Anda di halaman 1dari 8

Tugas Individu

TUGAS PENGEMBANGAN KURIKULUM

” LATAR BELAKANG PERUBAHAN KURIKULUM DI


INDONESIA (KURIKULUM CBSA-KURIKULUM 2013) “

NAMA : SYAIDAH

NIM : 20700111107

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

2013/2014
Latar Belakang Perubahan Kurikulum dari kurikulum CBSA sampai kurikulum 2013

Kurikulum merupakan alat yang sangat penting bagi keberhasilan suatu pendidikan.
Tanpa kurikulum yang sesuai dan tepat akan sulit untuk mencapai tujuan dan sasaran
pendidikan yang diinginkan. Dalam sejarah pendidikan di Indonesia sudah beberapa kali
diadakan perubahan dan perbaikan kurikulum yang tujuannya sudah tentu untuk
menyesuaikannya dengan perkembangan dan kemajuan zaman, guna mencapai hasil yang
maksimal. Perubahan kurikulum didasari pada kesadaran bahwa perkembangan dan
perubahan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di
Indonesia tidak terlepas dari pengaruh perubahan global, perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi, serta seni dan budaya. Perubahan secara terus menerus ini menuntut perlunya
perbaikan sistem pendidikan nasional, termasuk penyempurnaan kurikulum untuk
mewujudkan masyarakat yang mampu bersaing dan menyesuaikan diri dengan perubahan.
Perubahan kurikulum yang terjadi di Indonesia dewasa ini salah satu diantaranya adalah
karena ilmu pengetahuan itu sendiri selalu dinamis. Selain itu, perubahan tersebut juga dinilai
dipengaruhi oleh kebutuhan manusia yang selalu berubah juga pengaruh dari luar, dimana
secara menyeluruh kurikulum itu tidak berdiri sendiri, tetapi dipengaruhi oleh perubahan
iklim ekonomi, politik, dan kebudayaan.

Adapun latar belakang terjadinya perubahan dari kurikulum 1984(CBSA) sampai dengan
kurikulum 2013 adalah sebagai berikut :

1. Kurikulum 1984 (CBSA)

Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan


proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum 1984 berorientasi kepada tujuan
instruksional, didasari oleh pandangan bahwa pemberian pengalaman belajar kepada siswa
dalam waktu belajar yang sangat terbatas di sekolah harus benar-benar fungsional dan efektif.
Oleh karena itu, sebelum memilih atau menentukan bahan ajar, yang pertama harus
dirumuskan adalah tujuan apa yang harus dicapai siswa. Pendekatan pengajarannya berpusat
pada anak didik melalui Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Learning
(SAL). CBSA adalah pendekatan pengajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa
untuk aktif terlibat secara fisik, mental, intelektual, dan emosional dengan harapan siswa
memperoleh pengalaman belajar secara maksimal, baik dalam ranah kognitif, afektif, maupun
psikomotor.
CBSA memposisikan guru sebagai fasilitator, sehingga bentuk kegiatan ceramah tidak
lagi ditemukan dalam kurikulum ini. Pada kurikulum ini siswa diposisikan sebagai subjek
dalam proses belajar mengajar. Siswa juga diperankan dalam pembentukkan suatu
pengetahuan dengan diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapat, bertanya, dan
mendiskusikan sesuatu. Materi pelajaran dikemas dengan menggunakan pendekatan spiral
yakni pendekatan yang digunakan dalam pengemasan bahan ajar berdasarkan kedalaman dan
keluasan materi pelajaran. Semakin tinggi kelas dan jenjang sekolah, semakin dalam dan luas
materi pelajaran yang diberikan. Pada tahun 1993, disinyalir bahwa pada kurikulum 1984,
proses pembelajaran menekankan pada pola pengajaran yang berorientasi pada teori belajar
mengajar yang kurang memperhatikan muatan pelajaran, sehingga lahirlah sebagai
penggantinya adalah kurikulum1994.

2. Kurikulum 1994

Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan


sesuai dengan Undang-Undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini
berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem
semester ke sistem caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu
tahun menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat
menerima materi pelajaran cukup banyak.

Terdapat ciri-ciri yang menonjol dari pemberlakuan kurikulum 1994, di antaranya


sebagai berikut:

a. Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem caturwulan.


b. Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat
(berorientasi kepada materi pelajaran/isi).
c. Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum
untuk semua siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti
sehingga daerah yang khusus dapat mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan
dengan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sekitar.
d. Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi
yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial.
Dalam mengaktifkan siswa guru dapat memberikan bentuk soal yang mengarah
kepada jawaban konvergen, divergen (terbuka, dimungkinkan lebih dari satu
jawaban), dan penyelidikan.
e. Dalam pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya disesuaikan dengan kekhasan
konsep/pokok bahasan dan perkembangan berpikir siswa, sehingga diharapkan akan
terdapat keserasian antara pengajaran yang menekankan pada pemahaman konsep
dan pengajaran yang menekankan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan
masalah.
f. Pengajaran dari hal yang konkrit ke hal yang abstrak, dari hal yang mudah ke hal
yang sulit, dan dari hal yang sederhana ke hal yang komplek.
g. Pengulangan-pengulangan materi yang dianggap sulit perlu dilakukan untuk
pemantapan pemahaman siswa.
Selama dilaksanakannya kurikulum 1994 muncul beberapa permasalahan, terutama
sebagai akibat dari kecenderungan kepada pendekatan penguasaan materi (content oriented),
di antaranya sebagai berikut :
 Beban belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran dan banyaknya
materi/substansi setiap mata pelajaran.
 Materi pelajaran dianggap terlalu sukar karena kurang relevan dengan tingkat
perkembangan berpikir siswa, dan kurang bermakna karena kurang terkait dengan aplikasi
kehidupan sehari-hari.
 Permasalahan di atas terasa saat berlangsungnya pelaksanaan kurikulum 1994. Hal ini
mendorong para pembuat kebijakan untuk menyempurnakan kurikulum tersebut. Salah
satu upaya penyempurnaan itu diberlakukannya Suplemen Kurikulum 1994.

Usaha pemerintah maupun pihak swasta dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan
terutama meningkatkan hasil belajar siswa dalam berbagai mata pelajaran terus menerus
dilakukan, seperti penyempurnaan kurikulum, materi pelajaran, dan proses pembelajaran.
Dengan dilaksanakannya UU No. 22 dan 25 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, sehingga
sebagai konsekuensi logis harus terjadi juga perubahan struktural dalam penyelenggaraan
pendidikan, maka bersamaan dengan hal tersebut terjadilah perubahan lagi pada kurikulum
pendidikan menjadi KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi).

3. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Tahun 2004


Kurikulum 2004 lebih populer dengan sebutan KBK (kurikulum Berbasis Kompetensi)
lahir sebagai respon dari tuntutan reformasi, diantaranya UU No 2 1999 tentang
pemerintahan daerah, UU No 25 tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan
kewenangan propinsi sebagai daerah otonom, dam Tap MPR No IV/MPR/1999 tentang arah
kebijakan pendidikan nasional. KBK tidak lagi mempersoalkan proses belajar, proses
pembelajaran dipandang merupakan wilayah otoritas guru, yang terpenting pada tingkatan
tertentu peserta didik mencapai kompetensi yang diharapkan. Kompetensi dimaknai sebagai
perpaduan pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan
berpikir, dan bertindak. Seseorang telah memiliki kompetensi dalam bidang tersebut yang
tercermin dalam pola perilaku sehari-hari.
Kompetensi mengandung beberapa aspek, yaitu knowledge, understanding, skill, value,
attitude, dan interest. Dengan mengembangkan aspek-aspek ini diharapkan siswa memahami,
mengusai, dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari materi-materi yang telah
dipelajarinya. Adapun kompentensi sendiri diklasifikasikan menjadi: kompetensi lulusan
(dimiliki setelah lulus), kompetensi standar (dimiliki setelah mempelajari satu mata
pelajaran), kompetensi dasar (dimiliki setelah menyelesaikan satu topik/konsep), kompetensi
akademik (pengetahuan dan keterampilan dalam menyelesaikan persoalan), kompetensi
okupasional (kesiapan dan kemampuan beradaptasi dengan dunia kerja), kompetensi kultural
(adaptasi terhadap lingkungan dan budaya masyarakat Indonesia), dan kompetensi temporal
(memanfaatkan kemampuan dasar yang dimiliki siswa).

Sejalan dengan visi pendidikan yang mengarahkan pada dua pengembangan yaitu untuk
memenuhi kebutuhan masa kini dan kebutuhan masa datang, maka pendidikan di sekolah
dititipi seperangkat misi dalam bentuk paket-paket kompetensi. Kompetensi merupakan
pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir
dan bertindak. Kebiasaan berpikir dan bertindak secara konsisten dan terus menerus dapat
memungkinkan seseorang untuk menjadi kompeten, dalam arti memiliki pengetahuan,
keterampilan, dan nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu.

Dasar pemikiran untuk menggunakan konsep kompetensi dalam kurikulum adalah


sebagai berikut:

a. Kompetensi berkenaan dengan kemampuan siswa melakukan sesuatu dalam


berbagai konteks.
b. Kompetensi menjelaskan pengalaman belajar yang dilalui siswa untuk menjadi
kompeten. Kompeten merupakan hasil belajar yang menjelaskan hal-hal yang
dilakukan siswa setelah melalui proses pembelajaran.
c. Kehandalan kemampuan siswa melakukan sesuatu harus didefinisikan secara
jelas dan luas dalam suatu standar yang dapat dicapai melalui kinerja yang dapat
diukur.
Kurikulum Berbasis Kompetensi berorientasi pada:

 Hasil dan dampak yang diharapkan muncul pada diri peserta didik melalui serangkaian
pengalaman belajar yang bermakna.
 Keberagaman yang dapat dimanifestasikan sesuai dengan kebutuhannya.

Kurikulum Berbasis Kompetensi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

 Menekankan pencapaian kompetensi siswa, bukan tuntasnya materi.


 Kurikulum dapat diperluas, diperdalam, dan disesuaikan dengan potensi siswa (normal,
sedang, dan tinggi).
 Berpusat pada siswa.
 Orientasi pada proses dan hasil.
 Pendekatan dan metode yang digunakan beragam dan bersifat kontekstual.
 Guru bukan satu-satunya sumber ilmu pengetahuan.
 Buku pelajaran bukan satu-satunya sumber belajar.
 Belajar sepanjang hayat.
 Belajar mengetahui (learning how to know),
 Belajar melakukan (learning how to do),
 Belajar menjadi diri sendiri (learning how to be),
 Belajar hidup dalam keberagaman (learning how to live together).

Ujian akhir sekolah maupun nasional masih berupa soal pilihan ganda. Bila target
kompetensi yang ingin dicapai, evaluasinya tentu lebih banyak pada praktik atau soal uraian
yang mampu mengukur seberapa besar pemahaman dan kompetensi siswa. Namun
kenyataannya sejumlah sekolah di Pulau Jawa, dan kota besar di luar Pulau Jawa telah
menerapkan KBK. Hasilnya tak memuaskan. Guru-guru pun tak paham betul apa sebenarnya
kompetensi yang diinginkan pembuat kurikulum. Oleh karena itu, pada tahun 2006 kembali
terjadi perubahan menjadi KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)

4. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)


Secara umum KTSP tidak jauh berbeda dengan KBK namun perbedaan yang menonjol
terletak pada kewenangan dalam penyusunannya, yaitu mengacu pada desentralisasi sistem
pendidikan. Pemerintah pusat menetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar,
sedangkan sekolah dituntut untuk mampu mengembangkan dalam bentuk silabus dan
penilaiannya sesuai dengan kondisi sekolah dan daerahnya.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan kurikulum operasional yang
disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan (sekolah/madrasah).
Sedangkan pemerintah pusat hanya memberi rambu-rambu yang perlu dirujuk dalam
pengembangan kurikulum. Jadi pada kurikulum ini sekolah sebagai satuan pendidikan berhak
untuk menyusun dan membuat silabus pendidikan sesuai dengan kepentingan siswa dan
kepentingan lingkungan. KTSP lebih mendorong pada lokalitas pendidikan. Karena KTSP
berdasar pada pelaksanaan KBK, maka siswa juga diberikan kesempatan untuk memperoleh
pengetahuan secara terbuka berdasarkan sistem ataupun silabus yang telah ditetapkan oleh
masing-masing sekolah. Dalam kurikulum ini, unsur pendidikan dikembalikan kepada
tempatnya semula yaitu unsur teoritis dan praksis. Namun, dalam kurikulum ini unsur praksis
lebih ditekankan daripada unsur teoritis. Setiap kebijakan yang dibuat oleh satuan terkecil
pendidikan dalam menentukan metode pembelajaran dan jenis mata ajar disesuaikan dengan
kebutuhan siswa dan lingkungan sekitar. Akan tetapi, untuk tercapainya kompetensi yang
berimbang antara sikap, keterampilan, dan pengetahuan, serta cara pembelajaran yang
holistik dan menyenangkan, maka pemerintah kembali mengadakan perubahan kurikulum
menjadi kurikulum 2013.
5. Kurikulum 2013
Adapun ciri kurikulum 2013 yang paling mendasar ialah menuntut kemampuan guru
dalam berpengetahuan dan mencari tahu pengetahuan sebanyak-banyaknya karena siswa
zaman sekarang telah mudah mencari informasi dengan bebas melalui perkembangan
teknologi dan informasi. Sedangkan untuk siswa lebih didorong untuk memiliki tanggung
jawab kepada lingkungan, kemampuan interpersonal, antarpersonal, maupun memiliki
kemampuan berpikir kritias. Tujuannya adalah terbentuk generasi produktif, kreatif, inovatif,
dan afektif. Khusus untuk tingkat SD, pendekatan tematik integrative member kesempatan
siswa untuk mengenal dan memahami suatu tema dalam berbagai mata pelajaran. Pelajaran
IPA dan IPS diajarkan dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia.
Konsep kurikulum 2013 merupakan perpaduan antara hardskill dan softskill, artinya
tidak hanya memberikan bekal pengetahuan kepada siswa tetapi juga keterampilan. Penilaian
konsep kurikulum 2013 berdasarkan standar kompetensi lulusan (SKL), standar isi dan
standar proses penilaian. Pembelajaran kurikulum ini sendiri lebih menekankan pendekatan
scientific atau pengamatan dan buku yang dipakai berbasis kegiatan serta tematik terpadu.
Ada empat aspek yang harus diberi perhatian khusus dalam rencana implementasi dan
keterlaksanaan kurikulum 2013, antara lain sebagai berikut :
a. Kompetensi guru dalam pemahaman substansi bahan ajar, yang menyangkut metodologi
pembelajaran, yang nilainya pada pelaksanaan uji kompetensi guru (UKG) baru
mencapai rata-rata 44,46.
b. Kompetensi akademik di mana guru harus menguasai metode penyampaian ilmu
pengetahuan kepada siswa.
c. Kompetensi sosial yang harus dimiliki guru agar tidak bertindak asocial kepada siswa
dan teman sejawat lainnya.
d. Kompetensi manajerial atau kepemimpinan karena guru sebagai seorang yang akan
digugu dan ditiru siswa.
Kesiapan guru sangat urgen dalam pelaksanaan kurikulum ini. Kesiapan guru ini akan
berdampak pada kegiatan guru dalam mendorong mampu lebih baik dalam melakukan
observasi, bertanya, bernalar, dan mengkomunikasikan apa yang telah mereka peroleh setelah
menerima materi pembelajaran.

Anda mungkin juga menyukai