Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN BACAAN

Nama              :
Semester         :
Dosen              :
Judul buku    :
Pengarang      :

Bab 1 Perkenalan Pertama

Bertanya artinya, manusia tidak mau menerima secara pasif begitu saja, baik keadaan

dirinya maupun lingkungannya. Ia ingin tahu segala sesuatu. Bila yang diketahuinya itu

tidak sesuai dengan yang diingininya, ia akn berusaha keras mengubahnya. Dan kalau

itu ternyata tidak mungkin, ialah yang akan mengubah dirinya.

Kesadaran etis manusia: kesadaran di dalam diri manusia tentang apa yang benar dan

apa yang salah, tentang apa yang baik dan apa yang jahat, tentang apa yang tepat dan

apa yang tidak tepat.

Kesadaran etis itu belum dapat disebut etika. Kesadaran etis sering muncul secara

spontan.

Etika adalah: ilmu atau studi mengenai norma-norma yang mengatur tingkah laku

manusia.

Etika mempunyai makna yang sama dengan ”moral”.

Bab 2 Persoalan Kita

Keharusan yang hipotesis adalah keharusan yang bersifat kondisional. Artinya ia hanya

berlaku untuk memenuhi kondisi-kondisi atau syarat-syarat tertentu. Atau disebabkan

oleh karena kondisi-kondisi tertentu.


Keharusan etis adalah keharusan yang tidak kondisional.

Di dalam etika ada sesuatu yang lebih dalam daripada sekedar kondisi atau kenyataan.

Yaitu : makna kehidupan kita sebagai manusia.

Yang seharusnya di dalam etika adalah: yang benar, yang baik, dan yang tepat. Yang

tidak boleh dalam etika adalah yang salah, yang jahat, dan yang tidak tepat.

Deontologis : cara berfikir etis yang mendasarkan diri pada prinsip, hukum, norma

objektif yang dianggap harus berlaku mutlak dalam situasi dan kondisi apapun juga.

Teleologis : Penerapan hukum secara kaku, tidak jarang justru berakibat buruk.

Etika Protestan bertitik tolak pada Hukum Kasih

Yang ingin diperlihatkan adalah, bahwa dengan mudahnya cara berfikir etis yang

deontologis telah bergeser menjadi teleologis. Yaitu mendasarkan tindakan tidak

kepada hukum-hukum positif yang sudah tersedia tetapi menggumuli keputusan-

keputusan yang ”terbaik” dalam satu situasi tertentu.

Bahaya yang pertama dr cara berfikir teologis adalah bahaya menghalalkan segala car

untuk mencapai tujuan.

Bahaya yang kedua dari cara berfikir teleologis dalam bentuknya yang ekstrim adalah

hedonisme.

Jadi keputusan apapun yang kita lakukan tidak pernah sempurna. Ia selalu harus kita

lakukan dengan penuh kerendahan hati, bahkan dengan pengakuan dosa.

Bab 3 Nilai-nilai Etis


Etika berbicara tentang apa yang seharusnya. Tentang apa yang benar, baik, dan tepat.

Sukses secara etis berarti sukses sebagai manusia. Baik secara etis, berarti selaras

atau sesuai dengan hakekat manusiawi kita yang utuh dan penuh.

Nilai adalah sesuatu yang dijunjung tinggi. Yang mewarnai dan menjiwai tindakan

seseorang. Tatpi nilai itu lebih dari sekedar keyakinan.

Suatu tindakan kita sebut mempunyai nilai etis, apabila ia selaras dan sesuai dengan

apa yang kita artikan sebagai manusia yang utuh dan penuh itu. Artinya, ia

mencerminkan hubungan yang seharusnya antara seseorang dengan dirinya, dengan

sesamanya, dengan lingkungannya, dan dengan Tuhan yang disembahnya.

Etika Kristen berbicara tentang nilai-nilai yang mencerminkan siapa manusia itu ditinjau

dari pandangan iman kristiani.

Bab 4 Kesadaran etis itu bertumbuh

Semakin dewasa pertumbuhan kesadaran etis seseorang, semakin terbuka ia kepada

orang-orang lain.

Kohlberg membagi jenjang kesadaran etis dalam 3 tahapan besar : Pra-konvensional,

konvensional, purna-konvensional.

Teori Kohlberg justru amat bermanfaat untuk kita dapat menilai diri kita sendiri

Bab 5 Etika itu Penjara

Penjara sosial kita : bahwa di mana kita hidup itu sebenarnya adalah belenggu. Penjara

sosial telah menentukan selera dan cita rasa kita.

Penjara ekonomi. Di dalam masyarakat, ekonomi adalah struktur-bawah yang memberi

bentuk dan corak pada semua yang ada pada struktur atas. Oleh karena itu ajaran
agama, sistem politik, corak budaya bahkan struktur masyarakat, sebenarnya tak lain

adalah pencerminan belaka dari sistem ekonomi yang ada di baliknya.

Bab 6 Etika adalah Peran

Bebas. Pengharapan serta kebebasan menggantikan keputusasaan dan

keterbelengguan

Memilih. Kebebasan bukanlah cita-cita. Kebebasan adalah kenyataan yang ada pada

setiap kita. Kebebasan itu bukanlah konsep abstrak yang ada di luar manusia. Ia

merupakan kenyataan yang ada di dalam diri setiap orang, tidak di luarnya.

Tindakan kita = siapa kita. Tindakan itu berbicara lebih keras daripada kata-kata.

Tindakan kita, pilihan kita. Siapa kita sekarang ini adalah buah dari tindakan-tindakan

yang kita ambil secara bebas pada waktu lalu.

Bab 7 Etika adalah Rasa

Rasa. Ada orang yang membagi manusia menjadi 2 kelompok. Kelompok pertama

mengutamakan rasio sedangkan yang kedua mengutamakan rasa.

Kasih adalah nilai etis yang utama dan pokok, bahkan satu-satunya norma etis.

Kasih dibedakan 3 : Philia ( kasih persahabatan ), eros (kasih asmara), dan agape

( kasih yang sejati )

Bab 8 Etika adalah Akal

Tindakan etis yang benar dan yang baik adalah yang menjaga kesatuan,

keseimbangan, dan keselarasan baik ke dalam maupun ke luar dirinya.


3 nilai utama :

1.Akal : akal dianggap sebagai satu-satunya alat yang terbaik yang ada pada manusia

untuk ada dan ”survive”

2. Tujuan yang jelas dan gamblang yaitu untuk ada dan ”survive”.

3. Harga diri yaitu keyakinan dan kepastian pada diri sendiri bahwa saya mampu untuk

berpikir dan pantas untuk tetap hidup

Bab 9 Etika Kristen

Etika Kristen ialah iman Kristiani yang dipakai untuk menjadi asumsi dasar di dalam

melakukan penilaian etis.

Etika Kristen harus merupakan sesuatu yang terbuka dan dinamis bergerak di dalam

ruang dan waktu.

Etika Kristen bukanlah etika untuk orang Kristen tetapi etika oleh orang Kristen

Etika Kristen bertitiktolak pada Antropologi Kristen yaitu pemahaman mengenai siapa

manusia itu di dalam terang iman kristiani.

Ada 4 hal sebagai Asumsi Dasar Positif :

1. Bahwa semua eksistensi semua ciptaan itu baik

2. Bahwa kehidupan individu harus dihormati

3. Bahwa seluruh umat manusia itu satu

4. Bahwa semua orang itu sederajat

Bab 10 Asumsi Dasar Positif

Asumsi Dasar Positif harus memenuhi kriteria yang objektif :

1. ADP harus dapat dipertanggungjawabkan secara teologis alkitabiah


2. ADP harus dapat dipertanggungjawabkan menurut penalaran yang umum, sehingga

paling sedikit secara hipotesis ia dapat dipahami dan diterima secara universal.

Secara umum dapat dikatakan, bahwa asumsi dasar kita adalah bahwa semua tindakan

manusia seharusnya mencerminkan dan mengaminkan kebaikan itu.

Seluruh tindakan kita hanya dapat dipertanggungjawabkan secara etis, apabila ia

bertitik-tolak dari penghargaan yang sungguh dan tulus terhadap kehidupan setiap

individu

Bab 11 Asumsi Dasar Negatif

Kefanaan manusia. Allah menghargai kefanaan manusia, dengan menjadikan DiriNya

yang kekal itu menjadi manusia yang fana. Ia yang tidak terbatas itu, membatasi

DiriNya.

Kedosaan manusia. Universalitas dosa juga dapat dipahami dari sudut lain. Yaitu, dari

kebebasan manusia. Selama manusia mempunyai kebebasan untuk memilih yang baik,

selama itu pula ia juga mempunyai kebebasan yang sama untuk memilih yang jahat.

Bab 12 Jahat-Tapi-Apa-Boleh-Buat

Pada awal sejarahnya, pemikir-pemikir Kristen cenderung untuk bersikap perfeksionis

dan menolak kompromi.

Mengambil keputusan etis selalu membawa manusia kepada ketegangan dan

kegelisahan. Ketegangan antara yang ideal dan yang fungsional, kegelisahan, bahwa

yang ”paling” ternyata selalu ”belum”

Anda mungkin juga menyukai