Anda di halaman 1dari 16

Keperawatan MedikalBedah II

Asuhan Keperawatan pada gangguan sistem penglihatan: Catarak


Oleh: Rossiani, S.Kep.Ners.M.Kes

A. Konsep dasar penyakit


1. Pengertian
Katarak adalah suatu keadaan dimana lensa mata yang biasanya jernih dan bening
menjadi keruh (Nugroho (2011)

2. Jenis – jenis Katarak


Jenis- jenis katarak terbagi atas :
a. Katarak terkait usia (katarak senilis)
Katarak senilis adalah jenis katarak yang paling sering dijumpai. Satu satunya
gejala adalah distorsi penglihatan dan penglihatan yang semakin
kabur.
b. Katarak anak- anak
Katarak anak- anak dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :
1) Katarak kongenital, yang terdapat sejak lahir atau segera sesudahnya.
Banyak katarak kongenital yang tidak diketahui penyebabnya walaupun
mungkin terdapat faktor genetik, yang lain disebabkan oleh penyakit
infeksi atau metabolik, atau beerkaitan dengan berbagai sindrom.
2) Katarak didapat, yang timbul belakangan dan biasanya terkait dengan
sebab-sebab spesifik. Katarak didapat terutama disebabkan oleh trauma,
baik tumpul maupun tembus. Penyyebab lain adalah uveitis, infeksi mata
didapat, diabetes dan obat.
c. Katarak traumatik
Katarak traumatik paling sering disebabkan oleh cedera benda asing di lensa
atau trauma tumpul terhadap bola mata. Lensa menjadi putih segera setelah
masuknya benda asing karena lubang pada kapsul lensa menyebabkan humor
aqueus dan kadang- kadang korpus vitreum masuk kedalam struktur lensa.
d. Katarak komplikata
Katarak komplikata adalah katarak sekunder akibat penyakit intraokular pada
fisiologi lensa. Katarak biasanya berawal didaerah sub kapsul posterior dan
akhirnya mengenai seluruh struktur lensa. Penyakit- penyakit intraokular yang
sering berkaitan dengan pembentukan katarak adalah uveitis kronik atau
rekuren, glaukoma, retinitis pigmentosa dan pelepasan retina.
e. Katarak akibat penyakit sistemik
Katarak bilateral dapat terjadi karena gangguan- gangguan sistemik berikut:
diabetes mellitus, hipoparatiroidisme, distrofi miotonik, dermatitis atropik,
galaktosemia, dan syndrome Lowe, Werner atau Down.
f. Katarak toksik
Katarak toksik jarang terjadi. Banyak kasus pada tahun 1930-an sebagai akibat
penelanan dinitrofenol (suatu obat yang digunakan untuk menekan nafsu
makan). Kortokosteroid yang diberikan dalam waktu lama, baik secara
sistemik maupun dalam bentuk tetes yang dapat menyebabkan kekeruhan
lensa.
g. Katarak ikutan
Katarak ikutan menunjukkan kekeruhan kapsul posterior akibat katarak
traumatik yang terserap sebagian atau setelah terjadinya ekstraksi katarak
ekstrakapsular.

3. Anatomi dan Fisiologi

a. Sklera
Lapisan paling luar dan kuat ( bagian “putih” mata). Bila sklera mengalami
penipisan maka warnanya akan berubah menjadi kebiruan. Dibagian
posterior, sklera mempunyai lubang yang dilalui saraf optikus dan
pembuluh darah retina sentralis. Dibagian anterior berlanjut menjadi
kornea. Permukaan anterior sklera diselubungi secara longgar dengan
konjungtiva. Sklera melindungi struktur mata yang sangat halus serta
membantu mempertahankan bentuk biji mata.
b. Khoroid
Lapisan tengah yang berisi pembuluh darah. Merupakan ranting-ranting
arteria oftalmika, cabang dari arteria karotis interna. Lapisan vaskuler ini
membentuk iris yang berlubang ditengahnya, atau yang disebut pupil
(manik) mata. Selaput berpigmen sebelah belakang iris memancarkan
warnanya dan dengan demikian menentukan apakah sebuah mata itu
berwarna biru, coklat, kelabu, dan seterusnya. Khoroid bersambung pada
bagian depannya dengan iris, dan tepat dibelakang iris. Selaput ini menebal
guna membentuk korpus siliare sehingga terletak antara khoroid dan iris.
Korpus siliare itu berisi serabut otot sirkulerndan serabut-serabut yang
letaknya seperti jari-jari sebuah lingkaran. Kontraksi otot sirkuler
menyebabkan pupil mata juga berkontraksi. Semuanya ini bersama-sama
membentuk traktus uvea yang terdiri dari iris, korpus siliare, dan khoroid.
Peradangan pada masing masing bagian berturut-turut disebut iritis, siklitis,
dan khoroiditis, atau pun yang secara bersama-sama disebut uveitis. Bila
salah satu bagian dari traktus ini mengalami peradangan, maka penyakitnya
akan segera menjalar kebagian traktus lain disekitarnya.
c. Retina
Lapisan saraf pada mata yang terdiri dari sejumlah lapisan serabut, yaitu
sel-sel saraf batang dan kerucut. Semuanya termasuk dalam konstruksi
retina yang merupakan jaringan saraf halus yang menghantarkan impuls
saraf dari luar menuju jaringan saraf halus yang menghantarkan impuls
saraf dari luar menuju diskus optikus, yang merupakan titik dimana saraf
optik meninggalkan biji mata. Titik ini disebut titik buta, oleh karena tidak
mempunyai retina. Bagian yang paling peka pada retina adalah makula,
yang terletak tepat eksternal terhadap diskus optikus, persis berhadapan
dengan pusat pupil.
d. Kornea
Merupakan bagian depan yang transparan dan bersambung dengan sklera
yang putih dan tidak tembus cahaya. Kornea terdiri atas beberapa lapisan.
Lapisan tepi adalah epithelium berlapis yang tersambung dengan
konjungtiva.
e. Bilik anterior (kamera okuli anterior)
Terletak antara kornea dan iris.
f. Iris
Tirai berwarna didepan lensa yang bersambung dengan selaput khoroid. Iris
berisi dua kelompok serabut otot tak sadar (otot polos). Kelompok yang
satu mengecilkan ukuran pupil,sementara kelompok yang lain melebarkan
ukuran pupil itu sendiri.
g. Pupil
Bintik tengah yang berwarna hitam yang merupakan celah dalam iris,
dimana cahaya dapat masuk untuk mencapai retina.
h. Bilik posterior (kamera okuli posterior)
Terletak diantara iris dan lensa. Baik bilik anterior maupun
bilik posterior yang diisi dengan aqueus humor.
i. Aqueus humor
Cairan ini berasal dari badan siliaris dan diserap kembali ke dalam aliran
darah pada sudut iris dan kornea melalui vena halus yang dikenal sebagai
Saluran Schlemm.
j. Lensa
Suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna dan transparan. Tebalnya
±4 mm dan diameternya 9 mm. Dibelakang iris, lensa digantung oleh
zonula (zonula zinni) yang menghubungkannya dengan korpus siliare. Di
sebelah anterior lensa terdapat humor aqueus dan disebelah posterior
terdapat vitreus humor. Kapsul lensa adalah membran semipermiabel yang
dapat dilewati air dan elektrolit. Disebelah depan terdapat selapis epitel
subkapular. Nukleus lensa lebih
keras daripada korteks nya. Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-serat
lamelar sub epitel terus diproduksi sehingga lensa lama-kelamaan menjadi
kurang elastik. Lensa terdiri dari 65% air, 35% protein, dan sedikit sekali
mineral yang biasa ada dalam jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium
lebih tinggi di lensa daripada di jaringan lainnya. Asam askorbat dan
glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada
serat nyeri, pembuluh darah, maupun saraf dalam lensa.
k. Vitreus humor
Daerah sebelah belakang biji mata, mulai dari lensa hingga retina yang diisi
dengan cairan penuh albumen berwarna keputih-putihan seperti agar-agar.
Berfungsi untuk memberi bentuk dan kekokohan pada mata, serta
mempertahankan hubungan antara retina dengan selaput khoroid dan
sklerotik.

4. Fisiologi mata
Saraf optikus atau urat saraf cranial kedua adalah saraf sensorik untuk
penglihatan. Saraf ini timbul dari sel-sel ganglion dalam retina yang
bergabung untuk membentuk saraf optikus. Saraf ini bergerak ke belakang
secara medial dan melintasi kanalis optikus, memasuki rongga cranium lantas
kemudian menuju khiasma optikum. Saraf penglihatan memiliki 3
pembungkus yang serupa dengan yang ada pada meningen otak. Lapisan
luarnya kuat dan fibrus serta bergabung dengan sclera, lapisan tengah halus
seperti arakhnoid, sementara lapisan dalam adalah vakuler (mengandung
banyak pembuluh darah). Pada saat serabut-serabut itu mencapai khiasma
optikum, maka separuh dari serabut-serabut itu akan menuju ke traktus optikus
sisi seberangnya, sementara separuhnya lagi menuju traktus optikus sisi yang
sama. Dengan perantara serabut-serabut ini, maka setiap serabut nervus
optikus dihubungkan dengan kedua sisi otak sehingga indera penglihatan
menerima rangsangan berkas-berkas cahay pada retina. Pusat visual terletak
pada kortex lobus oksipitalis otak. Indera penglihatan menerima rangsangan
berkas-berkas cahaya pada retina dengan perantaraan serabut nervus optikus,
menghantarkan rangsangan ini ke pusat penglihatan pada otak untuk
ditafsirkan. Cahaya yang jatuh ke mata menimbulkan bayangan yang
difokuskan pada retina. Bayangan itu akan menembus dan diubah oleh kornea,
lensa badan aqueus dan vitreus. Lensa membiaskan cahaya dan memfokuskan
bayangan pada retina, bersatu menangkap sebuah titik bayangan yang
difokuskan. Gangguan lensa adalah kekeruhan, distorsi, dislokasi, dan anomali
geometric. Pasien yang mengalami gangguan- gangguan tersebut mengalami
kekaburan penglihatan tanpa rasa nyeri.
a. Pembentukan bayangan
Cahaya dari objek membentuk ketajaman tertentu dari bayangan objek di
retina. Bayangan dalam fovea di retina selalu lebih kecil dan terbalik dari
objek nyata. Bayangan yang jatuh pada retina akan menghasilkan sinyal
saraf dalam mosaik reseptor, selanjutnya mengirim bayangan dua dimensi
ke otak untuk direkonstruksikan menjadi bayangan tiga dimensi.
Pembentukan bayangan abnormal terjadi jika bola mata terlalu panjang
dan berbentuk elips, titik fokus jatuh didepan retina sehingga bayangan
menjadi kabur. Untukmelihat lebih jelas harus mendekatkan mata pada
objek yang dilihat, dibantu dengan lensa bikonkaf yang memberi cahaya
divergen sebelum masuk mata. Pada hipermetropia, titik fokus jatuh
dibelakang retina. Kelainan dikoreksi dengan lensa bikonveks. Sedangkan
pada presbiopia, bentuk abnormal karena lanjut usia yang kehilangan
kekenyalan lensa.

b. Respon bola mata terhadap benda


Relaksasi muskulus siliaris membuat ligamentum tegang, lensa tertarik
sehingga bentuknya lebih pipih. Keadaan ini akan memperpanjang jarak
fokus. Bila benda dekat dengan mata maka otot akan berkontraksi agar
lengkung lensa meningkat. Jika benda jauh, maka m. siliaris berkontraksi
agar pipih supaya bayangan benda pada retina menjadi tajam. Akomodasi
mengubah ukuran pupil, kontraksi iris membuat pupil mengecil dan
melebar. Jika sinar terlalu banyak maka pupil menyempit agar sinar tidak
seluruhnya masuk ke dalam mata. Dalam keadaan gelap pupil melebar
agar sinar banyak yang ditangkap. Dalam hal melihat benda, jika mata
melihat jauh kemudian melihat dekat maka pupil berkontraksi agar terjadi
peningkatan ke dalam lapang penglihatan. Akomodasi lensa diatur oleh
mekanisme umpan balik negatif secara otomatis.
c. Lintasan penglihatan
Setelah impuls meninggalkan retina, impuls ini berjalan ke belakang
melalui nervus optikus. Pada persilangan optikus, serabut menyilang ke
sisi lain bersatu dengan serabut yang berasal dari retina. Otak
menggunakan visual sebagai informasi untuk dikirim ke korteks serebri
dan visual pada bagian korteks visual ini membentuk gambar tiga dimensi.
Gambar yang ada pada retina di traktus optikus disampaikan secara tepat
ke korteks jika seseorang kehilangan lapang pandang sebagian besar dapat
dilacak lokasi kerusakan di otak yang bertanggung jawab atas lapang
pandang.

5. Etiologi
Penyebab utama katarak adalah proses penuaan. Anak bisa mengalami katarak
yang biasanya merupakan penyakit yang diturunkan, peradangan di dalam
kehamilan, keadaan ini disebut sebagai katarak kongenital. Lensa mata
mempunyai bagian yang disebut pembungkus lensa atau kapsul lensa, korteks
lensa yang terletak antara nukleus lensa atau intilensa dengan kapsul lensa.
Pada anak dan remaja nukleus bersifat lembek sedang pada orang tua nukleus
ini menjadi keras. Katarak dapat mulai dari nukleus, korteks, dan
subkapsularis lensa. Dengan menjadi tuanya seseorang maka lensa mata akan
kekurangan air dan menjadi lebih padat. Lensa akan menjadi keras pada
bagian tengahnya, sehingga kemampuannya memfokuskan benda dekat
berkurang. Hal ini mulai terlihat pada usia 45 tahun dimana mulai timbul
kesukaran melihat dekat (presbiopia). Pada usia 60 tahun hampir 60% mulai
mengalami katarak atau lensa keruh. Katarak biasanya berkembang pada
kedua mata akan tetapi progresivitasnya berbeda. Kadang-kadang penglihatan
pada satu mata nyata berbeda dengan mata yang sebelahnya. Perkembangan
katarak untuk menjadi berat memakan waktu dalam bulan hingga tahun.
Berbagai faktor dapat mengakibatkan tumbuhnya katarak lebih cepat. Faktor
lain dapat mempengaruhi kecepatan berkembangnya kekeruhan lensa
sepertidiabetes melitus, obat tertentu, sinar ultra violet B dari cahay matahari,
efek racun dari merokok, dan alkohol, gizi kurang vitamin E, dan radang
menahun di dalam bola mata. Obat tertentu dapat mempercepat timbulnya
katarak seperti betametason, klorokuin, klorpromazin, kortison, ergotamin,
indometasin, medrison, neostigmin, pilokarpin dan beberapa obat lainnya.
Penyakit infeksi tertentu dan penyakit seperti diabetes melitus dapat
mengakibatkan timbulnya kekeruhan lensa yang akan menimbulkan katarak
komplikata (Ilyas, 2006) .Katarak biasanya terjadi bilateral, namun memiliki
kecepatan yang berbeda. Dapat disebabkan oleh kejadian trauma maupun
sistemik, seperti diabetes. Namun kebanyakan merupakan konsekuensi dari
proses penuaan yang normal. Kebanyakan katarak berkembang secara kronik
ketika seseorang memasuki dekade ketujuh. Katarak dapat bersifat kongenital
dan harus diidentifikasi awal, karena bila tidak terdiagnosa dapat
menyebabkan ambliopia dan kehilangan penglihatan permanen. Faktor yang
paling sering berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar
ultraviolet B, obat obatan, alkohol, merokok, diabetes, dan asupan vitamin
antioksidan yang kurang dalam jangka waktu lama.

6. Patofisiologi
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan,
berbentuk seperti kancing baju dan mempunyai kekuatan refraksi yang besar.
Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat
nukleus, di perifer ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsul
anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia, nukleus mengalami
perubahan warna menjadi coklat kekuningan. Disekitar opasitas terdapat
densitas seperti duri di anterior dan posterior nukleus. Opasitas pada kapsul
posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna, nampak seperti
kristal salju pada jendela. Perubahan fisik dan kimia dalam lensa
mengakibatkan hilangnya transparansi. Perubahan pada serabut halus multipel
(zunula) yang memanjang dari badan silier ke sekitar daerah diluar lensa,
misalnya dapat menyebabkan penglihatan mengalamui distorsi. Perubahan
kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga
mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina.
Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi disertai
influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang
dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim
mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan
menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien
yang menderita katarak.
7. Patway/Patoflowdiagram

Usia, radiasi, penyakit dan trauma

Perubahan fisik dan kimia dalam lensa

Menyebabkan kepadatan lensa

Ketidakseimbangan penyerapan protein lensa normal

Koagulasi Terputusnya protein lensa normal

Kekeruhan pada lensa mata Influx air ke dalam

Menghambat jalannya cahaya ke retina Mematahkan serabut

Mengabutkan pandangan Penurunan tajam pandangan Mengganggu transmisi

Resiko trauma Gangguan penerimaan sensori; kerusakan sensor Gangguan sensori persepsi: penglihatan

Prosedur pembedahan

Pre operasi post operasi

Prosedur invasif Gg. status organ indra perubahan status kesehatan


Gg.persepsi sensori Ancietas
Terputusnya kontinuitas Rest.cidera kurang informasi

Gg. Rasa nyaman: nyeri


Kurang pengetahuan

Sumber: Nugroho 2011


8. Manifestasi Klinik
Katarak didiagnosis terutama dengan gejala subjektif. Biasanya, pasien
melaporkan penurunan ketajaman fungsi penglihatan, silau, dan gangguan
fungsional sampai derajat tertentu yang diakibatkan karena kehilangan
penglihatan tadi, temuan objektif biasanya meliputi pengembunan seperti
mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan tampak dengan
oftalmoskop. Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan
bukannya ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina.
Hasilnya adalah pandangan kabur atau redup, menyilaukan yang
menjengkelkan dengan distorsi bayangan dan susah melihat di malam hari.
Pupil yang normalnya hitam, akan tampak kekuningan, abu-abu atau putih.
Katarak biasanya terjadi bertahap selama bertahun-tahun , dan ketika katarak
sudah sangat memburuk, lensa koreksi yang lebih kuat pun tak akan mampu
memperbaiki penglihatan. Orang dengan katarak secara khas selalu
mengembangkan strategi untuk menghindari silau yang menjengkel yang
disebabkan oleh cahaya yang salah arah. Misalnya, ada yang mengatur ulang
perabotan rumahnya sehingga sinar tidak akan langsung menyinari mata
mereka. Ada yang mengenakan topi berkelepak lebar atau kaca mata hitam
dan menurunkan pelindung cahaya saat mengendarai mobil pada siang hari

9. Penatalaksanaan
Sampai saat ini belum ditemukan obat yang dapat mencegah katarak.
Beberapa penelitian sedang dilakukan untuk memperlambat proses bertambah
keruhnya lensa untuk menjadi katarak. Meski telah banyak usaha yang
dilakukan untuk memperlambat progresifitas atau mencegah terjadinya
katarak, tatalaksana masih dengan pembedahan . Untuk menentukan waktu
katarak dapat dibedah ditentukan oleh keadaan tajam penglihatan dan bukan
oleh hasil pemeriksaan. Tajam penglihatan dikaitkan dengan tugas sehari-hari
penderita. Digunakan nama insipien, imatur, matur, dan hipermatur didasarkan
atas kemungkinan terjadinya penyulit yang dapat terjadi. Operasi katarak
terdiri dari pengangkatan sebagian besar lensa dan penggantian lensa dengan
implant plastik. Saat ini pembedahan semakin banyak dilakukan dengan
anestesi lokal daripada anestesi umum. Anestesi lokal diinfiltrasikan di sekitar
bola mata dan kelopak mata atau diberikan secara topikal. Operasi dilakukan
dengan insisi luas pada perifer kornea atau sklera anterior, diikuti oleh
ekstraksi (lensa diangkat dari mata) katarak ekatrakapsular. Insisi harus
dijahit. Likuifikasi lensa menggunakan probe ultrasonografi yang dimasukkan
melalui insisi yang lebih kecil dari kornea atau sklera anterior
(fakoemulsifikasi).

10. Komplikasi
a. Hilangnya vitreous. Jika kapsul posterior mengalami kerusakan selama
operasi maka gel vitreous dapat masuk ke dalam bilik anterior, yang
merupakan resikoterjadinya glaucoma atau traksi pada retina. Keadaan ini
membutuhkan pengangkatan dengan satu instrument yang mengaspirasi
dan mengeksisi gel (virektomi). Pemasanagan lensa intraocular sesegera
mungkin tidak bias dilakukan pada kondisi ini.
b. Prolaps iris. Iris dapat mengalami protrusi melalui insisi bedah pada
periode pasca operasi dini. Terlihat sebagai daerah berwarna gelap pada
lokasi insisi. Pupil mengalami distorsi. Keadaan ini membutuhkan
perbaikan segera dengan pembedahan.
c. Endoftalmitis. Komplikasi infeksi ekstraksi katarak yang serius, namun
jarang terjadi.

B. Konsep dasar keperawatan


1. Pengkajian
a. Biodata
Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
suku/ bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat dan nomor register.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Penurunan ketajaman penglihatan dan silau.
2) Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat kesehatan pendahuluan pasien diambil untuk menemukan masalah
primer pasien, seperti: kesulitan membaca, pandangan kabur, pandangan
ganda, atau hilangnya daerah penglihatan soliter. Perawat harus
menemukan apakah masalahnya hanya mengenai satu mata atau dua mata
dan berapa lama pasien sudah menderita kelainan ini. Riwayat mata yang
jelas sangat penting. Apakah pasien pernah mengalami cedera mata atau
infeksi mata, penyakit apa yang terakhir diderita pasien.
3) Riwayat kesehatan sekarang
Eksplorasi keadaan atau status okuler umum pasien. Apakah ia mengenakan
kacamata atau lensa kontak?, apakah pasien mengalami kesulitan melihat
(fokus) pada jarak dekat atau jauh?, apakah ada keluhan dalam membaca
atau menonton televisi?, bagaimana dengan masalah membedakan warna
atau masalah dengan penglihatan lateral atau perifer?
4) Riwayat kesehatan keluarga
Adakah riwayat kelainan mata pada keluarga derajat pertama atau kakek-
nenek.
c. Pemeriksaan fisik
Pada inspeksi mata akan tampak pengembunan seperti mutiara keabuan pada
pupil sehingga retina tak akan tampak dengan oftalmoskop). Katarak terlihat
tampak hitam terhadap refleks fundus ketika mata diperiksa dengan
oftalmoskop direk. Pemeriksaan slit lamp memungkinkan pemeriksaan katarak
secara rinci dan identifikasi lokasi opasitas dengan tepat. Katarak terkait usia
biasanya terletak didaerah nukleus, korteks, atau subkapsular. Katarak
terinduksi steroid umumnya terletak di subkapsular posterior. Tampilan lain
yang menandakan penyebab okular katarak dapat ditemukan, antara lain
deposisi pigmen pada lensa menunjukkan inflamasi sebelumnya atau kerusakan
iris menandakan trauma mata sebelumnya

d. Perubahan pola fungsi


Data yang diperoleh dalam kasus katarak, menurut (gordon) adalah
sebagai berikut :
1) Persepsi tehadap kesehatan
Bagaimana manajemen pasien dalam memelihara kesehatan, adakah
kebiasaan merokok, mengkonsumsi alkohol,dan apakah pasien mempunyai
riwayat alergi terhadap obat, makanan atau yang lainnya.
2) Pola aktifitas dan latihan
Bagaimana kemampuan pasien dalam melakukan aktifitas atau perawatan
diri, dengan skor : 0 = mandiri, 1= dibantu sebagian, 2= perlu bantuan
orang lain, 3= perlu bantuan orang lain dan alat, 4= tergantung/ tidak
mampu
3) Pola istirahat tidur
Berapa lama waktu tidur pasien, apakah ada kesulitan tidur seperti insomnia
atau masalah lain. Apakah saat tertidur sering terbangun.
4) Pola nutrisi metabolik
Adakah diet khusus yang dijalani pasien, jika ada anjuran diet apa yang
telah diberikan. Kaji nafsu makan pasien sebelum dan setelah sakit
mengalami perubahan atau tidak, adakah keluhan mual dan muntah, adakah
penurunan berat badan yang drastis dalam 3 bulan terakhir.
5) Pola eliminasi
Kaji kebiasaan BAK dan BAB pasien, apakah ada gangguan atau kesulitan.
Untuk BAK kaji warna, bau dan frekuensi sedangkan untuk BAB kaji
bentuk, warna, bau dan frekuensi.
6) Pola kognitif perseptual
Status mental pasien atau tingkat kesadaran, kemampuan bicara,
mendengar, melihat, membaca serta kemampuan pasien berinteraksi.
Adakah keluhan nyeri karena suatu hal, jika ada kaji kualitas nyeri.
7) Pola konsep diri
Bagaimana pasien mampu mengenal diri dan menerimanya seperti harga
diri, ideal diri pasien dalam hidupnya, identitas diri dan gambaran akan
dirinya.
8) Pola koping
Masalah utama pasien masuk rumah sakit, cara pasien menerima dan
menghadapi perubahan yang terjadi pada dirinya dari sebelum sakit hingga
setelah sakit.
9) Pola seksual reproduksi
Pola seksual pasien selama di rumah sakit, menstruasi terakhir dan adakah
masalh saat menstruasi.
10) Pola peran hubungan
Status perkawinan pasien, pekerjaan, kualitas bekerja, sistem pendukung
dalam menghadapi masalah, dan bagaiman dukungan keluarga selama
pasien dirawat di rumah sakit.
11) Pola nilai dan kepercayaan
Apa agama pasien, sebagai pendukung untuk lebih mendekatkan diri
kepada Tuhan atas sakit yang diderita.

e. Pemeriksaan Diagnostik
Selain uji mata yang biasanya dilakukan menggunakan kartu snellen,
keratometri, pemeriksaan lampu slit dan oftalmoskopi, maka A scan
ultrasound (echography) dan hitung sel endotel sangat berguna sebagai alat
diagnostik, khususnya bila dipertimbangkan akan dilakukan pembedahan.
Dengan hitung sel endotel 2000 sel/mm3, pasien ini merupakan kandidat yang
baik untuk dilakukan fako emulsifikasi dan implantasi IOL .
2. Diagnosa keperawatan
a. Pre Operasi
1) Cemas (ansietas) berhubungan dengan kerusakan sensori dan
kurangnya pemahaman mengenai tindakan operasi yang akan
dilakukan.
2) Resiko Cedera berhubungan dengan kerusakan penglihatan.
3) Gangguan sensori persepsi: penglihatan berhubungan dengan gangguan
penerimaan sensori/ perubahan status organ indera.

b. Post Operasi
1) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasive.
2) Gangguan sensori perceptual : penglihatan berhubungan dengan
gangguan penerimaan sensori / status organ indera.
3) Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan terputusnya
kontinuitas jaringan pasca operasi.
4) Resiko tinggi cedera berhubungan dengan kehilangan penglihatan
perifer sementara dan persepsi sekunder terhadap pembedahan mata.
5) Cemas (ansietas) berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
6) Diagnosa Psikososial :
Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan sumber
informasi.
3. Intervensi keperawatan
a. Pre Operasi
1) Diagnosa keperawatan : cemas (ansietas) berhubungan dengan
kerusakan sensori dan kurangnya pemahaman mengenai tindakan
operasi yang akan dilakukan.
Tujuan : menurunkan stress emosional, ketakutan dan depresi,
penenmaan pembedahan dan pemahaman instruksi.
Kriteria hasil: mengucapkan pemahaman mengenai informasi.
Rencana tindakan :
a) Kaji derajat dan durasi gangguan visual. Dorong percakapan untuk
mengetahui keprihatinan pasien, perasaan, dan tingkat
pemahaman.Jawab pertanyaan, beri dukungan dan bantu pasien
dengan metode koping.
Rasional : informasi dapat menghilangkan ketakutan yang tidak
diketahui.Mekanisme koping dapat membantu pasien
berkompromi dengan kegusaran, ketakutan, depresi, tegang,
keputusasaan, kemarahan dan penolakan
b) Orientasikan pasien pada lingkungan yang baru.
Rasional: pengenalan terhadap lingkungan membantu mengurangi
ansietas dan meningkatkan keamanan.
c) Jelaskan rutinitas persiapan operasi dan tindakan operasi yang
akan dilakukan
Rasional: Pasien yang telah mendapat banyak informasi akan
lebih mudah menerima pemahaman dan mematuhi instruksi.
d) Jelaskan intervensi sedetil-detilnya. Perkenalkan diri anda pada
setiap interaksi, terjemahkan setiap suara asing, pergunakan
sentuhan untuk membantu komunikasi verbal.
Rasional: Pasien yang mengalami gangguan visual bergantung
pada masukan indera yang lain untuk mendapatkan informasi.
2) Resiko Cedera berhubungan dengan kerusakan penglihatan.
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan cedera
dapat dicegah.
Kriteria hasil : Menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk
menurunkan faktor resiko dan melindungi diri dari cedera.
Rencana tindakan :
a) Bantu pasien ketika mampu melakukan ambulasi, pre operasi
sampai stabil, dan mencapai penglihatan dan keterampilan koping
yang memadai. Gunakan teknik bimbingan penglihatan.
Rasional : Menurunkan resiko jatuh atau cedera ketika langkah
sempoyongan atau tidak mempunyai keterampilan koping untuk
kerusakan penglihatan.
b) Bantu pasien menata lingkungan. Jangan mengubah penataan meja
kursi tanpa orientasi terlebih dahulu.
Rasoinal : Memfasilitasi kemandirian dan menurunkan resiko
cedera.
c) Orientasikan pasien pada ruangan.
Rasional : Meningkatkan keamanan mobilitas dalam lingkungan.
d) Bahas perlunya penggunaan persisai metal atau kacamata bila
diperintahkan
Rasional : Tameng logam atau kacamata melindungi mata
terhadap cedera.
a. Gangguan sensori persepsi: penglihatan berhubungan dengan gangguan
penerimaan sensori/ perubahan status organ indera.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan dapat
meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu.
Kriteria hasil : Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap
perubahan, mengidentifikasi atau memperbaikipotensial bahaya dalam
lingkungan.
Rencana tindakan :
a) Tentukan ketajaman penglihatan, catat apakah satu atau kedua mata
terlibat.
Rasional : Kebutuhan individu dan pilihan intervensi bervariasi, sebab
kehilangan penglihatan terjadi secara lambat dan progresif. Bila
bilateral, tiap mata dapat berlanjut pada laju yang berbeda. Tetapi
biasanya hanya satu mata diperbaiki per prosedur
b) Orientasikan pasien terhadap lingkungan, staf, orang lain disekitarnya.
Rasional : Memberikan peningkatan kenyamanan dan kekeluargaan,
menurunkan cemas dan disorientasi pasca operasi.
c) Observasi tanda dan gejala disorientasi. Pertahankan pagar tempat tidur
sampai benar-benar sembuh.
Rasional : Terbangun dalam lingkungan tidak dikenal dan mengalami
keterbatasan penglihatan dapat mengakibatkan bingung pada orang tua.
Meningkatkan resiko jatuh bila bingung/tidak tahu ukuran tempat tidur.
d) Pendekatan dari sisi yang tidak dioperasi, bicara dan menyentuh sering,
dorong orang terdekat tinggal dengan pasien.
Rasional : Memberikan rangsang sensori tepat terhadap isolasi dan
menurunkan bingung.
b. Post Operasi
1) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasive.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil : Meningkatkan penyembuhan luka tepat waktu, bebas
drainase purulen, eritema, dan demam.
Rencana tindakan :
a) Diskusikan pentingnya mencuci tangan sebelum
menyentuh/mengobati mata.
Rasional : Menurunkan jumlah bakteri pada tangan, mencegah
kontamenasi area operasi.
b) Gunakan/tunjukkan teknik yang tepat untuk membersihkan mata
dari dalam dengan kapas basah/bola kapas untuk tiap usapan, ganti
balutan dan masukkan lensa kontak bila menggunakan.
Rasional : Teknik aseptik menurunkan resiko penyebaran bakteri
dan kontaminasi silang.
c) Tekankan pentingnya tidak menyentuh/menggaruk mata yang
dioperasi.
Rasional: Mencegah kontaminasi dan kerusakan sisi operasi.
d) Observasi/diskusikan tanda terjadinya infeksi, contoh : kemerahan,
kelopak bengkak, drainase purulen.
Rasional : Infeksi mata terjadi 2 sampai 3 hari setelah prosedur dan
memerlukan upaya intervensi.

2) Gangguan sensori perceptual : penglihatan berhubungan dengan gangguan


penerimaan sensori / status organ indera.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan dapat
meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu.
Kriteria hasil : Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap
perubahan, mengidentifikasi atau memperbaiki potensial bahaya dalam
lingkungan.
Rencana tindakan :
a) Tentukan ketajaman penglihatan, catat apakah satu atau kedua mata
terlibat.
Rasional : Kebutuhan individu dan pilihan intervensi bervariasi, sebab
kehilangan penglihatan terjadi secara lambat dan progresif. Bila
bilateral, tiap mata dapat berlanjut pada laju yang berbeda. Tetapi
biasanya hanya satu mata diperbaiki per prosedur
b) Orientasikan pasien terhadap lingkungan, staf, orang lain disekitarnya.
Rasional : Memberikan peningkatan kenyamanan dan kekeluargaan,
menurunkan cemas dan disorientasi pasca operasi.
c) Observasi tanda dan gejala disorientasi.
Rasional : Berada dalam lingkungan baru dengan mengalami
keterbatasan penglihatan dapat mengakibatkan bingung.
d) Pertahankan pagar tempat tidur sampai benar-benar sembuh dan
penglihatan bisa digunakan dengan maksimal.
Rasional : Meningkatkan resiko jatuh bila bingung/tidak terbiasa
dengan keadaan di rumah sakit.
3) Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan tindakan operasi
yang akan dilakukan.
Tujuan : Mendemonstrasikan berkurangnya ketidaknyamanan mata.
Kriteria hasil : Menyangkal ketidaknyamanan mata, tak ada
merintih,ekspresi wajah rileks.
Rencana tindakan :
a) Tanyakan pasien tentang nyeri. Tentukan karakteristik nyeri, misalnya
terus-menerus, sakit, menusuk, terbakar. Buat rentang intesitas pada
skala 0-10.
Rasional : Memberikan informasi untuk membantu dalam menentukan
pilihan/ keefektifan intervensi.
b) Berikan analgesik resep sesuai pesanan dan mengevaluasi keefektifan.
Beri tahu dokter bila nyeri mata menetap atau memburuk setelah
pemberian pengobatan.
Rasional : Analgesik memblokir jaras nyeri. Ketidaknyamanan mata
berat menandakan perkembangan komplikasi dan perlunya perhatian
medis segera. Ketidaknyamanan ringan diperkirakan
c) Berikan anti inflamasi dan agen anti infeksi oftalmik yang diresepkan.
Rasional : Untuk menurunkan bengkak dan mencegah infeksi.
d) Berikan kompres dingin sesuai pesanan dengan menggunakan teknik
aseptik. Ajarkan pasien bagaimana memberikan kompres dengan
menggunakan teknik aseptik dalam persiapan pulang. Tekankan
pentingnya mencuci tangan sebelum perawatan mata di rumah.
Rasional : Dingin membantu menurunkan bengkak.

4) Resiko tinggi cedera berhubungan dengan kehilangan penglihatan perifer


sementara dan persepsi sekunder terhadap pembedahan mata.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan, cedera dapat dicegah.
Kriteria hasil: tidak ada memar kaki, menyangkal jatuh, tidak ada
manifestasi peningkatan intraokular atau perdarahan.
Rencana tindakan :
a) Pertahankan posisi tempat tidur rendah, pagar tempat tidur tinggi, dan
bel pemanggil di samping tempat tidur. Orientasikan ulang pasien
terhadap susunan struktur ruangan. Instruksikan pasien untuk memberi
tanda untuk bantuan bila turun dari tempat tidur sampai mampu
ambulasi tanpa bantuan.
Rasional : Beberapa kejadian kehilangan keseimbangan terjadi bila
mata ditutup, khususnya pada lansia.
b) Ingatkan pasien untuk menghindari batuk, bersin, membungkuk dengan
kepala rendah dari panggul, dan mengejan.
Rasional: Peningkatan tekanan intraokular meningkatkan nyeri dan
resiko terhadap kerusakan jahitan yang digunakan pada pembedahan
mata.

5) Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan sumber informasi.


Tujuan : memenuhi kebutuhan informasi klien.
Kriteria hasil: Menyatakan pemahaman kondisi dan pengobatan,
melakukan prosedur dengan benar dan alasan tindakan.
Rencana tindakan :
a) Kaji informasi tentang kondisi individu dan prognosis.
Rasional: Meningkatkan kerjasama dengan program pascaoperasi.
b) Informasikan pasien untuk menghindari tetes mata yang dijual bebas.
Rasional: Dapat bereaksi silang/ campur dengan obat yang diberikan.
c) Diskusikan kemungkinan efek/ interaksi obat mata dan masalah medis
pasien seperti hipertensi, PPOM. Ajarkan metode yang tepat
memasukkan obat tetes untuk meminimalkan efek sistemik.
Rasional : Tindakan benar dapat membatasi absorbsi dalam sirkulasi
sistemik, meminimalkan masalah interaksi obat dan efek sistemik yang
tidak diinginkan.
d) Tekankan pentingnya evaluasi perawatan rutin. Beritahu untuk
melaporkan penglihatan berawan.
Rasional: Pengawasan periodik menurunkan resiko komplikasi serius.
Pada beberapa pasien, kapsula posterior dapat
Daftar Pustaka

Carpenito, LJ. 2009. Diagnosis KeperawatanAplikasi PadaPraktikKlinis. Dialih bahasakan


oleh Kadar KS. Jakarta: EGC.
Muttaqin A dan Kumala S. 2009. Asuhan Keperawatan Perioperatif. Jakarta: Salemba
Medika.

Nanda International. 2011. Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2009- 2011.Dialih
bahasakan oleh Sumarwati M. Jakarta: EGC.
Nugroho, T. 2011. Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah, dan Penyakit Dalam.
Yogyakarta: Nuha Medika.

Nurarif Huda Amin, Kusuma Hardhi. (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & Nanda NIC-NOC edisi revisi jilid 2, Jakarta : Mediaction
Publishing
Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction.

Anda mungkin juga menyukai