Anda di halaman 1dari 4

NAMA : ANDIKA JAYA SAPUTRA

NPM : 1916011033
MATKUL : PPKN
KELAS : REG A

PERPPU DI TENGAH WABAH CORONA

Penyebaran virus corona yang begitu cepat tidak hanya memiliki dampak kesehatan,
tetapi berdampak juga bagi perekonomian Indonesia. Hal ini membuat pemerintah harus
mengantisipasi merembetnya pandemi virus corona yang merupakan masalah kesehatan menjadi
masalah ekonomi. Bahkan, tanpa antisipasi lebih jauh, pandemi tersebut dapat menimbulkan
masalah sosial. Himbauan pemerintah untuk physical distancing, belajar dan beribadah di rumah,
hingga pelarangan kegiatan yang menimbulkan kerumunan tentunya membuat roda
perekonomian nyaris terhenti. Penyebab dari hal ini di antaranya adalah turunnya konsumsi dan
investasi, baik dalam lingkup rumah tangga maupun lingkup pemerintah. Masalah ini membuat
pemerintah pusat mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu)
Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan
untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam Rangka
Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem
Keuangan.
Kebijakan Keuangan Negara merupakan salah satu hal yang dibahas dalam Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No.1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan
Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan. Dengan tambahan anggaran Rp405,1 triliun yang belum
ada dalam APBN 2020, selama penanganan situasi COVID-19, disebutkan bahwa penganggaran
dan pembiayaan defisit dapat melampaui 3% (tiga persen) dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Namun, deviasi ini paling lama sampai Tahun Anggaran (TA) 2022. Tahun 2023, defisit akan
normal kembali menjadi paling tinggi sebesar 3% dengan penyesuaian bertahap. Adapun sumber
anggaran yang dapat digunakan dalam penanganan COVID-19 adalah Sisa Anggaran Lebih
(SAL), dana abadi dan akumulasi dana abadi pendidikan, dana yang dikuasai negara dengan
kriteria tertentu, dana yang dikelola oleh Badan Layanan Umum (BLU), dan dana yang berasal
dari pengurangan Penyertaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN).1

Kebijakan pemerintah mengeluarkan Perppu Corona membuat pro dan kontra


dikalangan masyarakat mengenai beberapa pasal yang terdapat pada Perpu Nomor 1 Tahun
2020, seperti pasal 27 Perppu 1/2020. Pasal ini membuka kesempatan untuk korupsi tanpa
ancaman hukum dan kesewenangan-wenangan untuk dapat meraup uang negara atas nama
darurat kesehatan (wabah virus corona). Hal itulah yang membuat pihak-pihak terkait melakukan
korupsi melalui undang-undang atau kebijakan yang seakan-akan bertujuan baik tetapi
hakekatnya untuk kepentingan golongan tertentu. Sehingga jika Perppu ini dijalankan akan
membuka peluang para konglomerat dan elite politik busuk dan serakah melakukan tindakan
korupsi untuk mempertahankan kekuasaan dan asset mereka.

Adapun pasal yang diajukan untuk diuji yakni Pasal 27 Perppu 1/2020, yang isinya antara lain:2

1. Biaya yang telah dikeluarkan Pemerintah dan/atau lembaga anggota Komite Stabilitas Sistem
Keuangan (KSSK) dalam rangka pelaksanaan kebijakan pendapatan negara termasuk
kebijakan di bidang perpajakan, kebijakan belanja negara termasuk kebijakan di bidang
keuangan daerah, kebijakan pembiayaan, kebijakan stabilitas sistem keuangan, dan program
pemulihan ekonomi nasional, merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk penyelamatan
perekonomian dari krisis dan bukan merupakan kerugian negara.

2. Anggota KSSK, Sekretaris KSSK, anggota sekretariat KSSK, dan pejabat atau pegawai
Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, serta Lembaga Penjamin
Simpanan, dan pejabat lainnya, yang berkaitan dengan pelaksanaan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang ini, tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana jika

1
https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/ini-daftar-kebijakan-keuangan-negara-dalam-
perppu-no1-tahun-2020/

2
https://m.hukumonline.com/berita/baca/lt5e9186d93fbc2/menanti-sikap-dpr-atas-perppu-
penanganan-covid-19/
dalam melaksanakan tugas didasarkan pada iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

3. Segala tindakan termasuk keputusan yang diambil berdasarkan Peraturan Pemerintah


Pengganti Undang-Undang ini bukan merupakan objek gugatan yang dapat diajukan kepada
peradilan tata usaha negara.

Dari isi pasal 27 Perppu 1/2020 ada kejanggalan yang membuat perppu corona ini
seharusnya tidak diterapkan. Pasal tersebut bertentangan dengan sejumlah norma yang diatur
dalam UUD karena pasal tersebut memberikan ruang kepada pemerintah dan lembaga anggota
KSSK untuk tidak dapat dituntut maupun di koreksi. Selain itu, poin pejabat pemerintah tidak
bisa dituntut dalam pelaksanaan Perppu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD).
Dalam melaksanakan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 pejabat pemerintah tidak dapat dituntut
perdata ataupun pidana jika melaksanakan tugas berdasarkan iktikad baik, dan segala keputusan
berdasarkan Perppu bukan objek gugatan ke peradilan tata usaha negara. Secara aturan
bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 menegaskan semua warga negara bersamaan
kedudukannya di dalam hukum. Kesamaan di hadapan hukum berarti setiap warga negara harus
diperlakukan adil oleh aparat penegak hukum dan pemerintahan. Hal itulah yang membuat
Perppu Nomor 1 Tahun 2020 bertentangan dengan UUD (konstitusi).

Majelis Hakim MK menyatakan penerbitan perpu diperlukan dalam tiga kondisi, yakni:3

1. Adanya keadaan, yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara
cepat berdasarkan UU.

2. UU yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum, atau ada UU
tetapi tidak memadai.

3. Kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat UU secara prosedur
biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama sedangkan keadaan yang mendesak
tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan.

3
https://nasional.tempo.co/read/1259803/tarik-ulur-perpu-kpk-ini-3-syarat-perpu-menurut-mk
Dilihat dari kondisi diatas jelas Indonesia tidak memiliki alasan untuk mengeluarkan
Perppu karea tidak ada kekosongan hukum yang menjadi kendala pemerintah mengahadapi
pandemic COVID-19. Pemerintah sudah dibekali UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana, UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Wilayah, serta UU
Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular. Sehingga, putusan untuk mengeluarkan
Perppu tidak terpenuhi.

Perppu Nomor 1 Tahun 2020 merupakan peraturan yang buat sarat kesalahan dan
bertentang dengan UUD NRI 1945 dan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan
sebagaimana yang diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 pasal 5 yaitu harus memenuhi
kejelasan tujuan, kejelasan rumusan, kesesuaian antara jenis, hirarki dan materi muatan dan lain-
lain. Sementara dalam perpu tersebut semua itu tidak terpenui.

Kewenangan yang besar diberikan kepada pejabat seperti KSSK, OJK, Menteri
Keuangan dan lain-lain untuk mengambil tindakan sepihak tanpa ada pengawasan dan
persetujuan DPR. Tindakan itupun tidak dapat diawasi dan tidak dapat dituntut baik secara
pidana, perdata maupun TUN. Patut diduga dengan pengaturan yang demikian, “Penumpang
gelap” yang ikut menumpangi Perpu ini akan mendapatkan keuntungan yang besar dengan
memanfaatkan perppu ini sebagai payung untuk melakukan berbagai tindakan yang melanggar
hukum.

Oleh karena itu, Perppu ini mesti harus dipersoalkan secara hukum lewat jalur yang
konstitusional, sehingga dengan demikian kita dapat menyelamatkan negara dari para
“penumpang gelap” yang ingin memanfaatkan COVID-19 untuk memperbesar kekuasaannya
dan “memotong” potensi penyahgunaan wewenang dan kekuasaan yang dapat berpotensi
merugikan negara ini.

Anda mungkin juga menyukai