap orang yang suka mengurus bayi Anda atau tempat
penitipan bayi untuk mengetahui semua hal di atas. Ingat setiap hitungan
waktu tidur mengandung risiko SIDS.
f. Pastikan wajah dan kepala bayi Anda tidak tertutup oleh apapun selama dia
tidur. Jauhkan selimut dan kain penutup apapun dari hidung dan mulut bayi
Anda.
g. Pakaikan pakaian tidur lengkap kepada bayi Anda sehingga tidak perlu lagi
untuk menggunakan selimut. Tetapi seandainya tetap diperlukan selimut
sebaiknya Anda perhatikan hal-hal berikut ini: Pastikan kaki bayi Anda
berada di ujung ranjangnya, Selimutnya tidak lebih tinggi dari dada si
bayi,Ujung bawah selimut yang ke arah kaki bayi, Anda selipkan di bawah
kasur atau matras sehingga terhimpit.

12
h. Jangan biarkan siapapun merokok di sekitar bayi Anda khususnya Anda
sendiri. Hentikan kebiasaan merokok pada masa kehamilan maupun kelahiran
bayi Anda dan pastikan orang di sekitar si bayi tidak ada yang merokok.
i. Jangan biarkan bayi Anda kepanasan atau kegerahan selama dia tidur. Buat
dia tetap hangat tetapi jangan terlalu panas atau gerah. Kamar bayi sebaiknya
berada pada suhu yang nyaman bagi orang dewasa. Selimut yang terlalu tebal
dan berlapis-lapis bisa membuat bayi Anda terlalu kepanasan.
j. Saat ia tidur. Jangan pernah ditinggal-tinggal sendiri untuk waktu yang cukup
lama.
9. Penatalaksanaan
a. Bantu orang tua mengatur jadwal untuk melakukan konseling
b. Berikan dukungan dan dorongan kepada orang tua,biarkan orang tua
mengungkapkan rasa dukanya.
c. Berikan penjelasan mengenai SIDS, beri kesempatan pada orang tua untuk
mengungkapkan pertanyaan mereka.
d. Beri pengertian pada orang tua bahwa perasaan yang mereka rasakan adalah
hal yang wajar.
e. Beri keyakinan pada sibling (jika ada) bahwa mereka tidak bersalah terhadap
kematian bayi tersebut, bahkan jika mereka sebenarnya juga mengharapkan
kematian dari bayi tersebut
f. Jika kemudian ibu melahirkan bayi lagi, beri dukungan pada orang tua selama
beberapa bulan pertama paling tidak sampai melewati usia bayi yang
meninggal sebelumnya.

C. THALASEMIA
1. Pengertian Thalasemia
Talasemia merupakan penyakit anemia hemalitik dimana terjadi
kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit
menjadi pendek (kurang dari 100 hari).
Penyakit thalassemia disebabkan oleh adanya kelainan/perubahan/ mutasi
pada gen globin alpha atau gen globin beta sehingga produksi rantai globin

13
tersebut berkurang atau tidak ada. Didalam sumsum tulang mutasi thalasemia
menghambat pematangan sel darah merah sehingga eritropoiesis dan
mengakibatkan anemia berat. Akibatnya produksi Hb berkurang dan sel darah
merah mudah sekali rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120
hari).
Talasemia merupakan penyakit anemia hemalitik dimana terjadi
kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit
menjadi pendek (kurang dari 100 hari). (Ngastiyah, 1997 )
Talasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang
diturunkan secara resesif. (Mansjoer, 2000 )
Talasemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherited) dan
masuk kedalam kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang disebabkanoleh
gangguan system hemoglobin akibat mutasi didalam atau dekat gen globin
(Nurarif, 2013 )
2. Etiologi
Penyakit thalassemia adalah penyakit keturunan yang tidak dapat
ditularkan.banyak diturunkan oleh pasangan suami isteri yang mengidap
thalassemia dalam sel – selnya/ Faktor genetik (Suriadi, 2001). Thalassemia
bukan penyakit menular melainkan penyakit yang diturunkan secara genetik dan
resesif. Penyakit ini diturunkan melalui gen yang disebut sebagai gen globin beta
yang terletak pada kromosom 11. Pada manusia kromosom selalu ditemukan
berpasangan. Gen globin beta ini yang mengatur pembentukan salah satu
komponen pembentuk hemoglobin. Bila hanya sebelah gen globin beta yang
mengalami kelainan disebut pembawa sifat thalassemia-beta.
Seorang pembawa sifat thalassemia tampak normal/sehat, sebab masih
mempunyai 1 belah gen dalam keadaan normal (dapat berfungsi dengan baik).
Seorang pembawa sifat thalassemia jarang memerlukan pengobatan. Bila
kelainan gen globin terjadi pada kedua kromosom, dinamakan penderita
thalassemia (Homozigot/Mayor). Kedua belah gen yang sakit tersebut berasal dari
kedua orang tua yang masing-masing membawa sifat thalassemia. Pada proses

14
pembuahan, anak hanya mendapat sebelah gen globin beta dari ibunya dan
sebelah lagi dari ayahnya.
Bila kedua orang tuanya masing-masing pembawa sifat thalassemia maka
pada setiap pembuahan akan terdapat beberapa kemungkinan. Kemungkinan
pertama si anak mendapatkan gen globin beta yang berubah (gen thalassemia)
dari bapak dan ibunya maka anak akan menderita thalassemia. Sedangkan bila
anak hanya mendapat sebelah gen thalassemia dari ibu atau ayah maka anak
hanya membawa penyakit ini. Kemungkinan lain adalah anak mendapatkan gen
globin beta normal dari kedua orang tuanya.
Sedangkan menurut (Suriadi, 2001) Penyakit thalassemia adalah penyakit
keturunan yang tidak dapat ditularkan.banyak diturunkan oleh pasangan suami
isteri yang mengidap thalassemia dalam sel – selnya/ Faktor genetik.Jika kedua
orang tua tidak menderita Thalassaemia trait/pembawasifat Thalassaemia, maka
tidak mungkin mereka menurunkan Thalassaemia trait/pembawa sifat
Thalassaemia atau Thalassaemia mayor kepada anak-anak mereka. Semua anak-
anak mereka akan mempunyai darah yang normal.
Apabila salah seorang dari orang tua menderita Thalassaemia
trait/pembawa sifat Thalassaemia sedangkan yang lainnya tidak, maka satu
dibanding dua (50%) kemungkinannya bahwa setiap anak-anak mereka akan
menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia, tidak seorang diantara
anak-anak mereka akan menderita Thalassaemia mayor. Orang dengan
Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia adalah sehat, mereka dapat
menurunkan sifat-sifat bawaan tersebut kepada anak-anaknya tanpa ada yang
mengetahui bahwa sifat-sifat tersebut ada di kalangan keluarga mereka.
Apabila kedua orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat
Thalassaemia, maka anak-anak mereka mungkin akan menderita Thalassaemia
trait/pembawa sifat Thalassaemia atau mungkin juga memiliki darah yang
normal, atau mereka mungkin juga menderita Thalassaemia mayor.(hoffbrand
dkk,2006)
Menurut Williams (2005) penyebab thalasemia adalah
a. Gangguan resesif autosomal yang diturunkan

15
b. Gangguan herediter yang disebabkan kelainan sistem rantai beta dan rantai
alfa globin
3. Patofisiologi
Penyakit thalassemia disebabkan oleh adanya kelainan/perubahan/mutasi
pada gen globin alpha atau gen globin beta sehingga produksi rantai globin
tersebut berkurang atau tidak ada. Didalam sumsum tulang mutasi thalasemia
menghambat pematangan sel darah merah sehingga eritropoiesis dan
mengakibatkan anemia berat. Akibatnya produksi Hb berkurang dan sel darah
merah mudah sekali rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120
hari). (Kliegman,2012)
Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb-A dengan polipeptida rantai
alpa dan dua rantai beta. Pada beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kurangnya
rantai beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kekurangan rantai beta dalam
molekul hemoglobin yang mana ada gangguan kemampuan ertrosit membawa
oksigen. Ada suatu kompensator yang meningkat dalam rantai alpa, tetapi rantai
beta memproduksi secara terus menerus sehingga menghasilkan hemoglobin
defictive. Ketidak seimbangan polipeptida ini memudahkan ketidakstabilan dan
disintegrasi. Hal ini menyebabkan sel darah merah menjadi hemolisis dan
menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis.
Kelebihan pada rantai alpa ditemukan pada talasemia beta dan kelebihan
rantai beta dan gama ditemukan pada talasemia alpa. Kelebihan rantai polipeptida
ini mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai rantai polipeptida alpa dan beta,
atau terdiri dari hemoglobin tak stabil badan heint, merusak sampul eritrosit dan
menyebabkan hemolisis. Reduksi dalam hemoglobin menstimulasi yang konstan
pada bone marrow, produksi RBC diluar menjadi eritropik aktif. Kompensator
produksi RBC secara terus menerus pada suatu dasar kronik, dan dengan cepatnya
destruksi RBC,menimbulkan tidak edukatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan
produksi dan edstruksi RBC menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan mudah
pecah atau rapuh. (Suriadi, 2001 )
Pada talasemia letak salah satu asam amino rantai polipre tidak berbeda
urutannya/ditukar dengan jenis asam amino lain. Perubahan susunan asam amino

16
tersebut. Bisa terjadi pada ke-4 rantai poliper Hb-A, sedangkan kelainan pada
rantai alpha dapat menyebabkan kelainan ketiga Hb yaitu Hb-A, Hb-A2 dan Hb-
F. (Suriadi,2001)
4. Manifestasi Klinis
Semua jenis talasemia memiliki gejala yang mirip tetapi beratnya bervariasi.
Sebagaian besar mengalami gangguan anemia ringan.
a. Thalasemia minor (thalasemia heterogen) umumnya hanya memiliki gejala
berupa anemia ringan sampai sedang dan mungkin bersifat asimtomatik dan
sering tidak terdeteksi.
b. Thalasemia mayor, umumnya menampakkan manifestasi klinis pada usia 6
bulan, setelah efek Hb 7 menghilang.
1) Tanda awal adalah awitan mendadak, anemia, demam yang tidak dapat
dijelaskan, cara makan yang buruk, penurunan BB dan pembesaran limpa.
2) Tanda lanjut adalah hipoksia kronis; kerusakan hati, limpa, jantung,
pankreas, kelenjar limphe akibat hemokromotosis, ikterus ringan atau
warna kulit mengkilap, kranial tebal dengan pipi menonjol dan hidung
datar; retardasi pertumbuhan; dan keterlambatan perkembangan seksual.
c. Komplikasi jangka panjang sebagai akibat dari hemokromatosis dengan
kerusakan sel resultan yang mengakibatkan :
1) Splenomegali
2) Komplikasi skeletal, seperti menebalan tulang kranial, pembesaran
kepala, tulang wajah menonjol, maloklusi gigi, dan rentan terhadap
fraktur spontan.
3) Komplikasi jantung, seperti aritmia, perikarditis, CHF dan fibrosis serat
otot jantung.
4) Penyakit kandung empedu, termasuk batu empedu.
5) Pembesaran hepar dan berlanjut menjadi sirosis hepatis.
6) Perubahan kulit, seperti ikrerus dan pragmentasi coklat akibat defisit zat
besi.
7) Retardasi pertumbuhan dan komplikasi endokrin.

17
d. Gejala lain pada penderita Thalasemia adalah jantung mudah berdebar-debar.
Hal ini karena oksigen yang dibawah tersebut kurang, maka jantung juga akan
beusaha bekerja lebih keras sehingga jantung penderita akan mudah berdebar-
debar, lama-kelamaan jantung akan bekerja lebih keras sehingga lebih cepat
lelah. Sehingga terjadi lemah jantung, limfa penderita bisa menjadi besar
karena penghancuran darah terjadi di sana, selain itu sumsum tulang juga
bekerja lebih keras karena berusaha mengkompensasi kekurangan Hb,
sehingga tulang menjadi tipis dan rapuh sehingga mudah rapuh. Jika ini
terjadi pada muka (tulang hidung maka wajah akan berubah bentuk, batang
hidung akan hilang/ melesak ke dalam (fasise cookey) ini merupakan salah
satu tanda khas penderita thalasemia.(hoffbrand dkk,2006)

Secara klinis Thalasemia dapat dibagi dalam beberapa tingkatan sesuai beratnya
gejala klinis(Doenges,2000) :
a. mayor, intermedia dan minor atau troit (pembawa sifat). Batas diantara
tingkatan tersebut sering tidak jelas. Anemia berat menjadi nyata pada umur
3 – 6 bulan setelah lahir dan tidak dapat hidup tanpa ditransfusi.
b. Pembesaran hati dan limpa terjadi karena penghancuran sel darah merah
berlebihan, haemopoesis ekstra modular dan kelebihan beban besi. Limpa
yang membesar meningkatkan kebutuhan darah dengan menambah
penghancuran sel darah merah dan pemusatan (pooling) dan dengan
menyebabkan pertambahan volume plasma.
c. Perubahan pada tulang karena hiperaktivitas sumsum merah berupa
deformitas dan fraktur spontan, terutama kasus yang tidak atau kurang
mendapat transfusi darah. Deformitas tulang, disamping mengakibatkan
muka mongoloid, dapat menyebabkan pertumbuhan berlebihan tulang prontal
dan zigomatin serta maksila. Pertumbuhan gigi biasanya buruk.
d. Gejala lain yang tampak ialah anak lemah, pucat, perkembangan fisik tidak
sesuai umur, berat badan kurang, perut membuncit. Jika pasien tidak sering
mendapat transfusi darah kulit menjadi kelabu serupa dengan besi akibat
penimbunan besi dalam jaringan kulit.

18
e. Keadaan klinisnya lebih baik dan gejala lebih ringan dari pada Thalasemia
mayor, anemia sedang (hemoglobin 7 – 10,0 g/dl)
Gejala deformitas tulang, hepatomegali dan splenomegali, eritropoesis ekstra
medular dan gambaran kelebihan beban besi nampak pada masa dewasa.
f. Umumnya tidak dijumpai gejala klinis yang khas, ditandai oleh anemia
mikrositin, bentuk heterozigot tetapi tanpa anemia atau anemia ringan.
1) Thalasemia mayor (Thalasemia homozigot)
2) Thalasemia intermedia
3) Thalasemia minor atau troit ( pembawa sifat)
g. Pada hapusan darah tepi di dapatkan gambaran hipokrom mikrositik,
anisositosis, polklilositosis dan adanya sel target (fragmentasi dan banyak sel
normoblas).
h. Kadar besi dalam serum (SI) meninggi dan daya ikat serum terhadap besi
(IBC) menjadi rendah dan dapat mencapai nol
Elektroforesis hemoglobin memperlihatkan tingginya HbF lebih dari 30%,
kadang ditemukan juga hemoglobin patologik. Di Indonesia kira-kira 45%
pasien Thalasemia juga mempunyai HbE maupun HbS.
i. Kadar bilirubin dalam serum meningkat, SGOT dan SGPT dapat meningkat
karena kerusakan parankim hati oleh hemosiderosis.
j. Penyelidikan sintesis alfa/beta terhadap refikulosit sirkulasi memperlihatkan
peningkatan nyata ratio alfa/beta yakni berkurangnya atau tidak adanya
sintetis rantai beta.
5. Klasifikasi Thalasemia
a. Thalassemia α (gangguan pembentukan rantai α)
Sindrom thalassemia α disebabkan oleh delesi pada gen α globin pada
kromosom 16 (terdapat 2 gen α globin pada tiap kromosom 16) dan nondelesi
seperti gangguan mRNA pada penyambungan gen yang menyebabkan rantai
menjadi lebih panjang dari kondisi normal.
Faktor delesi terhadap empat gen α globin dapat dibagi menjadi empat, yaitu:
1) Delesi pada satu rantai α (Silent Carrier/ α -Thalasemia Trait 2)

19
Gangguan pada satu rantai globin _ sedangkan tiga lokus globin yang ada
masih bisa menjalankan fungsi normal sehingga tidak terlihat gejala-gejala
bila ia terkena thalasemia.
2) Delesi pada dua rantai α (α -Thalassemia Trait 1)
Pada tingkatan ini terjadi penurunan dari HbA2 dan peningkatan dari HbH
dan terjadi manifestasi klinis ringan seperti anemia kronis yang ringan
dengan eritrosit hipokromik mikrositer dan MCV(mean corpuscular
volume) 60-75 fl.
3) Delesi pada tiga rantai α (HbH disease)
Delesi ini disebut juga sebagai HbH disease (β4) yang disertai anemia
hipokromik mikrositer, basophylic stippling, heinz bodies, dan
retikulositosis. HbH terbentuk dalam jumlah banyak karena tidak
terbentuknya rantai α sehingga rantai β tidak memiliki pasangan dan
kemudian membentuk tetramer dari rantai β sendiri (β 4). Dengan banyak
terbentuk HbH, maka HbH dapat mengalami presipitasi dalam eritrosit
sehingga dengan mudah eritrosit dapat dihancurkan. Penderita dapat
tumbuh sampai dewasa dengan anemia sedang (Hb 8-10 g/dl) dan
MCV(mean corpuscular volume) 60-70 fl.
4) Delesi pada empat rantai α (Hidrops fetalis/Thalassemia major)
Delesi ini dikenal juga sebagai hydrops fetalis. Biasanya terdapat banyak
Hb Barts (γ4) yang disebabkan juga karena tidak terbentuknya rantai γ
sehingga rantai γ membentuk tetramer sendiri menjadi γ4. Manifestasi
klinis dapat berupa ikterus, hepatosplenomegali, dan janin yang sangat
anemis. Kadar Hb hanya 6 g/dl dan pada elektroforesis Hb menunjukkan
80-90% Hb Barts, sedikit HbH, dan tidak dijumpai HbA atau HbF.
Biasanya bayi yang mengalami kelainan ini akan beberapa jam setelah
kelahirannya.
b. Thalassemia β (gangguan pembentukan rantai β)
Thalassemia - β disebabkan oleh mutasi pada gen β globin pada sisi pendek
kromosom
1) Thalassemia β o

20
Pada thalassemia βo, tidak ada mRNA yang mengkode rantai β sehingga
tidak dihasilkan rantai β yang berfungsi dalam pembentukan HbA
2) Thalassemia β +
Pada thalassemia β+, masih terdapat mRNA yang normal dan fungsional
namun hanya sedikit sehingga rantai β dapat dihasilkan dan HbA dapat
dibentuk walaupun hanya sedikit.

Sedangkan secara klinis thalassemia dibagi menjadi 2 golongan, yaitu


1) Thalasemia Mayor
Terjadi bila kedua orang tuanya membawa gen pembawa sifat thalasemia.
Gejala penyakit muncul sejak awal masa kanak-kanak dan biasanya
penderita hanya bertahan hingga umur sekitar 2 tahun. Penderita
bercirikan :
a) Lemah
b) Pucat
c) Perkembangan fisik tidak sesuai dengan umur
d) Berat badan kurang
e) Tidak dapat hidup tanpa transfusi transfusi darah seumur hidupnya.
2) Thalasemia minor/trait
a) Gejala yang muncul pada penderita Thalasemia minor bersifat ringan,
biasanya hanya sebagai pembawa sifat. Istilah Thalasemia trait
digunakan untuk orang normal namun dapat mewariskan gen
thalassemia pada anak-anaknya:ditandai oleh splenomegali, anemia
berat, bentuk homozigot.
b) Pada anak yang besar sering dijumpai adanya:
c) Gizi buruk
d) Perut buncit karena pembesaran limpa dan hati yang mudah diraba
e) Aktivitas tidak aktif karena pembesaran limpa dan hati
(Hepatomegali), Limpa yang besar ini mudah ruptur karena trauma
ringan saja
f) Gejala khas adalah:

21
g) Bentuk muka mongoloid yaitu hidung pesek, tanpa pangkal hidung,
jarak antara kedua mata lebar dan tulang dahi juga lebar.
h) Keadaan kuning pucat pada kulit, jika sering ditransfusi, kulitnya
menjadi kelabu karena penimbunan besi
6. Komplikasi
a. Komplikasi Jantung
Kerusakan jantung akibat terlalu banyak zat besi dapat menyebabkan
penurunan kekuatan pompa jantung, gagal jantung, aritmia atau detak jantung
yang tidak beraturan, dan terkumpulnya cairan di jaringan jantung.
Ada beberapa pemeriksaan rutin yang harus dilakukan penderita
thalasemia beta mayor, yaitu pemeriksaan tiap enam bulan sekali untuk
memeriksa fungsi jantung, dan setahun sekali pemeriksaan menyeluruh untuk
memeriksa konduksi aliran listrik jantung menggunakan electrocardiogram
oleh dokter spesialis jantung.
Perawatan untuk meningkatkan fungsi jantung dapat dilakukan dengan
terapi khelasi yang lebih menyeluruh dan mengonsumsi obat penghambat
enzim konversi angiotensin.
b. Komplikasi pada Tulang
Sumsum tulang akan berkembang dan memengaruhi tulang akibat
tubuh kekuerangan sel darah merah yang sehat. Komplikasi tulang yang dapat
terjadi adalah sebagai berikut:
1) Nyeri persendian dan tulang
2) Osteoporosis
3) Kelainan bentuk tulang
4) Risiko patah tulang meningkat jika kepadatan tulang menjadi rendah.
c. Pembesaran Limpa (Splenomegali)
Pembesaran limpa terjadi karena limpa sulit untuk mendaur ulang sel
darah yang memiliki bentuk tidak normal dan berakibat kepada meningkatnya
jumlah darah yang ada di dalam limpa, membuat limpa tumbuh lebih besar.
Transfusi darah yang bertujuan meningkatkan sel darah yang sehat
akan menjadi tidak efektif jika limpa telah membesar dan menjadi terlalu

22
aktif, serta mulai menghancurkan sel darah yang sehat. Splenectomy atau
operasi pengangkatan limpa merupakan satu-satunya cara untuk mengatasi
masalah ini.
Vaksinasi untuk mengatasi potensi infeksi yang serius, seperti flu dan
meningitis, disarankan untuk dilakukan jika anak Anda telah melakukan
operasi pengangkatan limpa, hal ini dikarenakan limpa berperan dalam
melawan infeksi. Segera temui dokter jika anak Anda memiliki gejala infeksi,
seperti nyeri otot dan demam, karena bisa berakibat fatal.
d. Komplikasi pada Hati
Kerusakan hati akibat terlalu banyak zat besi dapat menyebabkan
terjadinya beberapa hal, seperti fibrosis atau pembesaran hati, sirosis hati atau
penyakit degeneratif kronis di mana sel-sel hati normal menjadi rusak, lalu
digantikan oleh jaringan parut, serta hepatitis. Oleh karena itu, penderita
thalassemia dianjurkan untuk memeriksa fungsi hati tiap tiga bulan sekali.
Pencegahan infeksi hati dapat dilakukan dengan mengonsumsi obat antivirus,
sedangkan mencegah kerusakan hati yang lebih parah dapat dilakukan terapi
khelasi.
e. Komplikasi pada Kelenjar Hormon
Sistem hormon diatur oleh kelenjar pituitari yang sangat sensitif
terhadap zat besi. Para penderita thalassemia beta mayor, walaupun telah
melakukan terapi khelasi, dapat mengalami gangguan sistem
hormon.Perawatan dengan terapi pergantian hormon mungkin diperlukan
untuk mengatasi pertumbuhan dan masa pubertas yang terhambat akibat
kelenjar pituitari yang rusak. Ada beberapa komplikasi pada kelenjar hormon
yang dapat terjadi usai pubertas seperti berikut ini:
1) Kelenjar tiroid – hipertiroidisme atau hipotiroidisme
2) Pankreas – diabetes
Pemeriksaan dengan mengukur berat dan tinggi badan harus dilakukan anak-
anak penderita thalassemia tiap enam bulan sekali untuk mengukur
pertumbuhannya. Sementara itu, pemeriksaan pertumbuhan pada para remaja
yang sudah memasuki masa pubertas dilakukan tiap satu tahun sekali.

23
7. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis untuk Thalassemia terdapat dua yaitu secara screening test dan
definitive test.
a. Screening test
Di daerah endemik, anemia hipokrom mikrositik perlu diragui sebagai
gangguan Thalassemia (Wiwanitkit, 2007).
1) Interpretasi apusan darah
Dengan apusan darah anemia mikrositik sering dapat dideteksi pada
kebanyakkan Thalassemia kecuali Thalassemia α silent carrier.
Pemeriksaan apusan darah rutin dapat membawa kepada diagnosis
Thalassemia tetapi kurang berguna untuk skrining.
2) Pemeriksaan osmotic fragility (OF)
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan fragiliti eritrosit. Secara
dasarnya resistan eritrosit untuk lisis bila konsentrasi natrium klorida
dikurangkan dikira. Studi yang dilakukan menemui probabilitas formasi
pori-pori pada membran yang regang bervariasi mengikut order ini:
Thalassemia < kontrol < spherositosis (Maureen,1999). Studi OF
berkaitan kegunaan sebagai alat diagnostik telah dilakukan dan
berdasarkan satu penelitian di Thailand, sensitivitinya adalah 91.47%,
spesifikasi 81.60, false positive rate 18.40% dan false negative rate 8.53%
(Maureen,1999).
3) Indeks eritrosit
Dengan bantuan alat indeks sel darah merah dapat dicari tetapi hanya
dapat mendeteksi mikrositik dan hipokrom serta kurang memberi nilai
diagnostik. Maka metode matematika dibangunkan (Maureen, 1999).
4) Model matematika
Membedakan anemia defisiensi besi dari Thalassemia β berdasarkan
parameter jumlah eritrosit digunakan. Beberapa rumus telah dipropose
seperti 0.01 x MCH x (MCV)², RDW x MCH x (MCV) ²/Hb x 100,
MCV/RBC dan MCH/RBC tetapi kebanyakkannya digunakan untuk
membedakan anemia defisiensi besi dengan Thalassemia β (Maureen,

24
1999). Sekiranya Indeks Mentzer = MCV/RBC digunakan, nilai yang
diperoleh sekiranya >13 cenderung ke arah defisiensi besi sedangkan <13
mengarah ke Thalassemia trait. Pada penderita Thalassemia trait kadar
MCV rendah, eritrosit meningkat dan anemia tidak ada ataupun ringan.
Pada anemia defisiensi besi pula MCV rendah, eritrosit normal ke rendah
dan anemia adalah gejala lanjut (Ngastiyah, 1997).
b. Definitive test
1) Elektroforesis hemoglobin
Pemeriksaan ini dapat menentukan pelbagai jenis tipe hemoglobin di
dalam darah. Pada dewasa konstitusi normal hemoglobin adalah Hb A1
95-98%, Hb A2 2-3%, Hb F 0.8-2% (anak di bawah 6 bulan kadar ini
tinggi sedangkan neonatus bisa mencapai 80%). Nilai abnormal bisa
digunakan untuk diagnosis Thalassemia seperti pada Thalassemia minor
Hb A2 4-5.8% atau Hb F 2-5%, Thalassemia Hb H: Hb A2 <2% dan
Thalassemia mayor Hb F 10-90%. Pada negara tropikal membangun,
elektroporesis bisa juga mendeteksi Hb C, Hb S dan Hb J (Wiwanitkit,
2007).
2) Kromatografi hemoglobin
Pada elektroforesis hemoglobin, HB A2 tidak terpisah baik dengan Hb C.
Pemeriksaan menggunakan high performance liquid chromatography
(HPLC) pula membolehkan penghitungan aktual Hb A2 meskipun
terdapat kehadiran Hb C atau Hb E. Metode ini berguna untuk diagnosa
Thalassemia β karena ia bisa mengidentifikasi hemoglobin dan variannya
serta menghitung konsentrasi dengan tepat terutama Hb F dan Hb A2
3) Molecular diagnosis
Pemeriksaan ini adalah gold standard dalam mendiagnosis Thalassemia.
Molecular diagnosis bukan saja dapat menentukan tipe Thalassemia
malah dapat juga menentukan mutasi yang berlaku
8. Penatalaksanaan
a. Menurut (Suriadi, 2001) Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain :

25
1) Pemberian transfusi hingga Hb mencapai 9-10g/dl. Komplikasi dari
pemberian transfusi darah yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya
penumpukan zat besi yang disebut hemosiderosis. Hemosiderosis ini
dapat dicegah dengan pemberian deferoxamine (Desferal), yang berfungsi
untuk mengeluarkan besi dari dalam tubuh (iron chelating agent).
Deferoxamine diberikan secar intravena, namun untuk mencegah
hospitalisasi yang lama dapat juga diberikan secara subkutan dalam
waktu lebih dari 12 jam.
2) Splenectomy : dilakukan untuk mengurangi penekanan pada abdomen
dan meningkatkan rentang hidup sel darah merah yang berasal dari
suplemen (transfusi).
3) Pada thalasemia yang berat diperlukan transfusi darah rutin dan
pemberian tambahan asam folat. Penderita yang menjalani transfusi,
harus menghindari tambahan zat besi dan obat-obat yang bersifat oksidatif
(misalnya sulfonamid), karena zat besi yang berlebihan bisa
menyebabkan keracunan. Pada bentuk yang sangat berat, mungkin
diperlukan pencangkokan sumsum tulang. Terapi genetik masih dalam
tahap penelitian.
4) Menurunkan atau mencegah hemosiderosis dengan pemberian parenteral
obat penghelasi besi (iro chelating drugs), de feroksamin diberikan
subkutan dalam jangka 8-12 jam dengan menggunakan pompa portabel
kecil (selamat tidur), 5-6 malam/minggu.
b. Penatalaksanaan Perawatan
1) Perawatan umum : makanan dengan gizi seimbang
2) Perawatan khusus :
a) Transfusi darah diberikan bila kadar Hb rendah sekali (kurang dari 6
gr%) atau anak terlihat lemah dan tidak ada nafsu makan.
b) Splenektomi. Dilakukan pada anak yang berumur lebih dari 2 tahun
dan bila limpa terlalu besar sehingga risiko terjadinya trauma yang
berakibat perdarahan cukup besar.
c) Pemberian Roborantia, hindari preparat yang mengandung zat besi.

26
d) Pemberian Desferioxamin untuk menghambat proses hemosiderosis
yaitu membantu ekskresi Fe. Untuk mengurangi absorbsi Fe melalui
usus dianjurkan minum teh.
e) Transplantasi sumsum tulang (bone marrow) untuk anak yang sudah
berumur diatas 16 tahun. Di Indonesia, hal ini masih sulit
dilaksanakan karena biayanya sangat mahal dan sarananya belum
memadai.
c. Penatalaksanaan Pengobatan
1) Penderita thalassemia akan mengalami anemia sehingga selalu
membutuhkan transfusi darah seumur hidupnya. Jika tidak, maka akan
terjadi kompensasi tubuh untuk membentuk sel darah merah. Organ tubuh
bekerja lebih keras sehingga terjadilah pembesaran jantung, pembesaran
limpa, pembesaran hati, penipisian tulang-tulang panjang, yang akirnya
dapat mengakibakan gagal jantung, perut membuncit, dan bentuk tulang
wajah berubah dan sering disertai patah tulang disertai trauma ringan.
2) Akibat transfusi yang berulang mengakibatkan penumpukan besi pada
organ-organ tubuh. Yang terlihat dari luar kulit menjadi kehitaman ,
sementara penumpukan besi di dalam tubuh umumnya terjadi pada
jantung, kelenjar endokrin, sehingga dapat megakibatkan gagal jantung,
pubertas terlambat, tidak menstruasi, pertumbuhan pendek, bahkan tidak
dapat mempunyai keturunan.
3) Akibat transfusi yang berulang, kemungkinan tertular penyakit hepatitis
B, hepatitis C, dan HIV cenderung besar. Ini yang terkadang membuat
anak thalassemia menjadi rendah diri.
4) Karena thalassemia merupakan penyakit genetik, maka jika dua orang
pembawa sifat thalassemia menikah, mereka mempunyai kemungkinan
25% anak normal/ sehat, 50% anak pembawa sifat/ thalassemia minor,
dan 25% anak sakit thalassemia mayor.
d. Penatalaksanaan Pencegahan
1) Pencegahan primer

27
penyuluhan sebelum perkawinan (marriage counselling) untuk mencegah
perkawinan diantara pasien Thalasemia agar tidak mendapatkan
keturunan yang homozigot. Perkawinan antara 2 hetarozigot (carrier)
menghasilkan keturunan : 25 % Thalasemia (homozigot), 50 % carrier
(heterozigot) dan 25 normal.
2) Pencegahan sekunder
Pencegahan kelahiran bagi homozigot dari pasangan suami istri dengan
Thalasemia heterozigot salah satu jalan keluar adalah inseminasi buatan
dengan sperma berasal dari donor yang bebas dan Thalasemia troit.
Kelahiran kasus homozigot terhindari, tetapi 50 % dari anak yang lahir
adalah carrier, sedangkan 50% lainnya normal.
Diagnosis prenatal melalui pemeriksaan DNA cairan amnion merupakan
suatu kemajuan dan digunakan untuk mendiagnosis kasus homozigot
intra-uterin sehingga dapat dipertimbangkan tindakan abortus provokotus
(Soeparman dkk, 1996).

D. BBL DENGAN KOMPLIKASI KEHAMILAN


Bayi baru lahir yang kecil atau mengalami masalah yang berpotensi mengancam
jiwa berada dalam situasi kedaruratan yang membutuhkan diagnosis dan
penatalaksanaan segera. Kelambatan dalam identifikasi masalah atau pemberian
penatalaksanaan yang benar dapat menjadi fatal.
Komplikasi kehamilan merupakan salah satu faktor penyebab kelahiran bayi
dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Komplikasi kehamilan adalah penyebab
BBLR dari faktor ibu. Komplikasi kehamilan yang dapat terjadi antara lain
preeklamsi, eklamsi, plasenta previa, dan anemia. Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui hubungan antara komplikasi kehamilan dan kejadian Berat Badan Lahir
Rendah (BBLR) di Rumah Sakit Umum Daerah Kelas B Kabupaten Subang.
Penelitian ini menggunakan metode analitik dengan pendekatan cross sectional. Data
disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan tabel silang, dan analisis
dilakukan dengan Chi-Square test. Dari penelitian yang telah dilakukan, didapatkan
hasil bahwa dari 4.665 orang ibu bersalin terdapat 773 orang ibu bersalin yang

28
mengalami komplikasi kehamilan. Dari 773 ibu bersalin dengan komplikasi tersebut
terdapat 29,24% (226) orang ibu bersalin yang melahirkan bayi dengan BBLR,
sedangkan untuk ibu bersalin yang bayinya tidak mengalami BBLR sebanyak
70,76% (547) orang. Dari 773 ibu bersalin terdapat 64,29% (497) orang dengan
preeklamsi, eklamsi sebanyak 5,83% (45) orang, plasenta previa sebanyak 28,20%
(218) orang, kejadian anemia sebanyak 1,68% (13) orang. Didapatkan hasil bahwa
hubungan antara komplikasi kehamilan dengan kejadian BBLR bermakna dengan α
= 0,05, sedangkan untuk derajat asosiasi antara komplikasi kehamilan dengan
kejadian BBLR adalah lemah
a. Preeklampsi
Pregnancy-induced hypertension (PIH) adalah suatu bentuk tekanan darah tinggi
selama kehamilan yang lebih sering terjadi pada wanita muda dengan kehamilan
pertama, kehamilan kembar, atau pada seorang wanita yang menderita masalah
kesehatan lainnya seperti diabetes, hipertensi kronis, dan lainnya.
Dalam kondisi ekstrim, seorang wanita dapat menderita eklampsia (bentuk yang
parah akibat kehamilan hipertensi) yang terjadi di akhir kehamilan dan dapat
menyebabkan kejang pada ibu hamil.
b. Plaacenta previa
Kehamilan yang berisiko tinggi, di mana plasenta melekat dekat atau menutupi
leher rahim (pembukaan rahim).
Kondisi dapat mengakibatkan pendarahan yang berlebihan atau perdarahan di
bagian bawah rahim atau area plasenta yang menutupi leher rahim. Faktor risiko
lain yang terlibat adalah abnormal implantasi dari plasenta, memperlambat
pertumbuhan janin, kelahiran prematur, cacat lahir dan infeksi selama kehamilan.
c. Anemia
Juga disebut sebagai anemia kehamilan, ini adalah kondisi di mana tubuh
memiliki sedikit sel-sel darah merah atau sel tidak dapat membawa oksigen ke
berbagai organ tubuh.
Selama kehamilan volume darah seorang wanita meningkat hampir sebesar 50
persen dan konsentrasi sel darah merah bisa diencerkan. Janin berkembang

29
bergantung pada darah ibu tapi jika ibu menderita anemia dapat mengakibatkan
pertumbuhan janin yang buruk, lahir prematur dan berat lahir rendah.
Kekurangan vitamin dan mineral seperti vitamin B12, asam folat, besi, dan
lainnya dapat menyebabkan anemia pada kehamilan. Namun, kondisi ini biasanya
tidak dianggap berat, kecuali pada tingkat yang terlalu rendah.

Cara mencegah komplikasi saat hamil


1) Berhati-hati terhadap virus
2) Mengomsumsi makanan segar
3) Berhenti minum alkohol dan merokok.
4) Olahraga.
5) Hindari obat-obatan.
6) Makan makanan bernutrisi.
7) Jangan merawat hewan peliharaan selama masa kehamilan.
8) Hindari stres.
9) Jangan bepergian terlalu jauh
10) Konsultasi den bidan atau dokter

30
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Anak-anak mudah terserang penyakit, terutama bayi yang baru lahir hingga usia
enam tahun. Pencegahan penyakit pada anak usia dini sangat penting karena resiko
kematian anak usia dini sangat tinggi. Angka kematian anak usia dini sekitar 12,4 juta
jiwa per tahun. Identifikasi penyakit balita sangat penting untuk pengobatan dan
pemulihan. Diagnosa penyakit balita sering memakan waktu yang lama dan rentan
terhadap kesalahan. Keputusan diagnosa sebagian besar didasarkan pada intuisi dan
pengalaman ahli medis, bukan berdasar data. Akibatnya, itu dapat menimbulkan risiko
kesalahan diagnosa. Selain itu, pasien biasanya disarankan untuk melakukan sejumlah
tes, yang sering tidak efisien atau tidak perlu dalam mendiagnosa penyakit.

B. Saran
Alhamdulillah, berkat rahmat, nikmat kesehatan dan hidayah Allah SWT
penyusun dapat menyelesaikan makalah ini. Penyusun menyadari akan kemampuan
dan keterbatasan pengetahuan, sehingga tentunya banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, penyusun mengharap penulis selanjutnya
untuk melengkapi kekurangan materi dalam makalah ini. Semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi penyusun dan pembaca pada umumnya. Aamiin.

31
DAFTAR PUSTAKA

Maryunani, Anik. 2010. Ilmu Kesehatan Anak Dalam Kebidanan. Jakarta : Trans
Info Media.

Sudarti. 2010. Kelainan dan Penyakit Pada Bayi dan Anak. Yogyakarta : Nuha
Medika.

Hermayanti, Diah . 2107. Hiperglikemia pada anak . RSI Malang. Volume 13 No 1


Juni 2017
http://ejournal.umm.ac.id/index.php/sainmed/article/download/5443/5242 disadur
pada tanggal 01-09-20

32

Anda mungkin juga menyukai