Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

Mata Kuliah Hospital Service System

SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN

Disusun Oleh:
drg. Desi Elvhira Rosa
NPM. 160721200004

PESERTA PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS


ILMU PENYAKIT MULUT

Pengampu
drg. Riani Setiadhi, Sp. PM (K)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS PADJADJARAN

BANDUNG

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat rahmat

dan tuntunan-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah berjudul “Sistem

Rujukan Pelayanan Kesehatan”.

Makalah ini memberikan ulasan tentang sistem rujukan pelayanan kesehatan

dan regulasinya yang berlaku di Indonesia. Makalah ini dikumpulkan dari

berbagai sumber rujukan yang digunakan dalam menjalankan sistem rujukan

pelayanan kesehatan di Indonesia dengan harapan dapat membantu penulis dan

pembaca dalam memahami tentang sistem pelayanan rujukan pelayanan

kesehatan.

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada drg. Riani Setiadhi, Sp.

PM (K) yang telah membimbing dalam pembuatan makalah ini sehingga makalah

ini dapat terselesaikan dengan baik.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan oleh

sebab itu penulis menerima kritik dan saran yang membangun untuk

penyempurnaan makalah ini kedepannya. Akhirnya Penulis berharap makalah ini

dapat bermanfaat bagi para pembacanya, dan penulis sendiri dalam menyelesaikan

pendidikan Residen PPDGS Ilmu Penyakit Mulut.

Bandung, September

2020
Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………….ii

BAB I PENDAHULUAN......………………………………………………..

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi………………………………………………………………

2.2 Manfaat Rujukan…………………………………………………….

2.3 Dasar Pengembangan Sistem Rujukan………………………………

2.4 Tingkatan Layanan Kesehatan………………………………………

2.5 Jenis-jenis Rujukan…………………………………………………. 5

2.6 Pelaksanaan Sistem Rujukan Dalam Sistem Jaminan

Kesehatan Nasional………………………………………………….

8
2.7 Rujukan dalam Lingkup Pelayanan Kesehatan Gigi………………...

13

BAB III KESIMPULAN……………………………………………………..

17

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………..

18

BAB I

PENDAHULUAN

Setiap warga negara dijamin hak kesehatannya oleh negara seperti tertuang

di dalam UUD 1945 Pasal 28 H ayat (1) yang berbunyi bahwa “Setiap orang

berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan

lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh

pelayanan kesehatan”. Undang-undang Republik Indonesia nomor 36 tahun 2009

tentang Kesehatan pasal 5 ayat (2) juga menjelaskan bahwa setiap orang

mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu

dan terjangkau. Oleh karena itu, pemerintah membuat suatu sistem yang dapat

menjamin pemerataan pelayanan kesehatan yang didapat oleh setiap warga

negaranya. Upaya-upaya kesehatan, dalam hal ini upaya kesehatan perorangan,

diselenggarakan melalui upaya-upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif


yang ditujukan pada perorangan, dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan

berkesinambungan, dan didukung sistem rujukan yang berfungsi secara mantap.

Sistem rujukan dalam upaya kesehatan perorangan disebut sebagai sistem rujukan

medik, yang berkaitan dengan upaya pengobatan dan pemulihan.dan diatur dalam

Permenkes No. 1 Tahun 2012 tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan

Perorangan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
1

2.1 Definisi

Menurut UU No. 44 Tahun 2009, sistem rujukan merupakan

penyelenggaraan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung

jawab secara timbal balik baik vertikal maupun horizontal, maupun struktural

dan fungsional terhadap kasus penyakit atau masalah penyakit atau

permasalahan kesehatan.

Sistem Rujukan pelayanan kesehatan merupakan penyelenggaraan

pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab

pelayanan kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun horizontal.

(Kemenkes RI, 2012)

Rujukan pelayanan kesehatan dimulai dari pelayanan kesehatan primer

dan diteruskan ke jenjang pelayanan sekunder dan tersier yang hanya dapat
diberikan jika ada rujukan dari pelayanan primer atau sekunder. (Dirjen Bina

Upaya Kesehatan, 2012)

2.2 Manfaat Rujukan

Sistem rujukan diselenggarakan dengan tujuan memberikan

pelayanan kesehatan secara bermutu, sehingga tujuan pelayanan tercapai

tanpa harus menggunakan biaya mahal. Hal ini disebut efektif sekaligus

efisien. Efisien artinya dengan berkurangnya waktu tunggu dalam proses

merujuk dan berkurangnya rujukan yang tidak perlu, karena sebenarnya dapat 2

ditangani di fasyankes asal, baik dengan bantuan teknologi mutakhir maupun

teknologi tepat guna atau low cost technology, yang tetap masih dapat

dipertanggungjawabkan. (Kemenkes RI, 2012)

2.3 Dasar Pengembangan Sistem Rujukan

Dalam melakukan rujukan terdapat beberapa landasan yang harus

dipegang dalam mengembangkan dan menerapkan sistem rujukan ini.

Landasan atau dasar tersebut adalah keselamatan pasien yang juga mencakup

mutu pelayanan, efisiensi, ketertiban, persaingan global, keadilan dan

implementasi Sistem Kesehatan Nasional. Suatu sistem rujukan yang baik

sudah pasti mengedepankan dan mengutamakan keselamatan pasien di atas

hal-hal lainnya. Semua keputusan terkait merujuk harus dibuat demi


keselamatan pasien. Keselamatan pasien merupakan bagian integral dari

semua tahap pelayanan kesehatan yang bermutu.

Sistem rujukan yang dibuat akan efektif dan berjalan dengan

semestinya jika sistem rujukan di dalam pelaksanaanya dilakukan secara tertib

dan memenuhi persyaratan rujukan.

2.4 Tingkatan Layanan Kesehatan


3

Pelayanan kesehatan terdiri dari 3 tingkatan yaitu (BPJS Kesehatan,

2015) :

A. Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama

Merupakan pelayanan kesehatan dasar yang diberikan oleh fasilitas

kesehatan tingkat pertama. Pelayanan kesehatan tingkat pertama ini dalam

hal ini adalah Puskesmas dan Klinik-klinik Pratama milik Pemerintah dan

Swasta, serta Praktek Swasta Dokter/Dokter Gigi dan Praktek Dokter/

Dokter Pelayanan Primer, yang berada dalam wilayah administrasi

Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.

B. Pelayanan Kesehatan Tingkat Kedua


Merupakan pelayanan kesehatan spesialistik yang dilakukan oleh dokter

spesialis atau dokter gigi spesialis yang menggunakan pegetahuan dan

teknologi kesehatan spesialistik.

C. Pelayanan Kesehatan Tingkat Ketiga (subspesialistik)

Merupakan pelayanan kesehatan subspesialistik yang dilakukan oleh

dokter subspesialis atau dokter gigi subspesialis yang menggunakan

pegetahuan dan teknologi kesehatan subspesialistik.

2.5 Jenis Jenis Rujukan

4
2.5.1 Berdasarkan lingkup pelayananannya, rujukan terdiri dari (Kemenkes

RI, 2012):

A. Rujukan medik adalah pelimpahan wewenang dan tanggung jawab

untuk masalah kedokteran sebagai respon terhadap ketidakmampuan

fasilitas kesehatan untuk memenuhi kebutuhan para pasien dengan

tujuan untuk menyembuhkan dan atau memulihkan status kesehatan

pasien. Rujukan terutama meliputi upaya penyembuhan (kuratif) dan

pemulihan (rehabilitatif). Misalnya merujuk pasien dari Puskesmas

dengan penyakit tumor ke Rumah Sakit Umum Daerah.

Jenis rujukan medis, antara lain :


1. Transfer pasien (konsultasi penderita untuk keperluan diagnostik,

pengobatan, tindakan operatif dan lain-lain).

2. Transfer spesimen (pengiriman bahan/spesimen untuk

pemeriksaan laboratorium yang lebih lengkap).

3. Transfer ilmu pengetahuan/personal (pengiriman tenaga yang

lebih kompeten atau ahli untuk meningkatkan mutu layanan

setempat).

Karakteristik rujukan medis (Kemenkes RI, 2012) :

1. Rujukan berdasarkan indikasi

2. Prosedur rujukan pada kasus kegawatan

3. Melakukan rujuk balik ke fasilitas perujuk

4. Keterjangkauan fasilitas rujukan

5. Rujukan pertama dari fasilitas primer


5

B. Rujukan kesehatan, yaitu rujukan pelayanan yang umumnya

berkaitan dengan upaya peningkatan promosi kesehatan (promotif)

dan pencegahan (preventif). Misalnya merujuk pasien hipertensi atau

diabetes mellitus ke klinik konsultasi gizi agar mendapatkan catatan

tentang diet yang sebaiknya dilakukan. Contoh lainnya yaitu

misalnya merujuk pasien atau keluarga pasien yang terkena DBD ke

bagian kesling untuk mendapatkan konsultasi tentang menjaga

kebersihan lingkungan agar ke depannya diharapkan tidak terjangkit

DBD kembali.
2.5.2 Menurut tata hubungannya, terdiri dari (Adisasmito, 2007) :

A. Rujukan internal, disebut juga rujukan horizontal yang terjadi antara

unit pelayanan di dalam sebuah institusi. Misalnya pasien dari poli gigi

yang akan dilakukan pencabutan gigi dirujuk ke poli umum karena

hipertensi.

B. Rujukan eksternal, terjadi antar unit-unit dalam jenjang pelayanan

kesehatan, baik horinzontal maupun vertikal. Contoh rujukan eksternal

secara horizontal, yaitu pasien yang datang ke Puskesmas A ingin

mendapatkan pelayanan gigi tapi ternyata di Puskesmas A tidak ada

dokter giginya, maka pasien dapat dirujuk ke Puskesmas B yang ada

dokter giginya. Contoh rujukan eksternal secara vertikal yaitu

misalnya pasien dari Puskesmas dengan Hipertensi stage III yang

harus mendapatkan pengobatan dari dokter spesialis penyakit dalam


6
dapat dirujuk ke Rumah Sakit sehingga masalah hipertensinya dapat

terkontrol.

2.5.3 Menurut jenis pelayanan, terdiri dari (Kemenkes, 2012) :

A. Rujukan horizontal, yaitu rujukan yang dilakukan antar pelayanan

kesehatan dalam satu tingkatan apabila perujuk tidak dapat

memberikan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan

pasien, dikarenakan keterbatasan fasilitas, peralatan dan atau

ketenagaan yang sifatnya sementara atau menetap.


B. Rujukan vertikal, yaitu rujukan yang dilakukan antar pelayan

kesehatan yang berbeda tingkatan, dapat dilakukan dari tingkat

pelayanan yang lebih rendah ke tingkat pelayanan lebih tinggi atau

sebaliknya dari tingkat pelayanan tinggi ke tingkat pelayanan yang

lebih rendah. Rujukan dari fasilitas kesehatan yang lebih rendah ke

yang lebih tinggi dilakukan apabila:

1. Pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau sub

spesialistik;

2. Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai

dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan

dan/atau ketenagaan.

Rujukan dari fasilitas kesehatan yang lebih tinggi ke yang lebih rendah

dilakukan apabila : 7

1. Permasalahan kesehatan pasien dapat ditangani oleh tingkatan

pelayanan kesehatan yang lebih rendah sesuai dengan kompetensi

dan kewenangannya;

2. Kompetensi dan kewenangan pelayanan tingkat pertama atau

kedua lebih baik dalam menangani pasien tersebut;

3. Pasien membutuhkan pelayanan lanjutan yang dapat ditangani oleh

tingkatan pelayanan kesehatan yang lebih rendah dan untuk

anjang kemudahan, efisiensi dan pelayanan jangka anjang;

dan/atau;
4. Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai

dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan sarana, prasarana,

peralatan dan/atau ketenagaan.

2.6 Pelaksanaan Sistem Rujukan Dalam Sistem Jaminan Kesehatan Nasional

Sesuai dengan Peraturan Presiden tentang Jaminan Kesehatan,

pelayanan Kesehatan yang diterapkan saat ini menganut sistem rujukan yang

dimulai dari fasilitas kesehatan dasar yang berperan sebagai gatekeeper dan

penapis layanan rujukan. Fasilitas pelayanan kesehatan yang bekerjasama

dengan BPJS Kesehatan diwajibkan menerapkan sistem rujukan. Peserta

jaminan kesehatan yang berobat ke fasilitas pelayanan kesehatan, pertama-

tama harus datang ke fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama atau

fasilitas kesehatan primer. Dalam hal peserta memerlukan pelayanan

kesehatan tingkat lanjutan, fasilitas kesehatan tingkat pertama harus merujuk 8

ke fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan terdekat sesuai dengan sistem

rujukan yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Sistem

rujukan dikecualikan bagi peserta yang berada di luar wilayah fasilitas

kesehatan tingkat pertama atau dalam keadaan kegawatdaruratan medis.

Pemanfaatan pelayanan kesehatan yang tidak didasarkan pada sistem rujukan

dapat dimasukkan dalam kategori pelayanan yang tidak sesuai dengan

prosedur sehingga tidak dapat dibayarkan oleh BPJS Kesehatan. Dengan

dianutnya sistem rujukan oleh BPJS Kesehatan maka kepatuhan fasyankes


dalam mengimplementasikan sistem rujukan akan meningkat dan mantap.

Dalam mekanisme jaminan kesehatan, Pedoman Sistem Rujukan Nasional

BPJS Kesehatan dapat memaksa fasilitas pelayanan kesehatan untuk

menerapkan sistem rujukan dan memberikan layanan yang berkualitas. BPJS

Kesehatan dapat mendorong fasilitas pelayanan kesehatan untuk menerapkan

sistem rujukan. Peran BPJS Kesehatan dalam mendorong implementasi sistem

rujukan tersebut dimungkinkan mengingat BPJS Kesehatan yang membayar

kepada fasilitas pelayanan kesehatan. Mekanisme pembayaran BPJS

Kesehatan kepada fasilitas pelayanan kesehatan mengarah pada sistem

pembayaran prospektif (prospective payment). Pembayaran pelayanan

kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan dalam Jaminan Kesehatan SJSN

dilakukan dengan mengutamakan prinsip-prinsip kendali mutu dan kendali

biaya yang bertujuan terwujudnya efektivitas dan efisiensi pelayanan

kesehatan. Pola pembayaran yang diimplementasikan adalah pola pembayaran

yang bersifat prospektif yaitu kapitasi pada fasilitas pelayanan kesehatan

primer dan INACBGs (Indonesia Case Based Groups) pada fasilitas pelayanan

Kesehatan sekunder dan tersier. Sistem ini dikenal dengan sistem rujukan

berjenjang (BPJS Kesehatan, 2015) Sistem rujukan pelayanan kesehatan

dilaksanakan secara berjenjang sesuai kebutuhan medis yaitu : (Kemenkes,

2012)

a. Dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama oleh fasilitas kesehatan

tingkat pertama
b. Jika diperlukan pelayanan lanjutan oleh spesialis, maka pasien dapat

dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat kedua

c. Pelayanan kesehatan di tingkat kedua di faskes sekunder, hanya dapat

diberikan atas rujukan dari faskes primer

d. Pelayanan kesehatan ditingkat ketiga di faskes tersier, hanya dapat

diberikan atas rujukan dari faskes primer dan faskes sekunder

Pelayanan kesehatan di faskes primer yang dapat dirujuk langsung ke

faskes tersier hanya untuk kasus yang sudah ditegakkan diagnosis dan rencana

terapinya, merupakan pelayanan berulang dan hanya tersedia di faskes tersier.

Ketentuan pelayanan rujukan berjenjang dapat dikecualikan dalam kondisi :

(Kemenkes, 2012)

a. Terjadi kegawatdaruratan, kondisi kegawatdaruratan mengikuti ketentuan

yang berlaku

b. Bencana, kriteria bencana ditetapkan oleh pmerintah pusat atau daerah


10
c. Kekhususan permasalahan kesehatan pasien, untuk kasus yang sudah

ditegakkan rencana terapinya dan terapi tersebut hanya dapat dilakukan di

fasilitas kesehatan lanjutan.

d. Pertimbangan geografis

e. Pertimbangan ketersediaan fasilitas

Sistem pelayanan rujukan berjenjang ini juga terbagi menjadi dua, yaitu:

(Dirjen Bina Upaya Kesehatan, 2012)


1. Sistem rujukan yang melibatkan banyak fasyankes

Rujukan emergensi akan berjalan sesuai kebutuhan layanan

kegawatdaruratan saat itu, sedangkan rujukan konvensionil akan

berlangsung secara berjenjang, diikuti rujukan baliknya, sebagaimana

diuraikan berikut:

A. Pada tingkat Regional Kabupaten/kota di Kecamatan yang letaknya

paling strategis untuk dapat difungsikan sebagai Pusat Rujukan Medik 11

Spesialistik-Terbatas/ Pusat Rujukan-Antara untuk berbagai Klinik

(Puskesmas, Pemerintah, Swasta) dari satu “wilayah tangkapan/

catchment area” sistem rujukan, atau khusus di Kabupaten DTPK,

yang mana pusat rujukan tersebut dapat berupa RS Kelas D Pratama

atau Puskesmas dengan Fasilitas Rawat Inap, karena letaknya jauh dari

pusat rujukan spesialistik Kabupaten/Kota.


B. Pusat rujukan medik Spesialistik di Kabupaten/ kota, berupa RS Kelas

C/RS Kelas D, termasuk Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM)

dan Balai Kesehatan Mata Masyarakat (BKMM).

C. Pusat rujukan medik Spesialistik Regional Propinsi, berupa RS Kelas

B Non Pendidikan di Kabupaten/ kota,

D. Pusat rujukan medik Spesialistik Umum/Khusus di Propinsi berupa RS

Kelas B Pendidikan, termasuk Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat

(BBKPM) dan Balai Besar Kesehatan Mata Masyarakat (BBKMM).

E. RS Kelas A di Propinsi, sebagai pusat rujukan regional

F. Pusat rujukan medik Nasional Kelas A, Umum dan Khusus, berada di

tingkat nasional.

12

2. Sistem rujukan antar dua fasyankes

Sistem rujukan ini hanya melibatkan dua fasyankes. Setiap fasilitas

pelayanan kesehatan dapat berlaku sebagai perujuk atau Initiating facility

ataupun sebagai terujuk atau Receiving facility.

2.7. Rujukan dalam lingkup Pelayanan Kesehatan Gigi

Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan secara

holistik yang tidak kalah pentingnya, sehingga penanganan permasalahan


keseshatan gigi dan mulut di lapangan menjadi hal yang tak terpisahkan dari

sistem rujukan ini agar pelayanan gigi dan mulut yang diharapkan dapat

tercapai. Rujukan di bagian gigi dan mulut juga merupakan hal yang sudah

sering dilakukan baik karena tenaga dokter gigi yang tidak terpenuhi di

fasilitas kesehatan tingkat pertama, merujuk pasien karena kurangnya fasilitas

di fasilitas kesehatan tingkat pertama ataupun rujukan spesialistik karena

kasus gigi dan mulut itu sendiri membutuhkan penanganan dokter gigi

spesialis. Banyak faktor yang mempengaruhi terselenggaranya rujukan upaya

kesehatan gigi dan mulut, antara lain faktor lingkungan, geografi,

transportasi, sosial ekonomi dan sosial budaya.(Direktorat Kesehatan Gigi,

1994)

Tujuannya secara umum adalah terwujudnya suatu tatanan

pelayanan kesehatan gigi dan mulut yang merata, terjangkau, bermutu dan

berhasil guna. Dan secara khusus adalah untuk mantapnya pelayanan

kesehatan gigi dan mulut di setiap jenjang pelayanan kesehatan yang berlaku.

(Direktorat Kesehatan Gigi, 1994) 13

2.7.1. Rujukan Medik Gigi (Direktorat Kesehatan Gigi, 1994):


13
1. Rujukan kasus dengan atau tanpa pasien, untuk keperluan

diagnostik, pengobatan, tindakan operatif dan pemulihan (model

rahang)

2. Rujukan spesimen, untuk pemeriksaan penunjang /tambahan.


3. Rujukan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK),

mendatangkan atau mengirim tenaga/ahli yang kompeten untuk

memberikan dan mendapatkan bimbingan pengetahuan dan

keterampilan kesehatan gigi dan mulut.

2.7.2. Rujukan Kesehatan Gigi (Direktorat Kesehatan Gigi, 1994):

1. Bantuan teknologi berupa teknologi tepat guna, cukup sederhana,

dapat dikuasai dan dilaksanakan, serta terjangkau masyarakat.

Contoh: cara menyikat gigi yang baik dan benar, bentuk-bentuk

sikat gigi yang benar.

2. Bantuan sarana berupa alat-alat, buku-buku, brosur, poster-poster,

leaflet-leaflet.

3. Bantuan operasional berupa dana operasional dan pemeliharaan

peralatan kesehatan gigi dan mulut, terutama pada unit pelayanan

kesehatan terdepan di poli gigi puskesmas.

14

2.7.3. Indikasi Rujukan Kesehatan Gigi dan Mulut

Rujukan kesehatan gigi dan mulut seperti halnya rujukan kesehatan

secara umum juga harus sesuai indikasi. Untuk efektifitas pelayanan

kesehatan gimul, perlu diperhatikan indikasi rujukannya, antara lain

(Direktorat Kesehatan Gigi, 1994) :


1. Rujukan Kasus Dengan Pasien

- Dari posyandu/sekolah/pustu ke puskesmas

- Dari poli gigi puskesmas ke rumah sakit yang lebih

mampu, indikasinya semua kelainan/kasus yang ditemukan

tenaga kesehatan gigi (dokter gigi, perawat gigi) di

puskesmas yang memerlukan tindakan di luar kemampuannya.

2. Rujukan Model (Prothetic Atau Orthodonsi)

Indikasinya pelayanan kesehatan gigi yang memerlukan pembuatan

prothesa termasuk mahkota dan jembatan, plat orthodonsi,

obturator, feeding plate, inlay, onlay, uplay.

3. Rujukan Spesimen 15

Indikasinya semua kelainan/kasus yang ditemukan tenaga

kesehatan gigi (dokter gigi, perawat gigi) di puskesmas yang

memerlukan pemeriksaan penunjang diagnostik/laboratorium

sehubungan dengan kelainan dalam rongga mulutnya.

4. Rujukan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi


Indikasinya keadaan dimana dibutuhkan peningkatan ilmu

pengetahuan dan atau keterampilan pelayanan kesehatan gigi dan

mulut, agar dapat memberikan pelayanan yang lebih optimal.

5. Rujukan Kesehatan Gigi

Semua kegiatan peningkatan promosi kesehatan dan pencegahan

kasus yang memerlukan bantuan teknologi, sarana dan biaya

operasional merupakan indikasi dari rujukan kesehatan gigi.

Dengan memperhatikan tata cara alur rujukan kasus gigi dan mulut

tersebut, diharapkan berbagai masalah kesehatan gigi dan mulut

yang terdapat di wilayah kerja puskesmas dapat teratasi dengan

baik sehingga ke depannya pemerataan pelayanan kesehatan gigi

tercapai di seluruh wilayah di Indonesia.

16
BAB III

KESIMPULAN

Sistem rujukan pelayanan kesehatan merupakan penyelenggaraan

pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab


pelayanan kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun horizontal agar

permasalahan kesehatan dapat teratasi dengan baik.

Sistem rujukan pelayanan kesehatan yang digunakan hingga saat ini adalah

sistem rujukan berjenjang dari fasilitas kesehatan yang lebih rendah ke fasilitas

kesehatan yang lebih tinggi atau sebaliknya sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Agar pelayanan rujukan ini dapat berhasil dan tepat guna diperlukan kerja sama

pihak-pihak yang terlibat agar pelayanan rujukan dapat berjalan dengan tertib,

efektif dan efisien.

Hal yang sama juga berlaku untuk rujukan pelayanan gigi dan mulut yang

bertujuan agar terwujudnya suatu tatanan pelayanan kesehatan gigi dan mulut

yang merata, terjangkau, bermutu dan berhasil guna.

DAFTAR PUSTAKA

17
1. UUD 1945 Pasal 28 H ayat (1).

2. UU Nomor 36 Tahun 2009 Pasal 5 Ayat 2 Tentang Kesehatan.

3. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1 Tahun 2012 Tentang Sistem

Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan.


4. UU No. 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit.

5. Direktorat jendral bina upaya kesehatan kementerian RI, Pedoman sistem

rujukan nasional, Jakarta, 2012

6. BPJS Kesehatan, Panduan Praktis sistem rujukan berjenjang 04, 2015

7. Adisasmito, Wiku. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta. 2007.

8. Direktorat Kesehatan Gigi Dirjen Pelayanan Medik Depkes RI, Buku

Pedoman Rujukan Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut, Jakarta 1994

18

Anda mungkin juga menyukai