Anda di halaman 1dari 13

BAB II

PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN IPS
IPS yang juga dikenal dengan nama social studies adalah kajian mengenai
manusia dengan segala aspeknya dalam sistem kehidupan bermasyarakat. IPS
mengkaji bagaimana hubungan manusia dengan sesamanya di lingkungan sendiri,
dengan tetangga yang dekat sampai jauh. IPS juga mengkaji bagaimana manusia
bergerak dan memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan demikian, IPS mengkaji
tentang keseluruhan kegiatan manusia. Kompleksitas kehidupan yang akan dihadapi
siswa nantinya bukan hanya akibat tuntutan perkembangan ilmu dan teknologi saja,
melainkan juga kompleksitas kemajemukan masyarakat Indonesia. Oleh karena itu,
IPS mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang berhubungan dengan
manusia dan juga tindakan-tindakan empatik yang melahirkan pengetahuan tersebut.
Sebutan Ilmu Pengetahuan Sosial sebagai mata pelajaran dalam dunia
pendidikan dasar dan menengah di negara kita, secara historis muncul bersamaan
dengan diberlakukannya Kurikulum SD, SMP, dan SMA tahun 1975. IPS memiliki
kekhasan dibandingkan dengan mata pelajaran lain sebagai pendidikan disiplin ilmu,
yakni kajian yang bersifat terpadu (integrated), interdisipliner, multidimensional
bahkan cross-diciplinar.1
Karakteristik ini terlihat dari perkembangan IPS sebagai mata pelajaran di
sekolah yang cakupan materinya semakin meluas. Dinamika cakupan semacam itu
dapat dipahami mengingat semakin kompleks dan rumitnya permasalahan sosial yang
memerlukan kajian secara terintegrasi dari berbagai disiplin ilmu sosial, ilmu
pengetahuan alam, teknologi, humaniora, lingkungan, bahkan sistem kepercayaan.
Dengan cara demikian pula diharapkan pendidikan IPS terhindar dari sifat
ketinggalan zaman, di samping keberadaannya yang diharapkan tetap koheren dengan
perkembangan sosial yang terjadi.

1
Udin S. Winataputra, Materi dan Pembelajaran IPS SD, (Jakarta: Universitas Terbuka,
2009), hlm. 55.
Pusat Kurikulum mendefinisikan Ilmu Pengetahuan Sosial sebagai integrasi dari
berbagai cabang ilmu-ilmu sosial seperti sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi,
politik, hukum dan budaya. Ilmu Pengetahuan Sosial dirumuskan atas dasar realitas
dan fenomena sosial yang mewujudkan suatu pendekatan interdisipliner dari aspek
dan cabang-cabang ilmu-ilmu sosial seperti sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi,
politik, hukum dan budaya. Sementara itu, dalam Kurikulum 2006, mata pelajaran
IPS disebutkan sebagai salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari SD/MI
sampai SMP/MTs. Mata pelajaran ini mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep,
dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SD/MI, mata
pelajaran IPS memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Melalui
mata pelajaran IPS, peserta didik disiapkan dan diarahkan agar mampu menjadi
warga negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia
yang cinta damai. 2
Sejalan dengan pengertian umum tersebut, IPS sebagai mata pelajaran di
tingkat sekolah dasar pada hakikatnya merupakan suatu integrasi utuh dari disiplin
ilmu-ilmu sosial dan disiplin ilmu lain yang relevan untuk merealisasikan tujuan
pendidikan di tingkat persekolahan. Implikasinya, berbagai tradisi dalam ilmu sosial
termasuk konsep, struktur, cara kerja ilmuwan sosial, aspek metode, maupun aspek
nilai yang dikembangkan dalam ilmu-ilmu sosial, dikemas secara psikologis,
pedagogis, dan sosial budaya untuk kepentingan pendidikan. Berdasarkan perspektif
di atas, secara umum IPS dapat dimaknai sebagai seleksi dari struktur disiplin
akademik ilmu-ilmu sosial yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan
psikologis untuk mewujudkan tujuan pendidikan dalam kerangka pencapaian tujuan
pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila (Numan Somantri, 2001: 103).
Pengertian umum ini mengimplikasikan adanya penyederhanaan, adaptasi, seleksi,
dan modifikasi dari berbagai disiplin akademis ilmu-ilmu sosial. Kaidah-kaidah
akademis, pedagogis, dan psikologis tidak bisa ditinggalkan dalam upaya
pengorganisasian dan penyajian upaya tersebut. Dengan cara demikian, pendidikan
IPS diharapkan tidak kehilangan berbagai fungsi yang diembannya, apalagi jika

2
Ibid., hlm. 70.
dikaitkan secara langsung dengan pencapaian tujuan institusional pendidikan dasar
dan menengah dalam kerangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Setiap manusia sejak lahir telah berinteraksi dengan manusia lain, misalnya
dengan ibu yang melahirkannya, ayahnya, dan keluarganya. Selanjutnya setelah usia
taman Kanak-kanak ia akan berinteraksi dengan teman-teman sekelasnya, dan dengan
gurunya. Sesuai dengan bertambahnya umur, maka interaksi tersebut akan bertambah
luas, begitu juga ia akan mendapat pengalaman dan hubungan sosial dari kehidupan
masyarakat disekitarnya. Dari pengalaman tersebut anak akan mengenal bagaimana
seluk beluk kehidupan. Misalnya bagaimana cara seseorang memenuhi kebutuhan
hidupnya, cara menghormati orang yang lebih tua, sebagai anggota masyarakat harus
mentaati aturan atau norma-norma yang berlaku, mengenal hal-hal yang baik dan
buruk, maupun benar dan salah.
Semua pengetahuan yang telah melekat pada diri anak tersebut dapat dikatakan
sebagai “pengetahuan sosial” Dengan demikian dalam diri kita masing-masing
dengan kadar yang berbeda, sebenarnya telah terbina pengetahuan sosial tersebut
sejak kecil, hanya namanya belum kita kenal dan dikenal setelah secara formal
memasuki bangku sekolah.3
B. PARADIGMA PENDIDIKAN IPS
Pemikiran mengenai konsep pendidikan IPS di Indonesia banyak dipengaruhi
oleh pemikiran “social studies” di Amerika Serikat sebagai salah satu negara yang
memiliki pengalaman panjang dan reputasi akademis yang signifikan dalam bidang
itu. Reputasi tersebut tampak dalam perkembangan pemikiran mengenai bidang itu
seperti dapat disimak dari berbagai karya akademis yang antara lain dipublikasikan
oleh National Council for the Social Studies (NCSS).4
Untuk menelusuri perkembangan pemikiran atau konsep pendidikan IPS di
Indonesia secara historis epistemologis terasa sangat susah karena dua alasan.
Pertama, di Indonesia belum ada lembaga professional bidang pendidikan IPS setua

3
Sapriya, Pendidikan IPS Konsep dan Pembelajaran, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009).
hlm. 88.
Lubis, Maulana Arafat dan Toni Nasution, Konsep Dasar Pembelajaran Ilmu Social,
4

(Yogyakarta: Samudra Biru, 2019 ), hlm. 69-70.


dan sekuat pengaruh NCSS atau SSEC. Lembaga serupa yang dimiliki Indonesia,
yakni HISPIPSI (Himpunan Sarjana pendidikan IPS Indonesia) usianya masih sangat
muda dan produktivitas akademisnya masih belum optimal, karena masih terbatas
pada pertemuan tahunan dan komunikasi antar anggota masih insidental. Kedua,
perkembangan kurikulum dan pembelajaran IPS sebagai ontologi ilmu pendidikan
(disiplin) IPS sampai saat ini sangat tergantung pada pemikiran individual dan atau
kelompok pakar yang ditugasi secara insidental untuk mengembangkan perangkat
kurikulum IPS melalui Pusat pengembangan Kurikulum dan Sarana Pendidikan
Balitbang Dikbud (Puskur). Pengaruh akademis dari komunitas ilmiah bidang ini
terhadap pengembangan IPS tersebut sangatlah terbatas, sebatas yang tersalur melalui
anggotanya yang kebetulan dilibatkan dalam berbagai kegiatan tersebut. Jadi, sangat
jauh berbeda dengan peranan dan kontribusi Social Studies Curriculum Task Force-
nya NCSS, atau SSEC di Amerika Serikat.
Oleh karena itu, perkembangan pemikiran mengenai pendidikan IPS di
Indonesia akan ditelusuri dari alur perubahan kurikulum IPS dalam dunia
persekolahan, dikaitkan dengan beberapa konten pertemuan ilmiah dan penelitian
yang relevan dalam bidang itu.
Istilah IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial), sejauh yang dapat ditelusuri, untuk
pertama kalinya muncul dalam Seminar Nasional tentang Civic Education tahun 1972
di Tawangmangu Solo. Menurut Laporan Seminar tersebut ada tiga istilah yang
muncul dan digunakan secara bertukar pakai yakni “pengetahuan social, studi social,
dan Ilmu Pengetahuan Sosial” yang diartikan sebagai suatu studi masalah-masalah
social yang dipilih dan dikembangkan dengan menggunakan pendekatan
interdisipliner dan bertujuan agar masalah-masalah social itu dapat dipahami siswa.
Dengan demikian, para siswa akan dapat menghadapi dan memecahkan masalah
sosila sehari-hari. Pada saat itu, konsep IPS tersebut belum masuk ke dalam
kurikulum sekolah, tetapi baru dalam wacana akademis yang muncul dalam seminar
tersebut. Kemunculan istilah tersebut bersamaan dengan munculnya istilah Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA) dalam wacana akademis pendidikan Sains. Pengertian IPS
yang disepakati dalam seminar tersebut dapat dianggap sebagai pilar pertama dalam
perkembangan pemikiran tentang pendidikan IPS. Berbeda dengan pemunculan
pengertian social studies dari Edgar Bruce Wesley yang segera dapat respon
akademis secara meluas dan melahirkan kontroversi akademik, pemunsulan
pengertian IPS dengan mudah dapat diterima dengan sedikit komentar. Konsep IPS
untuk pertama kalinya masuk ke dalam dunia persekolahan pada tahun 1972-1973,
yakni dalam Kurikulum Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP) IKIP
Bandung. Hal ini terjadi karena, barangkali kebetulan beberapa pakar yang menjadi
pemikir dalam Seminar Civic Education di Tawangmangu itu, seperti Achmad
Sanusi, Noeman Soemantri, Achmad Kosasih Djahiri, dan Dedih Suwardi berasal
dari IKIP Bandung, dan pada pengembangan Kurikulum PPSP FKIP Bandung
berperan sebagai anggota tim pemnegmbang kurikulum tersebut. Dalam Kurikulum
SD 8 tahun PPSP digunakan istilah “Pendidikan Kewargaan Negara/Studi Sosial”
sebagai mata pelajaran social terpadu. Penggunaan garis miring nampaknya
mengisyaratkan adanya pengaruh dari konsep pengajaran social yang awalaupun
tidak diberi label IPS, telah diadopsi dalam Kurikulum SD tahun 1968. Dalam
Kurikulum tersebut digunakan istilah Pendidikan Kewargaan Negara yang di
dalamnya tercakup sejarah Indonesia, Ilmu Bumi Indonesia, dan Civics yang
diartikan sebagai Pengetahuan Kewargaan Negara. Oleh karena itu, dalam kurikulum
SD PPSP tersebut, konsep IPS diartikan sama dengan Pendidikan Kewargaan Negara.
Penggunaan istilah Studi Sosial nampaknya dipengaruhi oleh pemikiran atau
penafsiran Achmad Sanusi yang pada tahun 1972 menerbitkan sebuah manuskrip
berjudul “Studi Sosial:
1. IPS Sebagai Transmisi kewarnegaraan
Pendidikan IPS terintegrasi dengan nama Pendidikan Kewargaan
Negara/Studi Sosial. Pendidikan kewarganegaraan sebagai suatu bentuk
pendidikan IPS khusus. Konsep pendidikan IPS tersebut kemudian memberi
inspirasi terhadap Kurikulum 1975, yang memang dalam banyak hal mengadopsi
inovasi yang dicoba melalui Kurikulum PPSP. Di dalam Kurikulum 1975
pendidikan IPS menampilkan empat profil, yakni:
a. Pendidikan Moral Pancasila menggantikan Pendidikan Kewargaan Negara
sebagai suatu bentuk pendidikan IPS khusus yang mewadai tradisi citizenship
transmission.
b. Pendidikan IPS terpadu untuk Sekolah Dasar.
c. Pendidikan IPS terkonfederasi untuk SMP yang menempatkan IPS sebagai
konsep payung yang menaungi mata pelajaran Geografi, sejarah, dan ekonomi
koperasi
d. Pendidikan IPS terpisah-pisah yang mencakup mata pelajaran sejarah,
geografi, dan ekonomi untuk SMA, atau sejarah dan geografi untuk SPG
Konsep pendidikan IPS seperti itu tetap dipertahankan dalam kurikulum
1984, yang memang secara konseptual merupakan penyempurnaan dari
kurikulum 1975. Penyempurnaan yang dilakukan khususnya dalam aktualisasi
materi yang disesuaikan dengan perkembangan baru dalam masing-masing
disiplin, seperti masuknya Pedoman Penghayatan dan Pengalaman Pancasila (P4)
sebagai materi pokok Pendidikan Moral Pancasila. Sedang konsep pendidikan IPS
itu sendiri tidak mengalami perubahan yang mendasar.5
Dengan berlakunya Undang-Undang No. 2/1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, dalam wacana pendidikan IPS muncul dua bahan kajian
kurikuler pendidikan Pancasila dan pendidikan Kewarganegaraan. Kemudian
ketika ditetapkannya Kurikulum 1994 mnggantikan kurikulum 1984, kedua bahan
tersebut dilembagakan menjadi satu pelajaran Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan (PPKn). Secara konseptual mata pelajaran ini masih tetap
merupakan bidang pendidikan IPS yang khusus mewadai tradisi citizenship
transmission dengan muatan utama butir-butir nilai Pancasila yang
diorganisasikan dengan menggunakan pendekatan spiral of concept development
ala Taba dan expanding environment approach” dengan bertitik tolak dari
masing-masing sila Pancasila.
Di dalam Kuikulum 1994 mata pelajaran PPKn merupakan pelajaran social
khusus yang wajib diikuti oleh semua siswa setiap jenjang pendidikan (SD,

5
Ibid., hlm. 74-75.
SLTP, SMU). Sedangkan mata pelajaran IPS diwujudkan dalam: pertama,
pendidikan IPS terpadu di SD kelas III s/d kelas VI; kedua, pendidikan IPS
terkonfederasi di SLTP yang mencakup materi geografi, sejarah, dan ekonomi
koperasi dan ketiga, pendidikan IPS terpisah-pisah yang mirip dengan tradisi in
social studies taught as social science. Di SMU ini bidang pendidikan IPS
terpisah-pisah terdiri atas mata pelajaran Sejarah Nasional dan Sejarah Umum di
kelas I dan II; Ekonomi dan Geografi di kelas I dan II; Sosiologi di kelas II;
Sejarah Budaya di kelas III Program Bahasa; Ekonomi, Sosiologi, Tata Negara,
Dan Antropologi di kelas III Program IPS.
Dilihat dari tujuannya, setiap mata pelajaran social memiliki tujuan yang
bervariasi. Mata pelajaran Sejarah Nasional dan Sejarah Umum bertujuan
untuk”….menanamkan pemahaman tentang perkembangan masyarakat masa
lampau hingga masa kini, menumbuhkan rasa kebangsaan dan cinta tanah air
serta rasa bangga sebagai warga bangsa Indonesia, dan memperluas wawasan
hubungan masyarakat antar bangsa di dunia” Dimensi tujuan tersebut pada
dasarnya mengandung esensi pendidikan kewarganegaraan atau tradisi
“citizenship transmission” Mata pelajaran Ekonomi bertujuan untuk memberikan
pengetahuan konsep-konsep dan teori sederhana dan menerapkannya dalam
pemecahan masalah-masalah ekonomi yang dihadapinya secara kritis dan objektif
Bila disimak dari perkembangan pemikiran pendidikan IPS yang
terwujudkan dalam Kurikulum sampai dengan dasawarsa 1990-an ini pendidikan
IPS di Indonesia mempunyai dua konsep pendidikan IPS, yakni: pertama,
pendidikan IPS di Indonesia yang diajarkan dalam tradisi “citizenship
transmission” dalam bentuk mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan dan Sejarah Nasional; kedua, pendidikan IPS yang diajarkan
dalam tradisi social science dalam bentuk pendidikan IPS terpisah dari SMU,
yang terkonfederasi di SLTP, dan yang terintegrasi di SD.6

6
Ibid., hlm. 76.
2. IPS Sebagai Ilmu Sosial
Istilah IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial), sejauh yang dapat ditelusuri, untuk
pertama kalinya muncul dalam Seminar Nasional tentang Civic Education tahun
1972 di Tawangmangu Solo. Menurut Laporan Seminar tersebut ada tiga istilah
yang muncul dan digunakan secara bertukar pakai yakni “pengetahuan social,
studi social, dan Ilmu Pengetahuan Sosial” yang diartikan sebagai suatu studi
masalah-masalah social yang dipilih dan dikembangkan dengan menggunakan
pendekatan interdisipliner dan bertujuan agar masalah-masalah social itu dapat
dipahami siswa. Dengan demikian, para siswa akan dapat menghadapi dan
memecahkan masalah sosila sehari-hari. Pada saat itu, konsep IPS tersebut belum
masuk ke dalam kurikulum sekolah, tetapi baru dalam wacana akademis yang
muncul dalam seminar tersebut. Kemunculan istilah tersebut bersamaan dengan
munculnya istilah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dalam wacana akademis
pendidikan Sains. Pengertian IPS yang disepakati dalam seminar tersebut dapat
dianggap sebagai pilar pertama dalam perkembangan pemikiran tentang
pendidikan IPS. Berbeda dengan pemunculan pengertian social studies dari Edgar
Bruce Wesley yang segera dapat respon akademis secara meluas dan melahirkan
kontroversi akademik, pemunsulan pengertian IPS dengan mudah dapat diterima
dengan sedikit komentar. Konsep IPS untuk pertama kalinya masuk ke dalam
dunia persekolahan pada tahun 1972-1973, yakni dalam Kurikulum Proyek
Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP) IKIP Bandung. Hal ini terjadi karena,
barangkali kebetulan beberapa pakar yang menjadi pemikir dalam Seminar Civic
Education di Tawangmangu itu, seperti Achmad Sanusi, Noeman Soemantri,
Achmad Kosasih Djahiri, dan Dedih Suwardi berasal dari IKIP Bandung, dan
pada pengembangan Kurikulum PPSP FKIP Bandung berperan sebagai anggota
tim pemnegmbang kurikulum tersebut. Dalam Kurikulum SD 8 tahun PPSP
digunakan istilah “Pendidikan Kewargaan Negara/Studi Sosial” sebagai mata
pelajaran social terpadu. Penggunaan garis miring nampaknya mengisyaratkan
adanya pengaruh dari konsep pengajaran social yang awalaupun tidak diberi label
IPS, telah diadopsi dalam Kurikulum SD tahun 1968. Dalam Kurikulum tersebut
digunakan istilah Pendidikan Kewargaan Negara yang di dalamnya tercakup
sejarah Indonesia, Ilmu Bumi Indonesia, dan Civics yang diartikan sebagai
Pengetahuan Kewargaan Negara. Oleh karena itu, dalam kurikulum SD PPSP
tersebut, konsep IPS diartikan sama dengan Pendidikan Kewargaan Negara. 7
3. IPS Sebagai Reflektif Inquiry
Inquiry adalah suatu tradisi pembelajaran yang mengajak guru dan murid
bekerja sama dalam mengidentifikasi atau memahami maslah dalam
pembelajaran.Menurut barr,dkk ada tiga fenomena yang melatar belakangi
reflektif inquiry yaitu:8
a. Perubahan social yang cepat
b. Kelompok yang brtentangan
c. Ledakan ilmu pengetahuan
Itu menjad cepati alasan menjadi krisisnya dalam mengembangan pendidikan
dalam kurikulum terutama kurikulum social studis .dalam pembahasan ini di
butuhkan tradisi yang mampu mengembangkan program studi social yang
responsive terhadap masalah dan isu dalam zaman sekarang. Tujuannya adalah
kita dapat mengajarkan kepada siswa agar bisa membuat keputusan yang baik,
mengidentifikasi masalah dan membantu berfikir kritis. isi dalam materinya
adalah masalah-masalah yang di rasakan oeh personal, masalah social, materi
yang diminati yang di berikan guru.metode yang digunakan adalah metode
pemecahan masalah,ada pun prosesnya yaitu:
a. Pengalaman(experience)
b. Kebimbangan dan ketidaktentuan
c. Framing the problem
d. Memformalasikan hipotesis
e. generalization

7
Muhammad Numan Soemantri, Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2000), hlm.13.

8
Lubis,maulana Arafat dantoni nasution, konsep dasar pembelajaran ilmu social,
(Yogyakarta: samudra biru, 2019 ), hlm. 81.
inti dalam proses ini adalah diskusi dalam kelas,yaitu siswa dapat bertanya
dan menjawab dalam diskusi tersebut yang bertujuan mencari fakta.unit
terpenting dalam reflektif inquiry adalah penilaian.9
4. IPS sebagai Transformasi Sosial
Transformasi sosial merupakan perubahan perubahan yang terjadi di
masyarakat baik dalam bentuk sifat ,watak,dan struktur. Dalam hubungan timbal
balik sebagai individu-individu maupun kelompok-kelompok.
Adapun beberapa pengertian transformasi sosial menurut beberapa parah
ahli adalah sebagai berikut :
a. Kingsley davis: perubahan sosial merupakan perubahan perubahan yang
terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat.
b. Wiliam F.ogburn : perubahan sosial adalah perubahan yang mencakup unsur-
unsur kebudayaan baik material maupun inmaterial.
c. Mac Iver : perubahan sosial perubahan perubahan budayan yang terjadi dalam
hubungan sosial (social relation) atau perubahan terhadap keseimbangan
(equilibrium) hubungan sosial.
d. Gillin dan Gillin : perubahan sosial adalah perubahan yang terjadi sebagai
suatu variasi dari cara hidup yang telah diterima karena adanya perubahan
kondisi geografi , kebudayaan material, komposisi
penduduk ,ideologi ,maupun adanya difusi atau penemuan –penemuan baru
dalam masyarakat.
Maka hakikat IPS sebagai transformasi sosial sebuah tradisi dimasyarakat
IPS yang mendorong siswa untuk membawa perubahan sosial di masyarakat.
a. Tujuannya
1) Siswa mampu menyesuaikan diri dengan perubahan –perubahan sosial
yang terjadi di masyarakat .
2) Sosial mampu memberikan solusi kepada masyarakat tentang masalah
masalah sosial.

9
Ibid., hlm83-85.
3) Siswa menjadi agen dan membuat perubahan yang menciptakan
masyarakat lebih baik.
4) Melibatkan siswa dalam kegiatan kegiatan sosial yang ada.
5) Siswa harus mampu mempertahankan kebudayaan dan nilai nilai yang
baik dari bangsanya.
b. Metode
Guru memiliki peran untuk membimbing siswa dalam menyelesaikan
masalah. Sedangkan siswa sebagai agen perubahan sosial yang harus mampu
menyelesaikan maslah didalam masyarakat. Metode pembelajaran yang
digunakan antara lain :
1) Problem solving yaitu pemecahan masalah yang ada di masyarakat yang
dibawa guru kedalam kelas untuk didiskusikan .
2) Discovery learning yaitu menentukan solusi ,prinsip, atau konsep atas
suatu masalah untuk diberikan kapada masyarakat seperti para
pengambil kebijakan, guna menyelesaikan masalah yang ada.
3) Pembelajaran proyek yaitu siswa diajak langsung untuk ikut serta dalam
proyek pembngunan social.10

10
Ischak, dkk, Pendidikan IPS di SD, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2005), hlm. 99.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

IPS merupakan suatu program pendidikanyang membahas tentang


hubungana atau interaksi antar sesame makhluk hidip(individu dengan individu
atau kelompok dengan individu atau sebaliknya) dan bukan sub-disiplin ilmu
tersendiri, sehingga tidak akan ditemukan baik dalam nomenklatur filsafat ilmu,
disiplin ilmu-ilmu sosial, maupun ilmu pendidikan.

Paradigma adalah pandangan mendasar para ilmuan mengenai apa yang


menjadi pokok permasalahan yang seharusnya dipelajari oleh satu cabang ilmu
pengetahuan tertentu. Terdapat 3 jenis program pendidikan sosial yaitu ilmu-
ilmu Sosial (IIS), Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (PIPS) dan Pendidikan
Disiplin Ilmu Pengetahuan Sosial (PDIPS).

Tujuan utama dari program ini adalah untuk menghasilkan guru IPS dan
PPKN yang pada dasarnya menguasai konsep-konsep esensial ilmu-ilmu sosial
dan materi disiplin ilmu lainnya dan mampu membelajarkan peserta didiknya
secara bermakna. Oleh karena itu, dalam program pendidikan ini dituntut untuk
mempelajari 3 kelompok program kurikuler yaitu kelompok mata keilmuan
sosial dalam rangka pembelajaran IPS, teknologi pembelajarna IPS dan
kurikulum serta pembelajaran IPS persekolahan.

B. SARAN

Semoga materi kami dapat di pahami oleh pembaca,kami membutuhkan


saran dab kritikan dari pembaca karna makalah kami ini jauh dari kesempurnaan
karna agar kami dapat memperbaiki makalah-makalh selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Ischak, dkk, Pendidikan IPS di SD. Jakarta: Universitas Terbuka, 2005.

Nasution, Toni dan Lubis Maulana Arafat Konsep Dasar Ilmu Pengetahuan Sosial,
Yogyakarta: Samudra Biru, 2018.

Muhammad Numan Soemantri, Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS, Bandung:


Remaja Rosdakarya, 2001.

Sapriya, Pendidikan IPS Konsep dan Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya,


2009.

Udin S. Winataputra, Materi dan Pembelajaran IPS SD. Jakarta: Universitas


Terbuka, 2009.

Anda mungkin juga menyukai