Anda di halaman 1dari 18

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FRAUD PENGADAAN

BARANG DAN JASA DESA DI KABUPATEN LOMBOK BARAT

I WAYAN INDRA WIGUNA MURTI

ABSTRAK
Salah satu misi dari pemerintahan saat ini yaitu membangun pemerintahan yang
bersih atau good governence. Pemerintahan yang bersih ditandai dengan pemerintahan yang
bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme termasuk juga pemerintahan yang paling bawah
yaitu pemerintahan desa. Untuk terbebas dari KKN, semua ruang yang memberikan
kesempatan untuk terjadinya KKN itu ditutup melalui regulasi atau peraturan perundang-
undangan. Salah satu ruang yang dipandang sebagai lahan untuk terjadinya korupsi adalah
pengadaan barang dan jasa. fenomena inilah yang mendorong penulis untuk melakukan
penelitian dengan judul analisis faktor-faktor yang mempengaruhi fraud pengadaan barang
dan jasa desa di Kabupaten Lombok Barat. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji faktor
faktor yang mempengaruhi terjadinya fraud dalam pengadaan barang dan jasa. Jenis
penelitian adalah penelitian kausal yang menekankan pada hubungan sebab akibat dengan
pendekatan kuantitatif. Sampel penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling
dengan responden tim pengelola kegiatan di desa sekabupaten Lombok Barat.
Teknik pengumpulan data menggunakan angket atau kuesioner disebarkan ke masing-
masing tim pengelola kegiatan di setiap desa. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
kualitas panitia pengadaan dan lingkungan pengadaan berpengaruh terhadap fraud pengadaan
barang dan jasa namun memiliki arah negatif, penghasilan panitia pengadaan berpengaruh
terhadap fraud pengadaan barang dan jasa namun memiliki arah positif, sementara untuk
etika pengadaan, sistem dan prosedur pengadaan tidak berpengaruh.
Kata kunci : kualitas panitia pengadaan, etika pengadaan, penghasilan panitia
pengadaan, sistem dan prosedur pengadaan, lingkungan pengadaan,
fraud pengadaan barang dan jasa.

1
1. Pendahuluan
Keseriusan Pemerintah untuk memajukan desa tentunya tidak hanya mengandalkan
ketersediaan regulasi. Namun good will Pemerintah ini butuh support dari seluruh elemen
masyarakat, agar tujuan pemerintah memperbaiki dan memajukan desa dapat segera terwujud
melalui subsidi dana desa yang selalu ditingkatkan setiap tahun. Untuk mendukung suksesnya
pembangunan di desa maka pengelolaan keuangan desa diperlukan perangkat desa yang
memiliki kualifikasi dan kompetensi serta memiliki integritas. Mereka harus paham dan
mengerti betul apa isi regulasi tentang desa. Jika tidak, pengelolaan keuangan desa akan
mengalami masalah serius ke depannya. (Hanapiah,2011).
Berdasarkan pengamatan empiris, ada tiga masalah yang sering muncul dalam
pengelolaan keuangan desa menurut laman www.keuangandesa.com yaitu pertama,
kurangnya anggaran dalam membiayai penyusunan Design dan RAB, insentif untuk Tim
Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa (PTPKD) , termasuk TPK Desa. Kedua,
kurangnya personalia dan kompetensi yang dimiliki dalam mengelola keuangan desa
sehingga hanya mengandalkan kepala desa sebagai kuasa pengguna anggaran dan
perangkatnya. Ketiga, pengawasan pengelolaan keuangan desa masih minim dan kurangnya
pengetatan terhadap penggunaan anggaran.
Dalam pengelolaan keuangan desa terdapat poin penting yaitu pengadaan barang dan jasa.
Selain pengelolaan keuangan desa, pengadaan barang dan jasa terdapat celah-celah
terjadinya berbagai bentuk fraud yang disebabkan rendahnya sumber daya manusia yang ada
di desa. Hal ini sangat penting, merujuk pada fenomena yang ada bahwa pengadaan barang
dan jasa terdapat berbagai bentuk kecurangan. Kecurangan (fraud) dapat terjadi apabila
kurangnya kualitas yang dimiliki oleh panitia pengadaan, panitia pengadaan yang tidak
mengikuti regulasi yang ada, penghasilan yang kurang sesuai, sistem dan prosedur yang tidak
jelas, dan lingkungan kerja yang kurang kondusif (Purwosusilo 2014;353).
Lombok Barat merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Provinsi NTB.
Kabupaten ini terdapat 119 desa dan terdiri dari 10 kecamatan. Pada tahun 2016 inspektorat
menemukan sebanyak 5.016 temuan terkait penggunaan anggaran daerah maupun anggaran
desa. Sebanyak 393 adalah temuan di desa kabupaten lombok barat . hampir semua dari
temuan ini adalah kesalahan dalam pelaporan. Salah satu temuan inspektorat yaitu pengadaan
kendaraan dinas oleh salah satu desa di lombok barat yang menggunakan dana desa. Tetapi
pada saat pelaporan, tim pengelola kegiatan mencatat harga kendaraan melebihi dari harga
sebenarnya (www.inspektorat.lombokbaratkab.go.id). Hal ini menunjukkan bahwa kurangnya
pemahaman perangkat desa terhadap regulasi tata kelola anggaran desa dalam menunjang

2
pembangunan desa termasuk didalamnya tentang pengadaan barang dan jasa. Fenomena
tersebut mendorong peneliti melakukan penelitian ini.
2. Tinjauan Teoritis
2.1. Pengadaan Barang dan Jasa
Dalam Perka LKPP no 22 tahun 2015 tentang tata cara pengadaan barang dan jasa
menyebutkan bahwa pengadaaan barang/jasa desa adalah kegiatan untuk memperoleh
barang / jasa oleh pemeritahan desa, baik dilakukan dengan cara swakelola maupun melalui
penyedia barang/jasa.
Menurut Jatiningtyas (2011) Penetapan pelaksanaan pengadaan Barang dan Jasa Desa
prinsipnya dilaksanakan secara swakelola oleh masyarakat, namun tidak serta merta
dilaksanakan secara swakelola, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh desa, yaitu:
1. Memaksimalkan penggunaaan material/bahan dari wilayah setempat.
2. Dilaksanakan secara gotong royong dengan melibatkan partisipasi masyarakat
setempat
3. Untuk memperluas kesempatan kerja
4. Untuk pemberdayaan masyarakat setempat
Dalam Perbup Lombok barat no 16 tahun 2016 tentang tata cara pengadaan barang dan
jasa desa, tugas pengelolaan pengadaan barang dan jasa desa dilaksanakan oleh Tim
Pengelola Kegiatan (TPK), baik pengadaan secara swakelola maupun melalui penyedia
barang/jasa. Tugas TPK secara spesifik dalam Peraturan Bupati Lombok Barat no 16 tahun
2016 tentang tata cara pengadaan barang dan jasa sebagai berikut:
1. Menyusun Rencana Anggaran Biaya (RAB)
2. Menyusun spesifikasi teknis barang/jasa apabila diperlukan
3. Melaksanakan pembelian / pengadaan
4. Memeriksa penawaran
5. Melakukan negosiasi (tawar menawar)
6. Menandatangani surat perjanjian (ketua TPK)
7. Melakukan perubahan ruang lingkup pekerjaan
8. Melaporkan kemajuan pelaksanaan pengadaan kepada kepala desa
9. Menyerahkan hasil pekerjaan setelah selesai 100% kepada kepala desa

3
2.2. Sistem dan Prinsip Pengadaan barang dan jasa
Dalam Perka LKPP no 22 tahun 2015 tentang tata cara pengadaan barang dan jasa pasal 4
menyebutkan bahwa Pengadaan barang/jasa di Desa pada prinsipnya dilakukan secara
swakelola dengan memaksimalkan penggunaan material/bahan dari wilayah setempat,
dilaksanakan secara gotong royong dengan melibatkan partisipasi masyarakat setempat,
untuk memperluas kesempatan kerja, pemberdayaan masyarakat setempat. Sedangkan dalam
pasal 5 Perka LKPP no 22 tahun 2015 menyebutkan bahwa pengadaan barang/jasa di Desa
sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 yang tidak dapat dilaksanakan secara swakelola, baik
sebagian maupun keseluruhan, dapat dilaksanakan oleh penyedia barang/jasa yang dianggap
mampu.
Sedangkan prinsip dari pengadaan barang/jasa itu sendiri menurut Perka LKPP no 22
tahun 2015 tentang tata cara pengadaan barang dan jasa yaitu
a. Efisien, berarti pengadaan barang/jasa harus diusahakan dengan
menggunakan dana dan daya yang minimum untuk mencapai kualitas
dan sasaran dalam waktu yang ditetapkan atau menggunakan dana yang
telah ditetapkan untuk mencapai hasil dan sasaran dengan kualitas yang
maksimum
b. Efektif, berarti pengadaan barang/jasa harus sesuai dengan kebutuhan
dan sasaran yang telah ditetapkan seta memberikan manfaat yang
sebesar-besarnya.
c. Transparan, berarti semua ketentuan dan informasi mengenai
pengadaan barang/jasa bersifat jelas dan dapat diketahui secara luas
oleh masyarakat dan penyedia barang/jasa yang berminat
d. Pemberdayaan masyarakat, berarti pengadaan barang/jasa harus
dijadikan wahana pembelajaran bagi masyarakat untuk dapat
mengelola pembangunan desanya.
e. Gotong royong, berarti penyediaan tenaga kerja oleh masyarakat dalam
pelaksanaan kegiatan pembangunan desa
f. Akuntabel, berarti harus sesuai dengan aturan dan ketentuan yang
terkait dengan pengadaan barang/jasa sehingga dapat
dipertanggungjawabkan.

4
2.3. Fraud Pengadaan Barang dan Jasa
Fraud dalam kegiatan pengadaan barang/jasa pada Pemerintahan Desa dapat dilakukan
olah pihak rekanan pelaksana pekerjaan, aparat Desa yang melakukan kegiatan pengadaan
atau bahkan dapat juga merupakan kolusi antara kedua pihak. Namun demikian, mengingat
pengadaan barang/jasa merupakan transaksi antara dua pihak, maka fraud yang terjadi
umumnya melibatkan kedua belah pihak, meskipun inisiatif dapat juga datang dari salah satu
pihak.
Dalam Jatiningtyas (2011) Fraud dalam kegiatan pengadaan barang dan jasa desa
merupakan hal yang paling sering terjadi atau paling rentan terjadi. Diakibatkan karena

1. Ketidaksesuaian antara volume (kuantitas) barang/jasa yang telah diselesaikan oleh


penyedia barang dengan jumlah yang seharusnya sesuai perjanjian/kontrak.
2. Ketidakwajaran harga barang/jasa yang disepakati dalam kontrak/perjanjian.
Misalnya pengadaan peralatan komputer yang jauh di atas harga peralatan sejenis
di pasaran karena mengandung unsur penggelembungan harga (mark-up)
3. Ketidaksesuaian antara barang/jasa yang diperjanjikan dalam kontrak dengan
kebutuhan instansi dan/atau masyarakat, baik dilihat dari jenis, kualitas maupun
kuantitas barang/jasa.
4. Keterlambatan penyelesaian pekerjaan oleh rekanan dari jadwal waktu yang telah
ditetapkan dalam perjanjian/kontrak.
2.4. Kualitas Panitia Pengadaan
Panitia pengadaan merupakan pelaku atau subyek dalam hal pengadaan barang/jasa
(Lolita,2014). Keputusan dari panitia pengadaan sangat menentukan jalannya pengadaan
barang/jasa. Menurut Purwosusilo (2014, 354-356) kualitas panitia pengadaan dilihat dari
beberapa dimensi yaitu :
a. Integritas
Integritas merupakan hal pertama dan mendasar yang perlu ditekankan dalam
setiap subyek (pelaku) suatu sistem. Tanpa adanya integritas yang terpatri pada
setiap individu/subyek terkait, maka sebuah sistem tidak akan dapat berjalan sesuai
dengan visi dan misi suatu organisasi atau lembaga.
b. Kompetensi
Kompetensi sangat diperlukan oleh panitia pengadaan dalam melakukan pengadaan
barang/jasa. Tuntutan kompetensi minimal antara lain pemahaman mengenai

5
sistem dan prosedur pengadaan serta pemahaman yang cukup memadai mengenai
barang/jasa yang akan diadakan (dibeli).
c. Obyektifitas dan Indepedensi
Proses pengadaan barang/jasa merupakan proses yang penuh dengan muatan
berbagai kepentingan masing-masing subyek pengadaan. Untuk itu seluruh proses
pengadaan barang/jasa haruslah berjalan secara obyektif dan independen.
2.5. Etika Pengadaan
Etika adalah kaidah-kaidah, nilai nilai moral yang berlaku. Dalam pengadaan barang dan
jasa, etika pengadaan merupakan salah satu aspek yang sangat perlu diperhatikan untuk
terbentuknya pengadaan barang/jasa yang sehat (Jatiningtyas,2011).
Etika pengadaan berkaitan dengan bagaimana seorang panitia pengadaan itu
menggunakan wewenangnya sesuai dengan regulasi yang ada. Dalam pengadaan barang dan
jasa, adanya etika dalam pengadaan sangat penting untuk memperlancar proses pengadaan
barang dan jasa.
2.6. Penghasilan Panitia Pengadaan
Penghasilan menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan Pasal 4 Ayat 1 adalah tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima oleh Wajib Pajak, yang berasal dari Indonesia maupun
dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi dan atau untuk menambah kekayaan
Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama dan bentuk apapun.
Secara garis besar penghasilan merupakan alasan kuat seorang koruptur dalam melakukan
korupsi atau suap. Semakin kecil penghasilan yang didapat maka akan semakin besar peluang
terjadinya korupsi itu sendiri.
2.7. Sistem dan Prosedur Pengadaan
Sistem dan Prosedur pengadaan merupakan panduan panitia pengadaan untuk melakukan
pengadaan barang dan jasa. Sistem dan Prosedur harus disusun dengan baik dan mudah
dimengerti agar tidak salah paham yang akan menyebabkan terjadinya fraud atau kecurangan
(Jatiningtyas,2011).
2.8. Lingkungan Pengadaan
Lingkungan adalah salah satu faktor penting yang mempengaruhi kemampuan suatu
sistem pengadaan barang/jasa untuk mencapai tujuan yang telah diterapkan (Thai, 2001)
dalam Jatiningtyas (2011). Menurut Lolita (2014), lingkungan dibagi menjadi 2 aspek yaitu
lingkungan internal dan lingkungan eksternal. Lingkungan internal dalam pengadaan
barang/jasa pemerintah adalah kondisi lingkungan kerja.

6
2.9. Pengembangan Hipotesis
Berdasarkan pemaparan diatas terdapat 5 pengembangan hipotesis antara lain sebagai
berikut :

H1: Terdapat pengaruh negatif dari kualitas panitia pengadaan terhadap fraud
pengadaan barang dan jasa di Desa Kabupaten Lombok Barat.
H2: Terdapat Pengaruh negatif dari Etika Pengadaan terhadap fraud pengadaan
barang dan jasa Desa di Kabupaten Lombok Barat.
H3: Terdapat Pengaruh negatif dari penghasilan panitia pengadaan terhadap fraud
pengadaan barang dan jasa Desa di Kabupaten Lombok Barat.
H4: Terdapat pengaruh negatif dari Sistem dan Prosedur Pengadaan terhadap Fraud
Pengadaan Barang dan jasa Desa di Kabupaten Lombok Barat.
H5: Terdapat pengaruh negatif dari Lingkungan pengadaan terhadap fraud pengadaan
barang dan jasa Desa di Kabupaten Lombok Barat.
3. Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kausal Jenis penelitian yang digunakan adalah
penelitian kausal. Penelitian kausal adalah penelitian yang meneliti tentang hubungan sebab-
akibat antara variabel (Sugiyono,2012; 56) Tujuan penelitian kausal adalah untuk mengetahui
dan menguji pengaruh kualitas panitia pengadaan, etika pengadaan, penghasilan pengadaan,
sistem dan prosedur pengadaan, lingkungan pengadaan terhadap fraud pengadaan barang dan
jasa.
Penelitian ini dilakukan di 119 desa Kabupaten Lombok Barat dengan menggunakan
metode purposive sampling di 119 desa. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kuesioner. Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel kualitas
panitia pengadaan, etika pengadaan, pengasilan panitia pengadaan, sistem dan prosedur
pengadaan, dan lingkungan pengadaan. Prosedur analisis data menggunakan metode statistik
deskriptif adalah untuk memberikan gambaran umum responden penelitian (tingkat
pendidikan, peran dan pengalaman) dan deskripsi mengenai variabel-variabel penelitian. Alat
uji yang digunakan adalah uji validitas, uji reliabilitas, uji normalitas data, uji
multikolinieritas, uji heteroskedastisitas, koefisien determinasi dan uji t.

7
4. Hasil dan Pembahasan
4.1. Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif dalam penelitian ini disajikan untuk memberikan gambaran tentang
karakteristik variabel penelitian, antara lain nilai minimum, maksimum, rata-rata, dan standar
deviasi. Adapun hasil statistik deskriptif setiap variabel dapat dilihat pada tabel berikut ini:

4.2. Uji Normalitas Data


Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel
pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Model regresi yang baik adalah
memiliki distribusi data normal atau penyebaran data statistik pada sumbu diagonal dari
grafik distribusi normal (Ghozali,2011:160-163). Dalam penelitian ini uji normalitas
dilakukan dengan uji statistik yaitu one sample kolmogorov smirnov test. Berikut merupakan
hasil pengujian normalitas menggunakan bantuan program SPSS :

8
Hasil pengujian normalitas data dengan Uji One Sample Kolmogorof-Smirnov Test di
atas menunjukkan nilai Asymp. Sig (2-tailed) sebesar 0,488 yang lebih besar dari 0,05.
Sehingga dikatakan data residual berdistribusi normal.
4.3. Uji Multikolinearitas

Tabel 4.12 Hasil Uji Multikolinearitas

Variabel Tolerance VIF Keterangan


Bebas
Kualitas Panitia Pengadaan (X1) 0,900 1,111
Multikolinearitas
Bebas
Etika Pengadaan (X2) 0,975 1,026
Multikolinearitas
Penghasilan Panitia Pengadaan Bebas
0,935 1,070
(X3) Multikolinearitas
Sistem dan Prosedur Bebas
0,939 1,065
Pengadaan(X4) Multikolinearitas
Bebas
Lingkungan Pengadaan (X5) 0,982 1,018
Multikolinearitas
Sumber : SPSS 2017

Berdasarkan hasil pengujian multikolinearitas pada tabel 4.12 diatas, seluruh variabel
tidak ada yang memiliki nilai tolerance lebih kecil dari 0.10 dan tidak ada yang memiliki
nilai VIF lebih besar dari 10. Dengan demikian model regresi pada persamaan ini bebas dari
adanya multikolinearitas
4.4. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi
terjadi ketidaksamaan varians residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap,
maka disebut Heteroskedastisitas. Pengujian heteroskedastisitas dalam penelitian ini
dilakukan dengan uji glejser. Berdasarkan tabel 4.13 dapat diketahui bahwa tingkat
signifikansi variabel bebas ≥ 0,05 yang berarti bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas dalam
model regresi pada penelitian ini.

Variabel Sig Keterangan


Kualitas Panitia Pengadaan (X1) 0,345 Bebas Heteroskedastisitas
Etika Pengadaan (X2) 0,232 Bebas Heteroskedastisitas
Penghasilan Panitia Pengadaan 0,659 Bebas Heteroskedastisitas
(X3)
Sistem dan Prosedur Pengadaan 0,969 Bebas Heteroskedastisitas
(X4)
Lingkungan Pengadaan 0,510 Bebas Heteroskedastisitas

9
4.5. Uji T

Uji statistik menunjukkan bahwa diperoleh t statistik sebesar – 2,540 dengan t tabel
sebesar 1,970 artinya hipotesis 1 diterima. Pada variabel etika pengadaan, diperoleh t statistik
sebesar -0,359 dengan t tabel sebesar 1,970 yang artinya hipotesis 2 ditolak. Pada variabel
penghasilan panitia pengadaan terhadap fraud pengadaan barang dan jasa diperoleh nilai t
hitung sebesar 2,338 dengan t tabel sebesar 1,970 yang artinya hipotesis 3 ditolak. Pada
variabel sistem dan prosedur pengadaan terhadap fraud pengadaan barang dan jasa, diperoleh
nilai t hitung sebesar 0,204 dengan t tabel sebesar 1,970 yang artinya hipotesis 4 ditolak. Pada
variabel lingkungan pengadaan terhadap fraud pengadaan barang dan jasa, diperoleh nilai t
hitung sebesar -2,066 dengan t tabel sebesar 1,970 yang artinya hipotesis 5 diterima.
4.6. Pembahasan
4.6.1. Pengaruh Kualitas Panitia Pengadaan Terhadap Fraud Pengadaan Barang dan

Jasa.

Hipotesis pertama menyatakan kualitas panitia pengadaan berpengaruh negatif terhadap


fraud pengadaan barang dan jasa. Hasil pengujian pada Tabel 4.17 menunjukkan bahwa
diperoleh t statistik sebesar – 2,540 dengan t tabel sebesar 1,970 artinya hipotesis 1 diterima.
Hal ini membuktikan bahwa kualitas panitia pengadaan berpengaruh negatif terhadap fraud
pengadaan barang dan jasa.
Berdasarkan pertanyaan kuesioner pada variabel kualitas panitia pengadaan, mayoritas
responden menjawab pada skala 4 yaitu 50,2% yang artinya bahwa panitia pengadaan tidak
menerima sesuatu yang bukan haknya, sering meengikuti sosialisasi dan pelatihan pengadaan,
sering mengikuti pengadaan, dan tidak ada campur tangan dari kepala desa dalam memilih
penyedia. Hal tersebut juga terlihat pada variabel fraud yang mayoritas responden menjawab
pada skala 4 sebesar 55,9% (setelah di reverse skill) yang artinya tidak setuju jika terjadi
fraud dalam pengadaan barang dan jasa di lingkungannya.
10
4.6.2. Pengaruh Etika Pengadaan Terhadap Fraud Pengadaan Barang dan Jasa.

Hipotesis kedua menyatakan bahwa etika pengadaan berpengaruh negatif terhadap fraud
pengadaan barang dan jasa. diperoleh t statistik sebesar -0,359 dengan t tabel sebesar 1,970
yang artinya hipotesis 2 ditolak. Hal ini membuktikan bahwa etika pengadaan tidak
berpengaruh terhadap fraud pengadaan barang dan jasa.
Menurut Purwosusilo (2014;343) pengadaan barang dan jasa dikatakan berhasil apabila
panitia pengadaan mengikuti regulasi yang ada. Sebaliknya apabila panitia pengadaan tidak
memiliki etika-etika yang terdapat dalam regulasi tentang tata cara pengadaan barang dan
jasa besar kemungkinan terjadinya fraud. Etika-etika dalam pengadaan barang dan jasa di
desa di Kabupaten Lombok Barat yaitu, bertanggung jawab, efisiensi anggaran dan
penggunaan wewenang. Dari ketiga hal ini apabila ada salah satu yang tidak dilakukan, maka
dapat dipastikan proses pengadaan barang dan jasa akan terhambat bahkan akan terjadi
berbagai bentuk kecurangan. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa
semakin beretika panitia pengadaan maka proses pengadaan akan semakin terhindar dari
berbagai bentuk fraud. Berdasarkan pertanyaan kuesioner didapatkan bahwa untuk variabel
etika pengadaan, mayoritas responden menjawab pada skala 4 yaitu 45,7% yang artinya
bahwa panitia pengadaan sudah melaksanakan tugasnya secara tertib, tidak mementingkan
kepentingan pribadi maupun golongan, sudah melakukan tugas sesuai aturan yang berlaku.
Hal tersebut menunjukkan bahwa dalam proses pengadaan, panitia pengadaan sudah
mengikuti etika dan norma yang berlaku dalam pengadaan barang dan jasa. Hal tersebut juga
terlihat dari jawaban responden pada variabel fraud yang mayoritas menjawab pada skala 4
sebesar 55,9% (setelah di reverse skill) yang artinya tidak setuju kalo terdapat fraud dalam
pengadaan barang dan jasa di lingkungannya. Namun secara statistik menunjukkan bahwa
etika pengadaan tidak mempengaruhi fraud pengadaan barang dan jasa.

4.6.3. Pengaruh Penghasilan Panitia Pengadaan Terhadap Fraud Pengadaan Barang

dan Jasa

Hipotesis ketiga menyatakan bahwa penghasilan panitia pengadaan berpengaruh negatif


terhadap fraud pengadaan barang dan jasa. Hasil pengujian pada tabel 4.17 yaitu diperoleh
nilai t hitung sebesar 2,338 dengan t tabel sebesar 1,970 yang artinya hipotesis 3 ditolak dan
menunjukkan bahwa penghasilan panitia pengadaan tidak berpengaruh negatif terhadap fraud
pengadaan barang dan jasa.

11
Berdasarkan hasil jawaban responden mengenai penghasilan panitia pengadaan, sebanyak
44,8% menjawab pada skala 3 yang artinya mayoritas responden sudah menerima gaji sesuai
pekerjaannya. Hal tersebut terlihat dari jawaban responden pada variabel fraud yang
mayoritas menjawab pada skala 4 sebesar 55,9% (setelah di reverse skill) yang artinya bahwa
dalam pengadaan barang dan jasa tidak terjadi tindakan-tindakan fraud. Namun secara
statistik menunjukkan hasil yang berbeda.
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penghasilan yang diterima
panitia pengadaan sudah cukup berkeadilan. Namun masih ada beberapa keganjilan yang
terjadi di lingkungan desa. Hal tersebut yaitu jika dilihat dari pertanyaan nomor 18 yang
berbunyi “di desa tempat saya bekerja, memberikan gaji lebih atas keberhasilan anggota TPK
dalam melaksanakan pekerjaannya dengan baik adalah hal yang biasa.” Sebanyak 35,6%
menjawab pada skala 4 yang artinya masih banyak responden yang menerima gaji lebih atas
keberhasilan anggota TPK dalam melaksanakan tugasnya.
Jawaban responden ini juga membuktikan bahwa tim pengelola kegiatan (TPK) masih
memiliki tujuan mencari kompensasi materiil semata, bukan berorientasi jangka panjang
yaitu peningkatan kapasitas diri seperti memaksimalkan kemampuan, pengetahuan dan
keahlian pengadaan barang dan jasa (Rini dkk,2015). Kebijakan pemerintah saat ini untuk
memberikan dana desa dalam jumlah besar memiliki dampak negatif juga yaitu sumber daya
manusia di desa belum mampu untuk mengelola dana tersebut dan kemungkinan besar hal
yang paling ditakutkan yaitu dana desa tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan
jangka pendek serta kepentingan pribadi perangkat desa.
4.6.4. Pengaruh Sistem dan Prosedur Pengadaan Terhadap Fraud Pengadaan Barang

dan Jasa

Hipotesis keempat menyatakan bahwa Sistem dan Prosedur Pengadaan berpengaruh


negatif terhadap fraud pengadaan barang dan jasa. Hasil pengujian pada tabel 4.17 diperoleh
nilai t hitung sebesar 0,204 dengan t tabel sebesar 1,970 yang artinya hipotesis 4 ditolak. Hal
ini membuktikan bahwa sistem dan prosedur pengadaan tidak berpengaruh negatif terhadap
fraud pengadaan barang dan jasa.
Berdasarkan pertanyaan kuesioner frekuensi jawaban responden untuk variabel sistem
dan prosedur pengadaan mayoritas menjawab pada skala 4 yaitu 45,9%. Hal ini berarti dalam
pengadaan, panitia pengadaan sudah melakukan prosedur pengadaan yang sesuai dengan
regulasi. Hal tersebut dilihat dari jawaban responden pada variabel fraud, yang mayoritas
responden menjawab pada skala 4 sebesar 55,9% (setelah di reverse skill) dimana hal ini

12
menunjukkan bahwa tidak terjadi kecurangan-kecurangan saat pengadaan barang dan jasa di
desa kabupaten lombok barat berlangsung. Namun statistik menunjukkan hal yang berbeda.
Berdasarkan hasil kuesioner dapat disimpulkan bahwa sistem dan prosedur pengadaan di
desa sudah baik Namun masih ada beberapa hambatan yang dialami oleh desa yaitu panitia
pengadaaan merasa adanya rasa ketidakamanan karena menjadi sudut pandang utama dari
penilaian atas kecurangan yang terjadi di lingkungan pemerintah desa. Hal ini akan
mendorong panitia pengadaan akan menjawab bahwa pengadaan di lingkungannya baik-baik
saja. Tidak menutup kemungkinan sampel yang digunakan juga mempengaruhi hasil dari
penelitian ini.
4.6.5. Pengaruh Lingkungan Pengadaan Terhadap Fraud Pengadaan Barang dan Jasa.

Hipotesis kelima menyatakan bahwa lingkungan Pengadaan berpengaruh negatif terhadap


fraud pengadaan barang dan jasa. Hasil pengujian pada tabel 4.17 diperoleh nilai t hitung
sebesar 0,643 dengan t tabel sebesar 1,671 yang artinya hipotesis 5 ditolak. Hal ini
membuktikan bahwa lingkungan pengadaan tidak berpengaruh negatif terhadap fraud
pengadaan barang dan jasa.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lingkungan pengadaan berpengaruh negatif


terhadap fraud pengadaan barang dan jasa desa di Kabupaten Lombok Barat. Berdasarkan
pertanyaan kuesioner pada variabel lingkungan pengadaan yaitu sebesar 41,5% pada skala 3
yang artinya bahwa fasilitas dan kondisi yang ada di tempat kerja panitia pengadaan sudah
cukup baik dan layak sehingga akan mengurangi kemungkinan terjadinya fraud. Hal tersebut
juga didukung oleh jawaban responden pada variabel fraud yang mayoritas responden
memilih pada skala 4 sebesar 55,9% (setelah di reverse skill) yang artinya bahwa pada saat
pengadaan, tidak ada indikasi terjadinya fraud atau kecurangan selama proses pengadaan
berlangsung.
5. Penutup
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan mengenai analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi fraud pengadaan barang dan jasa desa di Kabupaten Lombok Barat dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Kualitas panitia pengadaan berpengaruh negatif terhadap fraud pengadaan barang
dan jasa. Hal ini menunjukkan semakin baik kualitas dari panitia pengadaan desa

13
di Kabupaten Lombok Barat maka akan semakin berkurang terjadinya fraud
dalam pengadaan barang dan jasa.
2. Etika pengadaan tidak berpengaruh negatif terhadap fraud pengadaan barang dan
jasa. Hal ini menunjukkan bahwa baik atau tidaknya etika dalam proses
pengadaan, tidak berpengaruh negatif terhadap fraud dalam pengadaan barang dan
jasa desa di Kabupaten Lombok Barat.
3. Penghasilan panitia pengadaan tidak berpengaruh negatif terhadap fraud
pengadaan barang dan jasa. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi
penghasilan yang diterima panitia pengadaan maka akan semakin tinggi juga
fraud dalam pengadaan barang dan jasa di lingkungan pemerintah desa
4. Sistem dan prosedur tidak berpengaruh negatif terhadap fraud pengadaan barang
dan jasa. Hal ini menunjukkan bahwa semakin baik system dan prosedur
pengadaan maka tidak akan mempengaruhi fraud dalam pengadaan barang dan
jasa desa di kabupaten Lombok Barat.
5. Lingkungan pengadaan berpengaruh negatif terhadap fraud pengadaan barang dan
jasa. Hal ini menunjukkan semakin baik lingkungan dalam pengadaan maka akan
mengurangi fraud pengadaan barang dan jasa.
5.2. Keterbatasan
Keterbatasan yang ada dalam penelitian adalah:
1. Penelitian ini menggunakan instrumen kuesioner, sehingga hasil penelitian ini
rentan terhadap biasnya jawaban responden. Selain itu adanya kemungkinan bahwa
jawaban yang diberikan tidak sesuai dengan keadaan sesungguhnya. Hal ini
disebaban pada umumnya responden pasti akan memberikan jawaban yang baik
atas pertanyaan yang diajukan terkait pekerjaan yang dilakukannya.
2. Poin-poin kuesioner yang disebar tidak mencakup seluruh keadaan dari
pelaksanaan pengadaan barang dan jasa.
3. Penelitian ini hanya membahas variabel kualitas panitia pengadaan, etika
pengadaan, penghasilan pengadaan, sistem dan prosedur pengadaan, lingkungan
pengadaan. Nilai Adjusted R2 yang dihasilkan dalam penelitian rendah yaitu
sebesar 6,8 %.
5.3. Saran
Berdasarkan keterbatasan penelitian di atas, maka peneliti memberikan beberapa saran:
1. Perlunya menggunakan sampel dari inspektorat terkait dan instansi yang sudah
melakukan pemeriksaan di desa.

14
2. Untuk penelitian selanjutnya, Metode pengumpulan data menambahkan metode
wawancara dan dokumentasi, karena dengan mengandalkan ketiga metode ini
diharapkan akan semakin mengungkap fraud yang terjadi di desa.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M. Yatimin .2006. Pengantar Studi Etika, Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada,.

Akbar, Feni F, Dkk. 2012. Fraud Pengadaan Barang/Jasa. Fakultas Ekonomi.UNISSULA.


1,24.

15
Akbar, Ahmad. 2017. Pengaruh Kompetensi auditor dan peran whistleblower terhadap
pendeteksian kecurangan pada pengadaan barang dandan Bisnis. Universitas
Hasanuddin.

Arikunto, Suharsimi.1998. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka


Cipta.

Arifianti, Rini, Budi Santoso, Lilik Handajani. 2015. perspektif triangle fraud theory dalam
pengadaan barang/jasa di pemerintah provinsi NTB. Universitas Mataram.

Artantri,Luh Putu Resti Mega, Lilik Handayani, Endar Pituringsih. 2016. Peran E-
Procurement Terhadap Pencegahan Fraud pada Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah Daerah di Pulau Lombok.Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Universitas
Mataram.16,30,31.

Ghozali, Imam. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 19.
Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Hamzah. B. Uno. (2007). Profesi Kependidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

http;//www.inspektorat.lombokbaratkab.go.id diunduh tanggal 10 juni 2017.

http;//www.keuangandesa.com diunduh tanggal 20 April 2017.

http;//www.lombokbaratkab.go.id/ diunduh tanggal 29 Maret 2017.

Irfan, A. 2002. Pelaporan Keuangan dan Asimetri Informasi dalam Hubungan Agensi.
Lintasan Ekonomi. Vol. XIX, No.2, Pp. 83-93.

Iskandar, Ika. 2013. Analisis pengadaan barang/jasa di pemerintah Kota Sukabumi,


pemerintah Kota Bogor dan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/jasa
Pemerintah (LKPP). Fakultas Ekonomi. Universitas Indonesia.

Ismiyanti, F. dan Hanafi, M. (2004). Struktur Kepemilikan, Risiko, dan Kebijakan Keuangan:
Analisis Persamaan Simultan. Jurnal Ekonomi dan Bisnis indonesia. Vol. 19, No.
2, Pp. 176-196.

Jatiningtyas, Nurani. 2011. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fraud Pengadaan


Barang/Jasa Pada Lingkungan Instansi Pemerintah di Wilayah Semarang. Fakultas
Ekonomi. Universitas Diponegoro.4,17,28,29.

Jerry J.Weygandt, et al. 2011. Financial accounting. John Willey & Sons. New Jersey.

Joyce, Tan Li Huang. 2013. An analysis of internal controls and procurement fraud
deterrence. Journal of Naval Postgraduate School. 1-3,95.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal 362,368,372,378,396,406.

16
Kotler, Philip. 2005. Manajamen Pemasaran, Jilid 1 dan 2. Jakarta: PT. Indeks. Kelompok
Gramedia.

Kuncoro, Mudrajad. 2001. Metode Kuantitatif : Teori dan Aplikasi Untuk Bisnis dan
Ekonomi. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.

Lane, Jan-Erik. 2000. The Public Sector ñ Concepts, Models and Approaches. SAGE
Publications. London.

Lolita,Nike. 2014. Analisis Faktor-Faktor yang Mendorong Terjadinya Fraud Pengadaan


Barang dan Jasa pada Lingkungan Instansi Pemerintah di Provinsi Sumatera
Barat.Fakultas Ekonomi. Universitas Negeri Padang, 3, 14,15.

Mardiana, 2005. Manajemen Produksi, Jakarta: Penerbit Badan Penerbit IPWI.


Mulyadi. 2010. Sistem Akuntansi, Edisi ke-3, Cetakan ke-5. Jakarta: Salemba Empat.

Murray, J. Gordon. 2014. Procurement Fraud Vulnerability : A Case Study.Taylor and


Francis Group.7,14.

Najahningrum, A.F. 2013, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fraud : Persepsi pada


Pengawai Dinas provinsi DIY,266, 267.

Nugroho, Rahmawan Satrio, Alfi Haris Wanto, Trisnawati 2015. Pengaruh Implementasi
Sistem Pengadaan Secara Elektronik (E-Procurement) Terhadap Fraud Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah. Fakultas Ilmu Administrasi.Universitas Brawijaya.

Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/jasa Pemerintah No 22 Tahun


2015. Tentang Perubahan Pedoman Pengadaan Barang/ Jasa Desa.

Priyatno,Dwi, (2008). Mandiri Belajar SPSS. Yogyakarta: Mediakom.

Purwitasari, Anggit. 2013. Pengaruh Pengendalian Internal dan Komitmen Organisasi dalam
Pencegahan Fraud Pengadaan Barang. Fakultas Ekonomi. Universitas
Widyatama,2, 122.

Purwosusilo. 2014. Aspek Hukum Pengadaan Barang dan Jasa. Jakarta: Prenadamedia
Group.

Sedarmayanti. 2009. Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Bandung: CV Mandar
Maju.

Sinaga, N. S. B. 2008. Peranan keahlian internal auditor dalam mencegah dan mendeteksi
kecurangan (fraud).Fakultas Ekonomi, Universitas Trisakti.

Singleton, T. W.; Singleton, A. J.; Bologna, G. J.; Lindquist, R. J. 2006. Fraud Auditing and
Forensic Accounting Third Edition. Hoboken, New Jersey: John Wiley & Sons,
Inc.

Sugiyono, (2008). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

17
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi (Mixed Methods).
Bandung : Alfabeta.

Suliyanto. 2011, “Ekonomika Terapan: Teori dan Aplikasi dengan SPSS. Yogyakarta:
Penerbit Andi..

Wind, Ajeng. 2014. Forensic Accounting. Jakarta : Dunia Cerdas.

Wisesa, Anggara. 2011. Integritas Moral dalam Konteks Pengambilan Keputusan Etis.
Institut teknologi Bandung.

18

Anda mungkin juga menyukai