Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN KASUS KANKER LEUKIMIA

TUTORIAL FARMAKOTERAPI 2

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Farmakoterapi 2

Disusun Oleh :
Amelya Dwi Cahyani 31117103
Ari Ihsan Ginanjar 31117109
Ilham Taufik 31117118
Lia Rahmawati 31117121
Nida Puspa Dewi 31117127
Sani Sri Nurjanah 31117140
Sifareina 31117141
Suci Sri Dewi R 31117145

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BAKTI TUNAS HUSADA
TASIKMALAYA
2020
A. Definisi
Leukemia adalah kanker darah akibat tubuh terlalu banyak memproduksi sel
darah putih abnormal. Leukemia dapat terjadi pada orang dewasa dan anak-anak. Sel
darah putih merupakan bagian dari sistem kekebalan tubuh yang diproduksi di dalam
sumsum tulang. Ketika fungsi sumsum tulang terganggu, maka sel darah putih yang
dihasilkan akan mengalami perubahan dan tidak lagi menjalani perannya secara
efektif. Leukimia sendiri dapat terjadi secara akut ataupun kronik yang bergantung
pada cepatnya penyakit muncul dan berkembang. Sel-sel darah sendiri yang menjadi
komponen dari darah diproduksi pada sumsum tulang dan berasal dari stem cell. Stem
cell ini yang akan berdiferensiasi menjadi berbagai jenis sel-sel darah ini terdiri atas 2
jenis yaitu limfoid dan mieloid. Stem cell tipe limfoid nantinya akan berkembang
menjadi sel-T, selB, sel NK (Natural Killer). Sedangkan stem cell mieloid akan
berdiferensiasi menjadi sel darah merah, sel darah putih (neutrofil, eosinofil, basofil,
dan monosit) dan platelet.
Terdapat 4 tipe utama dari leukimia yaitu :
1. Acute Myeloid Leukaemia (AML)
2. Acute Lymphoblastic Leukaemia (ALL)
3. Chronic Myeloid Leukaemia (CML)
4. Chornic Lymphocytic Leukaemia (CLL).
Keempat tipe leukimia ini secara lebih lanjut kemudian akan terbagi-bagi lagi
menjadi beberapa subtipe. Penanganan yang akan diberikan tergantung pada
pembagian ini. Leukemia mieloid akut (Acute Myeloid Leukemia/ AML), nama lain
penyakit ini antara lain leukemia mielositik akut, leukemia mielogenou sakut,
leukemia granulositik akut, dan leukemia non-limfositik akut. Istilah akut
menunjukkan bahwa leukemia dapat berkembang cepat jika tidak diterapi dan
berakibat fatal dalam beberapa bulan. Istilah myeloid sendiri merujuk pada tipe sel
asal, yaitu sel-sel myeloid imatur (sel darah putih selain limfosit, sel darah merah,
atau trombosit). Di AS, diperkirakan ada sekitar 19.950 kasus baru AML dan sekitar
10.430 kematian karena AML pada tahun 2016, sebagian besar pada dewasa. Data di
Indonesia sangat terbatas, pernah dilaporkan insidens AML di Yogyakarta adalah 8
per satu juta populasi. Penyakit ini meningkat progresif sesuai usia, puncaknya pada
usia ≥ 65 tahun.4 Usia rata- rata pasien saat didiagnosis AML sekitar 67 tahun.
Berdasarkan data, AML merupakan jenis leukimia akut yang sering ditemukan pada
orang dewasa. Kurang lebih 80% kasus akut leukimia pada orang dewasa adalah
AML. (American Cancer Society, 2014).
AML ditunjukkan dengan adanya produksi berlebih dari sel darah putih imatur
yang disebut myeloblast atau leukaemicblast. Akibatnya pembentukan sel darah
normal terganggu bahkan sel darah putih imatur tersebut juga dapat beredar melalui
aliran darah dan bersirkulasi di seluruh tubuh. Karena sel-sel darah putih yang tidak
matur tersebut maka sangat sulit bagi tubuh untuk mencegah dan melawan infeksi
yang terjadi. Hingga saat ini penyebab pasti dari penyakit ini masih belum diketahui
secara jelas, namun ada beberapa faktor risiko yang turut meningkatkan insiden
terjadinya AML. Padahal penyakit ini membutuhkan perawatan yang segera
dikarenakan penyakit ini berkembang dengan cepat. Penanganan yang diberikan
untuk pasien-pasien yang didiagnosis dengan AML bergantung pada subtipenya.
Kemoterapi merupakan terapi utama untuk AML (Lugindo, 2011)
B. Epidemologi
Penyakit ini paling banyak di jumpai di antara semua penyakit keganasan pada
anak. Di negara berkembang 83% ALL, 17% AML, ditemukan pada anak kulit putih
dibandingkan kulit hitam . Sembilan puluh tujuh persen adalah Leukemia Akut (82%
LLA dan 18% LMA) dan 3% LMK. Secara epidemiologi, Leukemia Akut merupakan
30-40% dari keganasan pada anak, puncak kejadian pada usia 2-5 tahun, angka
kejadian anak di bawah usia 15 tahun rata-rata 4-4,5/100.000 anak pertahun. Angka
kematian Leukemia di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dan Rumah Sakit
Kanker “Dharmais” (RSKDy) tahun 2006-2010 adalah sebesar 20-30% dari seluruh
jenis kanker pada anak.
Epidemiologi leukemia secara global prevalensi 13.7 per 100.000 populasi
dengan tingkat mortalitas 6.8 per 100.000 populasi per tahun. Global Menurut data
statistic kanker Surveillance, Epidemiology, and End Results Program National
Cancer Institute prevalensi leukemia sebesar 13.7 per 100.000 populasi per tahun, dan
jumlah kematian leukemia sebesar 6.8 per 100.000 populasi per tahun. Pada tahun
2017 diperkirakan sebanyak 62.130 kasus baru leukemia dan 24,500 orang akan
meninggalan karena leukemia. Leukemia berada di urutan ke-9 dilihat dari prevalensi
kejadiannya, yaitu sebesar 3.7% dari seluruh kanker di United States. Prevalensi kasus
leukemia pada kelompok usia 65-74 merupakan prevalensi tertinggi yaitu sebesar
22.4% dengan median usia 66 tahun saat terdiagnosis leukemia. Sedangkan jumlah
kematian akibat leukemia paling tinggi ditemui pada kelompok usia 75-84 tahun yaitu
sebesar 30.2% dengan median usia 75 tahun saat kematian. Prevalensi kasus leukemia
dilihat dari jenis kelamin didapatkan bahwa kejadian pada laki-laki lebih tinggi dari
perempuan yaitu
sebesar 17.6%, dan perempuan sebesar 10.7%. Ras yang paling tinggi menderita
leukemia adalah ras kaukasian (18.5% laki-laki, 11,3% perempuan). Kejadian
leukemia pada anak (0-19 tahun) menurut CDC pada tahun 2014 adalah sebesar 8.4
per 100.000 ditemukan pada kelompok usia 1-4 tahun dan tingkat kematian akibat
leukemia sebesar
0.8 per 100.000 anak ditemukan pada kelompok usia 15-19 tahun.
Di Indonesia, Menurut data Data Riset Kesehatan Dasar 2013, Badan
Litbangkes Kementerian Kesehatan RI dan Data Penduduk Sasaran, prevalensi kanker
di Indonesia menunjukkan prevalensi kanker anak umur 0-14 tahun sebesar 16.291
kasus, dan jenis kanker yang paling banyak diderita anak di Indonesia yaitu leukemia
dan retinoblastoma.
Retinoblastoma dapat terjadi pada satu mata (unilateral) atau dua mata
(bilateral), di dalam bola mata dapat tumbuh di beberapa tempat (multifokal) atau
sebagai tumor tunggal (unifokal). Lebih kurang 60% kasus bersifat unilateral dengan
usia rata-rata saat diagnosis (median) 2 tahun. Dari jumlah ini, 15% bersifat herediter
(dapat diturunkan). Adapun 40% sisanya merupakan kasus bilateral dengan usia rata-
rata saat terdiagnosa 12 bulan. Tumor bilateral dan multifokal herediter.

C. Etiologi
Leukemia akut berhubungan dengan obesitas dan merokok. Kelainan genetik
seperti Down Syndrome dan Li Fraumeni Syndrome juga berperan meningkatkan
risiko leukemia akut. Pasien yang mendapat terapi imunosupresan dan/atau
kemoterapi meningkatkan risiko terjadinya acute myeloid leukemia (AML). Acute
lymphocytic leukemia pada pasien dewasa berhubungan dengan infeksi virus T-
lymphotropic tipe 1, Epstein Barr, dan keadaan imunodefisiensi, misalnya yang
diakibatkan oleh HIV. Etiologi chronic lymphocytic leukemia masih belum diketahui
sementara chronic myeloid leukemia diketahui berhubungan dengan paparan benzena
dan radiasi. Radiasi dapat menyebabkan mutasi, delesi, atau translokasi DNA. Hal ini
dibuktikan dengan meningkatnya insiden leukemia akut pada kelompok yang berhasil
selamat dari bom atom dan radiografer yang terpapar radiasi tinggi.
Terjadinya leukemia juga banyak hal yang mempengaruhi diantaranya :
1. Faktor Eksogen
a. Radiasi, khususnya yang mengenai sumsum tulang, kemungkinan leukemia
meningkat pada penderita yang diobati dengan radiasi atau kemoterapi.
b. Zat kimia, seperti benzene, arsen, kloramfenikol, fenilbutazone, dan agen anti
neoplastik. Terpapar zat kimia dapat menyebabkan displasia sumsum tulang
belakang,anemia aplastik dan perubahan kromosom yang akhirnya dapat
menyebabkan leukemia.
c. Infeksi virus, pada awal tahun 1980 diisolasi virus HTLV-1 (Human T
Leukemia Virus )dari leukemia sel T manusia pada limfosit seorang penderita
limfoma kulit dan sejak itu diisolasi dari sample serum penderita leukemia sel T.
2. Faktor Endogen
a. Bersifat herediter, insiden meningkat pada beberapa penyakit herediter seperti
sindrom down mempunyai insiden leukemia akut 20 x lipat dan riwayat
leukemia dalam keluarga . insiden leukemia lebih tinggi dari saudara kandung
anak-anak yang terserang, dengan insiden yang meningkat sampai 20% pada
kembar monozigot.
b. Kelainan genetic, mutasi genetic dari gen yang mengatur sel darah yang tidak
diturunkan (Price, 2006) .

D. Tanda & Gejala


Pada awalnya, leukemia sering kali tidak menimbulkan tanda-tanda. Gejala
baru muncul ketika sel kanker sudah semakin banyak dan mulai menyerang sel tubuh.
Gejala yang muncul pun bervariasi, tergantung jenis leukemia yang diderita. Namun,
secara umum ciri-ciri penderita leukemia adalah (NHS,2019):
1. Anemia
2. Leukopenia/leukositosis, trombositopenia
3. Pucat
4. Nyeri pada tulang dan persendian
5. Kelenjar getah bening bengkak yang biasanya tidak terasa sakit
6. Demam atau keringat malam
7. Merasa lemah atau lelah
8. Mudah berdarah dan memar menyebabkan bercak kebiruan atau keunguan pada kulit
atau bintik merah kecil pada kulit atau mimisan berulang
9. Infeksi yang sering
10. Penurunan berat badan atau kehilangan nafsu makan
Jika sel leukimia telah menyusup ke otak, gejala
11. Sakit kepala
12. Kejang
13. Kehilangan kendali otot
14. Muntah

E. Faktor Resiko
Faktor risiko leukemia di antaranya adalah:
1. Paparan radiasi
2. Paparan bahan kimia tertentu seperti benzena
3. Merokok
4. Gangguan genetik tertentu seperti Down syndrom, sindrom Li-Fraumeni
5. Gangguan darah (myelodysplastic)
6. Virus leukimia sel-T manusia tipe 1 (HTLV-1) yang menyebabkan jenis leukimia
langka
7. Kemoterapi tertentu obat kanker

F. Patofisiologi
Patofisiologi utama AML adalah adanya blokade terbentuknya kematangan sel
yang menyebabkan proses diferensiasi sel-sel seri mieloid terhenti pada sel-sel muda
dengan akibat akumulasi di sumsum tulang. Akumulasi sel-sel yang tidak matang di
sumsum tulang akan menyebabkan gangguan hematopoesis normal dan pada
jumlahnya akan menyebabkan kegagalan sumsum tulang (sindrom kegagalan sumsum
tulang) yang mengalami gangguan dengan adanya sitopenia (anemia, lekopenia, dan
trombositopenia). Anemia adanya akan menyebabkan pasien mudah lelah dan pada
kasus yang lebih berat sesak nafas, adanya trombositopenia akan menyebabkan tanda-
tanda perdarahan, sedang adanya leukopenia akan menyebabkan pasien rentan
terhadap infeksi, termasuk infeksi oportunis dari flora bakteri normal yang ada di
dalam tubuh manusia. Selain itu sel-sel blast yang terbentuk juga mempunyai
kemampuan untuk keluar dari sumsum tulang dan berinfiltrasi ke organ-organ lain
seperti kulit, tulang, jaringan lunak dan sistem saraf pusat dan merusak organ-organ
tersebut dengan segala akibatnya. (Kurnianda, 2009)
Leukemia myeloid akut (AML) terjadi akibat penangkapan sel-sel sumsum
tulang yang matang pada tahap awal perkembangan. Meskipun mekanisme
penangkapan sel masih dalam penyelidikan, banyak individu dengan AML memiliki
translokasi kromosom dan kelainan genetik lain yang mengaktifkan atau
menonaktifkan gen penggerak. Henti perkembangan sel darah yang belum matang
menghasilkan dua proses penyakit yang berbeda. Pertama, proliferasi mieloblas
abnormal yang cepat, dan kemampuannya yang berkurang untuk menjalani apoptosis,
mengakibatkan penumpukannya di sumsum tulang, darah, limpa, dan hati. Kedua,
akumulasi mieloblas yang belum matang ini mencegah produksi sel darah normal,
yang menyebabkan berbagai tingkat anemia, trombositopenia, dan neutropenia.

G. Diagnosis
Menurut NCCN 2020, diagnosis penyakit leukimia dapat dilakukan dengan cara :
1. Studi gejala dan faktor resiko
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan sampel darah dan biokimia darah (Hemoglobin, Tombosit, leukosit,
WBC, SGOT/SGPT, Urea, creatinin)
4. Sampel biopsi sumsum tulang
5. Rontgen dada untuk menentukan apakah ada pembesaran kelenjar getah bening atau
penyakit lain
6. MRI
7. CT Scan

H. SOAP
1. Subjek
a. Nama : Tn. Ar
b. Jenis kelamin : Laki-laki
c. Umur : 10 tahun
d. Keluhan : Nyeri di perut bawah dan sendi, kedua kaki tidak bisa digerakan,
adanya bintik kemerahan di kulit. Pasien mengalami kejang dan sakit kepala setelah
kemoterapi.

2. Objek
a. Masuk rumah sakit tanggal 5/1/2020
b. Diagnosa : AML dengan metastasis paravertebral
c. Riwayat medis : Pasien pernah transfusi PRC 3 kantong, Tampak ada nyeri di
punggung skala 1-3, hasil BMP positif AML M2
d. Pemeriksaan fisik :
- TB/BB : 168 cm/49 kg (BMI = 17,4 → kurang ideal)
- Jantung : Sudah EP 67 % (normal > 60 %)
- TD : 110/80 (normal)
- HR : 80 (normal : 60-95)
- RR : 20 (normal : 14-22)
- Suhu : 36℃ (normal)
- Kesadaran : CM/Compos Mentis (kesadaran normal, sadar sepenuhnya)
- Pemeriksaan laboratorium :

Parameter Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3 Hari ke-4 Nilai Normal Keterangan

Hb 7,4 8,3 10 10,1 12 - 16 Rendah

Nilainya terus
AL 73,54 6,62 1,52 0,33 3,6 - 11
turun/rendah

AT 53 83 45 23 150 - 450 Rendah

AE 2,52 2,87 3,45 3,50 3,8 - 5,2 Rendah

HMT 21,7 24,1 28,2 29,3 32 - 47 Rendah

MCV 86,1 84 81,7 83,7 82 - 92 Normal

MCH 29,4 28,9 29,0 28,9 27 - 31 Normal

MCHC 34,1 34,4 35,5 34,5 32 - 36 Normal

RDW/CV 19,4 16,1 15,5 14,6 11,6 - 14,4 Tinggi

Absolut
Nilainya terus
Neutrofil 11,43 2,73 0,64 0,03 2,50 - 7
turun/rendah
Count

Hasil
Parameter Nilai Normal Keterangan
Hari-1 Hari-2 Hari-3 Hari-4

PTT 15,5 11,3 - 14,7 Tinggi

K 13,1 12,0 - 16,0 Normal

APTT 37,2 36,9 38,8 41,3 27,4 - 39,3 Tinggi

K 32,5 32,6 33,8 30,7 25 - 36 Normal


Fibrinogen 551 187 - 451 Tinggi

D-dimer 4130 7990 13220 9360 < 500 ng/mL Tinggi

Parameter Hasil Nilai Normal Keterangan

Kimia klinik

Protein total 4,7 6,6 - 8,7 g/dL Rendah

Albumin 2,7 3,2 - 5,2 g/dL Rendah

Globulin 2,0 1,5 - 3,0 g/dL Normal

SGOT 14 0 - 38 U/l Normal

SGPT 33 0 - 41 U/l Normal

Fungsi ginjal

Ureum 30 19 - 44 mg/dL Normal

Creatinin 0,58 < 1,17 mg/dL Normal

GFR 193,95 > 60 mg mL/min/1,73 m2 Normal

Elektrolit dan gas darah

Natrium 131 135 - 150 mmol/L Rendah

Kalium 3,9 3,5 - 5,3 mmo/L Rendah

Klorida 96 95 - 111 mmol/L Normal

Natrium 6,7 8,1 - 10,4 mg/dL Rendah

Magnesium 1,6 1,9 - 2,5 mg/dL Rendah

e. Regimen kemoterapi :
Hari
Nama Obat Dosis
Hari-1 Hari-2 Hari-3 Hari-4

Kemoterapi & TPN


600 60
Daunorobicin 69,75 mg IV drip mg/2 V V mg/2
jam jam
Alexan/ARA C 160 mg IV drip V V V V

ARAC 25 mg Sc V

f. Pemberian obat lain :


Nama Obat Regimen Dosis Indikasi
Dexametason 1 x 5 mg Anti-inflamasi
Antibiotik (menghambat sintesis
Meropenem 3 x 500 mg
dinding sel)
Ciprofloxacin 3 x 250 mg Antibiotik
Pengobatan jangka pendek untuk ulkus
Omeprazole 3 x 40 mg
duodenum
Fenitoin 3 x 100 mg Anti-konvulsan (pengendalian kejang)
Ondansetron 3 x 4 mg Anti-emetik
Pengobatan dan pemeliharaan ulkus
Ranitidine 25 mg
duodenum
Cefadroxil 3x2 Antibiotik
Pengobatan partial seizure dan absence
Asam valproat 3 x 250 mg
seizure
Menggantikan natrium atau klorida
NS 500 mL
yang hilang dari tubuh
PRC Mengobati anemia
Heparin Antikoagulan
Memenuhi keseimbangan asam amino
Aminofusin dengan karbohidrat, vitamin dan
elektrolit.
Menggantikan natrium atau klorida
NS 250 mL
yang hilang dari tubuh.
3. Assessment

a. Ketepatan pemilihan obat: Dosis kurang optimal pada regimen kemoterapi


b. Underdose: Alexan standarnya 200 mg/m2
c. Overdose: Daunorobicin dan Ara-C
d. Efek samping: Ada
- Daunorobicin = mual, muntah, diare
- Alexan = disfungsi hati, anemia, demam, pusing, kulit pucat, kejang, sulit berdiri
e. Interaksi obat:
- Ciprofloxacin X Dexamethason (mayor) = dapat meningkatkan bila dikombinasikan
dengan steroid seperti dexametason
- As Valproat X Meropenem (mayor) = meropenem secara signifikan dapat mengurangi
kadar asam valproat dalam darah
- Ranitidin X Fenitoin (moderat)
- Ciprofloxacin X Fenitoin (moderat) = menurunkan efek fenitoin
- Fenitoin X Dexametason (moderat) = menurukan efek dexamrtason
- Fenitoin X Omeprazole (moderat) = menurunkan kadar fenitoin
- Ciprofloxacin X Ondansentron (moderat)
- Ciprofloxacin X Omeprazole (minor)
f. Duplikasi: Omeprazole dan Ranitidin
g. Indikasi tanpa diobati: Nyeri sendi, sakit kepala, nyeri punggung
h. Pengobatan tanpa indikasi: -

4. Plan
Perawatan AML diarahkan pada 2 tujuan: (1) menghancurkan sel-sel leukemia secepat
mungkin dan mencegah munculnya klon yang resisten, dan (2) mendukung pasien
melalui periode pansitopenia yang lama sampai sumsum tulangnya mencapai remisi
hematologis dan kembali memproduksi sel hematopoietik normal.
a. Terapi Farmakologi :
Terapi secara farmakoterapi yang diberikan dalam menangani pasien AML
menggunakan obat-obatan sebagai berikut:
 Obat kemoterapi:
- Daunorubicine 60 mg/m2 dikali BSA = 90 mg/ m2 secara i.v dengan waktu pemberian 2-5
menit/hari pada hari ke 1,2 dan 3 untuk pertama.
- Cyitarabine (cytosine arabinoside) 200 mg/m2 dikali BSA = 300 mg/m2 secara i.v
- Aloxan 200 mg/m2 dikali BSA = 300 mg/m2 secara i.v
 Untuk mengatasi gejala mual dan muntah maka diberikan obat antiemetic yaitu :
- Ondansetron 8 mg 3x1
- Dexamethasone 12 mg secara i.v pada hari ke-1.
 Pemberian terapi profilaksis diberikan obat antibiotic dan antivirus yaitu :
- Ciprofloxacin 250 mg 3x1 (karena gol. Kuinon sebagai antibiotic profilaksis)
- Ribavirin 400 mg 2x1
 Untuk mengatasi kadar albumin yang rendah maka diberikan terapi obat :
- Aminofusin 500 ml
- Infus albumin dosis diberikan maksimal 2 g/kgBB per hari dengan kecepatan infus 5 ml per
menit (untuk larutan 5%) dan atau 1-2 ml/menit untuk larutan 20%
 Untuk meredakan nyeri punggunya maka diberikan obat analgetiknya
yaitu :
- Tramadol 50-100 mg 3x1 PO selama 4-6 hari
 Untuk mengatasi kadar Hb yang rendah maka diberikan terapi transfuse darah (PRC)
 Untuk mengatasi kadar Natrium yang rendah maka diberikan terapi :
- NaCl 0.9%
- NS 500 ml
 Untuk mengatasi kejang maka diberika obat anti epilepsy yaitu :
- Asam valproate 250 mg 3x1
 Untuk obat antikoagulan atau pengencer darah dapat diberikan :
- Heparin 5000 IV diberikan 5 ml secara injek bolus
Berdasarkan data Assesment diatas terdapat beberapa obat yang dihentikan atau tidak diberikan
yaitu Omeprazole, Ranitidin, Cefadroxil, Fenitoin dan Merropenem.

b. Terapi Nonfarmakologis
Untuk perawatan pada pasien AML secara terapi nonfarmakologis seperti berikut:
 BMT alogenik atau autologus setelah kemoterapi dan iradiasi: Dapat mengurangi tingkat
kekambuhan tetapi tidak selalu meningkatkan kelangsungan hidup secara keseluruhan.
 Pengobatan radiasi: Terutama untuk mengobati kloroma dan massa lain yang menekan struktur
vital dan yang dalam waktu dekat dapat menyebabkan kerusakan permanen; iradiasi
kraniospinal untuk leukemia SSP persisten.
 Dukungan transfusi: Untuk mengoreksi anemia dan trombositopenia sampai remisi tercapai
(misalnya, transfusi sel darah merah); untuk memperbaiki koagulopati (FFP).
(Guideline NCNN)

I. Monitoring
1. Monitoring efektivas obat
Untuk memastikan apakah obat yang digunakan dapat memberikan efektivitas
yang diingikan atau tidak. Dapat dilakukan dengan cara melihat ada tidaknya
perubahan dari gejala sebelumnya misalnya gejala umum (nadi, suhu, tekanan
darah), data lab (albumin, HB, WBC, Na, Ureum, Cl, Creatinin).
2. Monitoring efek samping
Selalu rutin difollow up dari sekian banyaknya obat yang diresepkan apakah ada
reaksi obat yang tidak diharapkan dalam pengobatan.

J. Konseling
1. Daunorubicin
a. Obat ini bisa menyebabkan masalah jantung yang parah seperti gagal jantung. Ini
bisa terjadi selama pengobatan atau bertahun-tahun setelah dosis terakhir Anda.
Terkadang, masalah ini tidak akan hilang atau mungkin mematikan.
Kemungkinannya bisa lebih tinggi jika Anda pernah mengalami masalah jantung
atau radiasi area dada, atau menggunakan obat lain yang dapat menyebabkan
masalah jantung.
Kemungkinannya bisa lebih tinggi jika Anda pernah mengonsumsi daunorubicin
(liposomal) atau obat lain seperti ini.
b. Tanyakan kepada dokter Anda jika Anda tidak yakin apakah ada obat Anda yang
dapat menyebabkan masalah jantung. Kemungkinan masalah jantung tergantung
pada dosis obat ini dan masalah kesehatan Anda.
c. Pada anak-anak, kemungkinan mengalami masalah jantung di kemudian hari lebih
tinggi. Masalah jantung dapat terjadi bahkan tanpa faktor risiko apa pun.
d. Hubungi dokter Anda segera jika Anda mengalami batuk, detak jantung cepat atau
lambat, detak jantung tidak normal, pembengkakan di lengan atau tungkai, sesak
napas, berat badan tiba-tiba, atau merasa sangat lelah atau lemah.
e. Obat ini bisa menurunkan kemampuan sumsum tulang Anda untuk membuat sel
darah yang dibutuhkan tubuh Anda. Hal ini dapat menyebabkan perlunya transfusi
darah dan masalah atau infeksi perdarahan yang sangat buruk dan terkadang
mematikan.
f. Beri tahu dokter Anda segera jika Anda memiliki tanda-tanda infeksi seperti demam,
menggigil, atau sakit tenggorokan; memar atau pendarahan apa pun; atau jika Anda
merasa sangat lelah atau lemah. Anda akan diawasi dengan ketat oleh dokter Anda.
g. Jika Anda menderita penyakit hati, Anda mungkin memerlukan dosis yang lebih
rendah. Bicaralah dengan dokter Anda.
h. Beberapa orang mengalami efek samping tertentu seperti sakit punggung,
kemerahan, dan sesak selama infus. Katakan kepada dokter Anda jika Anda
memiliki salah satu dari efek samping ini.
(Drugs.com)

2. Dexamethasone
a. Anda tidak boleh menggunakan deksametason jika Anda mengalami infeksi jamur di
mana pun di tubuh Anda.
b. Beri tahu dokter Anda tentang semua kondisi medis Anda, dan semua obat yang
Anda gunakan. Ada banyak penyakit lain yang dapat dipengaruhi oleh penggunaan
steroid, dan banyak obat lain yang dapat berinteraksi dengan steroid.
c. Dosis Anda dapat berubah jika Anda mengalami stres yang tidak biasa seperti
penyakit serius, demam atau infeksi, atau jika Anda menjalani operasi atau keadaan
darurat medis. Beri tahu dokter Anda tentang situasi apa pun yang memengaruhi
Anda selama perawatan.
d. Dexamethasone dapat melemahkan sistem kekebalan Anda, sehingga Anda lebih
mudah terkena infeksi atau memperburuk infeksi yang sudah atau baru saja Anda
alami. Beritahu dokter Anda tentang penyakit atau infeksi yang Anda alami dalam
beberapa minggu terakhir.
e. Hubungi dokter Anda untuk pengobatan pencegahan jika Anda terkena cacar air
atau campak. Kondisi ini bisa serius atau bahkan fatal pada orang yang
menggunakan obat steroid.
f. Semua vaksin mungkin tidak bekerja dengan baik saat Anda menggunakan steroid.
Jangan menerima vaksin "hidup" saat Anda meminum obat ini.
g. Jangan berhenti menggunakan deksametason secara tiba-tiba, atau Anda dapat
mengalami gejala penarikan yang tidak menyenangkan. Bicaralah dengan dokter
Anda tentang bagaimana menghindari gejala penarikan saat menghentikan
pengobatan.
(Drugs.com)

3. Meropenem
a. Meropenem adalah antibiotik yang melawan bakteri.
b. Meropenem digunakan untuk mengobati infeksi parah pada kulit atau perut.
Meropenem juga digunakan untuk mengobati bakteri meningitis (infeksi yang
menyebabkan peradangan pada jaringan yang menutupi otak dan sumsum tulang
belakang).
c. Meropenem juga dapat digunakan untuk tujuan yang tidak tercantum dalam panduan
pengobatan.
d. Sebelum Anda menerima meropenem, beri tahu dokter Anda jika Anda memiliki
riwayat alergi terhadap obat antibiotik apa pun.
e. Beritahu dokter Anda jika Anda pernah memiliki: cedera kepala atau tumor otak,
epilepsi atau gangguan kejang lainnya; atau penyakit ginjal (atau jika Anda
menjalani dialisis).
f. Tidak diketahui apakah obat ini akan membahayakan bayi yang belum lahir.
Beritahu dokter Anda jika Anda sedang hamil.
g. Mungkin tidak aman untuk menyusui saat menggunakan obat ini. Tanyakan kepada
dokter Anda tentang risiko apa pun.
(Drugs.com)
4. Ciprofloxacin
a. Ciprofloxacin dapat menyebabkan efek samping yang serius, termasuk masalah
tendon, kerusakan saraf, perubahan suasana hati atau perilaku yang serius, atau gula
darah rendah.
b. Berhenti menggunakan ciprofloxacin dan hubungi dokter Anda segera jika Anda
memiliki: sakit kepala, lapar, mudah tersinggung, mati rasa, kesemutan, rasa sakit
yang membakar, kebingungan, agitasi, paranoia, masalah dengan memori atau
konsentrasi, pikiran untuk bunuh diri, atau sakit mendadak atau masalah gerakan di
mana pun. sendi Anda.
c. Dalam kasus yang jarang terjadi, ciprofloxacin dapat menyebabkan kerusakan pada
aorta Anda, yang dapat menyebabkan perdarahan atau kematian yang berbahaya.
Dapatkan bantuan medis darurat jika Anda mengalami nyeri parah dan terus-
menerus di dada, perut, atau punggung.
d. Anda mungkin tidak dapat menggunakan obat ini jika Anda memiliki kelainan otot.
Beritahu dokter Anda jika Anda memiliki riwayat miastenia gravis.
e. Jangan berikan obat ini kepada anak tanpa nasihat medis.
f. Tidak diketahui apakah obat ini akan membahayakan bayi yang belum lahir.
Beritahu dokter Anda jika Anda sedang hamil.
g. Anda tidak boleh menyusui saat mengonsumsi ciprofloxacin dan selama 2 hari
setelah dosis terakhir Anda.
h. Tanyakan kepada dokter Anda tentang menyusui jika Anda minum obat ini untuk
paparan antraks.
(Drugs.com)

5. Omeprazole
a. Omeprazole bukan untuk meredakan gejala mu dengan segera.
b. Sakit maag sering kali disalah artikan sebagai gejala pertama serangan jantung. Cari
bantuan medis darurat jika Anda mengalami nyeri dada atau perasaan berat, nyeri
menyebar ke lengan atau bahu, mual, berkeringat, dan perasaan tidak enak badan
secara umum.
c. Omeprazole dapat menyebabkan masalah ginjal. Katakan kepada dokter Anda jika
Anda buang air kecil lebih sedikit dari biasanya, atau jika Anda memiliki darah
dalam urin Anda.
d. Diare mungkin merupakan tanda infeksi baru. Hubungi dokter Anda jika Anda
mengalami diare yang encer atau ada darah di dalamnya.
e. Omeprazole dapat menyebabkan gejala lupus baru atau yang memburuk. Beri tahu
dokter Anda jika Anda mengalami nyeri sendi dan ruam kulit di pipi atau lengan
Anda yang memburuk di bawah sinar matahari.
f. Anda mungkin lebih mungkin mengalami patah tulang saat mengonsumsi
omeprazole dalam jangka panjang atau lebih dari sekali sehari.
g. Prilosec OTC (over-the-counter) harus diminum tidak lebih dari 14 hari berturut-
turut. Biarkan setidaknya 4 bulan berlalu sebelum Anda memulai perawatan 14
hari lagi.
(Drugs.com)

6. Fenitoin
a. Anda tidak boleh menggunakan fenitoin jika Anda juga menggunakan delavirdine
(Rescriptor), atau jika Anda alergi terhadap etotoin (Peganone), fosphenytoin
(Cerebyx), atau mephenytoin (Mesantoin). Jika Anda sedang hamil, JANGAN
MULAI MENGAMBIL obat ini kecuali jika dokter Anda menyuruh Anda. Fenitoin
dapat membahayakan bayi yang belum lahir, tetapi kejang selama kehamilan dapat
membahayakan ibu dan bayinya. Jika Anda hamil saat minum obat ini, JANGAN
BERHENTI MENGAMBIL obat tanpa nasihat dokter Anda. Kontrol kejang sangat
penting selama kehamilan dan manfaat mencegah kejang mungkin lebih besar
daripada risiko yang ditimbulkan dengan menggunakan fenitoin.
b. Laporkan gejala baru atau yang memburuk kepada dokter Anda, seperti: perubahan
suasana hati atau perilaku, depresi, kecemasan, atau jika Anda merasa gelisah,
bermusuhan, gelisah, hiperaktif (mental atau fisik), atau berpikir untuk bunuh diri
atau menyakiti diri sendiri.
c. Beberapa orang memiliki pemikiran tentang bunuh diri saat minum obat ini. Dokter
Anda perlu memeriksa kemajuan Anda pada kunjungan rutin. Keluarga Anda atau
pengasuh lainnya juga harus waspada terhadap perubahan suasana hati atau gejala
Anda.
d. Kontrol kejang sangat penting selama kehamilan. Jangan memulai atau berhenti
mengonsumsi fenitoin tanpa nasihat dokter Anda jika Anda sedang hamil. Fenitoin
dapat membahayakan bayi yang belum lahir, tetapi kejang selama kehamilan dapat
membahayakan ibu dan bayi. Beri tahu dokter Anda segera jika Anda hamil saat
minum obat ini.
e. Jika Anda hamil, nama Anda mungkin terdaftar di daftar kehamilan untuk melacak
efek fenitoin pada bayi.
f. Jika Anda telah minum obat ini selama kehamilan, pastikan untuk memberi tahu
dokter yang melahirkan bayi Anda tentang penggunaan fenitoin Anda. Baik Anda
dan bayi mungkin perlu menerima obat untuk mencegah pendarahan berlebihan
selama persalinan dan setelah lahir.
g. Fenitoin dapat membuat pil KB menjadi kurang efektif. Tanyakan kepada dokter
Anda tentang penggunaan kontrasepsi non-hormonal (kondom, diafragma dengan
spermisida) untuk mencegah kehamilan.
h. Mungkin tidak aman untuk menyusui saat menggunakan obat ini. Tanyakan kepada
dokter Anda tentang risiko apa pun.
(Drugs.com)

7. Ondansentron
a. Ondansetron memblokir tindakan bahan kimia dalam tubuh yang dapat memicu
mual dan muntah.
b. Ondansetron digunakan untuk mencegah mual dan muntah yang mungkin
disebabkan oleh pembedahan, kemoterapi kanker, atau pengobatan radiasi.
c. Ondansetron dapat digunakan untuk tujuan yang tidak tercantum dalam panduan
pengobatan.
d. Anda tidak boleh menggunakan ondansetron jika Anda juga menggunakan
apomorphine (Apokyn).
e. Anda tidak boleh menggunakan ondansetron jika Anda alergi terhadapnya atau obat
serupa seperti dolasetron (Anzemet), granisetron (Kytril), atau palonosetron (Aloxi).
f. Sebelum mengambil ondansetron, beri tahu dokter Anda jika Anda memiliki
penyakit hati, atau riwayat pribadi atau keluarga sindrom QT panjang.
g. Tablet yang hancur secara oral Ondansetron mungkin mengandung fenilalanin.
Katakan kepada dokter Anda jika Anda menderita fenilketonuria (PKU).
h. Efek samping yang serius dari ondansetron termasuk penglihatan kabur atau
kehilangan penglihatan sementara (berlangsung dari hanya beberapa menit sampai
beberapa jam), detak jantung yang lambat, kesulitan bernapas, kecemasan, agitasi,
menggigil, perasaan seperti Anda akan pingsan, dan buang air kecil kurang dari
biasanya atau tidak semuanya. Berhenti minum obat ini dan hubungi dokter Anda
segera jika Anda memiliki salah satu efek samping ini. Ondansetron dapat
mengganggu pemikiran atau reaksi Anda. Berhati-hatilah jika Anda mengemudi atau
melakukan sesuatu yang mengharuskan Anda waspada.
(Drugs.com)

8. Ranitidine
a. Ranitidine telah digunakan untuk mengobati dan mencegah tukak di lambung dan
usus. Itu juga digunakan untuk mengobati kondisi di mana perut menghasilkan
terlalu banyak asam, seperti sindrom Zollinger-Ellison.
b. Ranitidine juga digunakan untuk mengobati penyakit gastroesophageal reflux
(GERD) dan kondisi lain di mana asam naik dari lambung ke kerongkongan,
menyebabkan mulas.
c. Pengotor penyebab kanker yang ditemukan di banyak obat ranitidin dapat meningkat
ke tingkat yang tidak dapat diterima dari waktu ke waktu dan ketika ranitidin
disimpan pada suhu tinggi. Akibatnya, FDA telah meminta semua pembuat ranitidin
untuk menarik obat ini dari pasaran di Amerika Serikat.
d. Ranitidine telah ditarik dari pasar di Amerika Serikat. Beberapa isi selebaran ini
disimpan untuk tujuan sejarah saja.
e. Menggunakan ranitidine dapat meningkatkan risiko terkena pneumonia. Gejala
pneumonia termasuk nyeri dada, demam, sesak napas, dan batuk lendir berwarna
hijau atau kuning. Bicarakan dengan dokter Anda tentang risiko spesifik Anda
terkena pneumonia.
f. Jangan gunakan obat ini jika Anda alergi terhadap ranitidine.
g. Tanyakan kepada dokter atau apoteker apakah aman untuk minum obat ini jika Anda
menderita penyakit ginjal, penyakit hati, atau porfiria.
h. Sakit maag sering kali disalahartikan sebagai gejala awal serangan jantung. Cari
pertolongan medis darurat jika Anda mengalami nyeri dada atau rasa berat, nyeri
menyebar ke lengan atau bahu, mual, berkeringat, dan perasaan tidak enak badan
secara umum.
i. Butiran ranitidin dan tablet effervescent harus dilarutkan dalam air sebelum Anda
meminumnya. Dokter Anda mungkin merekomendasikan antasid untuk membantu
menghilangkan rasa sakit. Ikuti petunjuk dokter Anda dengan hati-hati tentang jenis
antasida yang akan digunakan, dan kapan harus menggunakannya. Hindari minum
alkohol. Itu bisa meningkatkan risiko kerusakan perut Anda. Mungkin diperlukan
waktu hingga 8 minggu menggunakan obat ini sebelum maag Anda sembuh. Untuk
hasil terbaik, tetap gunakan obat sesuai petunjuk. Bicarakan dengan dokter Anda jika
gejala Anda tidak membaik setelah 6 minggu pengobatan.
(Drugs.com)

9. Cefadroxil
a. Anda tidak boleh mengonsumsi cefadroxil jika Anda alergi terhadap cefadroxil atau
antibiotik sefalosporin lainnya.
b. Beritahu dokter Anda jika Anda pernah memiliki: alergi terhadap obat apa pun
(terutama penisilin); masalah usus, seperti kolitis; atau penyakit ginjal.
c. Cairan cefadroxil mengandung sukrosa. Bicaralah dengan dokter Anda sebelum
menggunakan bentuk cefadroxil ini jika Anda menderita diabetes.
d. Katakan kepada dokter Anda jika Anda sedang hamil atau menyusui.
(Drugs.com)

10. Asam valproate


a. Asam valproat digunakan untuk mengobati berbagai jenis gangguan kejang. Asam
valproat kadang-kadang digunakan bersama dengan obat kejang lainnya.
b. Asam valproat juga digunakan untuk mengobati episode manik yang berhubungan
dengan gangguan bipolar (depresi manik), dan untuk mencegah sakit kepala migrain.
c. Asam valproat juga dapat digunakan untuk tujuan yang tidak tercantum dalam
panduan pengobatan.
d. Asam valproat dapat menyebabkan gagal hati yang dapat berakibat fatal, terutama
pada anak di bawah usia 2 tahun dan pada orang dengan masalah hati yang
disebabkan oleh kelainan genetik tertentu.
e. Anda tidak boleh menggunakan asam valproik jika Anda menderita penyakit hati,
gangguan siklus urea, atau kelainan genetik seperti penyakit Alpers atau sindrom
Alpers-Huttenlocher.
f. Jangan memulai atau berhenti mengonsumsi asam valproik selama kehamilan tanpa
nasihat dokter Anda. Obat ini bisa membahayakan bayi yang belum lahir atau
menyebabkan cacat lahir, tapi kejang selama kehamilan bisa membahayakan ibu dan
bayi.
g. Jangan gunakan asam valproik untuk mencegah sakit kepala migrain jika Anda
sedang hamil.
h. Hubungi dokter Anda segera jika orang yang minum obat ini memiliki tanda-tanda
masalah hati atau pankreas, seperti: kehilangan nafsu makan, sakit perut bagian atas
(yang bisa menyebar ke punggung), mual atau muntah yang terus-menerus, urin
berwarna gelap, bengkak di wajah. , atau penyakit kuning (menguningnya kulit atau
mata).
i. Jangan berhenti menggunakan asam valproat tanpa nasihat dokter Anda. Berhenti
tiba-tiba dapat menyebabkan kejang yang serius dan mengancam jiwa.
(Drugs.com)

11. Heparin
a. Heparin adalah antikoagulan (pengencer darah) yang mencegah pembentukan
gumpalan darah.
b. Heparin digunakan untuk mengobati dan mencegah pembekuan darah yang
disebabkan oleh kondisi medis atau prosedur medis tertentu. Ini juga digunakan
sebelum operasi untuk mengurangi risiko pembekuan darah.
c. Jangan gunakan injeksi heparin untuk membersihkan (membersihkan) kateter
intravena (IV). Produk terpisah tersedia untuk digunakan sebagai pembilas kunci
kateter. Menggunakan jenis heparin yang salah untuk membersihkan kateter dapat
menyebabkan perdarahan yang fatal.
d. Jangan gunakan injeksi heparin untuk membersihkan (membersihkan) kateter
intravena (IV), atau pendarahan yang fatal dapat terjadi. Produk terpisah tersedia
untuk digunakan sebagai pembilas kunci kateter.
e. Anda tidak boleh menggunakan heparin jika Anda mengalami perdarahan yang tidak
terkontrol atau kekurangan platelet dalam darah Anda. Jangan gunakan obat ini jika
Anda pernah didiagnosis dengan "trombositopenia yang diinduksi heparin," atau
trombosit rendah yang disebabkan oleh heparin atau pentosan polisulfat.
f. Heparin meningkatkan risiko pendarahan, yang bisa parah atau mengancam nyawa.
Anda perlu sering melakukan tes untuk mengukur waktu pembekuan darah Anda.
g. Hubungi dokter Anda atau cari pertolongan medis darurat jika Anda mengalami
pendarahan atau memar yang tidak biasa, sakit perut atau punggung yang parah,
kelelahan yang tidak biasa, mimisan, darah dalam urin atau tinja Anda, batuk darah,
atau pendarahan yang tidak kunjung berhenti.
h. Heparin dapat menyebabkan Anda mengalami episode pendarahan saat Anda
menggunakannya dan selama beberapa minggu setelah Anda berhenti.
i. Jangan gunakan injeksi heparin untuk membersihkan (membersihkan) kateter
intravena (IV), atau pendarahan yang fatal dapat terjadi. Produk terpisah tersedia
untuk digunakan sebagai pembilas kunci kateter.
(Drugs.com)
DAFTAR PUSTAKA

Andersen MK, Larson RA, Mauritzson N, et al. Balanced chromosome abnormalities inv(16)
and t(15;17) in therapy-related myelodysplastic syndromes and acute leukemia: report
from an international workshop. Genes Chromosomes Cancer. 2002;33(4):395-400.
Haleema Saeed, et al, Pediatric Nasopharingeal Carcinoma: A Review of Cases at one Center
in Pakistan, Asian Pacific Journal of Cancer, 10, 917-20. 2006.
Https://emedicine.medscape.com/article/7
Johan Kurnianda (2009). Leukimia Mieloblastik Akut. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B,
Alwi I, Simadibrata M, Setiati S (eds). Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid II. Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, hal: 1234-1240
Metayer, et al. (2016). Childhood Leukemia: A Preventable Disease. Pediatrics, 138(Suppl
1), pp. S45-S55.
National Institute of Health (2019). National Cancer Institute. White Blood Cell.
NCCN Clinical Practice Guidlines in Oncology (NCCN Guidlines) : Acute Myeloid Leukemia.
National Comprehensive Cancer Network. 2020.
Pyung Kil Kim, et al, Clinical Studies of Abdominal Tumor in Infants and Children, Yonsei
Medical Journal Vol 11 No.2, 1970
Stiller CA, Draper GJ. The epidemiology of Cancer in Children. Dolam : Voute PA, Kalija C.
Barrett A, Author. Cancer in children : Clinical management. Edisi ke-4. Oxford 1999.
H 1-20
Terwilliger, T. & Abdul-Hay, M. (2017). Acute Lymphoblastic Leukemia: A Comprehensive
Review and 2017 Update. Blood Cancer Journal, 7(6), pp. e577.

Anda mungkin juga menyukai