Anda di halaman 1dari 2

TUGAS 1

ILMU SOSIAL BUDAYA DASAR

Prejudis berasal dari bahasa latin yaitu prejudicium. Dalam konteks rasial, prasangka diartikan sebagai suatu
sikap terhadap anggota kelompok etnis atau ras tertentu, yang terbentuk terlalu cepat tanpa suatu induksi. Dalam hal
ini, terkandung suatu ketidakadilan dalam arti sikap yang diambilkan dari beberapa pengalaman dan yang didengarnya
melalui orang lain, kemudian disimpulkan sebagai sifat dari anggota seluruh kelompok etnis. Menurut pendapat saya,
prejudis hampir sama dengan diskriminatif. Tetapi bedanya adalaha prejudis menunjuk pada aspek sikapnya saja,
dimana hanya kita seorang/individu yang mengetahuinya sedangkan diskriminatif lebih kepada tindakan setelah kita
berprasangka. Prejudis juga dapat diartikan sebagai anggapan dari sesuatu, seseorang, kelompok, maupun etnis
tertentu bahwa sesuatu itu buruk, tanpa kita timbang-timbang dan dicari kebenarannya terlebih dahulu. Pada era yang
sudah maju ini, masih banyak masyarakat Indonesia yang memiliki sikap ini (prejudis). Kita bangsa Indonesia dikenal
dengan semboyannya, yaitu Bhinneka Tunggal Ika. Tetapi mengapa semboyan ini tidak diterapkan dalam kehidupan
kita sehari-hari. Jika sikap ini terus berkembang dan mengakibatkan tindakan diskriminatif, maka bangsa kita akan
runtuh dan tidak ada lagi manusia yang hidup damai antara yang satu dengan yang lainnya. Upaya kita untuk
mengurangi sikap prejudis adalah dapat berpikir kritis, menumbuhkan sikap solidaritas yang tinggi dengan menjalin
komunikasi dua arah agar masing-masing individu dapat membuka diri dan menghilangkan sikap prasangka ini.

Contoh Prejudis: Timbulnya prasangka terhadap suku Tionghoa yang mengatakan bahwa suku ini sombong, pelit,
tidak ingin bergaul dengan orang pribumi. Berdasarkan pengalaman saya ditempat kerja, orang-orang yang belum
mengenal saya (baru bertemu) mengatakan saya sombong dan tidak ingin bergaul. Mereka pun dengan seenaknya
membicarakan saya dibelakang dengan orang lain. Karena saya memiliki sifat yang introvert, maka saya susah bergaul
dengan orang asing/baru kenal. Karena sifat saya yang introvert, bukan artinya suku Tionghoa adalah orang yang
sombong dan tidak ingin bergaul. Sampai pada akhirnya mereka mengenal saya, berkomunikasi dengan saya
prasangka itu lama-kelamaan menghilang.

Diskriminasi adalah perlakuan buruk yang ditujukan kepada seseorang, kelompok, suku/etnis, dan agama
tertentu. Diskriminasi sangat berhubungan dengan prejudis. Dengan adanya timbul prasangka maka akan ada tindakan
setelahnya yaitu diskriminasi. Di Indonesia praktek diskriminasi masih terjadi hingga saat ini. Menurut saya sayang
rasanya jika bangsa kita masih berpandangan sempit/tidak terbuka dan tidak mau saling menghormati satu sama lain.
Jika dibiarkan terus-menerus, maka konflik di negara ini semakin banyak, baik dari konflik agama, politik, atau social
dan kita pun tidak dapat hidup berdamai serta tidak dapat maju dibanding negara lain. Contoh nyatanya adalah di
lingkungan saya diskriminasi terhadap gender masih sering terjadi, dimana seorang wanita tidak diijinkan bekerja oleh
suami atau mertuanya. Seorang wanita harus menjadi pengurus rumah tangga bagi keluarganya, padahal kita baik
wanita ataupun pria sama derajatnya. Sebagai seorang wanita kita mempunyai hak untuk memutuskan apa yang
menjadi jalan hidup kita. Dan tidak jarang wanita ditempat kerja, dipandang rendah oleh pria. Gaji pria pun harus
lebih tinggi dibanding wanita. Dengan lingkungan tempat kerja yang toxic ini saya memutuskan untuk pindah dan
menemukan tempat kerja yang sesuai dan mempunyai pandangan yang luas terhadap kesetaraan gender. Hampir
banyak wanita pun bisa menjadi pemimpin ditempat kerja, tidak hanya pria saja.

Etnosentrisme adalah kecenderungan yang dipandang negative karena melihat ketidakmampuan atau menilai
orang dari kelompok, masyarakat, atau gaya hidup yang lain sesuai dengan standar kelompok/budaya mereka sendiri,
yang sering kali melihat kelompok lain lebih rendah sedangkan kelompok/budayanya paling tinggi/benar/berkuasa.
Menurut Adorno (1950) orang-orang etnosentris cenderung kurang terpelajar, kurang bergaul, dan pemeluk agama
yang fanatik. Sehingga etnosentrisme memunculkan sikap prasangka dan streotip negatif terhadap etnik atau
kelompok lain. Dampak negative dari sikap ini adalah jika suatu suku menganggap suku yang lain lebih rendah, maka
akan menimbulkan konflik yang menjerumus pada kasus SARA. Dampak yang lebih luas jika terus menerapkan sikap
ini adalah memicu timbulnya konflik sosial, menghambat pertukaran budaya dan terhambatnya proses integrasi sosial.
Disisi lain dari sikap etnosentrisme, ternyata memiliki dampak positif yaitu dapat menimbulkan solidaritas kelompok
yang sangat kuat, tingginya semangat patriotism dan tingginya rasa cinta kepada bangsa sendiri. Dan ada baiknya jika
sikap ini kita kelola dengan baik, agar kedepannya masyarakat Indonesia tidak menimbulkan konflik sosial yang
berkepanjangan dan tidak memiliki masyarakat yang berpandangan rasis.

Contoh kasus yang sering terjadi di Indonesia adalah penghancuran rumah ibadah agama lain yang dilakukan
oleh oknum konservatif yang fanatik dan main hakim sendiri. Contoh yang lainnya adalah saat pemilihan umum
pemimpin negara, masih banyak masyarakat Indonesia yang memiliki pemikiran sempit dimana hanya melihat calon
pemimpin dari suku/ras yang sama tanpa melihat visi dan misi yang sesuai dengan negara kita (yang kita butuhkan).
Alhasil ada kemungkinannya kita akan kecewa karena tidak sesuai dengan ekspetasi yang kita inginkan/butuhkan.

Sumber Referensi: http://akbarfebriansyah.blogspot.com/2015/11/prasangka-diskriminasi-dan-etnosentris.html

Anda mungkin juga menyukai