KONSEP NIFAS
Pengertian
1. Masa nifas dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil yang berlangsung kira-kira 6
minggu. (Abdul Bari,2000:122).
2. Masa nifas merupakan masa selama persalinan dan segera setelah kelahiran yang
meliputi minggu-minggu berikutnya pada waktu saluran reproduksi kembali ke
keadaan tidak hamil yang normal. (F.Gary cunningham,Mac Donald,1995:281).
3. Masa nifas adalah masa setelah seorang ibu melahirkan bayi yang dipergunakan
untuk memulihkan kesehatannya kembali yang umumnya memerlukan waktu 6-
12 minggu. ( Ibrahim C, 1998: ).
(1) Lochia
Lochia adalah cairan yang dikeluarkan dari uterus melalui vagina dalam
masa nifas. Lochia bersifat alkalis, jumlahnya lebih banyak dari darah
menstruasi. Lochia ini berbau anyir dalam keadaan normal, tetapi tidak
busuk.
Pengeluaran lochia dapat dibagi berdasarkan jumlah dan warnanya yaitu
lokia rubra berwarna merah dan hitam terdiri dari sel desidua, verniks
kaseosa, rambut lanugo, sisa mekonium, sisa darah dan keluar mulai hari
pertama sampai hari ketiga.
Lochia sanginolenta berwarna putih bercampur merah , mulai hari ketiga
sampai hari ketujuh.
Lochia serosa berwarna kekuningan dari hari ketujuh sampai hari keempat
belas.
Lochia alba berwarna putih setelah hari keempat belas.( Manuaba, 1998:
193)
Dinding perut dan peritonium
Setelah persalinan dinding perut longgar karena diregang begitu lama,
biasanya akan pulih dalam 6 minggu. Ligamen fascia dan diafragma pelvis
yang meregang pada waktu partus setelah bayi lahir berangsur angsur
mengecil dan pulih kembali.Tidak jarang uterus jatuh ke belakang menjadi
retrofleksi karena ligamentum rotundum jadi kendor. Untuk memulihkan
kembali sebaiknya dengan latihan-latihan pasca persalinan.( Rustam M,
1998: 130)
Sistim Kardiovasculer
Selama kehamilan secara normal volume darah untuk mengakomodasi
penambahan aliran darah yang diperlukan oleh placenta dan pembuluh darah
uterus. Penurunan dari estrogen mengakibatkan diuresis yang menyebabkan
volume plasma menurun secara cepat pada kondisi normal. Keadaan ini
terjadi pada 24 sampai 48 jam pertama setelah kelahiran. Selama ini klien
mengalami sering kencing. Penurunan progesteron membantu mengurangi
retensi cairan sehubungan dengan penambahan vaskularisasi jaringan selama
kehamilan. ( V Ruth B, 1996: 230)
Ginjal
Aktifitas ginjal bertambah pada masa nifas karena reduksi dari volume darah
dan ekskresi produk sampah dari autolysis. Puncak dari aktifitas ini terjadi
pada hari pertama post partum.( V Ruth B, 1996: 230)
Sistim Hormonal
Oxytoxin
Oxytoxin disekresi oleh kelenjar hipofise posterior dan bereaksi pada otot
uterus dan jaringan payudara. Selama kala tiga persalinan aksi oxytoxin
menyebabkan pelepasan plasenta. Setelah itu oxytoxin beraksi untuk
kestabilan kontraksi uterus, memperkecil bekas tempat perlekatan plasenta
dan mencegah perdarahan. Pada wanita yang memilih untuk menyusui
bayinya, isapan bayi menstimulasi ekskresi oxytoxin diamna keadaan ini
membantu kelanjutan involusi uterus dan pengeluaran susu. Setelah placenta
lahir, sirkulasi HCG, estrogen, progesteron dan hormon laktogen placenta
menurun cepat, keadaan ini menyebabkan perubahan fisiologis pada ibu
nifas.
Prolaktin
Penurunan estrogen menyebabkan prolaktin yang disekresi oleh glandula
hipofise anterior bereaksi pada alveolus payudara dan merangsang produksi
susu. Pada wanita yang menyusui kadar prolaktin terus tinggi dan
pengeluaran FSH di ovarium ditekan. Pada wanita yang tidak menyusui
kadar prolaktin turun pada hari ke 14 sampai 21 post partum dan penurunan
ini mengakibatkan FSH disekresi kelenjar hipofise anterior untuk bereaksi
pada ovarium yang menyebabkan pengeluaran estrogen dan progesteron
dalam kadar normal, perkembangan normal folikel de graaf, ovulasi dan
menstruasi.( V Ruth B, 1996: 231)
Laktasi
Laktasi dapat diartikan dengan pembentukan dan pengeluaran air susu ibu.
Air susu ibu ini merupakan makanan pokok , makanan yang terbaik dan
bersifat alamiah bagi bayi yang disediakan oleh ibu yamg baru saja
melahirkan bayi akan tersedia makanan bagi bayinya dan ibunya sendiri.
Selama kehamilan hormon estrogen dan progestron merangsang
pertumbuhan kelenjar susu sedangkan progesteron merangsang pertumbuhan
saluran kelenjar , kedua hormon ini mengerem LTH. Setelah plasenta lahir
maka LTH dengan bebas dapat merangsang laktasi.
Lobus prosterior hypofise mengeluarkan oxtoxin yang merangsang
pengeluaran air susu. Pengeluaran air susu adalah reflek yang ditimbulkan
oleh rangsangan penghisapan puting susu oleh bayi. Rangsang ini menuju
ke hypofise dan menghasilkan oxtocin yang menyebabkan buah dada
mengeluarkan air susunya.
Pada hari ke 3 postpartum, buah dada menjadi besar, keras dan nyeri. Ini
menandai permulaan sekresi air susu, dan kalau areola mammae dipijat,
keluarlah cairan puting dari puting susu.
Air susu ibu kurang lebih mengandung Protein 1-2 %, lemak 3-5 %, gula
6,5-8 %, garam 0,1 – 0,2 %.
Hal yang mempengaruhi susunan air susu adalah diit, gerak badan.
Benyaknya air susu sangat tergantung pada banyaknya cairan serta makanan
yang dikonsumsi ibu.( Obstetri Fisiologi UNPAD, 1983: 318 )
Tanda-tanda vital
Perubahan tanda-tanda vital pada massa nifas meliputi:
Tabel 2.2 Tabel perubahan Tanda-tanda Vital
Parameter Penemuan normal Penemuan abnormal
Tanda-tanda vital Tekanan darah < 140 / 90 Tekanan darah > 140 / 90
mmHg, mungkin bisa naik dari mmHg
tingkat disaat persalinan 1 – 3
hari post partum.
Suhu tubuh < 38 0 C Suhu > 380 C
Denyut nadi: 60-100 X / menit Denyut nadi: > 100 X / menit
2. Perubahan Psikologi
Perubahan psikologi masa nifas menurut Reva- Rubin terbagi menjadi
dalam 3 tahap yaitu:
Periode Taking In
Periode ini terjadi setelah 1-2 hari dari persalinan.Dalam masa ini terjadi
interaksi dan kontak yang lama antara ayah, ibu dan bayi. Hal ini dapat
dikatakan sebagai psikis honey moon yang tidak memerlukan hal-hal yang
romantis, masing-masing saling memperhatikan bayinya dan menciptakan
hubungan yang baru.
Periode Taking Hold
Berlangsung pada hari ke – 3 sampai ke- 4 post partum. Ibu berusaha
bertanggung jawab terhadap bayinya dengan berusaha untuk menguasai
ketrampilan perawatan bayi. Pada periode ini ibu berkosentrasi pada
pengontrolan fungsi tubuhnya, misalnya buang air kecil atau buang air besar.
Periode Letting Go
Terjadi setelah ibu pulang ke rumah. Pada masa ini ibu mengambil tanggung
jawab terhadap bayi.( Persis Mary H, 1995: )
Sedangkan stres emosional pada ibu nifas kadang-kadang dikarenakan
kekecewaan yang berkaitan dengan mudah tersinggung dan terluka sehingga
nafsu makan dan pola tidur terganggu. Manifestasi ini disebut dengan post
partum blues dimana terjadi pada hari ke 3-5 post partum.( Ibrahim C S,
1993: 50)
3. Eklamsi Puerperium
Kejadian jarang sekitar 10 %, terjadi serangan kejang atau koma setelah
persalinan berakhir. ( Manuaba, 1998: 245)
2.2.2.4. Gejala Klinis Eklamsi
Gejala klinis Eklamsi adalah sebagai berikut:
1. Terjadi pada kehamilan 20 minggu atau lebih
2. Terdapat tanda-tanda pre eklamsi ( hipertensi, edema, proteinuri, sakit kepala
yang berat, penglihatan kabur, nyeri ulu hati, kegelisahan atu hiperefleksi)
1. Kejang-kejang atau koma
Kejang dalam eklamsi ada 4 tingkat, meliputi:
Tingkat awal atau aura (invasi)
Berlangsung 30-35 detik, mata terpaku dan terbuka tanpa melihat
(pandangan kosong) kelopak mata dan tangan bergetar, kepala diputar
kekanan dan kekiri.
Stadium kejang tonik
Seluruh otot badan menjadi kaku, wajah kaku tangan menggenggam dan
kaki membengkok kedalam, pernafasan berhenti muka mulai kelihatan
sianosis, lodah dapat trgigit, berlangsung kira-kira 20-30 detik.
Stadium kejang klonik
Semua otot berkontraksi dan berulang ulang dalam waktu yang cepat, mulut
terbuka dan menutup, keluar ludah berbusa dan lidah dapat tergigit. Mata
melotot, muka kelihatan kongesti dan sianosis. Setelah berlangsung selama
1-2 menit kejang klonik berhenti dan penderita tidak sadar, menarik mafas
seperti mendengkur.
Stadium koma
Lamanya ketidaksadaran ini beberapa menit sampai berjam-jam. Kadang
antara kesadaran timbul serangan baru dan akhirnya penderita tetap dalam
keadaan koma. (Muchtar Rustam, 1998: 275)
2. Kadang kadang disertai dengan gangguan fungsi organ.
(Wirjoatmodjo, 1994: 49)
2.2.2.5. Pemeriksaan dan Diagnosis
Diagnosis eklamsi dapat ditegakkan apabila terdapat tanda-tanda sebagai
berikut:
1. Berdasarkan gejala klinis diatas
2. Pemeriksaan laboratorium meliputi adanya protein dalam air seni, fungsi
organ hepar, ginjal dan jantung, fungsi hematologi atau hemostasis
Konsultasi dengan displin lain kalau dipandang perlu
1. Kardiologi
2. Optalmologi
3. Anestesiologi
4. Neonatologi dan lain-lain
(Wirjoatmodjo, 1994: 49)
2.2.2.6. Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari kehamilan yang disertai kejang-kejang adalah:
1. Febrile convulsion ( panas +)
2. Epilepsi ( anamnesa epilepsi + )
3. Tetanus ( kejang tonik atau kaku kuduk)
4. Meningitis atau encefalitis ( pungsi lumbal)
2.2.2.7. Komplikasi Serangan
Komplikasi yang dapat timbul saat terjadi serangan kejang adalah:
1. Lidah tergigit
2. Terjadi perlukaan dan fraktur
3. Gangguan pernafasan
4. Perdarahan otak
5. Solutio plasenta dan merangsang persalinan
( Muchtar Rustam, 1995:226)
2.2.2.8. Bahaya Eklamsi
1. Bahaya eklamsi pada ibu
Menimbulkan sianosis, aspirasi air ludah menambah gangguan fungsi paru,
tekanan darah meningkat menimbulkan perdarahan otak dan kegagalan
jantung mendadak, lidah dapat tergigit, jatuh dari tempat tidur menyebabkan
fraktura dan luka-luka, gangguan fungsi ginjal: oligo sampai anuria,
pendarahan atau ablasio retina, gangguan fungsi hati dan menimbulkan
ikterus.
2. Bahaya eklamsi pada janin
Asfiksia mendadak, solutio plasenta, persalinan prematuritas, IUGR (Intra
Uterine Growth Retardation), kematian janin dalam rahim.
( Pedoman Diagnosis dan Terapi, 1994: 43)
2.2.2.9 Prognosa
Eklamsi adalah suatu keadaan yang sangat berbahaya, maka prognosa kurang
baik untuk ibu maupun anak. Prognosa dipengaruhi oleh paritas, usia dan
keadaan saat masuk rumah sakit. Gejala-gejala yang memberatkan prognosa
dikemukakan oleh Eden adalah:
1. Koma yang lama
2. Nadi diatas 120 per menit
3. Suhu diatas 39°C.
4. Tensi diatas 200 mmHg
5. Lebih dari sepuluh serangan
6. Priteinuria 10 gr sehari atau lebih
7. Tidak adanya oedema. ( M Dikman A, 1995: 45)
2.2.2.10. Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan eklamsia pada ibu nifas adalah menghentikan kejang
kejang yang terjadi dan mencegah kejang ulang.
1. Konsep pengobatan
Menghindari tejadinya kejang berulang, mengurangi koma,
meningkatkan jumlah diuresis.
2.Obat untuk anti kejang
MgSO4 ( Magnesium Sulfat)
Dosis awal: 4gr 20 % I.V. pelen-pelan selama 3 menit atau lebih disusul
10gr 40% I.M. terbagi pada bokong kanan dan kiri.
Dosis ulangan : tiap 6 jam diberikan 5 gr 50 % I.M. diteruskan sampai 6
jam pasca persalinan atau 6 jam bebas kejang.
Syarat : reflek patela harus positif, tidak ada tanda-tanda depresi
pernafasan ( respirasi >16 kali /menit), produksi urine tidak
kurang dari 25 cc/jam atau 150 cc per 6 jam atau 600 cc per
hari.
Apabila ada kejang lagi, diberikan Mg SO 4 20 %, 2gr I.V. pelan-
pelan. Pemberian I.V. ulangan ini hanya sekali saja, apabila masih
timbul kejang lagi maka diberikan pentotal 5 mg / kg BB / I.V. pelan-
pelan.
Bila ada tanda-tanda keracunan Mg SO 4 diberikan antidotum glukonas
kalsikus 10 gr % 10 cc / I.V pelan-pelan selama 3 menit atau lebih.
Apabila diluar sudah diberi pengobatan diazepam, maka dilanjutkan
pengobatan dengan MgSO 4 .
2.2.3.5 Syarat
Syarat-syarat untuk dapat melakukan ekstrasksi forceps antara lain:
1 1. Pembukaan lengkap
2 2. Selaput ketuban telah pecah atau dipecahkan
3. Presentasi kepala dan ukuran kepala cukup cunam
4. Tidak ada kesempitan panggul
5. Anak hidup termasuk keadaan gawat janin
6. Penurunan H III atau H III- H IV ( puskesmas H IV atau dasar panggul)
7. Kontraksi baik
8. Ibu tidak gelisah atau kooperatif
( Bari Abdul, 2001: 502)
2.2.3.6 Kontra Indikasi
Kontra indikasi dari ekstraksi forceps meliputi
1. Janin sudah lama mati sehingga sudah tidak bulat dan keras lagi sehingga
kepala sulit dipegang oleh forceps
2. Anencephalus
3. Adanya disproporsi cepalo pelvik
4. Kepala masih tinggi
5. Pembukaan belum lengkap
6. Pasien bekas operasi vesiko vagina fistel
7. Jika lingkaran kontraksi patologi bandl sudah setinggi pusat atau lebih
(Muchtar Rustam, 1995: 85)
2.2.3.7 Komplikasi
Komplikasi atau penyulit ekstraksi forceps adalah sebagai berikut
1. Komplikasi langsung akibat aplikasi forceps dibagi menjadi
Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu dapat berupa:
Perdarahan yang dapat disebabkan karena atonia uteri, retensio plasenta serta
trauma jalan lahir yang meliputi ruptura uteri, ruptura cervix, robekan
forniks, kolpoforeksis, robekan vagina, hematoma luas, robekan perineum.
Infeksi yang terjadi karena sudah terdapat sebelumnya, aplikasi alat
menimbulkan infeksi, plasenta rest atau membran bersifat asing yang dapat
memudahkan infeksi dan menyebabkan sub involusi uteri serta saat
melakukan pemeriksaan dalam
Komplikasi segera pada bayi
Asfiksia karena terlalu lama di dasar panggul sehingga terjadi rangsangan
pernafasan menyebabkan aspirasi lendir dan air ketuban. Dan jepitan
langsung forceps yang menimbulkan perdarahan intra kranial, edema intra
kranial, kerusakan pusat vital di medula oblongata atau trauma langsung
jaringan otak.
Infeksi oleh karena infeksi pada ibu menjalar ke bayi
Trauma langsung forceps yaitu fraktura tulang kepala dislokasi sutura tulang
kepala; kerusakan pusat vital di medula oblongata; trauma langsung pada
mata, telinga dan hidung; trauma langsung pada persendian tulang leher;
gangguan fleksus brachialis atau paralisis Erb, kerusakan saraf trigeminus
dan fasialis serta hematoma pada daerah tertekan.
2. Komplikasi kemudian atau terlambat
Komplikasi pada ibu
Perdarahan yang disebabkan oleh plasenta rest, atonia uteri sekunder serta
jahitan robekan jalan lahir yang terlepas.
Infeksi
Penyebaran infeksi makin luas
Trauma jalan lahir yaitu terjadinya fistula vesiko vaginal, terjadinya fistula
rekto vaginal dan terjadinya fistula utero vaginal.
Komplikasi terlambat pada bayi dalam bentuk:
Trauma ekstraksi forceps dapat menyebabkan cacat karena aplikasi forceps
Infeksi yang berkembang menjadi sepsis yang dapat menyebabkan kematian
serta encefalitis sampai meningitis.
Gangguan susunan saraf pusat
Trauma langsung pada saraf pusat dapat menimbulkan gangguan intelektual.
Gangguan pendengaran dan keseimbangan.
5. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik yang perlu diperhatikan adalah
Muka : Pucat, terdapat chloasma gravidarum atau tidak,
ekspresi wajah serta ada oedema atau tidak
Mata : Conjungtiva warna pucat atu tidak, terdapat ikterus
atau tidak pada gigi terdapat caries atau tidak serta
kebersihannya.
Mulut : Terdapat stomatitis atau tidak, pada gigi terdapat
caries atau tidak ssrta kebersihannya.
Leher : Pembesaran kelenjar tiroid ada atau tudak,
pembesaran vena jugularis ada atau tidak.
Dada : Bentuk dada simetris atau tidak, pembesaran
payudara, keras, lembek, bentuk putting susu, serta
colostrum keluar atau belum.
Perut : Inspeksi : apa ada luka bekas SC, striae, linea
Palpasi : TFU secara normal pada hari
pertama post partum setinggi pusat serta kontraksi
uterus untuk mengetahui proses involusi.
Genitalia : Inspeksi : Kebersihan, lochia rubra,warna
merah, bau serta banyaknya.
Perineum : Terdapat bekas episiotomi, banyaknya jahitan,
oedema atau tidak, ada tanda infeksi atau tidak serta
luka tampak kering atau basah.
Anus : Adakah haemorrhoid
ekstremitas : atas: adakah oedema, terpasang infus atau tidak
bawah: adakah oedema, ada farices atau tidak serta
reflek patela.
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium meliputi Hb, asam urat, fungsi ginjal,
Urine
Pemeriksaan laboratorium bisa diulang sesuai keperluan.
7. Pemeriksaan fisikProgram pengobatan dokter
Sesuai dengan terapi di konsep dasar eklamsi.
2.3.2 Analisa Data Diagnosa Dan Masalah
Diagnosa kebidanan adalah hasil dari perumusan masalah yang diputuskan
oleh bidan. Diagnosa kebidanan sebagai dasar dalam menanggulangi
ancaman kehidupan klien.
Diagnosa kebidanan dan masalah kebidanan yang muncul pada klien post
forceps ekstraksi indikasi eklamsi adalah:
1. P…….(APIAH) post forceps ekstraksi indikasi eklamsi hari ke…..
Dasar:
Ibu melahirkan dengan forceps ekstraksi pada tanggal… jam…..
Ibu mengatakan perutnya terasa mules
TFU pada hari pertama post partum setinggi pusat
Pengeluaran lochia rubra, warna merah bau anyir, jumlah…
Kejang saat hamil atau inpartu
Kesadaran composmentis, tanda-tanda vital……….
2. Nyeri luka perineum
Dasar:
Ibu kesakitan bila berubah posisi
Ibu mengatakan nyeri pada luka jahitan perineum
Terdapat jahitan pada perineum
( Persis H, 1995: 286)
3. Nyeri rahim karena involusi
Dasar:
Ibu mengatakan perutnya terasa mules, keras dan sakit
Terdapat kontraksi uterus
Tinggi fundus uteri pada hari pertama post partum setinggi pusat
Pengeluaran lochia, bau, anyir
( Persis H, 1995: 282 )
4. Cemas karena terpisah dengan bayinya
Dasar:
Ibu dirawat terpisah dengan bayinya
Ibu menanyakan keadaan anaknya
( Persis H, 1995: 282 )
5. Gangguan penglihatan
Dasar :
dengan jarak tertentu ibu tidak dapat melihat dengan jelas mata berkunang-
kunang
Diagnosa potensial adalah masalah yang timbul dan bila tidak segera diatasi
akan mengancam keselamatan ibu.( Depkes RI, 1996: 6)
1. Risiko terjadinya kejang berulang post partum
Dasar:
Ibu mekahirkan dengan forcps ekstraksi indikasi eklamsi hari ke….
Desakan darah sistole >160 mmHg dan diastole > 110 mmHg
Adanya tanda-tanda peningkatan tekanan intra kranial: pusing, penglihatan
kabur dan mual
( Persis H, 1995: 107)
2. Risiko terjadinya perdarahan post partum
Dasar:
Post partum 24 jam debgan tindakan forceps ekstraksi
Kontraksi uterus lembek, TFU tidak sesuai dengan proses involusi pada hari
ke…..
( Persis H, 1995: 282)
3. Risiko terjadinya infeksi nifas
Dasar:
Post partum dengan tindakan forceps ekstraksi
Ibu tidak melakukan mobilisasi dini
Pembalut terlihat penuh oleh darah
Suhu tubuh > 37,5 0 C
Terdapat jahitan pada perineum dengan tanda-tanda infeksi yaitu kolor
rubor dolor dan fungisiolase
( Persis H,1995: 286)
4. Risiko terjadinya bendungan ASI
Dasar:
Bayi dirawat terpisah dengan ibunya
Ibu belum meneteki bayinya
Putting susu terlihat kotor
Payudara teraba keras dan tegang
( Persis H, 1995:286)
5. Risiko terjadinya retensio urine sehubungan dengan trauman persalinan
Dasar:
Post partum dengan tindakan forceps ekstraksi
Ibu tidak kencing spontan
Kandung kencing penuh
( Persis H, 1995:282)
Tindakan segera merupakan tindakan berdasarkan beberapa data yang
mengidentifikasikan keadaan gawat darurat, dimana bidan harus bertindak
segera untuk keselamatan jiwa ibu dan janin. Tindakan segera untuk
perawatan kebidanan pada klien masa nifas dengan post forceps ekstraksi
indikasi eklamsi untuk mencegah terjadinya komplikasi selama masa nifas
adalah kolaborasi dengan tim medis untuk melanjutkan terapi eklamsi.
DAFTAR PUSTAKA
Bennet R. Brown Linda K, 1996, Myles Text Book For Mmidwives, Chrurcchill
Livingstone, Tokyo
Saifudin, Abdul Bari Dkk, 2000, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal, Yayasan Bidan Pustaka Sarwono Prawirohardjo,
Jakarta