Anda di halaman 1dari 8

TUGAS BAHASA INDONESIA

CERITA DARI BENGKULU


CERITA IBU FATMAWATI

DI SUSUN OLEH:
CAHYANENG KARTIKO SASIH
KELAS 5 C
SD NEGERI 76 KOTA BENGKULU
Tugas Bahasa Indonesia

Nama: Cahyaneng kartiko sasih


Kelas: VC
FATMAWATI SOEKARNO
Menurut hukum islam, perkawinan dapat di langsungkan, asal ada pegantin perempuan
dan sesuatu yang mewakili mempelai laki laki. Karena itulah, soekarno berkirim telegram ke
pada seorang kawan akrabnya di Bengkulu. Soekarno menjadi wakilnya menikahi Fatmawati.
Kawan soekarno ini pun bergegas ke rumah Fatmawati, dan Fatmawati lahir pada 5 Februari
1923 dengan nama asli Fatimah. Ia merupakan putri dari pasangan Hassan Din dan Siti
Chadidjah. Nama Fatmawati mempunyai arti bunga teratai. Sehari-harinya Fatmawati kecil biasa
dipanggil Ma, bukan Fat seperti di kemudian hari orang-orang memanggilnya.

Ketika berusia enam tahun, Fatmawati dimasukkan ke sekolah Gedang (Sekolah rakyat),
namun pada tahun 1930 dipindahkan ke sekolah berbahasa belanda (HIS). Ketika duduk di kelas
tiga, Fatmawati di pindahkan lagi oleh ayahnya ke sekolah HIS Muhamadiyah. Sebagai
akibatnya, Hasan Din, yang semula merupakan pegawai perusahaan Belanda, Borsumiji di
bengkulu, harus meninggalkan pekerjaanya di perusahaan tersebut. Keluarnya Hasan Din juga
disebabkan ia tidak mau meninggalkan kegiatannya sebagai anggota muhamadiyah. Hasan Din
menghadapi masalah ekonomi yang cukup berat. Untuk meringankan beban orang tuanya,
Fatmawati membantu menjajakan kacang bawang yang di goreng oleh ibunya atau menunggui
warung kecil di depan rumahnya. Akhirnya keluarga Hassan Din pindah ke kota Palembang dan
mencoba mambuka usaha percetakan. Sementara itu, Fatmawati melanjutkan sekolah kelas 4 dan
kelas 5 di HIS Muhammadiyah Palembang.

Sejak kecil, Fatmawati memang sudah tampak sebagai anak yang istimewa. Ia pandai
dalam menekuni setiap pelajaran di sekolah, pandai mengaji dan tadarus Al-Qur’an, pandai
menjahit, menari, serta memasak. Ia pun tak malu berjualan makanan demi menutupi semua
kekurangan hidup keluarga dan biaya sekolahnya. Ia di kenal sebagai anak yang periang. Masa
kecil dan remajanya tak mengenal fanatisme walaupun ia anak seorang santri di Bengkulu pada
zamannya. Minat berorganisasi telah ada sejak Fatmawati duduk di bangku sekolah dasar. Kala
itu sudah aktif berorganisasi sebagai anggota pengurus Nasyiatul Aisyiah, sebuah organisasi
yang bernaung di bawah Muhammadiyah.

Jalan hidup Fatmawati kemudian berubah setelah 1938, ketika Bengkulu di tetapkan
sebagai tempat pengasingan tokoh pergerakan Ir. Soekarno. Pemerintah kolonial Hindia Belanda
pada 1934 menetapkan bahwa Soekarno di asingkan ke Flores. Akan tetapi karena keadaannya
memburuk, akhirnya ia di pindahkan ke Bengkulu. Sebagai tokoh pendiri Muammadiyah di
Bengkulu Hassan Din ingin bertemu dengan tokoh pergerakan yang pernah memimpin PNI dan
Partindo itu. Suatu hari, dengan mengajak serta Fatmawati, Hassan Din pergi ke rumah tempat
pengasingan Soekarno.

Kesan pertama Fatmawati Soekarno pada waktu itu adalah sosokyang tidak sombong,
memiliki sinar mata berseri seri, berbadan tegap, serta tawanya yang lebar. Fatmawati akhirnya
di tawari tinggal di rumah keluarga Soekarno sebagai teman Ratna Djuami, anak angkat
Soekarno-Inggit. Fatmawati di usahakan untuk dapat masuk Roomskatholiek Vakschool-setelah
selama ini berhenti dari HIS Muhammadiyah-dengan bayaran separuh. Dengan bantuan
Soekarno, Fatmawati dapat melanjutkan sekolahnya di RK Vakschool meski awalnya terbentur
persyaratan untuk menyelesaikan sekolah HIS terlebih dahulu.

Hubungan keluarga soekarno dengan keluarga Hassan din terjalin erat dengan adnya
kesamaan pikir untuk memajukan serta mengubah kehidupan bangsa yang semakin hari semakin
tertindas. Hubungan tersebut semakin erat setelah salah seorang kerabat bung karno menikah
dengan angota keluarga hassan din.

Fatmawati yang telah di anggap dekat dengan keluarga soekarno, bermaksud meminta
pandangan soekarno tentang pinangan seorang pemuda anak wedana. Ketika hal tersebut di
sampaikan, Fatmawati melihat perubahan raut wajah soekarno dan akhirnya dengan suasana
pelan dan berat soekarno mengeluarkan isi hatinya. Fatmawati sangat kaget mendengar bahwa
soekarno telah jatuh cinta sejak pandangan pertama kepadanya. Namun, hal itu tidak di
ungkapkan karena Fatmawati masih terlalu muda. Fatmawati sangat gelisah. Sebagai seorang
wanita ia tidak mau mengkhianati kaumnya karena soekarno telah beristrikan Inggit Ganarsih.
Akhirnya ia menyampaikan kegelisahan tersebut pad ayahnya. Tidk lama setelah itu, terdengar
kabar bahwa rumah tangga soekarno dengan Inggit Ganarsih telah berakhir.

menunjukkan telagram dari soekarno. Orang tua Fatmawati menyetujui gagasan itu.
Fatmawati menikah dengan Soekarno ketika berumur 20 tahun, sedangkan saat itu Soekarno
telah berumur 41 tahun.

Setelah menikah, pada tanggal 1 Juni 1943 Fatmawati meninggalkan kota Bengkulu
dengan di iringi ke dua orang tuanya menuju Jakarta melalui jalan darat den penyebrangan di
Lampung. Sejak saat itu Fatmawati mendampingi soekarno dalam perjuangannya mencapai dan
mempertahankan kemerdekaan. Hubungan Fatmawati dengan suaminya sangat harmonis,
soekarno membuka pandangan pandangannya tentang perjuangan bangsa indonesia dan selalu
memberinya perhatian.

Pada tahun 1994, ketika sedang mengandung 9 bulan, Fatmawati menerima dua gulungan
kain berwarna merah dan putih. Karena usia kandungannya sudah tua saat itu, ia tidak boleh
menggunakan mesin jahit kaki. Karena itulah, Fatmawati menjahit bendera merah putih itu
dengan tangannya sendiri. Pada tahun yang sama, Fatmawati melahirkan putra pertamanya di
beri nama Muhammad Guntur Soekarno Putra. Kelahiran putra pertamanya, tidak membuat
Fatmawati terpaku dalam urusan rumah tangga. Ia tetap mendampingi suaminya.

Ketika Bung Karno mengemukakan usulan mengenai dasar negara pada sidang BPUPKI,
Fatmawati tampak hadir dan mendampingi Bung Karno dalam rapat tersebut. Kekalahan Jepang
di setiap pertempuran mulai terdengar sekitar pertengahan Agustus 1945. Puncaknya ketika
Jepang menyerah tanpa syarat kepada pasukan sekutu pada 14 Agustus. Bung Karno dan Bung
Hatta yang kala itu di tuding sebagai kolaborator Jepang membuat Fatmawati menghadapi
masalah yang sangat pelik. Sebagai seorang nasionalis sejati, ia yakin suaminya tidak mungkin
mengkhianati perjuangan bangsa Indonesia.

Apalagi Fatmawati pernah menyaksikan saat Soekarno mengajaknya untuk mengikuti


sidang Dokuristu Junbi Chosakai [Badan penyelidik persiapan kemerdekaan Indonesia] yang
diketuai oleh Dr.K.R.T. ratjiman wediodiningrat. Pada kesempatan itu, ia melihat betapa
bersemangatnya soekarno saat menguraikan satu persatu sila-sila dari konsep Pancasila, yaitu
kebangsaan Indonesia,internsionalisme atau perikemanusiaan, mufakat atau demokrasi,
kesejahteraan sosial dan ketuhanan.

Keadaan yang memanas antara golongan tua dan muda mengenai menyerahnya Jepang
pada sekutu mengakibatkan terjadinya peristiwa Rengasdengklok pada 16 agustus 1945. Bung
Karno dan Bung Hatta diamankan oleh para pemuda dengan maksud mendesak kedua tokoh
tersebut untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Fatmawati juga
mendampingi suaminya sekaligus membaw serta putra mereka yang masi bayi.

Setelah disepakati, akhirnya mereka kembali ke Jakarta. Dan keesokan harinya pada 17
Agustus 1945, orang-orang berkumpul di rumah Soekarno. Mereka berteriak Bung Karno agar
keluar dari rumah untuk segera memperoklamsikan kemerdekaan. Tidak berapa lama Soekarno
pun keluar dan didampingi Hatta beserta sejumlah orang pemuda lainya. Para pemuda yang telah
menungu kedatangan Soekarno itu kemudian berkata kepada Bung Karno bahwa segala
sesuatunya telah dipersiapan. Mengetahui hal itu, kemudian Fatmawati bergegas mengambil
selembar bendera yang sudah ia siapkan. Bendera itu dijahitnya sendiri setelah sebelumnya
menerima kain dari seorang pemuda yang bernama Chaerul Bisri. Ketika itulah bendera merah
putih pertama kali dikibarkan. Bendera yang kemudian dijadikn sebagai bendera pusaka itu
sempat disimpan di Museum Monument Nasional.

Bertempat di pegangsaan timur 56, Jakarta sekitar pukul 10 pagi Proklamasi


kemerdekaan Republik Indonesia resmi dibacakan. Latief Hendraningratbertindak sebagai
komandan upacara, Bung Hatta mendampingi Bung Karno berjalan menuju mikkrofon yang
sebelumnya telah disediakan. Sementara iyu, istri sang proklamator, Fatmawati bersama dengan
S.K Trimurti menuju tiang bendera, tak lama kemudian lagu Indonesia Raya berkumandang.
Meski tanpa di iringi alunan musik, semua yang hadir larut dalam perasaan haru bahkan tak
sedikit yang megucurkan air mata bahagia.

Ketika PPKI [Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia] dalam sidangnya pada 19


Agustus 1945 memilih Bung Karno menjadi Presiden pertama Republik Indonesia,maka
Fatmawati secara resmi menjadi ibu negara RI pertama. Dalam mendampingi Bung Karno
sebagai Presiden, penampilan Fatmawati tetap sederhana, ia memberikan teladan yang baik bagi
kaum perempuan Indonesia baik di dalam bersikap,bertingkah laku, maupun dalam berpakaian.
Kemana pun pergi, Fatmawati selalu berkerdung yang berciri khasnya Bung Karno selalu
memujinya.

Fatmawati juga mndampingi Bung Karno ketika terpaksa harus hijra ke Yogyakarta pada
4 Januari 1946 karena keadaan Jakarta dirasakan semakin tidak aman. Kemudian, pada tanggal
23 Januari 1946 , Fatmawati melahirkan anak kedua yang bernama Megawati Soekarno Putri.
D.I . Yogyakarta, Fatmawati segera mendapat banyak simpati, berkat sikapnya yang ramah dan
mudah bergaul dengan berbagai lapisan masyarakat. Di tengah suasana revolusi yang mencekam
itu, Fatmawati juga sering mengikuti kunjungan Presiden Soekarno ke berbagai wilayah untuk
membangkitkan semangat perlawanan rakyat terhadap Belanda. Di antaranya, kunjungan ke
Garut, Tasikmalaya, Cirebon, dan Malang.

Ketika Belanda melancarkan agresi militer II pada 19 Desember 1948, Bung Karno,
Bung Hatta, dan para pimpinan negara di tangkap dan di asingkan di pulau Bangka, sementara
keluarga mereka tidak di perbolehkan turut serta. Fatmawati sebagai ibu negara harus keluar dari
istana Kepresidenan gedung Agung dan tinggal di sebuah rumah sederhana di pinggiran kota
Yogyakarta. Walau keadaan ekonomi waktu itu sangat parah, Fatmawati tidak tunduk pada
rayuan dan paksaan pemerintah Belanda untuk bekerja sama dengan pemerintah Belanda. Hal ini
berlangsung sampai Soekarno di kembalikan ke Yogyakarta pada tahun 1949.

Saat akhirnya Belanda mengakui kedaulatan RI pada 1949, Soekarno Dan Hatta kembali
ke Yogyakarta. Kemudian keduanya di lantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik
Indonesia serikat ( RIS ). Pusat pemerintahan pun kemudian pindah kembali ke Jakarta. Sebagai
ibu negara, Fatmawati selalu mendampingi suaminya dalam setiap kegiatannya. Tidak hanya
pada acara kenegaraan, tetapi juga pada acara-acara tidak resmi. Pada tahun 1950, Fatmawati
juga mengikuti kunjungan pertama kepala negara Indonesia keluar negeri. Ketika itulah,
Fatmawati mendapat pengalaman pertama melakukan perjalanan kenegaraan keluar negeri, yaitu
ke India, Pakistan, dan Burma.

Fatmawati juga melakukan kegiatan-kegiatan sosial, seperti ikut aktif melakukan


pemberantasan buta huruf, mendorong kegiatan perempuan, baik dalam pendidikan maupun
ekonomi. Fatmawati bahkan merintis kegiatan amal untuk pembangunan rumah sakit yang
kemudian dinamakan rumah sakit Fatmawati yang terletak di jakarta selatan.
Pada 27 September 1951 Fatmawati melahirkan anak perempuam lagi yang di beri nama
Dyah Pernama Racmawati. Menyusul kemudian anak ke empat yang di berinama Dyah Mutiara
Sukmawati. Keinginan Fatmawati memiliki anak laki-laki lagi terkabul dengan lahirnya
Muhammad Guruh Iryanto Soekarno Putra pada 13 Januari 1953.

Setelah melahirkan Guntur, Soekarno meminta ijin kepada Fatmawati untuk menikah
lagi dengan Hartini. Fatmawati meminta Soekarno untuk mengembalikannya lagi kepada orang
tuanya serta menyelesaikan permasalahan secepatnya. Fatmawati tetap berperinsip tidak
menyetujui poligami yang mengijak martabat wanita dan ia memilih berpisah dengan suaminya.
Miskipun sang suami mengaku masih mencintainya, namun akhirnya dengan segala kerelaan
Fatmawati memilih berpisah dengan Bung Karno. Demi mempertahankan prinsipnya, ia berani
menerima segala konsekuwensi yang teramat berat.

Semenjak itu, sekitar tahun 1955, Fatmawati hidup tanpa sosok suami dan tinggal di
rumah pribadinya, di jalan sriwijaya, kebayoran baru, meskipun status pernikahannya belumlah
terputus atau di ceraikan. Namun, Fatmawati tetap mempertahankan prinsipnya dan bersikeras
untuk tidak kembali lagi ke istana.

Setelah keluar dari istana kepresidenan dan meninggalkan aturan-aturan protokoler yang
kaku didalamnya, Fatmawati memilih hidup bebas di tengah-tengah masyarakat. Penduduk
kebayoran waktu itu senang menyaksikan ibu negara itu naik becak dan juga sepeda di kawasa
sekitar tempat tinggalnya. Sekalipun tidak lagi tinggal di Istana Merdeka, Fatmawati tetap
menjalankan kegiatan-kegiatan sosial seperti sebelumnya. Tidak heran bila kemudian oleh
masyarakat Fatmawati di beri gelar ibu Agung.

Hingga akhirnya, situasi politik di Indonesiapun kacau dan banyak fitnah. Soekarno
sebagai Presiden pikirannya terfosir oleh situasi politik yang kacau itu sehingga sangat
menyibukkan dirinya. Kekacauan itu melonjak pada klimaksnya ketika Soekarno di kudeta oleh
Soeharto dengan legitimasi surat perintah sebelas maret ( Super Semar ). Mulai saa itu, kesehatan
Soekarno pun terus menurun hingga wafat. Kepergian Soekarno menjadi tekanan dan pukulan
bagi Fatmawati.

Fatmawati adalah sosok perempuan yang teguh pendirian. Ia sudah bertekat tidak akan
datang ke wisma Yaso, tempat persemayaman terakhir Bung Karno di Jakarta seperti yang
dilakukan istri lainnya. Oleh karena itu, begitu mengetahui ayah dari lima putra dan putrinya
telah meninggal, ia segera memohon kepada presiden Soeharto agar jenazah suaminya
disemayamkan di rumahnya JL.Sriwijaya, Kebayoran baru, meski sebentar. Sayang, Soeharto
menolak permintaan Fatmawati.

Hati Fatmawati benar-benar galau. Antara jerit hati ingin melihat wajah suami untuk
terakhir kali, dengan keteguhan prinsip. Bahkan, dapat putra putrinya tidak ada yang
mepengaruhi keputusan Fatmawati untuk tetap tinggal di rumah. Meskipun demikian, atas
keputusan semua pihak, peti jenazah tidak ditutu hingga batas akhir jam 24.00, dengan
Fatmawati datang pada detik-detik terakhir. Namun, Fatmawati tak juga datang. Pengganti
Fatmawati, adalah sebuah karangan bunga darinya. Dengan kalimat pendek dan puitis, ia
menuliskan pesan,’’Tjintamu yang menjiwai hati rakyat tjinta, Fat’’.

Fatmawati meninggal dunia tanggal 14 mei 1980 di General Hospital, Kuala Lumpur,
pada usia 57 tahun. Ibu negara pertama itu wafat setelah ia menunaikan ibadah umroh karena
terkena serangan penyakit jantung ketika pesawat singgah di Kuala Lumpur dalam penerbangan
dari mekkah . Jenazah nya di bawah ke Jakarta, dan dikebumikan dipemakaman umum karet,
Jakarta pusat. Atas jasa-jasanya pada negara, Fatmawati diberi gelar Pahlawan Nasional
berdasarkan SK Presiden Republik Indonesia No.118/TK/Tahun 2000,tanggal 4 Novmber 2000.

Anda mungkin juga menyukai