Anda di halaman 1dari 5

IBARAT ANJING YANG TAK HENTINYA MENGGONGGONG

Oleh: Setia Priscylla P.A Ina Somi Nini

Karakter merupakan sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan
seseorang yang satu dengan yang lain. Hal ini berarti karakter menunjukan ciri khas dan
perbedaan tersendiri dari seseorang. Karakter dibentuk oleh dua faktor yang saling berkaitan
erat yakni faktor yang berasal dari individu itu sendiri (internal) dan juga berasal dari
lingkungan luar (eksternal).Faktor internal ini merupakan sifat asli yang tertanam dalam
individu tersebut,sedangkan faktor eksternal sendiri diibaratkan sebagai “bumbu penyedap”
yang dimasukkan ke dalam faktor internal.Faktor eksternal ini tidak jauh terlepas dari
lingkungan sekolah dan masyarakat.Faktor-faktor inilah yang menyebabkan baik buruknya
tabiat seseorang.Oleh karena itu,perlu adanya “pendidikan karakter” sebagai kompas bagi
tabiat seseorang.

Pendidikan karakter di SMAS Katolik St. John Paul II Maumere sangat ditekankan
dan menjadi prioritas utama dari tujuan pendidikan lembaga ini. Berbagai upaya telah
dilakukan agar tujuan ini tercapai.Peraturan-peraturan yang ada di lembaga pendidikan ini
merupakan salah satu upaya agar dalam pembentukan karakter siswa.Selain itu,berbagai
pendekatan dan pembinaan pun telah dilakukan.Bahkan di SMAS Katolik St. John Paul II
Maumere ini telah menerapkan alur pendidikan karakter yang terdiri atas enam tahap yaitu
tahap observasi,imitasi,dibiasakan,menjadi kebiasaan,menjadi karakter,dan tahap terakhir
menjadi budaya.

Pendidikan karakter melalui tahap observasi,dimana siswa mengamati setiap tindakan


baik maupun buruk dari seluruh warga sekolah.Melalui tahap observasi ini,siswa dapat
dengan kritis memilah tindakan-tindakan tersebut.Tahap ini tentunya tidak berjalan dalam
waktu yang singkat karena tahap ini menantang mental siswa untuk dapat mengambil
tindakan dalam menentukan karakternya sendiri.Setelah menentukan tindakan,maka siswa
akan meniru (imitasi) dari setiap tindakan warga sekolah baik siswa maupun tenaga
pendidik.Ketika siswa meniru hal yang baik akan menghasilkan dampak positif.Namun
sebalikanya,ketika siswa meniru hal-hal yang buruk disitulah terbentuk karakter yang
menyedihkan.Dari meniru tindakan tersebut maka karakter dibiasakan oleh setiap siswa
untuk menjadi kebiasaan,dan akan berlanjut menjadi sebuah karakter yang tertanam dalam
diri siswa tersebut dan pada akhirnya akan menjadi budaya yang permanen.
Dalam alur pendidikan karakter ini bukan saja bergantung pada pribadi siswa itu
sendiri,namun juga pada tenaga pendidik (guru) yang menjadi orangtua dari siswa
tersebut.Guru juga harus menunjukkan perilaku yang baik kepada siswa-siswinya.Karena
seringkali terjadi kesalahpahaman dalam alur pendidikan karakter yaitu pada tahap observasi
dimana seringkali guru melakukan kesalahan tetapi tidak diberikan sanksi.Contoh konkretnya
keterlambatan yang terjadi di SMAS Katolik St. John Paul II Maumere,dimana siswa yang
terlambat merasa tidak adil karena diijinkan masuk mengikuti proses belajar mengajar tetapi
guru yang terlambat diberikan kesempatan masuk.Perilaku seperti inilah dapat juga
menyebabkan sulitnya membentuk karakter siswa.Selain itu, guru sering memvonis muridnya
dengan kata-kata yang diibaratkan seperti duri sehingga menjatuhkan mental murid.Hal ini
menyebabkan murid akan merasa tersakiti dan terkucilkan.Murid kehilangan kepercayaan
dirinya sehingga semangat belajarnya pun menurun.Siswa akan cenderung bermalas-malasan
bahkan melakukan tindakan yang melanggar dari aturan sekolah.

Ibarat seekor anjing bila diganggu terus menerus maka akan terus menggonggong
bahkan akan membalas sebuah gigitan yang menunjukan keganasannya.Begitupun dengan
sikap apatis yang dimiliki oleh siswa apabila sikap tersebut ditindaki secara paksa atau secara
keras,maka siswa akan semakin menjadi-jadi dan susah untuk diatur.Seperti binatang yang
tidak memiliki akal budi dimana sikap masa bodoh dan apatis dari siswa yang tinggi terus
mengerogoti para siswa sehingga menimbulkan budaya karakter yang buruk.Dari hal tersebut
perlu adanya penanaman nilai moral untuk mencapai akhlak atau karakter walaupun begitu
sulit dan membutuhkan waktu yang cukup lama.

“Kebanyakan orang mengatakan kecerdasanlah yang melahirkan seorang ilmuwan


besar.Merekasalah,karakterlah yang melahirkannya”,begitulah kata Albert
Einsten.Pendidikan bukan memprioritaskan nilai di atas kertas melainkan tabiat seseorang
dalam bertutur kata maupun perbuatan.Namun dalam praktek sehari-hari,orang tua lebih
mementingkan nilai akademik anaknya dibandingkan nilai karakter dan keterampilan yang
diperoleh anak tersebut.Hal inilah yang mendorong seluruh penghuni SMAS Katolik St. John
Paul II Maumere untuk mengambil tindakan dalam menyikapi permasalahan ini.

“Non scholae,sed vitae discimus”, yang berarti belajar di sekolah bukan untuk
mengejar nilai dan ijazah saja melainkan untuk dapat hidup dengan baik dan benar.Maka
tidak heran jika sekarang ini banyak orang yang mengejar ijazah untuk berbaagai gelar dan
pangkat tertinggi tanpa memperhatikan karakter yang dimilikinya.Ketika orang tersebut
sudah berada di lapangan pekerjaan,kita dapat dengan jelas melihat banyak keteledoran yang
dibuat misalnya tidak bertanggung jawab dalam mengerjakn laporan,sering datang terlambat
ke tempat tugas dan masih banyak lagi.Keteledoran tersebut tidak hanya berpengaruh
terhadap seseorng saja melainkan dampaknya akan dirasakan oleh banyak orang.Ketika
banyak orang melakukan hal yang sama maka secara otomatis terbentuk karakter buruk
secara besar-besaran bukan hanya pada lingkungan kerja saja tetapi juga berpengaruh besar
pada karakter bangsa.

Berbicara penerapan pendidikan karakter di SMAS Katolik St. John Paul II


Maumere,terus ditekankan bahwa karakterlah yang dibutuhkan bukan nilai di atas
kertas.Menyikapi perilaku siswa yang seringkali tidak mengindahkan upaya pembentukan
karakter ini,lembaga pendidikan ini sering mengambil tindakan pintas yaitu dengan
memberikan sanksi berupa kekerasan.Namun kekerasan yang dimaksudkan di lembaga ini
ialah upaya untuk membentuk karakter siswanya.Sanksi yang diberikan kepada siswa
merupakan bentuk upaya untuk menanamkan kesadaran dalam pribadi siswa untuk memiliki
kemauan untuk membawa perubahan dalam dirinya sendiri.Terkadang siswa telah menjadi
kebal dengan sanksi yang diberikan sehingga siswa menjadi masa bodoh dan terus melakukan
tindakan buruk.Hal inilah yang harus diperhatikan secara serius oleh sekolah.

Memberikan sanksi fisik seperti kekerasan pun belum memberikan dampak positif
yang menunjukan karakter baik tersebut telah terbentuk melainkan terkadang sanksi tersebut
justru membuat siswa lebih liar atau menjadi-jadi.Disini sekolah harus berpikir kritis
bagaimana cara agar karakter buruk yang tertanam dalam diri siswa itu dihancurkan dan
diganti dengan perilaku yang berakhlak mulia.Sekolah harus lebih kreatif dalam proses
pembentukan karakter ini dan juga tidak memvonis siswa yang berbuat salah adalah siswa
yang tidak memiliki karakter baik sehinnga muncul kepercayaan sekuat baja agar siswa mau
berubah.Sekolah jangan menjadi bom yang menghancurkan mental siswa agar ia dapat
menanamkan bahwa ia harus berubah,berubah bukan dengan paksaan melainkan dengan
pikiran yang sadar dan hati yang damai.

Sekolah juga harus memberikan kesempatan kepada siswa yang selalu dianggap
berkarakter buruk untuk menunjukan keterampilan dan kekreatifannya untuk memicu agar
siswa lebih merasa adil dan tidak dikucilkan.Sekolah harus memberikan perhatian yang lebih
kepada siswa-siswa tersebut karena terkadang siswa tersebut melakukan hal negatif utnutk
mendapatkan perhatian dari pihak sekolah.Salah satu bentuk pendidikan karakter di SMAS
Katolik St. John Paul II Maumere adalah ekstrakurikuler.Ekstrakurikuler di sekolah ini
membantu pihak sekolah untuk mengembangkan karakter siswa.Ekstrakurikuler ini
membantu mengembangkan keterampilan siswa sehingga siswa dapat menanamkan perilaku
baik dalam dirinya.

Pendidikan karakter di sekolah ini sudah nampak terlihat dari pintu gerbang
sekolah,dimana siswa ditanamkan budaya salam kepada sesama untuk menanamkan nilai
moral saling menghargai satu sama lain.Budaya ini jangan hanya menjadi budaya yang ada di
lingkungan sekolah saja tetapi harus dibawa kepada lingkungan masyarakat.Dengan gerakan
4S yang diterapkan di SMAS Katolik St. John Paul II Maumere harus lebih dikembangkan
lagi karena masih ada perilaku yang menyimpang.Nilai-nilai moral yang ditunjukkan di
sekolah ini begitu banyak tertanam namun belum tertanam dalam pribadi siswanya.Disini
sekolah harus kembali menegaskan kepada warga sekolahnya untuk menanamkan nilai moral
tersebut bukan hanya pada diri siswa tetapi juga dalam diri para tenaga pendidiknya karena
seorang guru harus menunjukan teladan yang cendikiawan sehingga para murid
“mengobservasi dan meniru” tindakan itu sebagai pedoman untuk pembentukan
karakternya.Pembentukan karakter bukan dari siswanya saja tetapi juga dari gurunya sendiri.

Pendidikan karakter di sekolah ini harus terus menjadi pelita bagi para siswa untuk
menggali karakternya masing-masing.Pendidikan karakter ini harus melahirkan para
intelektual yang terus mengalir bak air dimana siapapun,kapanpun,dan dimanapun terus
membutuhkan dirinya.Setiap karakter yang dibangun di sekolah ini menjadikan para siswa
dan guru saling menghormati,dan menjadikan siswa dan guru bagaikan selai dan roti yang
tidak akan terpisahkan.Maka dari itu siswa dan guru harus saling melengkapi,saling
memberikan motivasi dalam membangun karakter yang bijak di sekolah.

Perkembangan pendidikan karakter di SMAS Katolik St. John Paul II yang ditunjukan
selama ini telah begitu tegas,namun semua itu bagaikan nasi yang dibuang ke dalam tempat
sampah dimana segala bentuk tindakan yang dilakukan oleh sekolah tidak dicamkan baik-
baik.Hal ini karena siswa cenderung tidak memiliki sifat “mendengarkan” sehingga apa yang
dibicarakan selama ini hanya menjadi bak lalat yang hanya mampir di tangan kita setelah itu
pergi begitu saja.Disinilah budaya “mendengarkan” harus lebih dikembangkan karena inilah
akar dari segala karakter seorang siswa. “ Tanamkan dalam diri kalian budaya mendengarkan
bukan mendengar”,sepatah kata yang dilontarkan oleh orang nomor satu di SMAS Katolik St.
John Paul II Maumere dalam pembentukan karakter siswa.Namun harus perlu adanya
kesadaran dari pribadi siswa sendiri untuk mewujudkannya.Ingat,“Pendidikan yang
berkarakter akan menciptakan banyak intelektual yang terpelajar bukan intelektual yang
kurang ajar.”

Anda mungkin juga menyukai