Anda di halaman 1dari 3

BUKU JAWABAN TUGAS MATA KULIAH

TUGAS 2

Nama Mahasiswa : FAJAR ASRI SETIADIN

Nomor Induk Mahasiswa/ NIM : 040270419

Kode/Nama Mata Kuliah : EKMA4157/Organisasi

Kode/Nama UPBJJ : 21 / UPBJJ-UT Jakarta

Masa Ujian : 2020/21.1(2020.2)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS TERBUKA
1. Jelaskan pentingnya otoritas serta macam-macam otoritas!

Kemampuan organisasi untuk berfungsi sangat tergantung pada struktur otoritas yang terdapat di
dalam organisasi itu sendiri karena otoritas merupakan dasar dalam setiap kegiatan pengambilan keputusan
yang dilakukan oleh seluruh anggota organisasi.
Weber menyatakan bahwa terdapat 3 jenis otoritas, yang berpengaruh terhadap pola kepemimpinan
maupun kegiatan pengambilan keputusan dalam suatu organisasi, yaitu berikut ini.
1) Otoritas Rasional Legal Otoritas yang muncul karena kepercayaan karyawan terhadap legalitas
aturan, pembagian kerja, dan hal dari orang yang ditempatkan sebagai pemimpin untuk
memberikan perintah. Otoritas sejenis ini merupakan dasar bagi organisasi pemerintahan.
2) Otoritas Tradisional Otoritas yang muncul karena kepercayaan orang terhadap tradisi, termasuk
status seseorang yang karena tradisi mempunyai hak untuk memerintah. Otoritas tradisional
merupakan dasar bagi organisasi gereja dan kerajaan.
3) Otoritas Kharismatik Otoritas yang muncul pada diri seseorang yang mempunyai karakteristik
pribadi yang luar biasa, yang menyebabkan orang tersebut dianggap mempunyai hak untuk
memerintah orang lain. Contohnya, pemerintahan yang bersifat revolusioner sering kali didasarkan
atas kharisma pimpinannya, seperti yang dimiliki oleh Fidel Castro atau Che Guevara.

2. Jelaskan pengertian diferensiasi vertikal dan tujuannya!

Diferensiasi vertikal menggambarkan tingkat “kedalaman” struktur suatu organisasi atau


menunjukkan besarnya jumlah tingkatan hierarki dalam organisasi. Semakin besar diferensiasi vertikal
suatu organisasi berarti akan menambah besar tingkat kompleksitasnya karena terjadi pertambahan
jumlah tingkatan hierarki dalam organisasi tersebut. Jika dalam suatu organisasi terdapat lebih banyak
tingkatan hierarki antara posisi pimpinan puncak dengan tingkatan paling rendah dalam organisasi maka
kemungkinan akan terjadi gangguan terhadap komunikasi maupun gran informasi menjadi lebih besar,
koordinasi yang menyeluruh menjadi lebih sulit, dan pimpinan puncak akan mengalami kesulitan untuk
mengawasi kegiatan yang dilakukan oleh keseluruhan bagian dalam organisasi. Diferensiasi vertikal dan
horizontal sang mempengaruhi satu sama lain. Diferensiasi ke arah vertikal juga merupakan cara
organisasi bereaksi terhadap meningkatnya diferensiasi ke arah horizontal. Jika kegiatan dalam sebuah
organisasi secara horizontal dibagi-bagi menjadi tugas-tugas yang ukurannya lebih kecil maka tingkat
kesulitan untuk mengkoordinasikan tugas-tugas berukuran kecil itu akan menjadi lebih besar. Hal ini
terjadi karena semakin tinggi diferensiasi ke arah horizontal maka pada setiap bagian akan semakin
dibutuhkan tenaga spesialis yang memiliki jenis keterampilan maupun latar belakang pendidikan yang
khusus dan saling berbeda. Akibatnya akan menjadi semakin sulit bagi masing-masing bagian yang
saling berbeda itu untuk memahami bahwa tugas-tugas khusus yang mereka tangani akhirnya perlu
disatukan dengan tugas-tugas yang ditangani oleh bagian-bagian lain sehingga secara keseluruhan
merupakan suatu kesatuan.
Organisasi-organisasi yang memiliki jumlah anggota yang sama besarnya, maka tingkat
diferensiasi vertikal yang diperlukan pada organisasi-organisasi tersebut belum tentu sama. Organisasi
bisa dirancang berbentuk tinggi (tall) dengan banyak tingkatan hierarki atau mendatar (flat), di mana
hanya terdapat sedikit jumlah tingkatan hierarki. Pilihan bentuk organisasi menjadi tinggi atau mendatar
ditentukan oleh besarnya rentang kendali (span of control) yaitu jumlah maksimum bawahan yang masih
bisa dipimpin secara efektif oleh seorang atasan. Rentang kendali berukuran besar berarti bahwa seorang
pimpinan memiliki bawahan langsung dalam jumlah yang besar, sebaliknya jika rentang kendali
berukuran kecil berarti bahwa seorang atasan hanya mampu memimpin sejumlah kecil bawahan
langsung. Jika rentang kendali berukuran kecil maka bentuk organisasi akan menjadi tinggi, sedangkan
organisasi mendatar akan terbentuk apabila rentang kendali berukuran besar.
Belum bisa dipastikan bahwa organisasi dengan bentuk struktur yang tinggi (tall) ataupun
organisasi dengan bentuk struktur mendatar (flat) yang lebih efektif. Bentuk struktur yang tinggi terjadi
karena rentang kendali lebih sempit, seorang atasan hanya memimpin sejumlah kecil bawahan langsung
sehingga pengawasan atasan terhadap bawahannya menjadi lebih ketat dan organisasi terasa lebih
berorientasi kepada atasan. Sementara itu, koordinasi dan komunikasi juga menjadi lebih rumit karena
jumlah tingkatan hierarki dalam organisasi menjadi lebih besar. Pada organisasi yang mendatar (flat)
komunikasi menjadi lebih sederhana, lebih pendek sehingga lebih mudah dilakukan, sedangkan
pengawasan menjadi lebih longgar karena setiap atasan memiliki lebih banyak bawahan. Pada organisasi
sejenis ini kemungkinan promosi juga menjadi berkurang karena jumlah tingkatan hierarki menjadi lebih
kecil sementara jumlah orang yang berada pada tingkatan hierarki yang sama menjadi lebih besar.
3. Jelaskan pengertian formalisasi dan bentuk pengukuran formalisasi dalam suatu organisasi!

Secara sederhana formalisasi dapat diartikan sebagai derajat atau tingkat pembakuan
(standardisasi) dari jabatan-jabatan yang terdapat dalam suatu organisasi. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa tingkat formalisasi merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk mengukur
derajat standardisasi suatu organisasi. Standardisasi atau pembakuan bukan hanya mengurangi alternatif
cara yang bisa diikuti dalam pelaksanaan tugas, tetapi juga membuat karyawan menjadi bebas dari
keharusan untuk memikirkan sendiri cara yang hendak diikuti dalam menyelesaikan tugasnya.
Tentang bentuk formalisasi ada sementara pihak yang menyatakan bahwa formalisasi sebagai
tingkat penggunaan dokumen tertulis dalam kegiatan organisasi. Menurut pandangan ini bahwa peraturan
dan prosedur formalisasi selalu perlu diwujudkan dalam bentuk tertulis. Dengan demikian, derajat
formalisasi suatu organisasi bisa diukur dengan memeriksa kelengkapan dokumen tertulis yang dimiliki
ataupun digunakan dalam organisasi yang bersangkutan. Perlu diperiksa apakah organisasi memiliki buku
petunjuk atau manual yang memuat seluruh peraturan dan prosedur kerja yang digunakan dalam kegiatan
organisasi. Selanjutnya diperiksa juga jumlah dan kekhususan masing-masing peraturan, tingkat
kedalaman dan ketelitian uraian jabatan (job description), maupun berbagai jenis dokumen lain yang biasa
digunakan dalam kegiatan organisasi.
Di sisi lain ada pihak yang berpendapat bahwa derajat formalisasi suatu organisasi perlu mencakup
seluruh peraturan dan prosedur yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Cara mengukur derajat
formalisasi semacam ini dianggap lebih lengkap karena mempertimbangkan juga persepsi karyawan dalam
pengukuran derajat formalisasi. Dengan demikian, pengukuran derajat formalisasi menurut pandangan
semacam ini dilakukan dengan cara yang lebih lengkap, yaitu:
1) memeriksa banyaknya dokumen resmi yang digunakan dalam kegiatan organisasi;
2) mempertimbangkan sikap karyawan dalam mematuhi peraturan atau dalam menjalankan
prosedur;
3) mempertimbangkan kejelasan prosedur kerja yang berlaku;
4) memeriksa konsistensi organisasi dalam memaksakan dipatuhinya peraturan.

Dua pandangan tersebut merupakan cara yang berbeda dalam mengukur hal yang sama, yaitu
formalisasi. Pandangan yang satu mengukur formalisasi hanya dengan berdasarkan data, yaitu dengan
mengukur banyaknya dokumen resmi yang digunakan dalam kegiatan organisasi, sedangkan pandangan
kedua selain mempertimbangkan banyaknya dokumen resmi yang digunakan dalam kegiatan organisasi,
juga mencoba mendapat gambaran mengenai sikap (attitude) dari karyawan terhadap berbagai peraturan
maupun prosedur yang digunakan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa pengukuran derajat
formalisasi yang hanya mempertimbangkan tin cat penggunaan dokumen tertulis saja maka dapat
diragukan ketepatannya.
Derajat formalisasi perlu diukur dengan menggunakan dimensi yang lebih lengkap, yaitu baik
menggunakan dokumen tertulis maupun dengan memeriksa persepsi anggota organisasi yang dapat
mempengaruhi sikap (attitude) mereka terhadap corak pengaturan yang diberlakukan. Pengukuran derajat
formalisasi dengan cara semacam ini dianggap mampu memperoleh gambaran yang lebih realistis
mengenai corak kehidupan yang sebenarnya dalam organisasi. Perilaku karyawan mestinya dipengaruhi
oleh corak peraturan dan prosedur resmi yang berlaku, dan juga oleh aturan-aturan tidak resmi maupun
berbagai kebiasaan dalam organisasi. Contoh, para petugas pemasaran sebuah perusahaan selalu
mengenakan dasi apabila mereka mengunjungi pelanggan padahal di perusahaan itu tidak pernah ada
peraturan tertulis ataupun pemberlakuan secara resmi mengenai penggunaan dasi.

Anda mungkin juga menyukai