Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Penyakit vertigo biasanya dikenal dengan istilah “pusin tujuh keliling”
dikarenakan seseoranga sedang mengalami keadaan yang serasa berputar dan
lingkungan terasa berputar pula, padahal keadaan tubuh seseorang tersebut tidak
bergerak. Penyakit vertigo ini disebabkan oleh gangguan keseimbangan pada perifer.
Dan juga penyakit vertigo disebabkan oleh kelainan telinga.
Vertigo berasal dari bahasa Yunani, yaitu vertere berarti memutar. Pengertian
dari penyakit ini adalah sebuah penyakit yang mengalami gangguan alat
keseimbangan tubuh sehingga tubuh disebabkan adanya sensasi gerakan dan
lingkungan sekitar dirasakan bergerak pula. Hal ini juga ada gejala vertigo lainnya
yaitu khususnya pada jaringan otonomik. Penyakit vertigo merupakan penyait yang
menandai adanya gangguan telinga bagian dalam, yang disebabkan adanya gangguan
keseimbangan sehingga seseorang bisa merasa pusing. Para dokter dapat melakukan
diagnosis penyakit vertigo ini dengan cara pemeriksaan ENG yaitu
elektronistamografi yang dapat menentukan penyebab adanya gejala vertigo.

2. Rumusan masalah
Dari latar belakang diatas dapat ditaraik rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan vertiogo ?
2. Apa saja Etiologi vertiogo ?
3. Apa saja Manifestasi klinis vertiogo ?
4. Apa saja Klasifikasi vertiogo ?
5. Jelaskan Pathway vertiogo ?
6. Jelaskan Patofisiologi vertiogo ?
7. Apa saja Pemeriksaan penunjang vertiogo ?
8. Jelaskan Penatalaksanaan vertiogo ?
9. Apa saja Komplikasi vertiogo ?
10. Asuhan keperawatan vertiogo ?

1
3. Manfaat penulisan
Dari rumusan masalah yang dilampirkan diatas dapat ditarik manfaat
penulisan sebagai begikut :
1. Untuk mengetahui tentang definisi vertiogo.
2. Untuk mengetahui tentang Etiologi vertiogo.
3. Untuk mengetahui tentang Manifestasi klinis vertiogo.
4. Untuk mengetahui tentang Klasifikasi vertiogo.
5. Untuk mengetahui tentang Pathway vertiogo.
6. Untuk mengetahui tentang Patofisiologi vertiogo.
7. Untuk mengetahui tentang Pemeriksaan penunjang vertiogo.
8. Untuk mengetahui tentang Penatalaksanaan vertiogo.
9. Untuk mengetahui tentang Komplikasi vertiogo.
10. Untuk mengetahui tentang Asuhan keperawatan vertiogo.

4. Tujuan penulisan
Dari rumusan manfaat penulisan yang dilampirkan diatas dapat ditarik tujuan
penulisan sebagai begikut :
1. Menambah wawasan dan pengetahuan tentang Asuhan Keperawatan vertigo.
2. Memudahkan kita dalam memberikan perawatan pada pasien vertigo.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Vertigo berasal dari bahasa Yunani ‘vertere’ yang artinya memutar.
Pengertian vertigo adalah sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh atau lingkungan
sekitarnya, dapat disertai gejala lain, terutama dari jaringan otonomik akibat gangguan
alat keseimbangan tubuh. Vertigo mungkin bukan hanya terdiri dari satu gejala pusing
saja, melainkan kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri dari gejala somatik
(nistagmus, unstable), otonomik (pucat, peluh dingin, mual, muntah) dan pusing.

2. Etiologi
Menurut (Burton, 1990: 170) yaitu:
1. Lesi vestibular:
a Fisiologik
b Labirinitis
c Menière
d Obat; misalnya quinine, salisilat.
e Otitis media
f “Motion sickness”
g “Benign post-traumatic positional vertigo”
2. Lesi saraf vestibularis
a Neuroma akustik
b Obat ; misalnya streptomycin
c Neuronitis
d Vestibular
3. Lesi batang otak, serebelum atau lobus temporal
a Infark atau perdarahan pons
b Insufisiensi vertebro-basilar
c Migraine arteri basilaris
d Sklerosi diseminata
e Tumor
f Siringobulbia
g Epilepsy lobus temporal

3
Selain itu juga dapat disebabkan oleh:
1. Penyakit Sistem Vestibuler Perifer:
a Telinga bagian luar: serumen, benda asing.
b Telinga bagian tengah: retraksi membran timpani, otitis media purulenta
akuta, otitis media dengan efusi, labirintitis, kolesteatoma, rudapaksa
dengan perdarahan.
c Telinga bagian dalam: labirintitis akuta toksika, trauma, serangan vaskular,
alergi, hidrops labirin (morbus Meniere), mabuk gerakan, vertigo postural.
d Nervus VIII: infeksi, trauma, tumor.
e Inti Vestibularis: infeksi, trauma, perdarahan, trombosis arteria serebeli
posterior inferior, tumor, sklerosis multipleks.
2. Penyakit SSP:
a Hipoksia Iskemia otak: Hipertensi kronis, arterios-klerosis, anemia,
hipertensi kardiovaskular, fibrilasi atrium paroksismal, stenosis dan
insufisiensi aorta, sindrom sinus karotis, sinkop, hipotensi ortostatik, blok
jantung.
b Infeksi: meningitis, ensefalitis, abses, lues.
c Trauma kepala.
d Tumor.
e Migren.
f Epilepsi.
3. Kelainan endokrin: hipotiroid, hipoglikemi, hipoparatiroid, tumor medula
adrenal, keadaan menstruasi-hamil-menopause.
4. Kelainan psikiatrik: depresi, neurosa cemas, sindrom hiperventilasi, fobia.
5. Kelainan mata: kelainan proprioseptik.
6. Intoksikasi.

3. Manifestasi klinis
Perasaan berputar yang kadang-kadang disertai gejala sehubungan dengan
reaksi dan lembab yaitu mual, muntah, rasa kepala berat, nafsu makan turun, lelah,
lidah pucat dengan selaput putih lengket, nadi lemah, puyeng (dizziness), nyeri
kepala, penglihatan kabur, tinitus, mulut pahit, mata merah, mudah tersinggung,
gelisah, lidah merah dengan selaput tipis.

4
Serangan vertigo yang terjadi secara tiba-tiba menimbulkan rasa tidak
nyaman, penderitanya akan merasakan pusing seketika dan tidak melihat semua yang
berada di sekelilingnya berputar-putar. Selain itu gejala vertigo juga akan disertai
dengan:
a. Sakit di telinga
b. Tinnitus atau telingan berdenging
c. Kehilangan pendengaran
d. Demam tinggi
Apabila sudah mengalami serangan vertigo maka untuk berjalan dengan baik
tidak bisa, sebab keseimbangan akan terganggu. Dibutuhkan bantuan orang lain untuk
dapat berjalan dengan baik, sebab jika tidak akan terjatuh, karena penyakit vertigo
(kepala berputar)akan lebih buruk apabila vertigo berlangsung lama jadi akan
menghambat pekerjaan juga.Adapun diagnosis dari gejala penyakit vertigo yang harus
diketahui antara lain:
1) Dalam menguji keseimbangan penderita, penderita vertigo dapat diinstruksikan
untuk berdiri dan berjalan dalm garis lurus dengan awalnya mata terbuka
dilanjutkan dengan mata tertutup
2) Adanya gerakan mata yang abnormal adalah petunjuk yang terdapat kelainan
fungsi pada telinga bagian dalam atau kelainan pada syaraf yang
menghubungkannya ke otak. Gerakan mata dari atas ke bawah atau yang cepat
dari kiri ke kanan biasa disebut sebagai nistagmus. Hal ini dilakukan karena
sangat membantu pn cara meneteskn air dingienentuan diagnosa. Nistagmus juga
dapat dirangsang dengan cara melakukan gerakan kepala si penderita penyakit
vertigo secara tiba-tiba atau dengan cara meneteskan air dingin ke dalam telinga
penderita.
3) Penderita vertigo akan merasa berputar-putar atau merasa benda-benda yang
berada di sekitarnya seperti berputar
4) Dilakukan pula tes pendengaran yang dapat menentukan adanya kelainan pada
telinga sehingga berpengaruh terhadap pendengaran dan keseimbangan
5) Untuk menentukan telinga atau tulang belakang terkena infeksi, maka dapat
mengambil cairan dari sinus
6) Jika ada dugaan bahwa penurunan aliran darah ke dalam otak maka harus
dilakukan pemeriksaan angiogram agar dapat mendeteksi adanya penyumbat
pembuluh darah yang mengalir ke otak

5
7) Melakukan pemeriksaan dengan CT scan dan MRI kepala yang dapat
memberikan petunjuk kelainan tumor dan tulang yang bisa menekan syaraf

4. Klasifikasi
Berdasarkan gejala klinisnya, vertigo dapat dibagi atas :
1. Vertigo Paroksismal
Yaitu vertigo yang serangannya datang mendadak, berlangsung beberapa
menit atau hari, kemudian menghilang sempurna tetapi suatu ketika serangan
tersebut dapat muncul lagi. Di antara serangan, penderita sama sekali bebas
keluhan.
Vertigo jenis ini dibedakan menjadi:
a Yang disertai keluhan telinga:
Termasuk kelompok ini adalah: Morbus Meniere, Arakhnoiditis
pontoserebelaris, Sindrom Lermoyes, Sindrom Cogan, tumor fossa cranii
posterior, kelainan gigi/ odontogen.
b Yang tanpa disertai keluhan telinga:
Termasuk di sini adalah: Serangan iskemi sepintas arteria
vertebrobasilaris, Epilepsi, Migren ekuivalen, Vertigo pada anak (Vertigo
de L'enfance), Labirin picu (trigger labyrinth).
c Yang timbulnya dipengaruhi oleh perubahan posisi:
Termasuk di sini adalah: Vertigo posisional paroksismal laten, Vertigo
posisional paroksismal benigna.
2. Vertigo Kronis
Yaitu vertigo yang menetap, keluhannya konstan tanpa serangan akut,
dibedakan menjadi:
a Yang disertai keluhan telinga: Otitis media kronika, meningitis Tb,
labirintitis kronis, Lues serebri, lesi labirin akibat bahan ototoksik, tumor
serebelopontin.
b Tanpa keluhan telinga: Kontusio serebri, ensefalitis pontis, sindrom pasca
komosio, pelagra, siringobulbi, hipoglikemi, sklerosis multipel, kelainan
okuler, intoksikasi obat, kelainan psikis, kelainan kardiovaskuler, kelainan
endokrin.
c Vertigo yang dipengaruhi posisi: Hipotensi ortostatik, Vertigo servikalis.

6
3. Vertigo yang serangannya mendadak atau akut, kemudian berangsur-angsur
mengurang, dibedakan menjadi:
a Disertai keluhan telinga: Trauma labirin, herpes zoster otikus, labirintitis
akuta, perdarahan labirin, neuritis n.VIII, cedera pada auditiva
interna/arteria vestibulokoklearis.
b Tanpa keluhan telinga: Neuronitis vestibularis, sindrom arteria vestibularis
anterior, ensefalitis vestibularis, vertigo epidemika, sklerosis multipleks,
hematobulbi, sumbatan arteria serebeli inferior posterior.
Ada pula yang membagi vertigo menjadi:
1. Vertigo Vestibuler: akibat kelainan sistem vestibuler.
2. Vertigo Non Vestibuler: akibat kelainan sistem somatosensorik dan visual.

7
5. Pathway
Hipertensi DM

LDL tinggi Viskositas darah


meningkat
Arterosklerosis

Obstruksi pembuluh darah


(terutama pembuluh darah otak)

SNH

Pecahnya pembuluh Gaya hidup


darah (ICH dan IVH) tidak baik

Stroke
Hemoragik

Gangguan syaraf Hipoksia Otak


cranial VII, IX, X, XII

Iskemia otak
Disfagia

Gangguan Sistem
Syaraf Pusat
Resiko nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh
Gangguan rasa
VERTIGO nyaman: nyeri

Resiko PTIK

Risti kerusakan Tekanan Terapi pembatasan Penurunan


integritas kulit konstan gerakan: bedrest peristaltik usus

8
Kerusakan Gangguan eliminasi
mobilitas fisik fekal: konstipasi
6. Patofisiologi
Vertigo timbul jika terdapat ketidakcocokan informasi aferen yang
disampaikan ke pusat kesadaran. Susunan aferen yang terpenting dalam sistem ini
adalah susunan vestibuler atau keseimbangan, yang secara terus menerus
menyampaikan impulsnya ke pusat keseimbangan. Susunan lain yang berperan ialah
sistem optik dan pro-prioseptik, jaras-jaras yang menghubungkan nuklei vestibularis
dengan nuklei N. III, IV dan VI, susunan vestibuloretikularis, dan vestibulospinalis.
Informasi yang berguna untuk keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh
reseptor vestibuler, visual, dan proprioseptik; reseptor vestibuler memberikan
kontribusi paling besar, yaitu lebih dari 50 % disusul kemudian reseptor visual dan
yang paling kecil kontribusinya adalah proprioseptik.
Dalam kondisi fisiologis atau normal, informasi yang tiba di pusat integrasi
alat keseimbangan tubuh berasal dari reseptor vestibuler, visual dan proprioseptik
kanan dan kiri akan diperbandingkan, jika semuanya dalam keadaan sinkron dan
wajar, akan diproses lebih lanjut. Respon yang muncul berupa penyesuaian otot-otot
mata dan penggerak tubuh dalam keadaan bergerak. Disamping itu orang menyadari
posisi kepala dan tubuhnya terhadap lingkungan sekitar. Jika fungsi alat
keseimbangan tubuh di perifer atau sentral dalam kondisi tidak normal atau tidak
fisiologis, atau ada rangsang gerakan yang aneh atau berlebihan, maka proses
pengolahan informasi akan terganggu, akibatnya muncul gejala vertigo dan gejala
otonom; di samping itu, respon penyesuaian otot menjadi tidak adekuat sehingga
muncul gerakan abnormal yang dapat berupa nistagmus, unsteadiness, ataksia saat
berdiri atau berjalan dan gejala lainnya.
7. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan Fisik:
a Pemeriksaan mata
b Pemeriksaan alat keseimbangan tubuh
c Pemeriksaan neurologik
d Pemeriksaan otologik
e Pemeriksaan fisik umum.
2. Pemeriksaan Khusus:
a Audiometri dan BAEP
b ENG
c Psikiatrik

9
3. Pemeriksaan tambahan:
a Laboratorium
b Radiologik dan Imaging
c EEG, EMG, dan EKG.

8. Penatalaksanaan

1. Medis

Terapi farmokologi dapat berupa terapi spesifik misalnya pemberian anti


biotika dan terapi simtomatik. Nistagmus perifer pada neurinitis vestibuler lebih
meningkat bila pandangan diarahkan menjauhi telinga yang terkena dan
nigtagmus akan berkurang jika dilakukan fiksasi visual pada suatu tempat atau
benda.

2. Keperawatan

a. Vertigo posisional Benigna


(VPB)

Latihan : latihan posisional dapat membantu mempercepat remisi pada


sebagian besar penderita VPB. Latihan ini dilakukan pada pagi hari dan
merupakan kagiatan yang pertama pada hari itu. Penderita duduk dipinggir
tempat tidur, kemudian ia merebahkan dirinya pada posisinya untuk
membangkitkan vertigo posisionalnya. Setelah vertigo mereda ia kembali ke
posisi duduk semula. Gerakan ini diulang kembali sampai vertigo melemah
atau mereda. Biasanya sampai 2 atau 3 kali sehari, tiap hari sampai tidak
didapatkan lagi respon vertigo.

b. Obat-obatan

obat anti vertigo seperti miklisin, betahistin atau fenergen dapat digunakan
sebagai terapi simtomatis sewaktu melakukan latihan atau jika muncul
eksaserbasi atau serangan akut. Obat ini menekan rasa enek (nausea) dan
rasa pusing. Namun ada penderita yang merasa efek samping obat lebih
buruk dari vertigonya sendiri. Jika dokter menyakinkan pasien bahwa

10
kelainan ini tidak berbahaya dan dapat mereda sendiri maka dengan
membatasi perubahan posisi kepala dapat mengurangi gangguan.

9. Komplikasi

1. Stroke
2. Obstruksi peredaran darah dilabirin
3. Labirintitis (Viral, Bakterial)
4. Penyakit Meniere
5. Infeksi, Inflamasi
6. Tumor

11
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Aktivitas / Istirahat
a) Letih, lemah, malaise
b) Keterbatasan gerak
c) Ketegangan mata, kesulitan membaca
d) Insomnia, bangun pada pagi hari dengan disertai nyeri kepala.
e) Sakit kepala yang hebat saat perubahan postur tubuh, aktivitas
(kerja) atau karena perubahan cuaca.
b. Sirkulasi
a) Riwayat hypertensi
b) Denyutan vaskuler, misal daerah temporal.
c) Pucat, wajah tampak kemerahan.
c. Integritas Ego
a) Faktor-faktor stress emosional atau lingkungan tertentu
b) Perubahan ketidakmampuan, keputusasaan, ketidakberdayaan
depresi
c) Kekhawatiran, ansietas, peka rangsangan selama sakit kepala
d) Mekanisme refresif/dekensif (sakit kepala kronik).
d. Nutrisi dan Cairan
a) Makanan yang tinggi vasorektiknya misalnya kafein, coklat,
bawang, keju, alkohol, anggur, daging, tomat, makan berlemak,
jeruk, saus, hotdog, MSG (pada migrain).
b) Mual/muntah, anoreksia (selama nyeri)
c) Penurunan berat badan
e. Neurosensoris
a) Pening, disorientasi (selama sakit kepala)
b) Riwayat kejang, cedera kepala yang baru terjadi, trauma, stroke.
c) Aura; fasialis, olfaktorius, tinitus.
d) Perubahan visual, sensitif terhadap cahaya/suara yang keras,
epitaksis.
e) Parastesia, kelemahan progresif/paralysis satu sisi tempore

12
f) Perubahan pada pola bicara/pola pikir
g) Mudah terangsang, peka terhadap stimulus.
h) Penurunan refleks tendon dalam
i) Papiledema.
f. Nyeri/ Kenyamanan
a) Karakteristik nyeri tergantung pada jenis sakit kepala, misal
migrain, ketegangan otot, cluster, tumor otak, pascatrauma,
sinusitis.
b) Nyeri, kemerahan, pucat pada daerah wajah.
c) Fokus menyempit
d) Fokus pada diri sendiri
e) Respon emosional / perilaku tak terarah seperti menangis, gelisah.
f) Otot-otot daerah leher juga menegang, frigiditas vokal.
g. Keamanan
a) Riwayat alergi atau reaksi alergi
b) Demam (sakit kepala)
c) Gangguan cara berjalan, parastesia, paralisis
d) Drainase nasal purulent (sakit kepala pada gangguan sinus).
h. Interaksi sosial
a) Perubahan dalam tanggung jawab/peran interaksi sosial yang
berhubungan dengan penyakit.
i. Penyuluhan / Pembelajaran
a) Riwayat hypertensi, migrain, stroke, penyakit pada keluarga
b) Penggunaan alkohol atau obat lain termasuk kafein.
c) Kontrasepsi oral/hormone, menopause.
2. Diagnosa Keperawatan (Doengoes, 1999:2021)
a. Nyeri (akut/kronis) berhubungan dengan stress dan ketegangan, iritasi/
tekanan syaraf, vasospressor, peningkatan intrakranial.
Ditandai dengan menyatakan nyeri yang dipengaruhi oleh faktor misal,
perubahan posisi, perubahan pola tidur, gelisah.
b. Koping individual tak efektif berhubungan dengan ketidak-adekuatan
relaksasi, metode koping tidak adekuat, kelebihan beban kerja.

13
c. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan keterbatasan kognitif, tidak mengenal informasi dan
kurang mengingat.
Ditandai oleh memintanya informasi, ketidak-adekuatannya mengikuti
instruksi.

3. Intervensi
a. Nyeri (akut/kronis) berhubungan dengan stress dan ketegangan, iritasi/
tekanan syaraf, vasospasme, peningkatan intrakranial ditandai dengan
menyatakan nyeri yang dipengaruhi oleh faktor misal, perubahan posisi,
perubahan pola tidur, gelisah.
Tujuan: Nyeri hilang atau berkurang
Kriteria Hasil:
1. Klien mengungkapkan rasa nyeri berkurang
2. Tanda-tanda vital normal
3. pasien tampak tenang dan rileks.
Intervensi:
a) Pantau tanda-tanda vital, intensitas/skala nyeri.
Rasional: Mengenal dan memudahkan dalam melakukan tindakan
keperawatan.
b) Anjurkan klien istirahat ditempat tidur.
Rasional: istirahat untuk mengurangi intesitas nyeri.
c) Atur posisi pasien senyaman mungkin
Rasional: posisi yang tepat mengurangi penekanan dan mencegah
ketegangan otot serta mengurangi nyeri.
d) Ajarkan teknik relaksasi dan napas dalam
Rasional: relaksasi mengurangi ketegangan dan membuat perasaan
lebih nyaman.
e) Kolaborasi untuk pemberian analgetik.
Rasional: analgetik berguna untuk mengurangi nyeri sehingga
pasien menjadi lebih nyaman.

b. Koping individual tak efektif berhubungan dengan ketidak-adekuatan


relaksasi, metode koping tidak adekuat, kelebihan beban kerja.

14
Tujuan: koping individu menjadi lebih adekuat
Kriteria Hasil:
1. Mengidentifikasi prilaku yang tidak efektif
2. Mengungkapkan kesadaran tentang kemampuan koping yang di miliki.
3. Mengkaji situasi saat ini yang akurat
4. Menunjukkan perubahan gaya hidup yang diperlukan atau situasi yang
tepat.
Intervensi:
a) Kaji kapasitas fisiologis yang bersifat umum.
Rasional: Mengenal sejauh dan mengidentifikasi penyimpangan
fungsi fisiologis tubuh dan memudahkan dalam melakukan
tindakan keperawatan.
b) Sarankan klien untuk mengekspresikan perasaannya.
Rasional: klien akan merasakan kelegaan setelah
mengungkapkan segala perasaannya dan menjadi lebih tenang.
c) Berikan informasi mengenai penyebab sakit kepala, penenangan
dan hasil yang diharapkan.
Rasional: agar klien mengetahui kondisi dan pengobatan yang
diterimanya, dan memberikan klien harapan dan semangat
untuk pulih.
d) Dekati pasien dengan ramah dan penuh perhatian, ambil
keuntungan dari kegiatan yang dapat diajarkan.
Rasional: membuat klien merasa lebih berarti dan dihargai.

c. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi dan kebutuhan


pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, tidak mengenal
informasi dan kurang mengingat ditandai oleh memintanya informasi,
ketidak-adekuatannya mengikuti instruksi.
Tujuan: pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur
dan proses pengobatan.
Kriteria Hasil:
1. Melakukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan dari
suatu tindakan.

15
2. Memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta dalam
regimen perawatan.
Intervensi:
a) Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang
penyakitnya.
Rasional: megetahui seberapa jauh pengalaman dan
pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
b) Berikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya dan
kondisinya sekarang.
Rasional : mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang.
c) Diskusikan penyebab individual dari sakit kepala bila diketahui.
Rasional: untuk mengurangi kecemasan klien serta menambah
pengetahuan klien tetang penyakitnya.
d) Minta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang materi
yang telah diberikan.
Rasional: mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan
keluarga serta menilai keberhasilan dari tindakan yang
dilakukan.
e) Diskusikan mengenai pentingnya posisi atau letak tubuh yang
normal
Rasional: agar klien mampu melakukan dan merubah posisi
atau letak tubuh yang kurang baik.
f) Anjurkan pasien untuk selalu memperhatikan sakit kepala yang
dialaminya dan faktor-faktor yang berhubungan.
Rasional: memperhatikan faktor yang berhubungan klien dapat
mengurangi sakit kepala sendiri dengan tindakan sederhana,
seperti berbaring, beristirahat pada saat serangan.
4. Evaluasi
Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana tentang
kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara
berkesinambungan, dengan melibatkan pasien, keluarga dan tenaga kesehatan
lainnya. (Carpenito, 1999:28)
Tujuan Pemulangan pada vertigo adalah:
a) Nyeri dapat dihilangkan atau diatasi.

16
b) Perubahan gaya hidup atau perilaku untuk mengontrol atau mencegah
kekambuhan.
c) Memahami kebutuhan atau kondisi proses penyakit dan kebutuhan
terapeutik.

17
BAB IV
PEMBAHASAN

Judul Jurnal P I C O
Diagnosis dan Penegakan anamnesis Tatalaksana
Tatalaksana diagnosis dilakukan ditanyakan bentuk non
Vertigo setelah melakukan vertigo, keadaan farmakologi
beberapa yang memprovokasi dapat
pemeriksaan, serta timbulnya vertigo, dilakukan
penatalaksanaannya profil waktu dengan
dibagi menjadi dua, timbulnya vertigo, pemberian
yaitu gangguan terapi dengan
penatalaksanaan pendengaran, dan manuver
farmakologi dan penggunaan obat- reposisi
non farmakologi obatan. Pemeriksaan partikel /
fisik yang dilakukan Particle
Problem: yaitu pengukuran Repositioning
Kurangnya tekanan darah Maneuver
pengetahuan dengan berbagai (PRM) yang
tentang posisi. Sedangkan dapat secara
penatalaksanaan pemeriksaan efektif
non farmakologis penunjang yang menghilangkan
sehinggan dapat dilakukan vertigo pada
masyarakat hanya diantaranya BPPV,
berfokus pada pemeriksaan meningkatkan
penatalaksanaan neurologis, kualitas hidup,
farmakologis pemeriksaan oto- dan
neurologi, dan tes mengurangi
fungsi pendengaran. risiko jatuh
Tatalaksana vertigo pada pasien.
terbagi dalam non Keefektifan
farmakologi, dari manuver-
farmakologi dan manuver yang

18
operasi. Tatalaksana ada bervariasi
non farmakologi mulai dari
terdapat lima jenis 70%-100%.
manuver yang dapat
dilakukan sendiri di
rumah

Vertigo merupakan kumpulan gejala atau sindrom yang terjadi akibat gangguan
keseimbangan pada sistem vestibular ataupun gangguan pada sistem saraf pusat. Vertigo
ditemukan dalam bentuk keluhan berupa rasa berputar, atau rasa bergerak dari lingkungan
sekitar namun kadang ditemukan keluhan berupa rasa didorong atau ditarik menjauhi bidang
vertikal.

Diagnosis vertigo meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.


tatalaksana vertigo terbagi dalam non farmakologi, farmakologi, dan operasi. Didalamnya
terdapat metode Brandt-Daroff sebagai upaya desensitisasi reseptor semisirkularis.

Pada anamnesis dilakukan pemeriksaan kondisi kesehatan umum pasien serta


beberapa pemeriksaan seperti: pemeriksaan tekanan darah, pemeriksaaan neurologis (Uji
Romberg, Penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan mula-mula dengan kedua mata
terbuka kemudian tertutup; Tandem Gait, Penderita berjalan dengan tumit kaki kiri/kanan
diletakkan pada ujung jari kaki kanan/kiri ganti berganti; Uji Unterberger, Penderita berdiri
dengan kedua lengan lurus horizontal ke depan dan jalan di tempat dengan mengangkat lutut
setinggi mungkin selama satu menit dsb.

Tatalaksana vertigo terbagi menjadi tatalaksana non farmakologi, farmakologi, dan


operasi. Tatalaksana non farmakologi dapat dilakukan dengan pemberian terapi dengan
manuver reposisi partikel / Particle Repositioning Maneuver (PRM). Ada lima manuver yang
dapat dilakukan, antara lain: (a) Manuver Epley, manuver Epley adalah yang paling sering
digunakan pada kanal vertical; (b) Manuver Semont, manuver ini diindikasikan untuk
pengobatan cupulolithiasis kanan posterior. (c) Manuver Lempert, manuver ini dapat
digunakan pada pengobatan BPPV tipe kanal lateral; (d) Forced Prolonged Position, manuver
ini digunakan pada BPPV tipe kanal lateral. (e) BrandtDaroff exercise, manuver ini
dikembangkan sebagai latihan untuk di rumah dan dapat dilakukan sendiri oleh pasien
sebagai terapi tambahan pada pasien yang tetap simptomatik setelah manuver Epley atau
Semont.

Penatalaksanaan dengan farmakologi untuk tidak secara rutin dilakukan. Pengobatan


untuk vertigo yang disebut juga pengobatan suppresant vestibular yang digunakan adalah
golongan benzodiazepine (diazepam, clonazepam) dan antihistamine (meclizine,
dipenhidramin). Benzodiazepines dapat mengurangi sensasi berputar namun dapat
mengganggu kompensasi sentral pada kondisi vestibular perifer. Antihistamine mempunyai
efek supresif pada pusat muntah sehingga dapat mengurangi mual dan muntah karena motion

19
sickness. Harus diperhatikan bahwa benzodiazepine dan antihistamine. dapat mengganggu
kompensasi sentral pada kerusakan vestibular sehingga penggunaannya diminimalkan.

Operasi dapat dilakukan pada pasien BPPV yang telah menjadi kronik dan sangat
sering mendapat serangan BPPV yang hebat, bahkan setelah melakukan manuver-manuver
yang telah disebutkan di atas. Terdapat dua pilihan intervensi dengan teknik operasi yang
dapat dipilih, yaitu singular neurectomy (transeksi saraf ampula posterior) dan oklusi kanal
posterior semisirkular. Namun lebih dipilih teknik dengan oklusi karena teknik neurectomi
mempunyai risiko kehilangan pendengaran yang tinggi.

20
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Penyakit vertigo biasanya dikenal dengan istilah “pusin tujuh keliling”
dikarenakan seseoranga sedang mengalami keadaan yang serasa berputar dan
lingkungan terasa berputar pula, padahal keadaan tubuh seseorang tersebut tidak
bergerak. Penyakit vertigo ini disebabkan oleh gangguan keseimbangan pada perifer.
Dan juga penyakit vertigo disebabkan oleh kelainan telinga.
Penyakit vertigo yang dialami oleh siapapun, baik yang hanya sesaat ataupun
yang lama akan sangat mengganggu dan juga akan sangat menyisak penderitanya.
Maka dari itu apabila menderita penyakit vertigo baiknya segera mengatasinya
dengan cepat agar tidak berkelanjutan panjang.

2. Saran
Oleh karena itu kami menyarankan bagi anda agar harus bisa menjaga
kondisi kesehatan tubuh atau badan dengan baik dan benar, aar tidak mudah
mengalami vertigo ini. Yang intinya, vertigo ini dengan bisa berbahaya dan bisa
menyebabkan kematian apabila tidak diatasi atau ditangani dengan tindakan atau
penanganan yang tepat dan cepat.

21
DAFTAR PUSTAKA
Lynda Juall Carpernito. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan dan Dokumentasi
Keperawatan, Diagnosis Keperawatan dan Masalah Kolaboratif. EGC: Jakarta.
Marilynn E. Doenges. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Pasien. EGC: Jakarta.
Kang, L S. 2004. Pengobatan Vertigo dengan Akupunktur. Cermin Dunia Kedokteran:
Jakarta,

22

Anda mungkin juga menyukai