Anda di halaman 1dari 9

ZONASI TUMBUHAN UTAMA PENYUSUN MANGROVE BERDASARKAN

TINGKAT SALINITAS AIR LAUT DI DESA TELING KECAMATAN TOMBARIRI

Kendy H Kolinug(1), Martina A langi(1), Semuel P Ratag(1), Wawan Nurmawan(1)


1
Program Studi Ilmu Kehutanan, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian
Universitas Sam Ratulangi, Manado

ABSTRACT

This research was conducted to test the relation between salinity and distribution
pattern of mangrove vegetation in Teling, district of Tombariri. This research aimed to
describe the distribution of main zones of mangrove plant species in relation to the salinity of
sea water in Teling, district of Tombariri. This research was conducted from July to August
2014 at the mangrove forest at Teling, the district of Tombariri, North Sulawesi. This
research used the combination of plot and line method. There is mangrove zonation in Teling
District of Tombariri which consists of (from the sea to the mainland) Sonneratia zone (zone
1), Rhizophora zone (zone 2), and Bruguiera zone (zone 3). Zone 1 is located in the outer
portion or directly adjacent to the sea. Zone 2 is between Sonneratia zone and the adjecent
land. Zone 3 is located at the rear of Rhizophora zone and only found on one track at the
research site. The average salinity values on Sonneratia zone range from 33 ‰ to 35,5 ‰,
whereas the range for Rhizophora is from zone 31,8 ‰ to 33,7‰ and Bruguiera zone is
33‰.

Keywords: Mangrove, Bunaken National Park, Zoning, Salinity.

ABSTRAK

Penelitian ini diadakan untuk menguji apakah terdapat kaitan antara salinitas dan pola
sebaran vegetasi mangrove di Desa Teling Kecamatan Tombariri. Penelitian ini bertujuan
untuk mendeskripsikan sebaran (zonasi) jenis tumbuhan penyusun utama mangrove dalam
kaitannya dengan salinitas air laut di Desa Teling Kecamatan Tombariri. Penelitian ini
dilaksanakan bulan Juli sampai Agustus 2014 di hutan mangrove Desa Teling Kecamatan
Tombariri, Sulawesi Utara. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode
kombinasi antara metode petak dibantu dengan garis atau jalur. Terdapat zonasi mangrove di
Desa Teling Kecamatan Tombariri yang terdiri atas (mulai dari arah laut hingga ke daratan)
zona Sonneratia (zona 1), zona Rhizophora (zona 2), dan zona Bruguiera (zona 3). Zona 1
berada pada bagian terluar atau berbatasan langsung dengan laut. Zona 2 berbatasan dengan
zona Sonneratia dan berbatasan langsung dengan darat. Zona 3 berada pada bagian belakang
zona Rhizophora dan hanya ditemui pada satu jalur di lokasi penelitian. Nilai salinitas rata-
rata pada zona Sonneratia berkisar 33 ‰ sampai 35,5‰, zona Rhizophora 31,8‰ sampai
33,7‰, dan zona Bruguiera 33‰.

Kata kunci: Mangrove, Taman Nasional Bunaken, Zonasi, Salinitas.

1
1. PENDAHULUAN terhadap tanah yang kurang stabil dan
1.1 Latar Belakang adanya pengaruh pasang-surut air laut.
Ekosistem hutan mangrove sering Khususnya di Desa Teling pernah
disebut juga hutan payau karena terdapat dilaksanakan penelitian oleh Kaunang dan
di daerah payau (estuarin), yaitu daerah Kimbal (2009) tentang komposisi dan
dengan kadar garam atau salinitas antara struktur vegetasi hutan mangrove yakni di
0,5 ‰ dan 30 ‰. Nama lainnya adalah Taman Nasional Bunaken. Diperoleh 5
ekosistem pasang surut karena terdapat di jenis utama vegetasi mangrove namun
daerah yang dipengaruhi pasang surut air hasil tersebut belum memberikan data
laut (Indriyanto, 2006). yang spesifik mengenai pola sebaran
Komunitas flora yang terdapat di mangrove dikaitkan dengan faktor
hutan mangrove telah mengalami adaptasi lingkungan tertentu.
dan spesialisasi sebagai mekanisme untuk Penelitian ini diadakan untuk
hidup di lingkungan dengan kadar garam menguji apakah terdapat kaitan antara
yang cukup tinggi (Kustanti, 2011). salinitas dan pola sebaran vegetasi
Kemampuan beradaptasi untuk mangrove di Desa Teling Kecamatan
membuang kelebihan garam dalam Tombariri.
jaringan tanaman menyebabkan jenis
tumbuhan mangrove dapat tumbuh subur. 1.2 Tujuan Penelitian
Jenis-jenis penyusun hutan mangrove Tujuan dilakukannya penelitian ini
tersebut dapat digolongkan sesuai dengan adalah untuk mendeskripsikan sebaran
tingkat toleransinya terhadap kadar garam (zonasi) jenis tumbuhan penyusun utama
dan fluktuasi permukaan air laut di pantai mangrove dalam kaitannya dengan
(Indriyanto, 2006). Salah satu faktor salinitas air laut di Desa Teling
lingkungan yang mempengaruhi Kecamatan Tombariri.
keberadaan jenis mangrove adalah
salinitas (Kustanti, 2011). Menurut
Saparinto (2007), mangrove bergantung 1.3 Manfaat Penelitian
pada air laut (pasang), air tawar, dan Penelitian ini diharapkan akan
endapan lumpur sebagai sumber hara. menghasilkan informasi ilmiah mengenai
Secara alami, hutan mangrove kaitan antara salinitas terhadap pola
tersebar luas dan tumbuh rapat di sebaran (zonasi) mangrove, sehingga
sebagian besar wilayah pesisir pantai pengelolaan dan rehabilitasi mangrove
Indonesia. Desa Teling Kecamatan dapat berjalan secara berkelanjutan.
Tombariri adalah salah satu Desa yang Informasi tersebut dapat pula
memiliki hutan mangrove di Sulawesi dimanfaatkan sebagai bahan referensi
Utara yang masih utuh keberadaannya, bagi penelitian lebih lanjut.
dan termasuk dalam kawasan Taman
Nasional Bunaken. Berbagai penelitian 2. METODOLOGI PENELITIAN
di waktu dan tempat yang lain 2.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
menyatakan komposisi penyusun Penelitian ini dilaksanakan di
mangrove berada dalam zonasi yang Desa Teling Kecamatan Tombariri,
berbeda-beda. Hal ini dapat dikaitkan Kabupaten Minahasa, Provinsi Sulawesi
dengan kondisi lingkungan mikro yang Utara selama 1 bulan (Juli-Agustus 2014).
ada sehingga jenis yang dapat beradaptasi Hutan mangrove Desa Teling merupakan
juga berbeda. Bengen (2003) menyatakan bagian dari kawasan hutan Taman
bahwa pohon-pohon di hutan mangrove Nasional Bunaken.
dapat beradaptasi terhadap kadar oksigen
rendah, dapat mentolerir kadar garam
yang tinggi, serta dapat beradaptasi

2
2.2 Alat dibantu dengan garis atau jalur, sehingga
Alat yang digunakan pada sepanjang jalur pengamatan terdapat
penelitian ini adalah alat tulis-menulis, petak-petak pengamatan, memotong
kamera, kompas, meteran, tali, parang, ekosistem mangrove, tegak lurus dengan
refractometer ATAGO Cat. No. 2491- garis pantai tersebut (Kusmana, 1997).
E02, GPS, termometer air raksa, pH Skema pengambilan data untuk metode
meter, dan 3 buku identifikasi mangrove kombinasi dapat dilihat pada Gambar 2.
berikut.
Panduan Pengenalan Mangrove di
Indonesia (Noor, dkk., 2008)
Manual Silvikultur Mangrove di
Indonesia (Kusmana, dkk., 2008)
Pengenalan dan Pengelolaan Gambar 2. Skema petak-petak contoh di
Ekosistem Mangrove (Bengen, 2003) lapangan dengan metode
kombinasi
2.3 Metode Penelitian Keterangan:
Prosedur Lapangan 1. Petak A: Pengamatan kategori pohon,
Areal penelitian seluas 39,6 ha pada petak contoh (20x20) m2,
kemudian dibuatkan 3 transek (jalur) dengan diameter batang ≥ 20 cm.
dengan jarak antar jalur sepanjang 325 m 2. Petak B: Pengamatan kategori tiang/
(Gambar 1). Titik awal pengamatan pada pancang, pada petak contoh (10x10)
jalur A berada pada koordinat m2, dengan diameter batang < 20 cm,
1024’58,15” N, 124037’1,18” E, dengan dan tinggi > 1,5 m.
panjang jalur adalah 240 m dan plot 3. Petak C: Kategori semai, pada petak
pengamatan sebanyak 12 buah. Pada jalur contoh (2x2) m2, dengan tinggi ≤ 1,5
B titik awal pengamatan berada pada m.
koordinat 1025’0,10” N, 124037’12,20” E,
dengan panjang jalur adalah 200 m dan Pengambilan Sampel Salinitas
plot pengamatan sebanyak 10 buah. Titik Pengambilan sampel salinitas
awal pengamatan pada jalur C berada menggunakan alat refractometer,
pada koordinat 1024’56,16” N, dilakukan di dalam masing-masing plot
124037’22,01” E dan panjang jalur C pengamatan. Waktu pengambilan sampel
adalah 362 m dengan plot pengamatan salinitas dilakukan dua kali, yaitu pada
sebanyak 18 buah. Skema transek saat pasang dan surut air laut. Dalam
pengamatan pada Gambar 1. setiap plot pengamatan ada lima titik
pengambilan sampel untuk diambil rata-
rata, skema pengambilan sampel salinitas
dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 1. Penempatan jalur di lokasi Gambar 3. Titik pengambilan sampel


penelitian salinitas
Pengambilan data dilakukan
Penentuan Zonasi Mangrove
dengan menggunakan metode kombinasi, Penentuan zonasi mangrove di Desa
metode yang dimaksudkan adalah metode Teling menggunakan cara berikut:
kombinasi antara metode petak dan

3
1. Pengambilan data jenis dan jumlah apiculata, Rhizophora mucronata,
individu per jenis setiap petak. Sonneratia alba, Sonneratia caseolaris
2. Dilihat jenis mana yang paling banyak dan Xylocarpus sp, dan 4 jenis lainnya
ditemukan, atau jenis mana yang paling merupakan jenis mangrove yang
mendominasi pada setiap plot untuk tergolong dalam kelompok asosiasi
dijadikan zona mangrove. mangrove, yaitu Pongamia sp, Heritiera
littoralis, Hibiscus tiliaceus, dan
Terminalia catappa. Jenis-jenis yang ada
Variabel tergolong dalam 7 famili, yaitu
Variabel yang diamati dalam plot Avicenniaceae, Combretaceae,
pengamatan meliputi jenis tumbuhan Convolvulaceae, Leguminosae,
mangrove, jumlah individu masing- Meliaceae, Rhizophoraceae, dan
masing jenis, salinitas air laut, suhu udara, Sonneratiaceae, famili Rhizophoraceae
dan pH air pada setiap plot pengamatan. memiliki jumlah jenis terbanyak diikuti
Pengambilan data di lokasi penelitian oleh famili Sonneratiaceae.
dilakukan dua kali yaitu pada saat pasang Banyaknya jenis yang ditemui di
air laut dimulai (jam 10.20 WITA) dan lokasi penelitian disebabkan hutan
saat surut dimulai (jam 15.50 WITA) dan mangrove di Desa Teling merupakan
dilakukan secara bersama-sama di tiga hutan mangrove yang masih alami,
jalur pengamatan dengan status hutan konservasi dalam
wilayah Taman Nasional Bunaken,
Analisis Data sehingga keadaan hutan dapat terpelihara
Data disajikan dalam bentuk dengan baik.
tabulasi, selanjutnya dianalisis secara Berdasarkan data di lapangan,
deskriptif untuk menentukan zonasi dan jenis dengan nilai kerapatan tertinggi pada
hubungannya dengan salinitas air laut. fase pohon di lokasi penelitian dengan
Perhitungan besarnya nilai kuantitif presentase 33,24% didominasi oleh jenis
vegetasi yaitu dengan menghitung Sonneratia alba, yang ditemukan di 30
kerapatan dengan rumus: plot dari keseluruhan plot pengamatan,
Kerapatan suatu jenis (K) dan Kerapatan hal ini tentu ada hubungannya dengan
karakteristik lingkungan tempat tumbuh
Relatif (KR%) sehingga jenis Sonneratia alba dapat
bertumbuh dengan baik dan mendominasi
dilihat dari kerapatan pada fase pohon,
diikuti jenis Rhizophora apiculata dengan
21,96%, dan jenis Rhizophora mucronata
dengan presentase 19,18%.
Dari 11 jenis tumbuhan mangrove
pada fase pancang dan tiang yang
ditemukan di lokasi penelitian jenis
Rhizophora apiculata memiliki nilai
kerapatan tertinggi dengan presentase
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
34,55%, jenis ini ditemukan di 25 plot
3.1 Komposisi Jenis Mangrove
dari keseluruhan plot pengamatan, yang
Ditemukan 11 jenis tumbuhan
selanjutnya diikuti berturut-turut oleh
mangrove pada 3 jalur dengan total 40
jenis Rhizophora mucronata dengan
plot pengamatan di lokasi penelitian. Dari
30,47%, dan jenis Sonneratia alba dengan
11 jenis 7 jenis di antaranya tergolong ke
18,03%.
dalam kelompok mayor tumbuhan
Kerapatan jenis mangrove
mangrove, yaitu Avicennia officinalis,
tertinggi pada fase semai/ anakan ada 2
Bruguiera gymnorhiza, Rhizophora

4
jenis, yaitu jenis Rhizophora apiculata Jalur B hampir sama dengan jalur
dan Rhizophora mucronata dengan A, dengan 2 zona yaitu zona Rhizophora
presentase masing-masing sebesar yang didominasi oleh jenis Rhizophora
29,81%, selanjutnya diikuti oleh jenis mucronata pada bagian belakang, dan
Avicennia officinalis dengan 26,29%. zona Sonneratia pada bagian depan atau
berbatasan langsung dengan laut, yang
didominasi oleh jenis Sonneratia alba.
3.2 Zonasi Mangrove Hal ini berarti kondisi lingkungan jalur A
Jalur A terdapat 2 zonasi yang dan Jalur B memiliki kesamaan atau tidak
jelas, mulai dari belakang yang berbatasan berbeda jauh, dibuktikan dengan formasi
langsung dengan darat hingga ke bagian jenis mangrove penyusun dan zonasi yang
tengah yang didominasi oleh jenis hampir sama. Pada zona Rhizophora juga
Rhizophora mucronata, yang disebut zona ditemui jenis Bruguiera gymnorhiza, dan
Rhizophora. Tetapi pada zona ini juga Avicennia officinalis. Sedangkan pada
ditemui jenis Rhizophora apiculata dan zona Sonneratia juga ditemui jenis
genus Bruguiera yang tumbuh bersama Sonneratia casseolaris dan genus
dengan jumlah yang lebih rendah. Rhizophora.
Selanjutnya mulai dari bagian tengah Jalur C terdapat beberapa kali
hingga ke bagian depan hutan mangrove, pergantian zonasi mulai dari belakang
atau yang berbatasan dengan laut jenis atau berbatasan dengan darat, yaitu zona
Sonneratia alba yang mendominasi yang Rhizhophora yang didominasi oleh jenis
disebut sebagai zona Sonneratia, pada Rhizophora apiculata, kemudian zona
zona tersebut juga ditemui jenis Bruguiera yang didominasi oleh jenis
Sonneratia casseolaris dan Rhizophora Bruguiera gymnorhiza, kemudian kembali
mucronata. Pola zonasi tumbuhan zona Rhizophora, hingga pada bagian
mangrove di Desa Teling secara visual depan atau berbatasan dengan laut, yaitu
disajikan pada Gambar 4. zona Sonneratia yang didominasi oleh

Gambar 4. Pola zonasi hutan mangrove di Desa Teling

5
jenis Sonneratia alba. Adanya beberapa pada 2 jalur pengamatan (jalur A dan jalur
kali pergantian zonasi pada jalur C B) terjadi perubahan pada masing-masing
disebabkan Jalur C lebih panjang jika zona, semakin ke arah laut (zona
dibandingkan dengan jalur A dan jalur B. Sonneratia) nilai salinitas lebih tinggi
dibandingkan dengan zona Rhizophora.
Pada umumnya hutan mangrove di Hal ini dikarenakan pasokan air laut lebih
Desa teling, dapat dibagi kedalam 3 zona, besar pada zona terluar sehingga nilai
hal ini dilihat dari tingkat dominansi jenis salinitas menjadi lebih tinggi.
mangrove pada masing-masing plot pada Pada zona Sonneratia salinitas air
tiap jalur yang ada. Adapun zona yang laut saat pasang dan surut memiliki
tebentuk adalah sebagai berikut. kisaran rata-rata 33‰ sampai 35,5‰,
zona Rhizophora dengan kisaran salinitas
1. Zona Sonneratia, pada lokasi
rata-rata 31,8‰ sampai 33,7‰, dan zona
penelitian zona ini ditemui berada
Bruguiera dengan kisaran salinitas 33‰.
pada bagian terluar atau berbatasan
Zona Rhizophora memiliki suhu
langsung dengan laut, dengan kondisi
dengan kisaran rata-rata 29,20C sampai
salinitas yang tinggi. Pada zona ini
32,820C, zona Sonneratia dengan kisaran
sering juga di temukan jenis S.
suhu rata-rata 29,80C sampai 31,740C, dan
casseolaris dan Rhizophora spp,
zona Bruguiera dengan suhu berkisar
dengan jumlah yang sedikit
dibandingkan dengan S. alba. antara 29⁰C - 31⁰C.
Derajat keasaman (pH) air pada
2. Zona Rhizophora, pada lokasi masing-masing plot di tiap jalur yang
penelitian zona ini letaknya dirata-ratakan, untuk zona Rhizophora
berbatasan dengan zona S. alba dari rata-rata nilai pH air berkisar antara 7,64
bagian tengah hingga belakang atau sampai 8,09, zona Sonneratia memiliki
berbatasan langsung dengan darat. kisaran rata-rata 7,77 sampai 8,28, dan
Sering juga ditemui jenis yang zona Bruguiera dengan nilai pH 7,2.
berasosiasi, yaitu Avicennia Pada lokasi penelitian menunjukan bahwa
officinalis, Bruguiera gymnorhiza , air laut di kawasan hutan mangrove Desa
Xylocarpus sp, dan Heritiera Teling bersifat netral hingga basa,
littoralis. kerapatan jenis di lokasi penelitian dengan
3. Zona Bruguiera, didominasi oleh komposisi penyusun yang berbeda
jenis Bruguiera gymnorhiza. Zona ini menjadi salah satu penyebab adanya
berada pada bagian belakang zona keragaman data. Data hasil pengamatan
Rhizophora dan hanya ditemui pada jenis dominan dan parameter lingkungan
jalur C di lokasi penelitian. tiap plot pada masing-masing jalur dapat
dilihat pada lampiran.
3.3 Hubungan Zona Mangrove dengan
Salinitas Air Laut 4. PENUTUP
Keadaan hutan mangrove yang 4.1 Kesimpulan
terbentuk tergantung pada kondisi yang 1. Terdapat zonasi mangrove di Desa
mendukung, yaitu faktor biotik dan Teling Kecamatan Tombariri yang
abiotik. Faktor abiotik utama yang terdiri atas (mulai dari arah laut
mempengaruhi hutan mangrove adalah hingga ke daratan) zona Sonneratia
iklim (suhu, angin, curah hujan, dan (zona 1), zona Rhizophora (zona 2),
lainnya) dan edafis geomorfologi dan zona Bruguiera (zona 3). Zona 1
mangrove, salinitas, dan faktor-faktor berada pada bagian terluar atau
edafis lain (Kustanti, 2011). Berdasarkan berbatasan langsung dengan laut.
data di lapangan, rata-rata nilai salinitas Zona 2 berbatasan dengan zona

6
Sonneratia dan berbatasan langsung
dengan darat. Zona 3 berada pada Noor, Y, R., M. Khazali dan I. N.N.
bagian belakang zona Rhizophora Suryadiputra. 2006. Panduan
dan hanya ditemui pada salah satu Pengenalan Mangrove di
jalur di lokasi penelitian. Indonesia. Wetlands International.
2. Nilai salinitas pada zona Sonneratia Bogor.
saat pasang dan surut air laut
memiliki kisaran rata-rata 33‰ Saparinto, C. 2007. Pendayagunaan
sampai 35,5‰, zona Rhizophora Ekosistem mangrove. Dahara
31,8‰ sampai 33,7‰, dan zona Prize. Semarang.
Bruguiera 33‰.

4.2 Saran
Salah satu penelitian lanjutan yang
dapat dilakukan adalah interaksi beberapa
faktor lingkungan lainnya terhadap
pembentukan zonasi mangrove di lokasi
mangrove yang sama serta di lokasi yang
berbeda.

5. DAFTAR PUSTAKA

Bengen, D. G. 2003. Pedoman Teknis


Pengenalan dan Pengelolaan
Ekosistem Mangrove. PKSL-IPB.
Bogor.

Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Bumi


Aksara. Jakarta.

Kaunang, T, D dan J. D. Kimbal. 2009.


Komposisi dan Struktur Vegetasi
Hutan Mangrove di Taman
Nasional Bunaken Sulawesi Utara.
Agritek. 17(6): 1163-1171.

Kusmana, C. 1997. Ekologi dan


Sumberdaya Ekosistem Mangrove.
Bogor: Jurusan Manajemen Hutan
Fakultas Kehutanan IPB.

Kusmana, C., Istomo. dan C. Wibowo.


2008. Manual Silvikultur di
Indonesia. Departemen Kehutanan
republic Indonesia dan Korea
International Corporation Agency
(KOICA). Jakarta.

Kustanti, A. 2011. Manajemen Hutan


Mangrove. IPB Press. Bogor.

7
Lampiran

Lampiran 1. Jenis dominan dan parameter lingkungan tiap plot di jalur A

Lampiran 2. Jenis dominan dan parameter lingkungan tiap plot di jalur B

8
Lampiran 3. Jenis dominan dan parameter lingkungan tiap plot di jalur C

Anda mungkin juga menyukai