Anda di halaman 1dari 13

Sani Nugraha

C1814201119

PENGALAMAN KEPUTUSASAAN STROKE SURVIVOR DI KOTA SEMARANG


(Hopelessness Experience among Stroke Survivor in Semarang)
Sawab*, Moch. Bahrudin*, Novy Helena Catharina Daulima*
*Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Semarang
Jl. Tirto Agung Pedalangan, Banyumanik, Semarang
E-mail: sawabfatih@yahoo.com
ABSTRAK
Pendahuluan: Keputusasaan merupakan penilaian negatif terhadap hasil yang akan dicapai dan ketidakberdayaan terhadap
suatu harapan. Keputusasaan dapat terjadi pada stroke survivor karena adanya disabilitas akibat defi sit neurologisnya serta
waktu yang lama dalam penyembuhannya. Kondisi ini dapat berlanjut pada gangguan mental emosional maupun tindakan
suicide. Oleh karena itu gambaran pengalaman keputusasaan stroke survivor dibahas dalam penelitian ini. Metode:
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif fenomenologi terhadap 6 partisipan. Hasil: Hasil penelitian
didapatkan tujuh tema utama yaitu (1) Perubahan fi sik sebagai akibat respons keputusasaan, (2) Respons kehilangan
sebagai stressor keputusasaan, (3) Disfungsi proses keluarga, (4) Kehilangan makna hidup, (5) Dukungan dan motivasi
diri sebagai sumber koping menghadapi keputusasaan, (6) Hikmah spiritual dibalik keputusasaan stroke survivor, dan
(7) dapat menjalani kehidupan dengan lebih baik. Diskusi: Penelitian ini menyarankan dikembangkannya standar asuhan
keperawatan keputusasaan dan pemberian dukungan keluarga serta psikoedukasi keluarga bagi stroke survivor.
Kata kunci: Stroke survivor, pengalaman keputusasaan, kualitatif
ABSTRACT
Introduction: Hopelessness was a negative feelings about goal achievement and powerlessness feeling against an
expectation. Hopelessness in stroke survivors can occur due to prolonged disability and neurologic defi cit. This condition
can lead to emotional and mental disorders even a suicide action. Therefore, it was a need to explore hopelessness
experience in stroke survivors. Method: This study was a qualitative descriptive phenomenology with 6 participants.
Results: 7 themes were revealed in this study, (1) Physical changes as a response on hopelessness, (2) Loss response as
a hopelessness stressor, (3) Dysfunction of the family process, (4) Loss of meaning of life, (5) Self support and motivation
as a coping resource against hopelessness, (6) The spiritual meaning behind hopelessness, (7) Can go through a better
life. Discussion: This study suggests to develop a nursing care standards in hopelessness, encourage a family support
and family psychoeducation for stroke survivors.

PENDAHULUAN Kondisi ini menyebabkan stroke survivor


Disabilitas klien paska stroke sebagai dengan keputusasaan sangat berisiko
akibat defi sit neurologis memerlukan waktu mengalami gangguan mental emosional. Di
penyembuhan yang lama dan berdampak
sisi lain stroke survivor dengan keputusasaan
terhadap kondisi psikososial stroke survivor.
Terjadinya perubahan psikososial, seperti
membutuhkan penanganan jangka panjang
perasaan harga diri yang rendah, perasaan
untuk mengembangkan mekanisme koping
tidak beruntung, perasaan ingin mendapatkan
yang adaptif dan mencegah berkembangnya
kembali kemampuan yang menurun, berduka,
stressor disabilitas menjadi kondisi
takut dan putus asa merupakan manifestasi
maladaptif.
dari keputusasaan bahkan tanda dari depresi.
Menurut Abramson, Alloy dan Metalsky Upaya antisipasi menurunkan angka
(1989) gangguan jiwa adalah dengan mengelola klien
keputusasaan pada hakekatnya merupakan yang mempunyai risiko mengalami gangguan
precursor dalam perjalanan depresi. Hasil riset mental emosional supaya tidak mengalami
di India 35,29% stroke survivor mengalami masalah gangguan jiwa, salah satunya adalah
depresi. klien stroke survivor dengan keputusasaan.
Berdasarkan fenomena tersebut penting untuk
Stroke survivor mengalami sakit yang dilakukan kajian yang mendalam terhadap
berlangsung lama, sehingga dapat stroke survivor dengan masalah psikososial
mempengaruhi harga diri. Harga diri yang keputusasaan. Oleh karena itu, penelitian ini
rendah akan dapat berlanjut ke kondisi ingin menjawab pertanyaan “Bagaimanakah
keputusasaan, depresi bahkan tindakan suicide. pengalaman keputusasaan stroke survivor di
Teasdale dan Eingberg (2001) menjelaskan Kota Semarang?”
stroke survivor berisiko mengalami tindakan 51 tahun dan berstatus menikah.
suicide pada 5 tahun pertama sakitnya. Tingkat
pendidikan partisipan terdiri atas SMP, stroke survivor pernah mempunyai
Diploma III dan Sarjana. Lama menderita pengalaman
menderita stroke mulai 1 sampai 3,5 tahun keputusasaan sedang dan mempunyai kognitif
dengan 4 orang mengalami kelemahan pada baik.
ektremitas kanan dan 2 orang mengalami Berdasarkan wawancara mendalam,
kelemahan pada ektremitas kiri. Keseluruhan diperoleh berbagai pengalaman stroke
stroke survivor pernah mempunyai survivor
pengalaman keputusasaan sedang dan dalam menghadapi keputusasaan dalam 7 tema
mempunyai kognitif utama, antara lain:
baik.
BAHAN DAN METODE Perubahan fisik akibat respons
Desain penelitian ini menggunakan keputusasaan
penelitian kualitatif fenomenologi deskriptif. Perubahan fisik yang diungkapkan
Partisipan penelitian ini adalah stroke survivor sebagai akibat dari keputusasaan adalah
dengan riwayat lebih dari tiga bulan, serangan perasaan fatigue seperti lemas dan tidak
lebih dari 1 kali, usia dewasa pertengahan bertenaga seperti ungkapan partisipan
(40-60 tahun), pernah mempunyai pengalaman berikut:
keputusasaan kategori sedang yang diukur “Rasanya saat saya down seperti tidak
dengan skor Beck Hopelessness Scale (BHS) ada tenaga, tangan dan kaki yang lemes
dan gangguan kognitif ringan yang dilihat tambah lemes.....”(P1)
dengan skor Mini Mental State Examination Akibat yang dirasakan partisipan lain
(MMSE). Jumlah sampel yang berpartisipasi adalah merasa letih dan penurunan
pada penelitian ini enam orang. Lokasi kemampuan
penelitian di Kelurahan Srondol Kulon kerja fi sik dengan contoh ungkapan di bawah
wilayah ini:
kerja Puskesmas Srondol Kota Semarang dan “Terus terang badan saya sepertinya
dilaksanakan pada bulan April sampai dengan loyo tenaganya kok hilang, tangan dan kaki
Juni 2013. kanan saya tambah lemas saat semangat dan
Pengumpulan data dilakukan dengan kondisi saya menurun atau dwon”(P4)
wawancara mendalam (indepth interview) dan Akibat keputusasaan juga dirasakan
catatan lapangan. Analisis data menggunakan dalam gangguan pencernaan dan gangguan
langkah Colaizzi, dengan membuat transkripsi tidur sebagaimana ungkapan partisipan berikut
verbatim, membaca trankrip secara ini:
berulangulang, “Biasanya kan saya kalau pagi itu
mengumpulkan pernyataan signifi kan, rasanya lapar walaupun seadanya saya makan
menentukan arti setiap pernyataan yang sama minum air putih, tapi waktu itu pas saya
penting, mengumpulkan kata kunci, dwon saya setiap mau makan rasanya
mengelompokkan ke dalam kategori, kenyang,
kemudian nafsu makan tidak ada sampai sampai istri
disusun dan dikelompokkan menjadi tema seperti marah.”(P4)
hasil penelitian. Gangguan tidur yang dialami oleh
partisipan diungkapkan seperti:
HASIL “.......terus terang saat saya serangan
Partisipan dalam penelitian ini adalah lagi, kemudian perasaan putus asa saya
stroke survivor, dengan 4 orang berjenis muncul
kelamin laki-laki dan 2 orang berjenis kelamin semalam tidak tidur rasanya tidak kantuk, itu
perempuan dengan usia antara 45 sampai bisa sampai 2 hari, saat mau tidur kepikir terus
51 tahun dan berstatus menikah. Tingkat kalau saya jadi merepotkan”(P5)
pendidikan partisipan terdiri atas SMP,
Diploma III dan Sarjana. Lama menderita Akibat keputusasaan mempengaruhi
menderita stroke mulai 1 sampai 3,5 tahun perfusi cerebral dengan rasa pusing seperti
dengan 4 orang mengalami kelemahan pada ungkapan berikut ini:
ektremitas kanan dan 2 orang mengalami “Kondisi pas saya semangatnya hilang,
kelemahan pada ektremitas kiri. Keseluruhan sepertinya les-lesan (berkunang- kunang
seperti mau pingsan) sama pusing pak.”(P3)
Respons kehilangan sebagai stressor
keputusasaan pukul tapi saya masih sadar, bahkan sempat
Respon kehilangan diungkapkan ingin saya bunuh, terus terang..”(P1)
partisipan dengan ketidakpercayaan atau tawar Sedangkan ket idakmampuan
menawar sebagaimana ungkapan berikut ini: memberikan penghargaan antar anggota
“Mengapa kok sudah 1 tahun kaki saya keluarga diungkapkan sebagai berikut:
malah tambah berat”.(P4) “kalau di rumah saya minta bantuan
Respons kehilangan dalam dirinya sama anak saya memasak air untuk mandi
berusaha di atasi dengan menekan (supresi) saya
permasalahan yang dihadapi seperti yang kadang-kadang anak saya itu tidak langsung
diungkapkan partisipan: mau, nunggu di suruh sampai beberapa kali,
“saya gak mau ngomong sama istri seperti tidak mengormati ibunya”(P3)
kasihan nanti kalau malah kepikiran istri Dukungan dan motivasi diri sebagai
saya”(P1) sumber
Sel a i n itu par t i si p an juga koping menghadapi keputusasaan
mengungkapkan perasaan marah atas Sumber koping stroke survivor
kondisinya berasal dari dukungan keluarga, lingkungan,
“kadang-kadang tangan dan kaki kanan keyakinan diri serta motivasi untuk aktivitas.
saya, saya pukul-pukulkan di dipan bagaimana Sumber koping dari keluarga inti sebagaimana
sih kok saya seperti ini terus gitu lho, marah diungkapkan:
pada diri sendiri”(P5) “Anak saya yang kuliah waktu itu
Perilaku depresi seperti kehilangan kebetulan libur kalau pas saya diam di kamar
semangat,perasaan sedih, serta khawatir menemani saya terus kemudian bilang ibu
diungkapkan sebagai berikut: sabar tabah, terus suami ya ngasih semangat,
anak anak saya masih kecil, sementara nah kalau anak dan bilang suami memberi
saya tidak bisa bekerja, pokoknya sepertinya semangat saya rasanya semangat hidup
saya sudah menyerah”.(P4) muncul
“sepertinya kok seperti ini rasanya lagi”(P5)
sedih, kuatir, pak saya jadi malas melakukan Selain dukungan keluarga keyakinan
apa-apa, saya cuma menangis”.(P3) atau semangat dari dalam diri stroke survivor
Kehilangan makna hidup diungkapkan seperti berikut:
Ketidakberdayaan dalam mencapai “Tapi yang perlu ketahui pokoknya ya
tujuan hidup dimaknai sebagai hilangnya semangat dari dalam diri sendiri, pas waktu
makna hidup bahkan muncul keinginan itu saya parkir mau terima uang jatuh, kan
mengakhiri hidupnya seperti ungkapan tangan kanan saya masih belum seperti
berikut: sekarang saya diomelin pokoknya
“Ya saya kan perempuan, suami saya dikatakatain,
kerja kalau sebelumnya saya bisa membantu saya tidak peduli sampai sekarang itu
kerja di pabrik masak, bersih bersih rumah yang terus saya ingat”.(P2)
tetapi sekarang saya malah jadi merepotkan
suami saya..........”.(P3) Hikmah spiritual dibalik keputusasaan
stroke survivor
“dipikiran saya muncul kalau memang Stroke survivor mendapatkan hikmah
saya waktunya meninggal dunia atau diambil atau makna hidup kembali melalui proses
nyawa saya tidak apa-apa saya kasihan sama memaknai ulang akan nilai-nilai spiritual
suami dan anak anak repot”. (P5) dalam kondisi ketidakberdayaannya dan
Disfungsi proses keluarga makna terhadap dirinya seperti berikut ini:
Pengalaman disfungsi keluarga “saya bersyukur, sebetulnya saya
yang dialami par tisipan disebabkan mungkin ditunjukkan ke jalan yang lebih
ketidakmampuan dalam menjalankan terang dan hikmah yang paling mendalam
fungsi peran dirinya dan ketidakmampuan saya diberi kesempatan untuk beribadah
anggota keluarga memberikan penghargaan memperbaiki hidup”.(P3)
bagi anggota keluarganya, sebagaimana “sejak saya pernah down sampai
diungkapkan sebagai berikut: sekarang saya bisa bekerja semampu saya
“Sempat waktu itu istri bilang tidak menjadikan saya lebih sabar”(P4)
enak ke saya, saya bilang pada istri mau saya
Dapat menjalani kehidupan dengan lebih menyebutkan terdapat tiga manifestasi yang
baik sering muncul pada klien stroke yaitu depresi
Makna dibalik keputusasaannya (19%), fatigue (46%) dan nyeri (48%). Selain
partisipan mendorong partisipan untuk itu, dalam studi korelasi, depresi dan fatigue
berkeinginan mempunyai harapan hidup yaitu menunjukan hubungan yang kuat sedangkan
kembali sembuh dan sehat, dapat menjalankan antara nyeri dan depresi mempunyai hubungan
fungsi perannya sebagaimana ungkapan yang sedang.
berikut: Pengalaman nyeri stroke survivor tidak
“Harapan saya sembuh, bisa cari didapatkan dalam penelitian ini. Menurut
rongsoknya lancar, terus anak anak peneliti hal ini dimungkinkan pengaruh dari
sehat”(P4) faktor budaya. Budaya Jawa, khususnya di
Jawa Tengah, rasa nyeri sulit diungkapkan
PEMBAHASAN ke orang lain/lawan bicara karena adanya
Karakteristik partisipan penelitian ini perasaan khawatir dapat mengganggu lawan
belum dapat menggambarkan pengalaman bicara. Faktor lain yang dapat mempengaruhi
keputusasaan dari individu yang tidak adalah usia. Menurut Kozier, Erb, Berman
mempunyai sistem pendukung seperti suami, dan Snyder (2010) orang dewasa dapat
istri serta pengalaman di tinggalkan orang mengabaikan rasa nyeri karena pengakuan rasa
yang dicintai. Keputusasaan dalam proses nyeri dapat dianggap sebagai tanda kelemahan
perjalanannya masih terdapat perdebatan, atau kegagalan.
khususnya mengenai penyebab keputusasaan Klien paska stroke merasakan
itu sendiri. Penelitian ini menunjukkan kehilangan kemampuan fungsional karena
manifestasi keputusasaan terjadi pada stroke penyakit yang dapat mengubah citra tubuhnya.
survivor dengan gangguan fisik berupa Pada kondisi ini klien stroke mendapatkan
hemiplegi dektra pada empat partisipan dan stressor yang menyebabkan klien tersebut
dua partisipan mengalami hemiplegi sinistra. mempunyai harapan negatif dan muncul
Penelitian yang dilakukan oleh Robinson ketidakberdayaan terhadap harapannya
menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara tersebut. Hal ini sejalan dengan penelitian
lesi area frontal, sub kortikal dan ganglia pada penyakit kronik seperti kanker payudara
basalis dalam terjadinya depresi paska stroke yang menyebutkan 80% mempunyai perasaan
dengan hipotesis sentralnya adalah lesi di khawatir akan masa depannya, 30% merasakan
hemisfer kiri merupakan faktor utama
timbulnya depresi paska stroke (dalam Meifi& ketakutan (Gumus, Cam & Malak, 2011).
Agus, 2009). Hal ini menunjukkan bahwa Hasil penelitian ini mengungkap bahwa
keputusasaan tidak hanya disebabkan oleh respons kehilangan stroke survivor tidak
faktor organik akan tetapi dapat disebabkan lagi berada pada tahap penolakan (denial),
karena faktor reaksi psikologis sebagai akan tetapi masuk pada tahap marah (angry).
konsekuensi klinis akibat stroke. Penelitian Hal ini sebagai bentuk perasaan frustasi
yang dilakukan oleh Chen (2011) dengan kondisi ketidakberdayaan dalam
menyebutkan menjalankan peran dirinya. Rasa marah
kelemahan motorik yang terjadi pada klien
yang diungkapkan oleh stroke survivor ini
paska stroke merupakan faktor penting
sebenarnya merupakan salah satu bentuk
terjadinya depresi paska stroke. Penelitiannya
koping. Selain perasaan marah, mekanisme
menyebutkan 61,3% responden yang memiliki
koping lain yang dilakukan oleh stroke
fungsi motorik buruk mengalami depresi post
survivor berupa supresi, yaitu keengganan
stroke sedangkan 38,7% responden dengan
menceritakan permasalahan yang ada pada
fungsi motorik bagus mengalami depresi.
dirinya pada orang lain. Bertambahnya jumlah
stressor dapat menyebabkan bertambahnya
Perubahan fisik akibat keputusasaan
waktu yang dibutuhkan partisipan untuk
antara lain fatigue, anoreksia serta insomnia.
sampai pada kondisi acceptance. Pengalaman
Perasaan fatigue diungkapkan oleh partisipan
partisipan ini sejalan dengan hasil penelitian
berupa perasaan ekstremitas tambah lemas dan
Jones dan Morris (2012) yang mengungkapkan
perasaan loyo serta tidak bertenaga. Menurut
salah satu tema yaitu perasaan tidak berguna
Naess, Lunde dan Brogger (2012) perasaan
dan perasaan kehilangan pada orang dewasa
fatigue berhubungan dengan adanya nyeri dan
dengan pengalaman stroke.
depresi klien paska stroke. Hasil penelitiannya
Ketidakmampuan menjalankan peran keputusasaan.
memunculkan rasa ketidakberdayaan, yaitu Usaha stroke survivor untuk tetap
persepsi bahwa situasi perubahan dirinya semangat dilakukan melalui usaha untuk
tidak mampu mempengaruhi hasil yang ingin menumbuhkan keyakinan internal diri, dan
dicapai sehingga stroke survivor merasa tidak motivasi untuk beraktivitas agar terbebas
memiliki makna hidup. Hal ini sejalan dengan dari keputusasaannya. Keyakinan internal
penelitian Kariasa, Sitorus dan Afi yanti diri atau positive belief ini biasa disebut juga
(2009) sebagai self effi cacy. Menurut Bandura (1997
yang mengungkapkan bahwa perubahan dalam Stuart & Laraia 2006) self efficacy
makna merupakan kapabilitas dari kepercayaan
hidup klien paska stroke terjadi karena adanya diri individu. Individu yang mempunyai
perasaan kurang dihargai, tidak diperhatikan self effi cacy yang tinggi akan memberikan
dan tidak berguna. Kondisi tersebut efek terhadap pemikiran, motivasi, suasana
sebenarnya hati serta kesehatan fi sik individu tersebut
merupakan ketidakberdayaan yang juga sehingga stressor dianggap sebagai tantangan.
diungkap dalam penelitian ini. Penelitian ini Penelitian Albal dan Kultu (2010) menjelaskan
juga menunjukkan bahwa klien paska stroke terdapat hubungan antara koping self effi cacy
mengalami perasaan tidak berguna sehingga dan sosial support pada klien depresi, di mana
muncul ide atau keinginan untuk mengakhiri klien dengan depresi mempunyai skor self
hidupnya. Hal ini sesuai penelitian yang effi cacy yang rendah.
dilakukan oleh Towfi ghi (2013) bahwa stroke Peranan dukungan sosial mengatasi
survivor di Amerika sebanyak 7,8% memiliki keputusasaan stroke survivor juga terungkap
niat bunuh diri. dalam penelitian ini. Panzarella, Alloy dan
Hasil penelitian ini mengungkapkan Whitehouse (2006) menjelaskan dukungan
adanya konfl ik antar anggota keluarganya dan sosial merupakan bagian dari adaptive
ketidakmampuan memberikan penghargaan inferential feedback (AIF) yang bekerja
terhadap anggota keluarganya. Hal ini menurunkan sensitivitas kognitif
disebabkan oleh karena efek dari depresidengan menurunkan kesimpulan
perubahanperan dan harga diri stroke survivor negatif
sehingga individu, selain itu juga menurunkan perilaku
keluarga tidak mampu melakukan fungsi maladaptive sebagai hasil dari kesimpulan
afektif keluarga. Menurut Friedman (2010) negatif dari pengalaman yang menyebabkan
fungsi afektif keluarga yaitu fungsi internal keputusasaan.
keluarga sebagai dasar kekuatan keluarga. Di Menurut Bastaman (2007) makna hidup
dalamnya terkait rasa saling mengasihi, saling dapat ditemukan dalam setiap keadaan yang
mendukung dan saling menghargai antar menyenangkan dan tidak menyenangkan,
anggota keluarga. Gambaran hasil penelitian keadaan bahagia, dan penderitaan, ungkapan
ini
seperti “makna dalam penderitaan” (meaning
juga didukung penelitian yang dilakukan oleh
in suffering) atau “hikmah dalam musibah”
Clark et al (2004, dalam Gillespie &
(blessing in disguise). Makna hidup stroke
Campbell,
2011) yang menyebutkan bahwa 32% survivor didapatkan melalui proses memaknai
disfungsi ulang terhadap nilai-nilai spiritual bagi
keluarga pada sembilan bulan pertama paska dirinya.
stroke disebabkan ketidakmampuan keluarga Penelitian ini mengungkapkan perbedaan
menjalankan fungsinya dan 66% terjadi karena dengan penelitian terdahulu pada penyakit
adanya konfl ik dalam keluarga. kronis yang dilakukan oleh Sasmita, Hamid
Sejalan dengan hasil penelitian Jones dan Daulima (2011) di mana makna spiritual
dan Moris (2012), sumber koping yang pada penelitiannya didapat pada saat kondisi
menjadi pilihan utama stroke survivor pada acceptance sedangkan stroke survivor dengan
kondisi keputusasaan adalah dukungan keputusasaan makna hidupnya diperoleh
keluarga, khususnya keluarga inti, yaitu istri, dalam kondisi ketidakberdayaan menuju ke
suami atau anak-anaknya. Signifi cant other kondisi acceptance. Pengalaman partisipan
dinilai mempunyai makna dan arti penting ini merupakan manifestasi perjalanan
dalam menumbuhkan stroke survivor dengan tahapan kehilangan sebagaimana dijelaskan
sebelumnya bahwa setiap individu tidak sama
dalam melalui suatu proses kehilangan. Ada melakukan pilihan dan strategi koping,
yang bisa langsung mencapai fase penerimaan antara lain mencari dukungan dari keluarga
ada yang sangat lama bahkan berbulan-bulan dan lingkungan. Dukungan keluarga inti
untuk akhirnya dapat menerima kondisi bagi stroke survivor merupakan signifi cant
sakitnya (Yosep, 2009). Penelitian lain others dalam menghadapi keputusasaannya.
dilakukan oleh Wachholtz dan Pearce (2009 Sementara itu usaha untuk menumbuhkan dan
dalam Lewis & Peterson, 2013) menjelaskan menginginkan motivasi dan pelayanan
bahwa peranan spiritualitas dalam penyakit kesehatan yang baik dari petugas kesehatan.
konis dan kecacatan dapat mendorong klien Hasil penelitian ini juga menggambarkan
menemukan perasaan positif pada dirinya. bahwa pengalaman keputusasaan klien stroke
Menurut Snyder (dalam Cheavens, berhubungan erat dengan proses adaptasi klien
Feldman, Woodward & Snyder, 2006) harapan saat mendapat stressor, baik stressor fisik
merupakan motivasi positif untuk memenuhi maupun stressor psikologis. Proses tersebut
tujuan. Terdapat empat kategori tujuan melibatkan beberapa fungsi antara lain
harapan yaitu tujuan untuk menuju hasil yang fungsi fi siologis, konsep diri, peran maupun
diinginkan, tujuan untuk menghalangi atau interdependensi yang dapat dimaknai sebagai
menunda kejadian yang tidak diinginkan, support sistem.
tujuan pemeliharaan atau mempertahankan Saran
status quo, dan peningkatan tujuan untuk Perlu adanya terapi kognitif bagi
menambah hasil yang sudah positif. Dalam stroke survivor. Terapi kognitif yang telah
kontek ini, harapan dan keputusasaan ada di Keperawatan Kesehatan Jiwa dapat
adalah dua hal yang berbeda namun saling dikembangkan bagi stroke survivor melalui
terkait dalam konstruksi psikoterapi. Terapi modifi kasi, yaitu dengan menambahkan sesi
kognitif untuk mengatasi keputusasaan tentang membangun harapan positif. Sesi
dapatdilakukan dengan menggali pikiran- ini akan dapat membangkitkan motivasi dan
pikiran harga diri stroke survivor yang mengalami
akan harapannya dalam hidupnya. Studi keputusasaan.
yang dilakukan oleh Curry, Snyder, Cook, Perlu adanya penempatan perawat
Ruby, dan Rehm (1997 dalam Cheavens, spesialis jiwa di poliklinik rawat jalan maupun
Feldman, Woodward & Snyder, 2006) juga di puskesmas untuk membantu memperbaiki
memaparkan bahwa harapan orang dewasa respons koping keluarga dalam pengambilan
yang tinggi dapat meningkatkan harga dirinya. keputusan untuk menyelesaikan masalah
Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan yang dirasakan oleh stroke survivor terkait
bahwa stroke survivor dengan keputusasaan disfungsi proses keluarga dengan melakukan
dan harapan yang tinggi merupakan suatu terapi keluarga triangle.
motivasi untuk menuju hasil yang diinginkan. KEPUSTAKAAN
Hal ini bermanfaat bagi stroke survivor karena Abramson, L.Y., Alloy, L.B. dan Metalsky,
dapat meningkatkan harga dirinya. G.I., 1989. Hopelessness Depression: A
SIMPULAN DAN SARAN Theory-Based Subtype of Depression.
Simpulan Psychological Review, 96 (2), 358–372.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Albal, E., dan Kultu Y., 2010. The
pengalaman keputusasaan stroke survivor Relationship
antara lain berupa adanya perubahan fi sik Between The Depression Coping
sebagai akibat respons keputusasaan, Self Efficacy Level and Perceived
terjadi respons kehilangan sebagai stressor Sosial Support Resources. Journal of
keputusasaan, disfungsi proses keluarga, Psychiatric Nursing, 1(3), 115–120.
serta kehilangan makna hidup. Hilangnya Bastaman, H.D., 2007. Logoterapi; Psikologi
makna hidup stroke survivor justru menambah untuk Menemukan Makna dan Meraih
temuan pengalaman baru yaitu keinginan Hidup Bermakna. Jakarta: Raja
untuk mengakhiri hidup dan dapat menjadikan Grafi ndo Persada.
domain penting dalam menentukan kualitas Chen, Y., 2011. Investigation of Prevalence
hidup stroke survivor dalam hal psycological and
being khususnya dalam kontrol diri. Assosiated Risk Factor of Depressive
Munculnya berbagai dampak dari Symptom Following Acute Ischemic
keputusasaan membuat stroke survivor Stroke (PSD) in Aged. Scientific
Research, 2(5), 522–525. 333.

Cheavens, J.S., Feldman, D.B., Woodward, Sasmita. H., Hamid. A.Y., dan Daulima, H.C.,
J.T., dan Snyder, C.R., 2006. Hope 2011. Makna Kehidupan Klien Dengan
in Cognitive Psychotherapies: On Diabetes Mellitus Kronik di Kelurahan
Working With Client Strengths. Bandarjo Semarang, Sebuah Studi
Journal of Cognitive Psychotherapy: An Fenomenologi. Tesis Fakultas Ilmu
International Quarterly, 20, 135–145. Keperawatan, Universitas Indonesia.
Friedman, M.M., 2010. Family Nursing: Tidak dipublikasikan.
Research, Theory & Practice. Stuart G.W, Laraia M.T., 2006. Principles
Connecticut: Appleton & Lange. and Practice of Psychiatric Nursing, 7th
Gilespie, D., dan Campbell, F., 2011. Effect Edition. Philadelphia: Mosby.
of Stroke on Family Carers and Family Teasdale, A.W., dan Engberg, A.W., 2001.
Relationships. Nursing Standard, 26(2), Suicide After Stroke. Journal of
39–46. Epidemiology Community Health,
Gumus, A.B., Cam, O. dan Malak A.T., 2011. 55(12), 863–866.
Relationships Between Psychososial Towfighi, A., 2013. Depression Almost 8
Adjustment and Hopelessness in Percent of US Stroke Survivor May
Women with Breast Cancer. Asian Have Suicide Thought. News Health &
Pasifi c Journal of Cancer Prevention, Science. May 21, 2013.
14(1), 571–578. Yosep, I. 2009. Keperawatan Jiwa. Edisi
Jones, L., dan Morris R., 2012. Experiences Revisi, Bandung: Refi ka Aditama.
of Adult Stroke Survivors and Their
Parent Carer: Qualitative Study. Clinical
Rehabilitation, 27(3), 272–280.
Kariasa, I.M., Sitorus, R. dan Afi yati, Y.,
2009.
Persepsi Pasien Paska Serangan Stroke
Terhadap Kualitas Hidupnya dalam
Perspektif Asuhan Keperawatan. Tesis
Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas
Indonesia. Tidak dipublikasikan.
Kozier, Erb, Berman dan Snyder, 2010. Buku
ajar fundamental keperawatan; Konsep,
Proses dan Praktek. (Alih Bahasa:
Wahyuningsih E et al. Jakarta: EGC.
Lewis, M.B., dan Peterson, E.J., 2013.
Spirituality as Coping Mechanism
for Chronic Illness. Clinical Scholars
Review, 6.
Meifi & Agus, D., 2009. Stroke dan Depresi
Paska Stroke. Majalah Kedokteran
Damianus, 8(1).
Naess, H., Lunde, L., dan Brogger, J., 2012.
The
Triad of Pain, Fatigue and Depression in
Ischemic Stroke Patient: The Bergen
Stroke Study. Cerebrovascular Disease,
33(5), 461–465.
Panzarella, C., Alloy, L.B. dan Whitehouse,
W.G., 2006. Expanded Hopelessness
Theory of Depression: on The
Mechanisms by Which Social Support
Protects Against Depression. Cognitive
Therapy and Research, 30(3), 307–
1. Lakukan telaah jurnal mengenai faktor-faktor psikososial yang terkait dengan proses
berduka pada pasien terminal.
Dalam jurnal yang berjudul “PENGALAMAN KEPUTUSASAAN STROKE
SURVIVOR DI KOTA SEMARANG” Keputusasaan merupakan penilaian negatif
terhadap hasil yang akan dicapai dan ketidakberdayaan terhadap suatu harapan.
Keputusasaan dapat terjadi pada stroke survivor karena adanya disabilitas akibat defi sit
neurologisnya serta waktu yang lama dalam penyembuhannya. Kondisi ini dapat
berlanjut pada gangguan mental emosional maupun tindakan suicide. Perubahan fisik
akibat respons keputusasaan Perubahan fisik yang diungkapkan sebagai akibat dari
keputusasaan adalah perasaan fatigue seperti lemas dan tidak Bertenaga. Respons
kehilangan sebagai stressor keputusasaan Respon kehilangan diungkapkan partisipan
dengan ketidakpercayaan atau tawar menawar. Kehilangan makna hidup
Ketidakberdayaan dalam mencapai tujuan hidup dimaknai sebagai hilangnya makna
hidup bahkan muncul keinginan mengakhiri hidupnya. Disfungsi proses keluarga
Pengalaman disfungsi keluarga yang dialami par tisipan disebabkan ketidakmampuan
dalam menjalankan fungsi peran dirinya dan ketidakmampuan anggota keluarga
memberikan penghargaan bagi anggota keluarganya. Dukungan dan motivasi diri
sebagai sumber koping menghadapi keputusasaan Sumber koping stroke survivor
berasal dari dukungan keluarga, lingkungan, keyakinan diri serta motivasi untuk
aktivitas. Hikmah spiritual dibalik keputusasaan stroke survivor Stroke survivor
mendapatkan hikmah atau makna hidup kembali melalui proses memaknai ulang akan
nilai-nilai spiritual dalam kondisi ketidak berdayaannya dan makna terhadap dirinya.
Berkaitan dengan proses berduka saya mengambil proses berduka menurut
Kubler Ross yakni terdiri dari tahap denial (penyangkalan) reaksi pertama individu
jika mengidap penyakit stroke adalah syok, tidak percaya, atau menginkari kenyataan
bahwa pasien menderita penyakit tersebut pada tahap ini reaksi fisik yang timbul adalah
letih, lemas, pusing, pucat. Tahap anger (kemarahan) pada tahap ini individu menolak
bahwa dirinya menderita penyakit stroke. Kemarahan yang timbul sering diproyeksikan
kepada orang lain atau diri sendiri, bahkan menolak pengobatan yang diberikan. Tahap
depression (depresi) pada tahap ini pasien sering menunjukkan sikap menarik diri,
isolasi sosial menarik diri merupakan usaha menghindar dari interaksi dan berhubungan
dengan orang lain, individu merasa kehilangan hubungan akrab, tidak mempunyai
kesempatan dalam berfikir, berperasaan, berprestasi, atau selalu dalam kegagalan.
Tahap bargaining (Tawar Menawar) pada tahap ini terjadi penundaan kesadaran atas
kenyataan terjadinya kehilangan dan dapat mencoba untuk membuat kesepakatan secara
halus atau terang-terangan seolah terjadinya penyakit stroke dapat dicegah. Individu
mungkin berupaya untuk melakukan tawar-menawar dengan memohon kemurahan
Tuhan. Tahap yang terakhir dalam prose berduka adalah Tahap Acceptance
(menerima) tahap ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan. Pikiran yang selalu
berpusat pada objek akan mulai berkurang bahkan hilang. Apabila individu dapat
memulai tahap tersebut dan menerima dengan perasaan damai, maka akan mengakhiri
proses berduka secara tuntas. Dalam setiap proses berduka dean keputusasaan yang
dialami pasien dengan stroke hendaknya peran keluarga terlibat karena keluarga
merupakan orang terdekat dengan pasien.
2. Buatlah kajian askep terkait dengan faktor psikososial dan proses berduka tersebut.
ASUHAN KEPERAWATAN
Menurut Amalia Senja M.kep dalam jurnalnya yang berjudul “asuhan keperawatan
kehilangan dan berduka” terdapat beberapa proses yaitu :
a. Implikasi keperawatan
Pengkajian
 Mengkaji pasien dan anggota keluarga berduka menentukan tingkat berduka
 Mengkaji gejala klinis berduka: sesak di dada, nafas pendek, berkeluh kesah,
perasaan penuh diperut, kehilangan kekuatan otot, distress perasaan yang hebat
 Kaji karaktersitik berduka, kaji respon fisiologis, respon tubuh terhadap
kehilangan (reaksi stress)
 Faktor yang mempengaruhi reaksi stress: umur, culture, keyakinan spiritual,
peran seks, status sosial
 Faktor predisposisi
 Faktor presipitasi dan mekanisme koping
Diagnose keperawatan
 Berduka kompleks
 Berduka antisipasi
Intervensi keperawatan

Tujuan : pasien dapat melalui proses berduka secara normal dan sehat Prinsip :

 Tahap penyangkalan : (memberikan kesempatan untuk mengungkapkan


perasaan)
- Dorong pasien mengungkapkan perasaan berduka
- Tingkatkan kesadaran pasien secara bertahap, siap mental
- Dengarkan pasien dengan penuh pengertian, jangan menghukum atau
menghakimi
- Jelaskan bahwa sikap pasien wajar terjadi
- Berikan dukungan nonverbal : memegang tangan
- Jawab pertanyaan pasien dengan bahasa sederhana,jelas dan singkat
- Amati respon pasien selama bicara
- Tingkatkan kesadaran pasien secara bertahap
 Tahap Marah
- Beri dorongan dan kesempatan pasien mengungkapkan rasa marahnya
secara verbal
- Dengarkan dengan empati,jangan memberi respon yang mencela
- Bantu klien memanfaatkan sumber-sumber pendukung
 Tahap depresi (mengidentifikasi tingkat depresi, resiko merusak diri dan
membantu pasien mengurangi rasa bersalah)
- Amati perilaku pasien
- Diskusikan bersama pasien mengenai perasaan
-
Cegah tindakan merusak diri
-
Hargai perasaan pasien
-
Bantu pasien mengidentifikasi dukungan positif yang terkait dengan
kenyataan
- Beri kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya bila perlu biarkan dia
menangis sambil tetap didampingi
- Bahas perilaku yang selalu timbul bersama pasien
 Tahap Tawar Menawar (bantu pasien mengidentifikasi rasa bersalah dan rasa
takutnya )
- Amati perilaku pasien
- Diskusikan bersama pasien tentang perasaan
- Tingkatkan harga diri pasien
- Cegah tindakan merusak diri
 Tahap Penerimaan (membantu pasien menerima kehilangan yang tidak bisa
dielakkan)
- Sediakan waktu untuk mengunjungi pasien secara teratur
- Bantu pasien atau keluarga berbagi rasa, karena biasanya setiap anggota
keluarga tidak berada pada tahap yang sama pada saat bersamaan.
b. Tindakan keperawatan keluarga
Tujuan tindakan keperawatan : keluarga dapat merawat pasien yang berduka

Tindakan keperawatan :

- Mengenal masalah berduka pada pasien


- Menjelaskan pada keluarga tentang cara merawat pasien dengan berduka
berkepanjangan
- Mempraktekkan pada keluarga cara merawat pasien dengan berduka
berkepanjangan
- Mengevaluasi kemampuan pasien yang berduka
- Melakukan rujukan
Intervensi keperawatan yang sudah dijabarkan dapat dilakukan pada pasien stroke
yang mengalami proses berduka.

Asuhan keperawatan factor psikososial pasien dengan stroke

Data Subjektif

 Klien mengatakan tidak berminat untuk berinteraksi dengan orang lain


 Klien mengatakan merasa takut.
 Klien mengatakan merasa menjadi beban untuk keluarga
 Klien mengatakan perasaan bersalah berlebihan
Data Objektif

 Klien tampak sedih dan menangis


 Klien tampak putus asa dan kesepian
Diagnosa Keperawatan

 Harga diri situasional berhubungan dengan kehilangan/gangguan


fungsional/perubahan peran sosial
 Isolasi sosial berhubungan dengan gangguan kondisi kesehatan

Rencana tindakan keperawatan

Diagnosa : harga diri situasional berhubungan dengan kehilangan/gangguan


fungsional/perubahan peran sosial

Tujuan dan kriteria hasil

NOC

- Body image, disturbed


- Coping, ineffective
- Personal identity, disturbed
- Health behavior, risk
- Self esteem situasional, risk

Kriteria hasil

- Adaptasi terhadapa ketidakberdayaan fisik : respon adaptif klien terhadap


tantangan fungsional penting akibat ketidakberdayaan fisik.
- Resolasi berduka : penyesuaian dengan kehilangan actual atau kehilangan yang
akan terjadi
- Penyesuaian psikososial : perubahan hidup: respon psikososial adaptif individu
terhadap perubahan bermakna dalam hidup
- Menunjukkan penilaian pribadi tentang harga diri
- Mengungkapkan penerimaan diri
- Komunikasi terbuka
- Mengatakan optimism tentang masa depan
- Menggunakan strategi koping efektif
Intervensi keperawatan

NIC

Self esteem enhancement

- Tunjukan rasa percaya diri terhadap kemampuan pasien untuk mengatasi


situasi
- Dorong pasien mengidentifikasi kekuatan dirinya
- Ajarkan keterampilan perilaku yang positif melalui diskusi
- Dukung peningkatan tanggung jawab diri, jika diperlukan
- Buat statement positif terhadap pasien
- Monitor frekuensi komunikasi verbal pasien yang negative
- Dukung pasien untuk menerima tantangan baru
- Kaji alasan-alasan untuk mengkritik atau menyalahkan diri sendiri
- Kolaborasi dengan seumber-sumber lain (layanan keagamaan)
Counseling

- Menggunakan proses pertolongan interaktif yang berfokus pada kebutuhan,


masalah atau perasaan pasien dan orang terdekat untuk meningkatkan atau
mendukung koping pemecahan masalah

Diagnosa : Isolasi sosial berhubungan dengan gangguan kondisi kesehatan

Tujuan dan kriteria hasil

NOC

- Social interaction skills


- Stress level
- Sosial support
- Post-trauma syndrome
Kriteria hasil

- Iklim sosial keluarga : lingkungan yang mendukung yang bercirikan hubungan


dan tujuan anggota keluarga
- Partisipasi waktu luang : menggunakan aktivitas yang menarik,
menyenangkan, menenangkan untuk meningkat kesejahteran
- Keseimbangan pada perasaan : mampu menyesuaikan terhadap emosi sebagai
respon terhadap keadaan tertentu
- Keparahan kesepian : mengendalikan keparahan respon emosi, sosial atau
eksistensi terhadap isolasi.
- Penyesuaian yang tepat terhadap tekanan emosi sebagai respon terhadap
keadaan tertentu
- Tingkat persepsi positif tentang status kesehatan dan status hidup individu
Intervensi keperawatan

NIC

Socialization enhacemet

- Fasilitasi dukungan kepada pasien oleh keluarga, teman dan komunitas


- Dukungan hubungan dengan orang lain yang mempunyai minat dan tujuan yang
sama
- Dorong melakukan aktifitas sosial dan komunitas
- Berikan uji pembatasan interpersonal
- Berikan umpan balik tentang peningkatan dalam perawatan dan penampilan diri
atau aktivitas lain.
- Gali kekuatan dan kelemahan pasien dalam berinteraksi sosial

Anda mungkin juga menyukai