Anda di halaman 1dari 9

PROBLEMA PENYAKIT BUDAYA STEREOTIP

A. Pengertian Stereotip

Kata stereotip ini bagi sebagian orang mungkin terdengar asing. Namun,
secara tidak disadari stereotip telah banyak melekat di kehidupan masyarakat
Indonesia dan seringkali dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Menurut
Schneider (2004), stereotip berasal dari gabungan dua kata Yunani, yaitu stereos
yang berarti padat atau kaku dan typos yang bermakna model. Stereotip masuk
kedalam kehidupan publik sebagai istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan
bagaimana kualitas atau karakter negatif pada kelompok tertentu, dengan cara
direpresentasikan dalam beberapa media. Stereotip didasarkan pada penafsiran
yang dihasilkan atas dasar cara pandang dan latar belakang budaya. Stereotip
dihasilkan dari komunikasi kita dengan pihak-pihak lain yang bukan dari
sumbernya langsung. Stereotip seringkali diasosiasikan dengan karakteristik yang
bisa diidentifikasi. Masalah-masalah yang kita identifikasi sering kali kita seleksi
tanpa alasan apapun. Artinya bisa saja kita dengan begitu saja mengakui suatu
masalah tertentu dan mengabaikan kebenaran dari masalah yang lain. Stereotip
merupakan generalisasi dari kelompok kepada orang-orang di dalam kelompok
tersebut.

Stereotip merupakan cara pandang terhadap suatu kelompok sosial


dimana cara pandang tersebut digunakan pada setiap kelompok tersebut. Kita
memperoleh informasi dari pihak kedua maupun media, sehingga kita cenderung
untuk menyesuaikan informasi tersebut agar sesuai dengan pemikiran kita. Ini
sudah merupakan pembentukan stereotip. Stereotip bisa berkaitan dengan hal
positif atau hal negatif, stereotip bisa benar juga bisa salah, stereotip bisa
berkaitan dengan individu atau subkelompok (Mufid, 2012: 260). Sedangkan
menurut Mulyana (2010: 184), Stereotypes (stereotip) adalah gambaran atau
tanggapan tertentu mengenai sifat-sifat dan watak pribadi orang golongan lain
yang bercorak negatif. Gambaran-gambaran stereotip terus berlangsung dan sering
dijumpai selama pertemuan-pertemuan antar budaya. Stereotip berkaitan dengan
konstruksi citra yang telah ada dan terbentuk secara turun temurun yang tidak
hanya mengacu pada citra negatif tetapi juga positif. Stereotip biasanya negatif
dan dinyatakan sebagai sifat-sifat kepribadian tertentu. Namun, stereotip memang
benar sejauh stereotip itu merujuk kepada perbedaan-perbedaan budaya
sebenarnya dalam pola-pola khas perilaku yang di persepsi secara benar, dan
stereotip-stereotip itu salah hanya dalam cara perilaku itu di persepsi. Dalam
KBBI, dijelaskan bahwa stereotip adalah konsep suatu golongan berdasarkan
prasangka yang subjektif dan tidak tepat. Sedangkan menurut Allan G. Johnson
(dalam Sutarno, 2008:4-14) menegaskan bahwa stereotip adalah keyakinan
seseorang untuk menggeneralisasikan sifat-sifat tertentu yang cenderung negatif
tentang orang lain karena dipengaruhi oleh pengetahuan dan pengalaman tertentu.
Keyakinan ini menimbulkan penilaian yang cenderung negatif atau bahkan
merendahkan kelompok lain. Ada kecenderungan untuk memberi cap tertentu
pada kelompok tertentu secara negatif atau memandang rendah kelompok lain.

Dari beberapa pengertian stereotip menurut beberapa ahli tersebut dapat


disimpulkan bahwa pengertian stereotip adalah suatu cara pandang seseorang atau
sekelompok orang terhadap suatu kelompok sosial yang dicirikan memiliki
informasi negatif ataupun positif. Informasi tersebut diperoleh dari pihak kedua
maupun media, sehingga umumnya tidak memiliki sumber yang jelas. Hal ini
karena, informasi tersebut umumnya berasal dari karangan-karangan suatu
kelompok tertentu atau berasal dari cerita-cerita turun temurun untuk dipakai
sebagai kerangka rujukan tentang seseorang, kelompok, budaya, bangsa, hingga
agama. Sehingga segala bentuk stereotip adalah belum tentu kebenarannya,
bahkan ada stereotip yang sama sekali tidak dapat dibuktikan kebenarannya.
Penyebab paling umum munculnya stereotip adalah karena adanya perbedaan -
perbedaan yang ada dalam suatu kelompok tertentu yang menimbulkan prasangka
kelompok lain terhadap keunikan kelompok tersebut. Stereotip bisa berkaitan
dengan hal positif atau hal negatif, stereotip bisa benar juga bisa salah, stereotip
bisa berkaitan dengan individu atau sub kelompok. Sehingga apabila kita
mendapat suatu informasi apapun sebaiknya informasi tersebut di buktikan
kebenarannya dahulu sebelum di sebarkan kepada orang lain agar tidak
menimbulkan stereotip tertentu.
B. Jenis – Jenis Stereotip

Dalam kaitannya dengan masyarakat, terdapat dua jenis stereotip yang


menyebar di dalam kehidupan masyarakat, yaitu sebagai berikut.

1) Stereotip Positif

Merupakan dugaan atau gambaran yang bersifat positif terhadap kondisi


suatu kelompok tertentu. Stereotip ini dapat membantu terjadinya komunikasi
(nilai-nilai toleransi) lintas budaya sehingga dapat memudahkan terjadinya
interaksi antar orang yang berbeda latar belakang pada sebuah lingkungan
secara bersama-sama. Sehingga menciptakan suatu hubungan yang harmonis
antar kelompok budaya. Contohnya seperti orang sunda memberi label orang
jawa sebagai pribadi yang ramah, begitu pula orang jawa yang memberi label
orang sunda sebagai pribadi yang toleran, dari hal tersebut merupakan stereotip
positif yang akan membawa dampak kehidupan harmonis dan saling
menghargai perbedaan masing- masing.

2) Stereotip Negatif

Merupakan dugaan atau gambaran yang bersifat negatif yang dibebankan


kepada suatu kelompok tertentu yang memiliki perbedaan yang tidak bisa
diterima oleh kelompok lain. Jika stereotip yang hadir dalam masyarakat
adalah stereotip yang negatif terhadap suatu kelompok tertentu, dengan kondisi
masyarakat yang majemuk, hal ini akan menjadi sebuah ancaman untuk
mempertahankan kesatuan dalam kemajemukan tersebut. Stereotip ini akan
menjadikan sekat yang jelas antar kelompok, sehingga dapat menghambat
komunikasi keduanya karena terbangun jarak akibat stereotip tersebut. Selain
itu dapat menghambat komunikasi keduanya karena terbangun jarak akibat
stereotip. Bahkan stereotip jenis ini bukan tidak mungkin dapat memicu
terjadinya konflik antar kelompok, padahal stereotip yang terbangun pada suatu
kelompok tertentu belum tentu dapat dibuktikan kebenarannya bahkan ada
stereotip mengenai suatu kelompok yang benar - benar salah dan tidak terbukti
kebenarannya. Contohnya seperti stereotip yang selalu ada dalam kehidupan
masyarakat Indonesia yaitu banyak masyarakat Indonesia yang memberi label
sekelompok orang yang memakai baju muslim yang tertutup dengan sebutan
teroris, sehingga menyebabkan sekelompok orang tersebut dikucilkan dalam
kelompok masyarakat di sekitarnya dan tentu merugikan sekelompok orang
tersebut. Stereotip negatif seperti itulah yang perlu dihindari karena dapat
memicu konflik dan berujung diskriminasi terhadap kelompok – kelompok
tertentu sehingga dapat merugikan seluruh lapisan masyarakat.

C. Fungsi Stereotip

Meskipun stereotip pada umumnya adalah stereotip yang negatif tetapi


stereotip sendiri juga memiliki suatu fungsi, antara lain :

1) Menggambarkan suatu kondisi kelompok.

2) Memberikan dan membentuk citra kepada kelompok.

3) Membantu seseorang dari suatu kelompok untuk mulai bersikap terhadap


kelompok lainnya.

4) Melalui stereotip ini kita dapat menilai keadaan suatu kelompok.

5) Sebagai pemenuhan kebutuhan psikologis seseorang untuk menginternalisasi


nilai bersama kepada individu.

6) Berfungsi untuk membangun identitas bersama.

7) Digunakan untuk memberi justifikasi tindakan seseorang terhadap kelompok


sosial lain.

D. Dimensi Stereotip

Dalam konteks Komunikasi Antar Budaya, stereotip dikategorikan dalam


beberapa dimensi, antara lain :

1) Dimensi arah, yaitu tanggapan bersifat positif atau negatif.

2) Dimensi intensitas, yaitu seberapa jauh seseorang percaya pada stereotip yang
dipercayai.

3) Dimensi keakuratan, yaitu seberapa tepat suatu stereotip dengan kenyataan


yang biasa ditemui.
4) Dimensi isi, yaitu sifat-sifat khusus yang diterapkan pada kelompok tertentu.

E. Macam-Macam Stereotip
Banyak macam stereotip yang berada di kehidupan masyarakat Indonesia
dan telah melekat erat pada kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia,
diantaranya adalah :
1) Stereotip berdasarkan jenis kelamin, misalnya: laki-laki kuat sedangkan
perempuan lemah, dan lain sebagainya.
2) Stereotip berdasarkan etnis, misalnya: Jawa halus, Batak kasar, dan lain
sebagainya.
3) Stereotip berdasarkan negara, Jerman orangnya kaku, Indonesia ramah, dan
lain sebagainya.
4) Stereotip berdasarkan usia, misalnya orang lanjut usia jika berbicara biasanya
menggurui, suatu pekerjaan memberi masa pensiun kepada lansia karena lansia
sudah tidak dapat bekerja secara maksimal, dan lain sebagainya.
5) Stereotip berdasarkan ekonomi, misalkan orang yang secara ekonomi berlebih
biasanya berpenampilan mewah sedangkan orang dari ekonomi rendah
biasanya berpenampilan sederhana, dan lain sebagainya.
6) Stereotip berdasarkan pekerjaan, misalkan banyak pekerjaan perempuan yang
dianggap tidak bermoral seperti sebagai pelayan di tempat-tempat minum,
tukang pijat, atau pekerjaan yang berkaitan dengan industri perhotelan dan
turisme serta pekerjaan yang dilakukan pada malam hari, selain itu banyak
anggapan orang tua bahwa dengan menjadi seorang PNS anaknya akan
memiliki kehidupan yang layak atau sukses, dan anggapan-anggapan yang
lainnya.

F. Dampak Stereotip

Menurut Tilcsik (2011), dampak buruk dari stereotip adalah adanya


pembenaran dari prasangka buruk atau pengabaian, keengganan untuk
memikirkan kembali sikap seseorang dan perilaku terhadap kelompok stereotip,
serta mencegah beberapa orang dari kelompok stereotip masuk atau berhasil
dalam kegiatan atau bidang tertentu. Selain dampak menurut ahli, tterdapat
beberapa dampak dari stereotip negatif yang dapat mempengaruhi kehidupan
sehari-hari seseorang maupun suatu kelompok, antara lain :

1) Stereotip dapat mempengaruhi apa yang kita rasakan dan kita ingat yang
berhubungan dengan tindakan orang-orang dari sekelompok lain.

2) Stereotip dapat membentuk gambaran yang berlebihan pada suatu kelompok


lain. Seseorang cenderung akan menyamakan perilaku individu-individu
kelompok lain sebagai tipikal yang sama.

3) Stereotip dapat menimbulkan konflik yang tidak diketahui kebenarannya.

4) Stereotip terkadang memiliki kebenaran, namun sering tidak berdasar sama


sekali. Seseorang yang tidak terlalu mengenal kelompok lain akan percaya
dengan perkataan orang lain dan percaya stereotip yang telah melekat di
kelompok tersebut, namun apabila seseorang tersebut telah mengenal dengan
baik kelompok tersebut maka stereotip tersebut semakin lama akan menghilang
dengan sendirinya.

5) Stereotip membuat seseorang melihat orang lain dengan cara yang berbeda
karena gambaran atau label yang telah diberikan.

6) Stereotip ini membuat seseorang memberi label dan mencap sama rata suatu
kelompok.

7) Stereotip membuat seseorang membatasi pergaulan dengan suatu kelompok


tertentu.

8) Stereotip membuat seseorang menjadi subjektif dan pilih-pilih dalam


melakukan pergaulan. Misalnya, bersikap ramah terhadap kelompok tertentu
dan selalu curiga terhadap kelompok lain.

9) Stereotip membuat seseorang sering melakukan kesalahan saat mengambil


suatu keputusan.

10) Stereotip membuat seseorang menutup diri dari lingkungan sekitar.


11) Walaupun seseorang memiliki stereotip positif terhadap suatu kelompok
tertentu, maka stereotip tersebut bisa berdampak negatif terhadap diri
seseorang apabila terlalu berlebihan.

12) Stereotip membuat seseorang tidak memiliki rasa saling menghargai antar
sesama manusia karena melihat dunia dengan pandangan-pandangan stereotip
tersebut.

G. Cara Mengatasi Stereotip

Di Indonesia stereotip sudah terlanjur melekat di kehidupan masyarakat


Indonesia, sehingga sulit untuk menghilangkan stereotip yang telah ada di
Indonesia. Namun, stereotip dapat dicegah keberadaannya mulai dari kecil,
sehingga saat seseorang menjadi dewasa seseorang tidak akan terpengaruh dengan
stereotip yang ada di sekitarnya. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara
menumbuhkan rasa saling menghargai terhadap perbedaan pada suatu kelompok,
selalu memandang suatu kelompok atau individu dari berbagai sisi, seseorang
harus selalu menyadari bahwa setiap individu terlahir dengan keunikan tersendiri
sehingga tidak perlu disamakan dengan individu yang lainnya, selalu
menanamkan rasa toleransi dalam merajut sebuah keberagaman yang dimulai
sejak dini, mengetahui betapa pentingnya menjalankan nilai-nilai dalam hidup,
selalu menanamkan sikap disiplin terhadap diri sendiri maupun orang lain, selalu
membangun kultur atau lingkungan di rumah maupun di lingkungan sekitar yang
menjunjung tinggi nilai-nilai kehidupan dan keberagaman, serta selalu menjadi
pribadi yang percaya diri yang tidak berlebihan. Untuk itu, dimulai dari diri
sendiri, kita sebagai masyarakat harus lebih objektif dalam berpikir dan melihat
suatu masalah. Kita harus mampu melihat suatu hal dari berbagai sisi dan tidak
mudah menyebarkan suatu berita yang belum diketahui kebenarannya sehingga
tidak menimbulkan suatu konflik yang bisa memicu adanya stereotip di
lingkungan masyarakat.
Sumber :

Budiman, R. 2016. Sadar Nggak Kamu? Stereotipe Dapat Menghasilkan 10


Dampak Buruk Ini. https://bit.ly/34jtBgt [Diakses pada 20 Oktober
2020]

Pradhita, J. 2010. STEREOTIP. https://bit.ly/31pOTqA [Diakses pada 20


Oktober 2020]

Tilcsik and András. 2011. Pride and Prejudice: Employment Discrimination


against Openly Gay Men in the United States. American Journal of
Sociology. Hal 117(2):586-626. https://bit.ly/34e78RA [Diakses pada
20 Oktober 2020]

Hanurawan, dkk. 2010. Psikologi Sosial: Suatu Pengantar. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.

Mufid. M. 2010. Etika dan Filsafat Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.

Rohmansyah. A. 2016. Representasi Stereotip Islam Dalam Film Airlift. Skripsi.


Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam. Fakultas Ilmu Dakwah dan
Komunikasi. Universitas Syarif Hidayatullah. Jakarta.
https://bit.ly/31lRfqn [Diakses pada 20 Oktober 2020]

Dzikriyya, V. W. 2017. Stereotip Islam teroris dalam film “3 : Alif Lam Mim”.
Skripsi. Fakultas Dakwah dan Komunikasi. Universitas Islam Negeri
Walisongo. Semarang. https://bit.ly/3o7PLKg [Diakses pada 20 Oktober
2020]

Hamidah, N. H. 2017. Pengaruh Stereotip Gender Terhadap Partisipasi


Penyandang Disabilitas Netra di Lingkungan Keluarga dan Masyarakat
(Anggota Dewan Pimpinan Daerah Ikatan Tunanetra Muslim Indonesia
Kota Yogyakarta). Skripsi. Program Studi Ilmu Kesejahteraan Sosial.
Fakultas Dakwah dan Komunikasi. Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga. Yogyakarta. https://bit.ly/37oNvZi [Diakses pada 20 Oktober
2020]

Anda mungkin juga menyukai