Anda di halaman 1dari 10

Social Clinical Pharmacy Indonesia Journal Special Issue Januari 2020

Case Report

TUGAS KHUSUS PEMANTAUAN TERAPI OBAT PADA PASIEN CKD


ON HD, CHF, HHD, HT GRADE III, ADHF DI RSUD X – JAKARTA
PUSAT

SPECIAL TASK MONITORING OF MEDICINE THERAPY IN PATIENTS CKD ON


HD, CHF, HHD, HT GRADE III, ADHF IN X HOSPITAL – CENTRAL JAKARTA

*Nurhikmah .A. Said, Widharto Prawirohardjono, Intan Julita

Fakultas Farmasi Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta


Jln. Sunter Permai Raya Sunter Agung Jakarta
*E-mail: nurhikmahalinda@gmail.com

Diterima: Direvisi: Disetujui:

ABSTRAK

Gagal ginjal kronik adalah masalah kesehatan dunia yang peningkatan penyakitnya terus bertambah setiap
tahunnya. Prevalensi global telah meningkat setiap tahunnya. Dari data yang diambil dari World Health
Organization atau (WHO), jumlah kematian akibat penyakit gagal ginjal kronis ini bertambah tiap tahunnya
mencapai sekitar 850.000 orang baik di negara maju maupun di negara berkembang. Gagal ginjal kronis
menduduki peringkat ke-12 tertinggi di dunia sebagai penyebab kematian terbanyak. Penurunan laju filtrasi
glomerulus akan terus berlanjut sampai terjadi kerusakan organ yang kemudian dikenal dengan End-Stage Renal
Disease (ESRD) atau penyakit ginjal tahap akhir, sehingga harus dilakukan tindakan dialisis atau pencangkokan
ginjal sebagai terapi pengganti ginjal. Frekuensi tindakan hemodialisis bervariasi tergantung keparahan fungsi
ginjal pasien. Hipertensi, DM, dan penyakit jantung merupakan penyebab ataupun komplikasi dari hemodialisa.
Prevalensi hipertensi pada pasien hemodialisa sebanyak 26,8%. Tujuan dilakukan pemantauan terapi obat pada
pasien di RSUD X – Jakarta adalah untuk mengetahui pemakaian terapi obat, memantau terapi obat dan
menganalisis masalah terkait pemberian terapi obat. Selama Rumah Sakit, terdapat beberapa masalah terkait
penggunaan obat yang diterima pasien, yaitu terdapat interaksi obat, ada indikasi tetapi tidak mendapat obat dan
terapi obat tidak tepat.

Kata kunci: Gagal Ginjal Kronik; Hemodialisa; Masalah Terkait Penggunaan Obat

ABSTRACT

. Chronic kidney failure is a global health problem that is increasing every year. Global prevalence has increased
every year. From data taken from the World Health Organization or (WHO), the number of deaths from chronic
kidney failure is increasing each year reaching around 850,000 people both in developed and developing
countries. Chronic kidney failure is ranked 12th highest in the world as the leading cause of death. Decreased
glomerular filtration rate will continue until there is organ damage which is then known as End-Stage Renal
Disease (ESRD) or end-stage kidney disease, so that dialysis or kidney transplantation should be done as kidney
replacement therapy. The frequency of hemodialysis varies depending on the severity of the patient's kidney
function. Hypertension, DM, and heart disease are causes or complications of hemodialysis. The prevalence of
hypertension in hemodialysis patients is 26.8%. The purpose of monitoring drug therapy in patients in X Hospital
- Jakarta is to determine the use of drug therapy, monitor drug therapy and analyze problems related to drug
therapy. During the Hospital, there were several problems related to the use of drugs received by patients, namely
there were drug interactions, there were indications but did not get drugs and inappropriate drug therapy.

Keywords: Chronic Kidney Failure; Hemodialysis; Drug Related Problems


Social Clinical Pharmacy Indonesia Journal Special Issue Januari 2020

PENDAHULUAN
Penyakit gagal ginjal kronik (GGK) merupakan suatu penyakit kronik yang mengganggu
fungsi ginjal yang progresif selama lebih dari tiga bulan bahkan hingga bertahun-tahun yang
tidak dapat sembuh, dimana artinya ginjal mengalami penurunan sehingga tidak mampu lagi
melakukan penyaringan, tidak mampu menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit dalam
tubuh sehingga kadar ureum dalam tubuh menjadi tinggi. Menurut Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia tahun 2013, penyakit gagal ginjal kronik adalah salah satu penyakit kronis
yang angka kejadiannya diperkirakan meningkat setiap tahunnya. Prevalensi global telah
meningkat setiap tahunnya. Dari data yang diambil dari World Health Organization atau
(WHO), jumlah kematian akibat penyakit gagal ginjal kronis ini bertambah tiap tahunnya
mencapai sekitar 850.000 orang baik di negara maju maupun di negara berkembang. Penyakit
gagal ginjal kronis menduduki peringkat ke-12 tertinggi sebagai salah satu penyakit penyebab
kematian terbanyak. Termaksuk di Indonesia penyakit gagal ginjal kronik menduduki
peringkat ke-10 tertinggi disetiap daerah dan jumlahnya terus bertambah setiap tahunnya.
Persentase banyaknya penduduk Indonesia yang mengalami penyakit gagal ginjal kronik
adalah sekitar 0,2% dari jumlah seluruh penduduk Indonesia. [1]
Penyakit ESRD ditandai dengan adanya azotemia, uremia, dan sindrom uremik. Sampai
saat ini terdapat tiga terapi yang dapat mengurangi atau mencegah memburuknya gagal ginjal
kronik tahap akhir atau mencapai derajat V yaitu hemodialisa, dialisis peritonial dan
transplantasi organ ginjal. Menurut Perkumpulan Nefrologi Indonesia atau PENEFRI tahun
2014, hemodialisis merupakan terapi yang paling sering dilakukan untuk mengurangi atau
mencegah memburuknya gagal ginjal kronik diseluruh dunia termasuk di Indonesia yakni
sebesar 82 %. [2]
Hemodialisis adalah salah suatu cara yang paling banyak dilakukan untuk mengurangi
atau mencegah organ ginjal semakin parah dengan menggunakan bantuan alat yang disebut
dialiser dimana darah akan dikeluarkan dari tubuh dan kemudian disaring dalam sebuah mesin
di luar tubuh kemudian dimasukkan kembali ke dalam tubuh. Banyaknya tindakan hemodialisis
tergantung seberapa parah ginjal pasien tidak bekerja dengan baik lagi.
Pasien yang menjalani hemodialisa mempunyai kemungkinan mendapatkan komplikasi
penyakit yang tinggi, diantaranya: Atherosclerosis Cardiovascular Disease (ACVD),
Congestive Heart Failure (CHF), hipertensi, diabetes melitus (DM), dan gangguan kognitif
lainnya, dimana penyakit-penyakit tersebut merupakan salah satu faktor resiko terjadinya
kematian. Selain itu, penyakit hipertensi, DM, dan penyakit jantung merupakan penyebab
utama ataupun komplikasi dari terapi hemodialisa sebanyak 26,8% [3] [4]

Presentasi Kasus
Pasien Ny. SH yang berusia 60 tahun datang ke RSUD X dengan keluhan sesak napas.
Anamnesis pasien adalah sesak napas 1 hari ini, mual (-), muntah (-), urine masih keluar, tidur
dengan 1 – 2 bantal, sesak bila berjalan. Pasien memiliki riwayat penyakit terdahulu Diabetes
Melitus tipe 2 dan rutin menjalani Hemodialisa di Klinik Tidore pada hari Selasa dan Jumat.
Diagnosa utama pasien adalah CKD on HD dan diagnosis sekunder pasien adalah CHF, HHD,
HT grade III, ADHF.
Social Clinical Pharmacy Indonesia Journal Special Issue Januari 2020

Analisis SOAP Farmasi


1. Subjektif
Tabel 1 Keluhan Selama Pasien Dirawat di Rumah Sakit

Tanggal Keluhan
11 Mei 2019 Lemas, sesak berkurang
12 Mei 2019 Lemas, sesak berkurang
13 Mai 2019 Sesak berkurang
14 Mei 2019 Sesak berkurang
15 Mei 2019 Sesak berkurang
16 Mei 2019 Sesak berkurang
17 Mei 2019 Sesak kadang timbul
18 Mei 2019 Tidak ada keluhan
19 Mei 2019 Tidak ada keluhan
20 Mei 2019 Tidak ada keluhan
21 Mei 2019 Tidak ada keluhan
22 Mei 2019 Tidak ada keluhan

2. Objektive
Tabel 2 Pemeriksaan Laboratorium – Hematologi (Darah Rutin)
Jenis Satuannya Nilai Hasil
Pemeriksaan Normal
14-05-19 18-05-19 22-05-19
HEMOGLOBIN g/dL 11.0 – 14.7 * 9.9 * 10.3 * 10.6
HEMATOKRIT % 35.2 – 46. * 29.3 * 31.5 * 31.7
ERITROSIT 10^6/µL 3.72 – 5.06 * 3.49 * 3.71 3.74
LEUKOSIT 10^3/µL 3.17 – 8.40 5.60 6.40 6.90
TROMBOSIT 10^3/µL 167 - 390 303 368 365
MCV % 87.1 – 102.4 * 84.0 * 84.9 * 84. 8
MCH pg 26.8 – 32.4 28.4 27.8 28.3
MCHC % 29.6 – 32.5 * 33.8 *32.7 * 33.4
Ket: * (Tinggi)
Tabel 3 Pemeriksaan Laboratorium – Fungsi Hati
Jenis Pemeriksaan Satuannya Nilai Normal Hasil
12-05-19
SGOT (AST) U/L < 31 -
SGPT (ALT) U/L < 31 -
ALBUMIN g/dL 3.5 – 5.2 * 3.3
Ket: * (Tinggi)
Social Clinical Pharmacy Indonesia Journal Special Issue Januari 2020

Tabel 4 Pemeriksaan Laboratorium – Fungsi Ginjal


Jenis Satuannya Nilai Hasil
Pemeriksaan Normal
12-05- 14-05- 18-05- 22-05-
19 19 19 19
UREUM mg/dL 15 – 40 - * 53 * 85 * 82
KREATININ mg/dL 0.6 – 1.3 - * 2.7 * 3.8 * 4.2
ASAM URAT mg/dL 2.5 – 5.5 * 6.3 - - -
Ket: * (Tinggi)
Tabel 5 Pemeriksaan Laboratorium – Diabetes
Jenis Satuan Nilai Hasil
Pemeriksaan Normal 12-05- 14-05- 18-05- 22-05-19
19 19 19
GLUKOSA mg/dL < 140 - 120 09:00: 108
DARAH * 205
SEWAKTU 13:00:
78
GLUKOSA mg/dL 70 – 105 * 56 - - -
PUASA
GLUKOSA 2 JAM mg/dL < 140 - - - -
PP
Ket: * (Tinggi)
Tabel 6 Pemeriksaan Laboratorium – Elektrolit
PEMERIKSAAN SATUAN NILAI HASIL
RUJUKAN
12-05- 14-05-19 18-05- 22-05-19
19 19
NATRIUM (Na) mEq/L 135 - 150 146 145 143 137
KALIUM (K) mEq/L 3.6 – 5.5 * 3.1 3.6 4.6 5.0
KLORIDA (Cl) mEq/L 94 – 111 106 106 105 101

Ket: * (Tinggi)
Tabel 7 Pemeriksaan Laboratorium – Profil Lemak
PEMERIKSAAN SATUAN NILAI RUJUKAN HASIL
13-05-19
KOLESTEROL LDL mg/dL <= 130 * 136
KOLESTEROL HDL mg/dL >= 35 * 32
KOLESTEROL TOTAL mg/dL <= 200 * 225

TRIGLISERIDA mg/dL < 200 * 284


Ket: * (Tinggi)
Social Clinical Pharmacy Indonesia Journal Special Issue Januari 2020

3. Assesment
Tabel 8 Riwayat Penggunaan Obat
Nama Dosis Rute Pemberian Obat Per Hari (2019)
Obat 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Bicnat 500 mg PO            

Proalbu 500 mg PO            
min
Clonidin 0.15 PO            
mg
15/05:
0.300
Adalat 30 mg PO            
oros
As. Folat 5 mg PO            

Atorvast 20 mg PO            
atin
Glimepir 2 mg PO  - - S T O P - - - - -
ide
KSR 600 mg PO           
Amlodip 10 mg PO
ine         
(extra)
Captopr 25 mg PO
il 15/05:         
50 mg
Spironol 25 mg PO
akton 16/05:        
100 mg
Lasix Inj
drip            

Cedocar Inj
     - - S T O P -
d
Social Clinical Pharmacy Indonesia Journal Special Issue Januari 2020

Tabel 9 Masalah Interaksi Obat


N Nama obat Signifikansi Efek interaksi Saran
o
1. Captopril + Monitor KSR dan Captopril Monitoring atau pantau nilai laboratorium
KSR meningkatkan serum Kalium kalium
2. Bicnat+ Monitor Bicnat menurunkan efek Sebaiknya diberikan jarak pemberian obat
Captopril absorbsi dari captopril
3. Adalat oros Monitor Adalat oros akan Monitoring atau pantau fungsi hati
+ meningkatkan efek dari
Atorvastati Atorvastatin melalui
n metabolisme enzim
CYP3A4 di hati
4. Spironolact Serius Spironoloactone dan KSR Monitoring atau pantau nilai laboratorium
one + KSR dapat meningkatkan serum kalium
kalium
5. Spironolact Monitor Kedua obat dapat Monitoring atau pantau tekanan darah dan
one + menurunkan tekanan darah nilai laboratorium kalium
Captopril dan memiliki resiko
hiperkalemia
(Medscape, 2019)
Tabel 10 Problems Regarding Drug Use (DRPs)
Masalah Terkait Alasan
Penggunaan Obat (DRPs)
Terdapat indikasi tetapi tidak Pada tanggal 12 Mei 2019 dilakukan pemeriksaan
mendapatkan terapi asam urat dan dari hasil data laboratorium asam urat
pasien sedikit tinggi tetapi tidak diberikan terapi
untuk penurunan asam urat
Terapi obat tidak tepat Pasien mendapatkan terapi diuretik Spironolakton
pada tanggal 15 Mei 2019. Salah satu efek samping
dari pemberian Spironolakton adalah terjadinya
hiperkalemia. Resiko ini akan semakin meningkat
dengan adanya penyakit ginjal.

4. Plan
1) Monitoring atau pantau nilai laboratotium Kalium pasien
2) Berikan jarak atau jeda pemberian antara Bicnat dan Captopril
3) Monitoring atau pantau fungsi hati pasien
4) Selalu monitoring atau pantau tekanan darah pasien
5) Pertimbangkan hasil nilai laboratorium asam urat pasien
6) Pertimbangkan pemberian Spironolakton pada pasien
Social Clinical Pharmacy Indonesia Journal Special Issue Januari 2020

Tabel 11. Resep Pulang Pasien


Tanggal Nama Obat Dosis Regimen Terapi

22-05-19 Captopril 25 mg S 3 dd 4
Clonidin 0.15 mcg S 3 dd 2
Spironolakton 100 mg S 1 dd 1
Lansoprazole 30 mg S 2 dd 1
Folic Acid 5 mg S 3 dd 1
Atorvastatin 20 mg S 1 dd 1
ISDN 5 mg S 3 dd 1
Adalat Oros 30 mg S 2 dd 1
Furosemid 40 mg S 1 dd 1
Bicnat 500 mg S 3 dd 1
Pembahasan
Pada tanggal 11 Mei 2019 pukul 17:21 pasien datang ke RSUD X dengan keluhan sesak
napas sudah satu hari ini, tidak mengalami mual dan muntah, urin masih keluar, tidur dengan
1-2 bantal dan sesak napas apabila berjalan. Pasien memiliki riwayat penyakit CKD on HD dan
Diabetes Melitus tipe 2. Pasien rutin menjalani Hemodialisa di Klinik Tidore setiap hari Selasa
dan Jumat. Pasien biasa mendapatkan resep oral Bicnat 3 x 1, Proalbumin 3 x 1, Clonidine 2
x 0,15, Adalat Oros 1 x 1, Asam Folat 3 x 1, Atorvastatin 1 x 1, Glimepiride 1 x 1.
Fungsi ginjal pasien menunjukkan kadar ureum tinggi (60) dan kreatinin tinggi (3,4) dan
pasien mengalami hipokalemia dengan nilai Kalium rendah (2,5). Kreatinin serum adalah
produk akhir atau sisa dari metabolisme otot. kecepatan produksinya bersifat tetap dan
sebanding dengan jumlah otot tubuh dan kreatinin diekskresi terutama pada filtrasi glomeruler.
Sedangkan Urea disintesa di hati sebagai produk akhir atau sisa dari metabolisme makanan
dan protein. Kecepatan produksinya bermacam-macam dibandingkan dengan kreatinin. Urea
disaring oleh glomerulus dan sebagian direabsorpsi oleh tubulus. Jika didalam tubuh kadar urea
di atas 10 mmol/liter artinya pasien mengalami gangguan ginjal. [5]
Pada tanggal 12 Mei 2019 pukul 9:15 pasien mendapatkan terapi KSR 1x1 karena pasien
mengalami hipokalemia. Penggunaan obat Glimepirid dihentikan dan mendapatkan transfusi
darah 750 cc. Selain itu pasien diperiksa nilai laboratorium Albumin, dan hasil pemeriksaan
albumin pasien rendah. Oleh karena itu penurunan kadar albumin menyebabkan gangguan
homeostasis normal dan metabolisme serta terganggunya distribusi obat dan molekul lainnya,
sehingga pemberian obat perlu dilakukan penyesuaian. Kondisi hipoalbuminemia sangat sering
ditemukan pada gagal ginjal kronik. Untuk mengatasi hal tersebut maka dilakukan terapi
hemodialisis. Selain itu terapi terdapat terapi albumin yang biasanya dipakai sebagai terapi
suplemen pada kondisi hipoalbuminemia pada gagal ginjal kronis [6] [7]
Pada tanggal 13 Mei pasien juga mendapatkan transfusi darah. Kemudian pasien
mengalami peningkatan tekanan darah 200/100 mmHg, nadi 84 x/menit dan pernapasan 25
x/menit. Selain itu hasil pemeriksaan laboratorium profil lemak pasien didapatkan kadar
kolesterol LDL sedikit tinggi (136), kolesterol HDL rendah (32), Kolesterol total tinggi (225)
trigliserida hasilnya tinggi (284). Pasien dengan gagal ginjal kronis, terdapat kelainan yang
terlihat pada hasil metabolisme lipoprotein biasanya menunjukkan trigliserida tinggi dan HDL
yang rendah. Untuk itu terapi obat golongan statin adalah obat yang aman untuk pasien gagal
ginjal kronis. Obat golongan statin dieliminasi melalui ginjal minimal harus lebih dipilih
Social Clinical Pharmacy Indonesia Journal Special Issue Januari 2020

seiring dengan penurunan LFG. Obat atorvastatin menjadi pilihan statin pada gagal ginjal
kronik stadium 4-5.Pada tanggal 14 Mei 2019 mendapatkan terapi tambahan Amlodipin
sebagai obat antihipertensi extra. CCB adalah alternatif untuk pasien yang tidak merespon
secara baik atau tidak toleran terhadap antihipertensi lini pertama. penggunaan CCB pada
pasien gagal ginjal dihubungkan dengan peran CCB yaitu menurunkan tekanan darah,
mengurangi kejadian hipertrofi ventrikel kiri dan memperbaiki kalsium intrasel yang
menguntungkan pasien gagal ginjal terminal. [8]
Pada tanggal 15 Mei 2019 pasien mendapatkan peningkatan dosis Captopril 3 x 50 mg,
Clonidine 3 x 0,300 mcg. Hal ini dilakukan karena tekanan darah pasien mengalami naik dan
turun. Pada tanggal 16 Mei penggunaan terapi Cedocard dihentikan karena tekanan darah
sistolik pasien sudah <160 mmHg. Selama dirawat dirumah sakit pasien menjalani hemodialisa
selama 3 hari yaitu pada tanggal 14, 17 dan 21 Mei 2019. Terapi untuk gagal ginjal kronik
dengan berbagai gejala dapat dilakukan dengan melakukan terapi seperti hemodialisis, terapi
spesifik terhadap penyakit dasarnya, memperlambat perburukan ginjal dengan cara
mengurangi beban filtrasi ginjal, dan mencegah perburukan ginjal serta dilakukan terapi
terhadap komplikasi dan penyakit kardiovaskularnya. [9]
Selama dirawat di Rumah Sakit, terdapat masalah terapi obat yang diterima pasien.
Diantanya adanya interaksi obat yang terjadi, yaitu interaksi serius penggunaan Spironolactone
dan KSR dengan mekanisme interaksi: Spironolactone dan KSR dapat meningkatkan serum
kalium dengan cara menurunkan ekskresi kalium oleh ginjal. Oleh karena itu perlu dilakukan
monitoring kadar kalium jika kedua obat ini diberikan secara bersamaan. Diperlukan juga
penetapan dosis obat yang sesuai pada pasien yang menerima kombinasi ACEI (Captopril) dan
diuretik hemat kalium (Spironolactone). Interaksi Captopril dan KSR dengan mekanisme KSR
dan Captopril dapat meningkatkan serum kalium. Oleh karena itu harus selalu dilakukan
monitoring nilai kadar kalium agar tidak meningkat. Interaksi Bicnat dan Captopril dengan
mekanisme bicnat dapat menurunkan efek dari captopril. Sebaiknya penggunaan obat ini
diberikan jarak pemberian obat atau tidak boleh diberikan secara bersamaan. Interaksi adalat
oros dan Atorvastatin dengan mekanisme adalat oros akan meningkatkan efek dari Atorvastatin
melalui metabolisme enzim CYP3A4 di hati. Sehingga harus selalu dipantau atau dimonitoring
fungsi hati dengan cara melakukan pengecekan nilai SGOT dan SGPT pasien. Interaksi
spironolactone dan Captopril dengan mekanisme keduanya dapat menurunkan tekanan darah
dan memiliki risiko hiperkalemia. ACEI dapat menyebabkan hiperkalemia karena adanya
produksi aldosteron menurun, pemberian suplemen kalium dan penggunaan diuretik hemat
kalium harus dihindari jika pasien mendapat terapi ACEi. Sehingga perlu dilakukan monitoring
atau pantau nilai tekana darah dan nilai laboratorium kalium [10]
Masalah terkait penggunaan obat yang kedua yaitu pada tanggal Pada tanggal 12 Mei
2019 dilakukan pemeriksaan asam urat dan dari hasil data laboratorium asam urat pasien sedikit
tinggi tetapi tidak diberikan terapi untuk penurunan asam urat. . Pada pasien gagal ginjal kronik
akan terjadi penurunan fungsi ginjal, dimana hal ini akan menyebabkan terganggunya proses
filtrasi ginjal terutama dalam hal ekskresi zat-zat sisa yang salah satunya adalah asam urat. [11]
Masalah terkait penggunaan obat terakhir yaitu terapi obat tidak tepat. Spironolakton
merupakan diuretik golongan hemat kalium yang menurunkan absorbsi Na+ ditubulus dan
duktus koligentes. Absorbsi Na+ dan sekresi K+ pada tempat ini diatur olehaldosteron.
Spironolakton termasuk antagonis aldosteron. Adanya antagonis aldosteron inilahyang akan
mengakibatkan retensi kalium dan peningkatan ekskresi air serta natrium. Salah satu e!ek
samping dari pemberian spironolakton ialah terjadinya hiperkalemi. Kokomplikasi ini akan
sangat meningkat dengan adanya penyakit ginjal, karena pada keadaan ini telah terjadi
penurunan ekskresi maksimal K+. [12]

KESIMPULAN
Social Clinical Pharmacy Indonesia Journal Special Issue Januari 2020

Selama Ny. SH dirawat di Rumah Sakit mulai dari tanggal 11 Mei 2019 – 22 Mei 2019
terdapat beberapa masalah terkait terapi obat pasien. Diantaranya: adanya interaksi obat yang
terjadi, terdapat indikasi penyakit tetapi tidak mendapatkan terapi dan penggunaan obat yang
kurang tepat.
Sebagai Apoteker seharusnya melakukan pemantauan terapi obat setiap hari dan
melakukan pemantauan efek samping obat yang terjadi serta memberikan edukasi tentang obat
pada pasien ketika melakukan visite.

UCAPAN TERIMA KASIH


Terima kasih kepada pembimbing Widharto Prawirohardjono sehingga tugas khusus
pemantauan terapi obat di Rumah sakit X Jakarta bisa selesai.

DAFTAR RUJUKAN

1 Riset Kesehatan Dasar(Riskesdas). (2013). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan


Kementerian RI tahun 2013. Diakses: 12 Juni 2019, dari
file:///C:/Users/Nurhikmah/Downloads/Documents/Hasil%20Riskesdas%202013.pdf

2 Perkumpulan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI). 2014. ). 7th Report of Indonesia Renal Registry.
Diakses: 12 Juni 2019, dari
file:///C:/Users/Nurhikmah/Downloads/Documents/INDONESIAN%20RENAL%20REGISTR
Y%202014.pdf

3 Haddiya, I., R. El Harraqui, I., Karimi, N. Benabdallah and Y. Bentata. 2013. Therapeutic
Education’s Role in the Management of Hypertension in Chronic Hemodialysis Patients. ISRN
Hypertension

4 Kan, W-C., Wang, J-J., Wang, S-Y., Sun, Y-M., et al. 2013. The New Comorbidity Index for
Predicting Survival in Elderly Dialysis Patients : A Long-Term Population-Based Study. PLUS
ONE

5 Kenward. 2003. Penggunaan Obat Pada Gangguan Ginjal, dalam Aslam Farmasi Klinis.
Jakarta: PT. Elex Media Komputindo Gramedia

6 Kubrusly, M. 2012. Comparative Analysis of Pre- and Post-Dialysis Albumin Levels as


Indicators of Nutritional and Morbidity and Mortality Risk in Hemodialysis Patients. J Bras
Nefrol.

7 Nerscomite. 2010. Nutrisi Pada Penderita Dialisis. Surabaya: UNAIR

8 Aziza, L. 2007. Hipertensi The Silent Killer. Jakarta: Yayasan Penerbitan Ikatan Dokter
Indonesia

9 Suwitra, K. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi VI. Jakarta: Interna Publishing.

10 Interactionchecker [Internet]. Medscape, 2019. [Diakses pada tanggal 12 Juni 2019]


(http://www.reference.medscape.com/drug-interactionchecker).

11 Silbernagl. 2012. Gagal Ginjal Kronis: Gangguan Fungsi, Dalam : Teks & Atlas Berwarna
Patofisiologi. Jakarta: EGC

12 Katzung, B.G. 2011. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 10. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta.
Social Clinical Pharmacy Indonesia Journal Special Issue Januari 2020

Anda mungkin juga menyukai