Anda di halaman 1dari 6

PERAN VCT DALAM PENCEGAHAN DAN PERAWATAN HIV

Oleh:

ERIN YOHANA PAKPAHAN (180204004)

PROGRAM STUDI NERS

FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa Karna Kasih-Nya, dan
Perlindungan-Nya saya bisa menyelesaikan makalah ini yang berjudul “PERAN VCT DALAM
PENCEGAHAN DAN PERAWATAN HIV” dimana untuk memenuhi tugas KEPERAWATAN
HIV-AIDS”. Jurusan S1 Keperawatan. Dalam penulisan makalah ini saya berterimakasih kepada
dosen pembimbing mata kuliah, Bapak Andi Ilham Lubis yang telah membimbing, memotivasi
dan mendampingi saya dalam proses belajar.

Meskipun banyak hambatan yang saya lalui dalam proses pembuatan makalah ini tentang
PERAN VCT DALAM PENCEGAHAN DAN PERAWATAN HIV. Namun saya mampu
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Saya menyadari bahwa makalah ini jauh dari
kesempurnaan yang masih banyak kekurangan dalam penulisan. Oleh karena itu saya sangat
mengharapkan saran dan kritik yang dapat membangun dari teman-teman semua. Akhir kata
saya mengucapkan terimakasih dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Medan, 15 MEI 2020


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


1. PENGERTIAN HIV/AIDS
WHO (World Health Organization) mendefenisikan kasus AIDS adalah keadaan dimana
terdapat hasil tes positif untuk antibody HIV, dengan disertai munculnya satu atau lebih
tanda-tanda atau gejala-gela seperti yang disampaikan Cock et al (2002) yaitu: berat
badan menurun lebih dari 10% disertai dengan diare kronis atau demam terus menurus
lebih dari 1 bulan, cryptococcal meningitis, pulmonary atau extra pulmonary
tuberculosis, sarcoma karposi, kerusakan syaraf.

Penularan AIDS dibedakan menurut rute paparannya sebagai berikut:


1) Melalui Hubungan Seksual
2) Masuknya cairan yang terinfeksi ke dalam tubuh
3) Transmisi Ibu ke Anak

Penanganan pengobatan yang selama ini dilakukan terhadap penderita HIV/AIDS adalah
pemberian ARV (anti retroviral) yang berfungsi untuk menekan perkembangan virus HIV
sehingga penderita AIDS diharapkan dapat tetap survive. Tindakan pengendalian dilakukan
dengan mempertahankan gaya hidup yang dapat mengurangi atau menghilangkan faktor-faktor
risiko tinggi. Tindakan edukasi yang sangat penting dilakukan untuk mengendalikan
meningkatnya penularan HIV/AIDS adalah dengan memberikan edukasi kepada orang yang
sudah dinyatakan positif menderita HIV/AIDS harus menjaga perilakunya sehingga tidak
menularkan HIV/AIDS secara lebih luas (Silvianti, 2009).
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN VCT/ VOLUNTARY COUNSELING AND TESTING


VCT singkatan dari Voluntary Counseling and Testing yang dalam bahasa Indonesia kurang
lebih artinya konseling dan tes sukarela, dalam hal ini adalah untuk tes HIV. Bagaimanapun,
VCT adalah pintu masuk untuk membantu seseorang yang beresiko ataupun tidak beresiko
terkena HIV untuk mendapat akses semua layanan baik informasi, edukasi, terapi, atau dukungan
psikososial.

Jadi di dalam VCT tidak ada pemaksaan, karena konteksnya kerelaan dari seseorang untuk
melakukan tes HIV. Di dalam proses VCT yand ada adalah hubungan antara klien dan konselor,
bukan hubungan antara pasien dan dokter. Dalam hubungan antara klien dan konselor semua
keputusan ada di tangan klien, tentu setelah klien mendapat informasi yang cukup tentang HIV
dan memahaminya. Dalam VCT terjadi saling percaya antara klien dengan konselor, kerelaan
untuk tes HIV, rahasia terjamin, pelayanan nyaman dan empati.

2.2 TAHAPAN DAN PROSES DALAM VCT


Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah meluncurkan panduan VCT yang berguna dalam
mendeteksi dan menangani HIV secara global. Pedoman tersebut kemudian diterapkan di
berbagai Negara, khususnya Negara berkembang. Pada prinsipnya, VCT bersifat rahasia dan
dilakukan secara sukarela. Artinya, hanya dilakukan atas inisiatif dan persetujuan pihak yang
dating ke penyedia layanan VCT untuk diperiksa. Hasil pemeriksaan yang dilakukan selama
VCT pun terjaga kerahasiaanya. Setelah menandatangani persetujuan tertulis, VCT dapat segera
dilakukan. Adapun proses utama dalam penanganan HIV/AIDS melalui VCT adalah sebagai
berikut:
Tahap Konseling Sebelum Tes
Saat memberikan konseling, konselor akan memberikan informasi kepada klien seputar HIV dan
AIDS. Selama konseling berlangsung, konselor juga akan menanyakan beberapa pertanyaan
kepada klien.

Klien dihimbau untuk jujur dan terbuka kepada konselor dalam menceritakan riwayat kebiasaan
atau aktivitas sebelumnya yang dicurigai dapat beresiko terpapar virus HIV, misalnya riwayat
pekerjaan atau kegiatan sehari-hari, aktivitas seksual, dan penggunaan narkoba dengan suntikan.
Di sisi konseling, konselor juga mungkin akan menanyakan riwayat penyakit atau pengobatan
terdahulu yang pernah dialami klien, misalnya infeksi menular seksual atau transfusi darah.

Tes HIV
Setelah klien mendapatkan informasi yang jelas melalui konseling, konselor akan menjelaskan
mengenai pemeriksaan yang bisa dilakukan dan meminta persetujuan klien untuk dilakukan tes
HIV. Setelah mendapat persetujuan tertulis, tes HIV dapat dilakukan. Bila hasil tes sudah
tersedia, klien akan diberi kabar dan diminta untuk datang kembali ke fasilitas penyedia layanan
VCT agar konselor dapat memberitahu hasil yang telah dilakukan.

Tahapan Konseling Setelah Tes


Apabila hasil tes negatif, konselor tetap akan memberikan pemahaman mengenai pentingnya
menekan risiko HIV/AIDS. Misalnya, mengedukasi klien untuk melakukan hubungan seksual
dengan lebih aman dan menggunakan kondom. Bila hasil tes positif, konselor akan memberikan
dukungan emosional agar penderita tidak patah semangat. Konselor juga akan memberikan
informasi tentang langkah berikutnya yang dapat diambil, seperti, penanganan dan pengobatan
yang perlu ditangani. Pada tahapan berikutnya, peran konselor adalah untuk lebih mendukung
dan membangun mental para penderita HIV agar mereka tetap semangat dalam menjalani
aktivitas hidup sehari-hari serta memastikan penderita HIV tetap mendapatkan pengobatan
secara teratur.

2.3 PERAWATAN HIV

1. Perawatan anti-retroviral rutin


Pengidap HIV sangat dianjurkan untuk menjalani perawatan anti-retroviral secara rutin.
Perawatan ini adalah perawatan khusus yang ditujukan bagi penderita yang terinfeksi
retrovirus, terutama HIV. Obat yang digunakan dalam perawatan ini akan berbeda
tergantung pada stadium yang diderita oleh penderita. Maka dari itu, sangat penting bagi
siapa pun yang sudah mengetahui dirinya terjangkit HIV, untuk melakukan pemeriksaan
rutin dan berkonsultasi secara aktif dengan ahli kesehatan yang mengetahui kondisinya.
Pengobatan ini harus dilakukan secara rutin dan teratur. Jika tidak, maka pengobatan ini
tidak akan membantu penderita mendapatkan imun yang stabil.

2. Lakukan pola hidup sehat


Pola hidup yang sehat yang dimaksud adalah mengusahakan agar keadaan jasmani
senantiasa sehat dan bugar. Hal itu bisa didapatkan dengan menerapkan pola makan
sehat, olahraga cukup, dan menghindari penggunaan alcohol juga narkotika. Orang
pengidap HIV tidak memiliki perbedaan dengan orang yang negatif HIV. Mereka sama-
sama disarankan mengonsumsi makanan yang seimbang, tidak terlalu banyak lemak,
gula, dan garam. Selain itu, dengan melakukan olahraga, seseorang akan memiliki
perasaan bahagia dan mengurangi risiko depresi karena pikiran terlalu fokus pada HIV
yang diderita.

3. Berada di lingkungan suportif


Seseorang yang divonis menderita suatu penyakit pasti akan mengalami satu titik dalam
hidupnya saat pikiran menyerah, putus asa, dan tidak memiliki harapan memenuhi otak
dan batinnya. Kondisi inilah yang mengharuskan lingkungan sekitar penderita HIV untuk
bersikap suportif. Memberi dukungan secara moral dan finansial dan yang terpenting
adalah tidak menjauhinya.

Anda mungkin juga menyukai