Anda di halaman 1dari 13

KONSELING KELUARGA

Makalah
“Konflik Dalam Keluarga”

Dosen Pengampu : Dra. Nur Arjani, S. Pd., M.Pd

Disusun oleh : Kelompok 2

Anzarta Kesuma 1172151003

Desi Wulansari 1172151004

Hotnita Gultom 1173351021

Kelas Bk Reguler A 2017

PENDIDIKAN BIMBINGAN KONSELING

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

Medan, 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan kami rahmat kesehatan dan kesempatan. Sehingga kami bisa
menyusun atau menyelesaikan tugas Konseling Keluarga. Penulisan ini kami
sajikan secara ringkas dan sederhana sesuai dengan kemampuan yang kami miliki,
dan tugas ini disususun dalam rangka memenuhi tugas pada mata kuliah
Konseling Keluarga.

Dalam penyusunan tugas ini ada kekurangan, oleh karena itu kritik yang
membangun dari semua pihak sangat saya harapkan demi kesempurnaan tugas ini,
dan dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada pihak- pihak
yang telah membantu dan secara khusus kami berterimakasih kepada ibu Dosen
pengampu yaitu Dra. Nur Arjani, S. Pd., M.Pd. Dengan mata kuliah Konseling
Keluarga karena telah memberikan bimbingannya kepada kami untuk
menyelesaikan tugas ini hingga selesai.

Dan harapan kami semoga tugas ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca. Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah ini agar menjadi lebih baik lagi.

Medan , September 2020

Kelompok 1

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................ii

DAFTAR ISI.......................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................1

1.1............................................................................ Latar Belakang 1


1.2........................................................................ Rumusan masalah 1
1.3................................................................... Tujuan dan Manfaat 1

BAB II PEMBAHASAN.....................................................................2

2.1.......................................................................... Defenisi Konflik 2


2.2................................................... Karakteristik Konflik Keluarga 2
2.3............................................... Macam-macam Konflik Keluarga 4
2.4......................................................................... Resolusi Konflik 8

BAB III PENUTUP.............................................................................9

3.1...................................................................................Kesimpulan 9
3.2............................................................................................Saran 9

Daftar Pustaka ..................................................................................10

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Istilah “konflik” secara etimologis berasal dari bahasa Latin “con” yang berarti
bersama dan “fligere” yang berarti benturan atau tabrakan. Pada umumnya istilah konflik
sosial mengandung suatu rangkaian fenomena pertentangan dan pertikaian antar pribadi
melalui dari konflik kelas sampai pada pertentangan dan peperangan internasional. Dalam
pengertian lain, konflik adalah merupakan suatu proses sosial yang berlangsung dengan
melibatkan orang-orang atau kelompok-kelompok yang saling menantang dengan
ancaman kekerasan. Menurut lawang konflik diartikan sebagai perjuangan untuk
memperoleh hal-hal yang langka seperti nilai, status, kekuasaan dan sebagainya dimana
tujuan mereka berkonflik itu tidak hanya memperoleh keuntungan tetapi juga untk
menundukkan pesaingnya.
Orang tua atau keluarga merupakan sarana utama dan pertama dalam melakukan
proses pendidikan, sebab orang tua yaitu suatu kesatuan dari ayah, ibu, serta anak yang
merupakan medan pendidikan yang paling efektif. Karena itulah salah satu jaminan
tumbuh dan berkembangnya anak agar sehat secara fisik, mental dan religius adalah bila
seorang anak tumbuh dan berkembang dalam keluarga yang harmonis, sehat dan bahagia.
Kondisi demikian hanya dapat dicapai bila sebuah keluarga berada dalam kondisi yang
memungkinkan berlangsungnya pendidikan secara baik, pendidikan dalam keluarga tepat
juga pendidikan pertama yang didapat oleh si terdidik, karena itu orang tua berperan
dalam peletak dasar kepribadian dan pendidikan anak untuk dijadikan bekal berikutnya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa defenisi dari Konflik
2. Jelaskan Karakteristik Konflik Keluarga
3. Macam-macam Konflik Keluarga
4. Jelaskan Resolusi Konflik

1.3 Tujuan dan Manfaat


Tujuan dan manfaat dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui lebih luas
mengenai defenisi dari konflik, karakteristik, macam-macam dan resolusi konflik dan
dapat menambah pengetahuan baru mengenai konflik dalam keluarga

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Defenisi Konflik
Konflik merupakan masalah yang dapat menyebabkan pertengkaran, perselisihan atau
benturan di antara kedua belah pihak, sehingga terjadi permusuhan. Jika konflik tidak
diatasi dengan sedini mungkin dan dengan solusi yang baik, maka akan menimbulkan
masalah yang jauh lebih parah dari pada sebelumnya.
Konflik merupakan gejala sosial yang serba hadir dalam kehidupan sosial, sehingga
konflik bersifat inheren artinya konflik akan senantiasa ada dalam setiap ruang dan
waktu, dimana saja dan kapan saja. Dalam pandangan ini, masyarakat merupakan arena
konflik atau arena pertentangan dan integrasi yang senantiasa berlangsung. Oleh sebab
itu, konflik dan integrasi sosial merupakan gejala yang selalu mengisi setiap kehidupan
sosial.
Konflik sering kali terjadi dalam pernikahan, sehingga menyebabkan pertengkaran
dan perselisihan, apalagi pernikahan "pasang-an muda" selalu terjadi perbedaan-
perbedaan yang tidak dipahami dan tidak diklarifikasi dengan baik, maka menimbul-kan
konflik. Ada beberapa faktor penyebab konflik hubungan suami isteri.
Konflik dapat diartikan sebagai benturan kekuatan dan kepentingan antara satu
kelompok dengan kelompok lain dalam proses perebutan sumber kemasyarakatan
(ekonomi, politik, sosial dan budaya) yang relatif terbatas. Dari berbagai pengertian
diatas dapat diambil kesimpulan bahwa konflik adalah percekcokan, perselisihan dan
pertentangan yang terjadi antar anggota atau masyarakat dengan tujuan untuk mencapai
sesuatu yang diinginkan dengan cara saling menantang dengan ancaman kekerasan.

2.2. Karakteristik Konflik Keluarga


Keluarga merupakan salah satu unit sosial yang mana hubungan antar anggotanya
terdapat saling ketergantungan yang tinggi. Oleh karena itu, konflik dalam keluarga
merupakan suatu keniscayaan. Konflik di dalam keluarga dapat terjadi karena adanya
perilaku oposisi atau ketidaksetujuan antara anggota keluarga. Prevalensi konflik dalam
keluarga berturut-turut adalah
Konflik sibling, konflik orang tua-anak dan konflik pasangan ( Sillars dkk, 2004).
Walaupun demikian, jenis konflik yang lainpun juga dapat muncul, misalnya antara

2
menantu dan mertua, dengan saudara ipar, dengan paman, dengan bibi atau bahkan
dengan sesama ipar/sesame menantu. Faktor yang membedakan konflik di dalam
keluarga dengan kelompok sosial yang lain adalah karakteristik hubungan didalam
keluarga yang menyangkut tiga aspek, yaitu: intensitas, kompleksitas dan durasi
(Vuchinich, 2003).
Pada umumnya hubungan antara anggota keluarga merupakan jenis hubungan yang
sangat dekat atau memiliki intensitas yang sangat tinggi. Keterikatan antara pasangan ,
orang tua-anak, atau sesama saudara berada dalam tingkat tertinggi dalam hal kelekatan,
afeksi maupun komitmen. Ketika masalah yang serius muncul dalam hubungan yang
demikian, perasaan positif yang selama ini dibangun secara mendalam dapat berubah
menjadi perasaan negatif yang mendalam juga. Penghianatan terhadap hubungan kasih
sayang, berupa perselingkuhan atau perundungan seksual terhadap anak, dapat
menimbulkan kebencian yang mendalam sedalam cimta yang tumbuh sebelum terjadinya
pengkhianatan.
Benci tapi rindu adalah sebuah ungkapan yang mewakili bagaimana pelik atau
kompleksnya hubungan dalam keluarga. Sebagai misal, seorang istri yang sudah
mengalami KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) dan melaporkan suaminya ke
polisi, bahkan masih mau setia mengunjungi suaminya di penjara dengan membawakan
makanan kesukaanya, atau seorang anak yang tetap memilih tinggal dengan orang tua
yang melakukan kekerasan daripada tempat yang lain. Hal ini dikarenakan ikatan emosi
yang positip yang telah dibangun lebih besardaripada penderitaan yang muncul karena
konflik.
Hubungan dalam keluarga merupakan hubungan yang bersifat kekal. Orang tua akan
selalu menjadi orang tua, demikian juga saudara. Tidak ada istilah mantan orang tua atau
mantan saudara. Oleh karena itu, dampak yang dirasakan dari konflik keluarga seringkali
bersifat jangka panjang. Bahkan seandainya konflik dihentikan dengan mengakhiri
hubungan persaudaraan, misalnya berupa perceraian atau lari dari rumah (minggat) sisa-
sisa dampak psikologis dari konflik tetap membekas dan sulit dihilangkan.
Konflik di dalam keluarga lebih sering dan mendalam bila dibandingkan dengan
konflik dalam konteks sosial yang lain (Sillars dkk, 2004). Misalnya penelitian Adam dan
Laursen (2001) menemukan bahwa konflik dengan orang tua lebih sering dialami remaja
bila dibanding dengan sebaya. Penelitian lainnya (Rafaelli, 1997) mengungkapkan bahwa
konflik dengan sibling meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah kontak. Selain itu
jumlah waktu yang dihabiskan bersama lebih signifikan memprediksi konflik sibling

3
dibandingkan dengan factor usia, jenis kelamin, jumlah anggota keluarga dan variabel
lainnya. Walaupun demikian penelitian Stocker Lanthier dan Furman (1997)
mengungkapkan bahwa meningkatnya interaksi sibling berasosiasi positip dengan
persepsi terhadap kehangatan. Oleh karena sifat konflik yang normative, artinya tidak
bisa dielakkan, maka vitalitas hubungan dalam keluarga sangat tergantung pada respon
masing-masing terhadap konflik.

2.3. Macam-macam konflik keluarga


2.3.1. Pernikahan Dini
Pernikahan yang terlalu muda juga bisa menyebabkan neuritik depresi karena
mengalami proses kekecewaan yang berlarut-larut dan karena ada perasaan-perasaan
tertekan yang berlebihan. Kematangan sosial-ekonomi dalam pernikahan sangat
diperlukan karena merupakan penyangga dalam memutarkan roda dalam berumah
tangga sebagai akibat pernikahan. Pada umumnya umur yang masih muda belum
mempunyai pegangan dalam hal sosial-ekonomi, sedangkan individu tersebut telah
dituntut untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
beberapa pakar pernikahan menghasilkan data empirik yang membuktikan adanya
hubungan yang erat antara hancurnya pernikahan dengan hancurnya sistem keluarga.
Banyak pula penelitian yang memberikan data empirik mengenai korelasi yang positif
antara kondisi perselisihan pada pernikahan (marital discord) serta tekanan pada
pernikahan (marital distress), yang merupakan suatu kondisi dan iklim pernikahan
beberapa waktu sampai jatuhnya keputusan bercerai.
Suka duka dalam kehidupan pernikahan merupakan konsekuensi yang tidak
dapat dihindari. Berkaitan dengan hal tersebut, Hammarskjold mengungkapkan bahwa
setiap pernikahan tidak akan terhindar dari konflik. Dua orang yang tinggal dalam
satu atap tidak mungkin hidup tanpa adanyakonflik, kecuali apabila salah satu
pasangan atau bahkan kedua pasangan memutuskan untuk mengalah daripada
berkonfrontasi. Walaupun salah satu pasangan memutuskan untuk mengalah, bukan
berarti konflik tidak terjadi, karena sekalipun ketidak sesuaian tidak diungkap secara
konfrontatif, konflik akan tetap muncul dalam hati yang paling dalam dan mendasari
iklim relasi yang selanjutnya tercipta dengan pasangannya. Sebelum memutuskan
untuk menikah, para calon pengantin pada umumnya akan menjalani masa transisi
menuju pernikahan. Faktor yang terpenting dari masa transisi ini adalah kesiapan
menikah. Berdasarkan hasil penelitian Booths dan Edwards dalam Wisnu wardhani

4
dan Sri mengungkapkan bahwa terdapat beberapa hal yang secara signifikan
berhubungan dengan kesiapan menikah, yaitu usia saat menikah, tingkat kedewasaan
pasangan, waktu pernikahan, motivasi untuk menikah, kesiapan untuk sexual
exclusiveness, dan tingkat pendidikan serta aspirasi pekerjaan dan derajat
pemenuhannya.
2.3.2. Hubungan Dengan Orang Tua
Hurlock (1998) mengatakan bahwa sering kali orang tua tidak memperbaiki
konsep tentang perkembangan psikososial yang dibutuhkan remaja, sehingga orangtua
masih memperlakukan siswa seperti ketika anak-anak yang selalu harus mematuhi
peraturan yang dibuat dengan persetujuan orangtua dan si anak harus mengikutinya.
Meskipun ada banyak sumber pertentangan antara siswa dan anggota-anggota
keluarga, tetapi ada sifat-sifat tertentu dalam hubungan keluarga yang baik bagi
remaja. Anak yang sudah siswa lebih mementingkan hubungan dengan teman sebaya
dari pada keluarganya. Hal tersebut juga sejalan dengan perubahan budaya dan
sebagian disebabkan karena kenyataan bahwa siswa sekarang memiliki banyak
kesempatan untuk berpendidikan.
Pada orang tua yang menetapkan keotoriteran pola asuh orangtua mempunyai
ciri kaku, tegas, suka menghukum, kurang kasih sayang serta kurang simpatik
(Stewart dan Koch, 1983). Hal ini berdampak pada anak remaja, seperti hasil
penelitian yang ditemukan oleh Lewin dkk., (dalam Gerungan, 1987) dan diteruskan
oleh Meuler (Gerungan, 1987), ditemukanhasil bahwa anak-anak yang diasuh oleh
orangtua otoriter banyak menunjukkan ciri-ciri adanya sikap menunggu dan menyerah
segala-galanya pada pengasuhnya. Watson (1967), mengatakan bahwa disamping
sikap menunggu itu terdapat juga ciri-ciri keagresifan, kecemasan, dan mudah
putus asa, dan terhambat dalam motivasi berprestasinya. Baldin (dalam Gerungan,
1987) menemukan dalam penelitiannya dengan membandingkan keluarga yang
berpola demokratis dengan yang otoriter dalam mengasuh anaknya, bahwa asuhan
dari orangtua demokratis menimbulkan ciri-ciri berinisiatif, berani, giat, dan lebih
bertujuan.
2.3.3. Ekonomi dan Pendidikan
Ekonomi keluarga merupakan salah satu faktor penentu berhasilan tidaknya
studi seseorang anak, karena persediaan sarana dan prasarana belajar dapat terpenuhi
apabila tingkat perekonomian keluarga cukup memadai. Semakin tinggi taraf ekonomi
keluarga seorang anak akan semakin mudah baginya melengkapi segala kebutuhan

5
belajar baik dirumah maupun disekolah, terutama biaya pendidikan karena semakin
tinggi pendidikan semakin tinggi pula biaya yang dibutuhkan.
Keberhasilan studi seorang anak sangat tergantung pada kemampuan
ekonominya, artinya bahwa melalui ekonomi itulah sehingga seseorang dapat
membiayai pendidikannya sejak sekolah dasar hingga ke Perguruan Tinggi, jadi
sangat jelas bahwa tanpa ekonomi dan keberhasilan pendidikan formal seseorang
tidak akan tercapai karena faktor pembiayaan dan harga kebutuan pendidikanlainya
semakin meningkat pula dan peningkatannyabiaya ini mengikuti jenjang pendidikan
yang ditempuh seseorang. Yang jelas semakin tinggi jenjang pendidikan yang
ditempuh seseorang akan semakin tinggi pula biaya yang dibutuhkan.
Berbagai cara yang ditempuh dalam rangka meningkatkan perekonomian
keluarga. Antara lain adalah berusaha atau bekerja baik pekerjaannya itu dengan cara
berniaga, pegawai swasta ataupun pegawai negri. Namun yang terpenting adalah
usaha yang dilakukan oleh setiap keluarga adalah penghsilan yang mereka peroleh
dalam memenuhi kebutuhan pokok dan keperluan pembiayaan pendidikan anak
mereka adalah penghasilan yang halal.
Proses pendidikan selalu berlangsung dalam suatu lingkungan, yaitu lingkungan
pendidikan. Lingkungan ini mencakup lingkungan fisik, sosial, intelektual, dan lain-
lain. Interaksi pendidikan dapat berlangsung dalam lingkungan keluarga, sekolah,
masyarakat serta lingkungan-lingkungan kerja. Keluarga seringkali disebut sebagai
lingkungan pertama, sebab dalam lingkungan inilah pertama-tama anak mendapatkan,
pendidikan, bimbingan, asuhan, pembiasahan, dan latihan. Semua aspek kehidupan
masyarakat ada di dalam kehidupan keluarga, seperti aspek ekonomi, sosial, politik,
keamanan, kesehatan, agama, termasuk aspek pendidikan.
Pada hakikatnya tujuan pendidikan tidak terlepas dari pendidikan yang berada
didalam konteks kehidupan masyarakat, pendidikan adalah produk suatu masyarakat
tertentu. Oleh sebab itu, tujuan pendidikan tidak bisa dipisahkan dengan masyarakat
yang memilikinya dan proses pendidikan mengandalkan nilai-nilai yang hidup
didalam masyarakat maka dengan sendirinya proses pendidikan adalah penghayatan
dan perwujudan nilai-nilai tersebut.

2.3.4. Kehilangan Pekerjaan


Pekerjaan dan keluarga adalah dua area dimana manusia menghabiskan
sebagian besar waktunya. Walaupun berbeda, pekerjaan dan keluarga interdependent

6
satu sama lain sebagaimana keduanya berkaitan dengan pemenuhan hidup seseorang.
Melalui pekerjaan, seseorang mengubah tidak hanya lingkungan namun juga dirinya,
memperkaya dan menumbuhkan hidup dan semangatnya. Sedangkan keluarga
dipandang sebagai hal yang pertama dan paling penting dalam human society.
Keluarga juga dikaitkan dengan kasih sayang dimana seseorang dapat
mengembangkan diri dan memperoleh pemenuhan dirinya, serta merupakan tempat
yang penting bagi sebuah kebahagiaan dan harapan.
Sedangkan pekerjaan adalah kondisi dan kebutuhan dasar bagi kehidupan
keluarga, dan pada sisi lain merupakan sekolah pertama bagi pekerjaan untuk setiap
orang. Jadi pekerjaan ditujukan bagi seseorang dan keluarga. Seberapa baik human
society dengan implikasinya pada bisnis dan perekonomian, tergantung pada keluarga
(Guitian, 2009).
Pembagian peran pekerjaan dan tugas keluarga dimasa lalu sangatlah jelas.
Dimana suami adalah pencari nafkah melalui pekerjaannya sedangkan istri merawat
keluarga dan anak-anak. Sejalan dengan perkembangan bisnis dan dunia usaha,
kesempatan menempuh pendidikan dan bekerja terbuka tidak hanya bagi lelaki namun
juga perempuan. Saat ini makin banyak perempuan yang bekerja di berbagai bidang
dan memiliki karir tersendiri.
2.3.5. Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Rumah tangga tempat kekerasan sering berlangsung adalah wadah dari suatu
kehidupan penghuninya yang terdiri dari berbagai status, seperti suami-istri, orangtua,
anak-anak, orang-orang yang mempunyai hubungan darah, orang yang bekerja
membantu kehidupan rumah tangga bersangkutan, orang lain yang menetap, dan
orang yang masih atau pernah hidup bersama di sebuah rumah tangga. Sementara itu,
lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksudkan dalam Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Bab 1 Tentang
Ketentuan Umum Pasal 2 meliputi suami, istri, anak, orang-orang yang mempunyai
hubungan dengan suami, istri, dan anak karena hubungan darah, perkawinan,
persusuan, pengasuhan, dan perwalian yang menetap dalam rumah tangga, dan atau
orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga
tersebut.
Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) merupakan fakta sosial yang bersifat
universal karena dapat terjadi dalam sebuah rumah tangga tanpa pembedaan budaya,
agama, suku bangsa, dan umur pelaku maupun korbannya. Karena itu, ia dapat terjadi

7
dalam rumah tangga keluarga sederhana, miskin dan terkebelakang maupun rumah
tangga keluarga kaya, terdidik, terkenal, dan terpandang. Tindak kekerasan ini dapat
dilakukan oleh suami atau istri terhadap pasangan masing-masing, atau terhadap
anak-anak, anggota keluarga yang lain, dan terhadap pembantu mereka secara
berlainan maupun bersamaan. Perilaku merusak ini berpotensi kuat menggoyahkan
sendi-sendi kehidupan rumah tangga dengan sederetan akibat di belakangnya,
termasuk yang terburuk seperti tercerai-berainya suatu rumah tangga.

2.4. Resolusi Konflik


Inti dari resolusi konflik adalah pemecahan masalah. Konflik dinilai sebagai masalah
sosial yang harus ditangani pada sumbernya dan perlu dipecahkan. Resolusi konflik dengan
pemecahan masalah biasanya dipilih karena antarpihak yang berkonflik tanpa ada paksaan
dan interaktif ingin menyelesaikan masalah tersebut. Dalam proses resolusi konflik dengan
pemecahan masalah akan terjadi tiga tahap.
1. Negosiasi
Negosiasi adalah bentuk interaksi sosial antarpihak yang berusaha mencari kata
sepakat. Dalam interaksi tersebut terjadi perbedaan pendapat yang menghalangi
antarpihak mencapai tujuannya. Dalam proses tersebut terjadi tawar menawar untuk
menghasilkan sesuatu. Hasilnya nanti adalah kesepakatan pihak yang berinteraksi dan
menjadi dasar dibentuknya sebuah aturan baru atau baku.
2. Mediasi
Mediasi adalah upaya penyelesaian konflik dengan melibatkan pihak ketiga. Dalam
penyelesaian konflik tersebut ada perundingan, kesepakatan lewat musyawarah. Karena
sifatnya dilandasi dengan musyawarah, maka tidak boleh ada paksaan hasil yang dicapai
nanti. Kedua belah pihak merasakan win-win solution dari persoalan yang dihadapi.
3. Pengambilan keputusan berdasarkan konsensus
Kesepakatan sejumlah pihak atas sebuah hal yang dilakukan secara sadar, bersifat
kolektif karena melibatkan banyak pihak. Sebelum terjadi pengambilan keputusan,
biasanya terjadi perdebatan dan persoalan yang melandasinya sehingga diperlukan upaya
bersama untuk mencapai kesepakatan.

8
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dari materi yang sudah dijabarkan di atas, kami menyimpulkan bahwa pengetahuan
mengenai konflik dalam keluarga terbatas. Dari berbagai pengertian diatas dapat diambil
kesimpulan bahwa konflik adalah percekcokan, perselisihan dan pertentangan yang
terjadi antar anggota atau masyarakat dengan tujuan untuk mencapai sesuatu yang
diinginkan dengan cara saling menantang dengan ancaman kekerasan.
Hal-hal yang mendorong timbulnya konflik dan integrasi adalah adanya persamaan
dan perbedaan kepentingan sosial. Di dalam setiap kehidupan sosial tidak ada satu pun
manusia yang memiliki kesamaan yang persis, baik dari unsur etnis, kepentingan,
kemauan, kehendak, tujuan dan sebagainya. Dari setiap konflik ada beberapa diantaranya
yang dapat diselesaikan, akan tetapi ada juga yang tidak dapat diselesaikan sehingga
menimbulkan beberapa aksi kekerasan. Kekerasan merupakan gejala tidak dapat
diatasinya akar konflik sehingga menimbulkan kekerasan dari model kekerasan yang
terkecil hingga peperangan.

3.2. Saran
Saran yang kami berikan adalah dapat menjalin hubungan dan saling menciptakan
komunikasi dengan baik supaya tidak terjadi adanya kesalah pahaman dan kecurigaan
terhadap sesama pasangan.

9
DAFTAR PUSTAKA

Guitian, Gregorio. 2009. “Conciliating Work and Family: a Catholic Social Teaching
Perspec- tive”. Journal of Business Ethic, 88: 513-524.
Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala
Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2011), hal 345.
Irving M. Zeitlin, Memahami Kembali Sosiologi, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press,
1998),hal.156
Soerjono Soekanto, Kamus Sosiologi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993), hal.99.
J. Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan, (Jakarta:
Kencana
Prenada Media Group, 2005), hal 68.
Ma’ruf Zurayik, Aku dan Anakku, (Bandung : Al Bayan 1994), hal. 23
Soemiarti Patmonodewo, Pendidikan Anak Prasekolah, (Jakarta : Rineka Cipta 2003), hal. 54

10

Anda mungkin juga menyukai

  • Format Penilaian Pelaksanaan Tugas Bimbingan Belajar
    Format Penilaian Pelaksanaan Tugas Bimbingan Belajar
    Dokumen1 halaman
    Format Penilaian Pelaksanaan Tugas Bimbingan Belajar
    Meysy Silvia Sembiring
    Belum ada peringkat
  • Bab 5
    Bab 5
    Dokumen2 halaman
    Bab 5
    Meysy Silvia Sembiring
    Belum ada peringkat
  • Hasil Koreksi REMI GEA BK A 2017
    Hasil Koreksi REMI GEA BK A 2017
    Dokumen33 halaman
    Hasil Koreksi REMI GEA BK A 2017
    Meysy Silvia Sembiring
    Belum ada peringkat
  • Format Meysi
    Format Meysi
    Dokumen5 halaman
    Format Meysi
    Meysy Silvia Sembiring
    Belum ada peringkat
  • CJR Ki Meysi
    CJR Ki Meysi
    Dokumen4 halaman
    CJR Ki Meysi
    Meysy Silvia Sembiring
    Belum ada peringkat
  • Absensi KKN
    Absensi KKN
    Dokumen7 halaman
    Absensi KKN
    Meysy Silvia Sembiring
    Belum ada peringkat
  • Bidang Belajar Fix
    Bidang Belajar Fix
    Dokumen1 halaman
    Bidang Belajar Fix
    Meysy Silvia Sembiring
    Belum ada peringkat
  • Bidang Abk-1
    Bidang Abk-1
    Dokumen3 halaman
    Bidang Abk-1
    Meysy Silvia Sembiring
    Belum ada peringkat
  • Hasil Laporan KKP Kelompok 5
    Hasil Laporan KKP Kelompok 5
    Dokumen15 halaman
    Hasil Laporan KKP Kelompok 5
    Meysy Silvia Sembiring
    Belum ada peringkat
  • BMB3 Sintauli
    BMB3 Sintauli
    Dokumen1 halaman
    BMB3 Sintauli
    Meysy Silvia Sembiring
    Belum ada peringkat
  • Contoh Rumusan Kebutuhan 9
    Contoh Rumusan Kebutuhan 9
    Dokumen3 halaman
    Contoh Rumusan Kebutuhan 9
    almay nova
    100% (4)
  • Definisi Etik Dalam Pendekatan Konseling
    Definisi Etik Dalam Pendekatan Konseling
    Dokumen13 halaman
    Definisi Etik Dalam Pendekatan Konseling
    saktyla waode
    Belum ada peringkat
  • Curriculum Vitae Mahasiswa Magang
    Curriculum Vitae Mahasiswa Magang
    Dokumen1 halaman
    Curriculum Vitae Mahasiswa Magang
    Meysy Silvia Sembiring
    Belum ada peringkat
  • Bidang Sosial
    Bidang Sosial
    Dokumen1 halaman
    Bidang Sosial
    hotnita gultom
    Belum ada peringkat
  • CJR Abk
    CJR Abk
    Dokumen6 halaman
    CJR Abk
    Meysy Silvia Sembiring
    50% (2)
  • Bab 2
    Bab 2
    Dokumen9 halaman
    Bab 2
    Meysy Silvia Sembiring
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen35 halaman
    Bab I
    Meysy Silvia Sembiring
    Belum ada peringkat
  • Format Meysi
    Format Meysi
    Dokumen5 halaman
    Format Meysi
    Meysy Silvia Sembiring
    Belum ada peringkat
  • KKP Keluarga
    KKP Keluarga
    Dokumen3 halaman
    KKP Keluarga
    Meysy Silvia Sembiring
    Belum ada peringkat
  • Pribadi
    Pribadi
    Dokumen1 halaman
    Pribadi
    Meysy Silvia Sembiring
    Belum ada peringkat
  • Bidang Abk-1
    Bidang Abk-1
    Dokumen3 halaman
    Bidang Abk-1
    Meysy Silvia Sembiring
    Belum ada peringkat
  • KPK
    KPK
    Dokumen4 halaman
    KPK
    Meysy Silvia Sembiring
    Belum ada peringkat
  • Tugas Emik Etik
    Tugas Emik Etik
    Dokumen2 halaman
    Tugas Emik Etik
    Meysy Silvia Sembiring
    Belum ada peringkat
  • Multikultural
    Multikultural
    Dokumen44 halaman
    Multikultural
    Meysy Silvia Sembiring
    Belum ada peringkat
  • Makala PPB
    Makala PPB
    Dokumen11 halaman
    Makala PPB
    Meysy Silvia Sembiring
    Belum ada peringkat
  • CBR PTL Meysi
    CBR PTL Meysi
    Dokumen21 halaman
    CBR PTL Meysi
    Meysy Silvia Sembiring
    Belum ada peringkat
  • Penelitian Tindakan Bimbingan Dan Konseling
    Penelitian Tindakan Bimbingan Dan Konseling
    Dokumen8 halaman
    Penelitian Tindakan Bimbingan Dan Konseling
    fathi zulfa
    100% (5)
  • PROJEK Manajemen
    PROJEK Manajemen
    Dokumen10 halaman
    PROJEK Manajemen
    Meysy Silvia Sembiring
    Belum ada peringkat
  • CJR Ki Meysi
    CJR Ki Meysi
    Dokumen4 halaman
    CJR Ki Meysi
    Meysy Silvia Sembiring
    Belum ada peringkat