Anda di halaman 1dari 8

Nama : Suci Wulandari

NIM : 20204120004
Tugas : Biokimia Lanjutan

1. Perbedaan Sel Eukariot dan Sel Prokariot

Sel Prokariot

Sel Eukariot

2. Penyakit yang disebabkan oleh kelainan kromosom


Penyakit kromosom pada manusia pada dasarnya dibagi menjadi dua yakni penyakit
kromosom tubuh (autosom) dan penyakit kromosom kelamin / seks (gonosom). Dalam
penjelasan kali ini, kelainan kromosom akan dijelaskan mengenai penyakit kelainan
kromosom 1; penyakit kelainan kromosom 2; penyakit kelainan kromosom 3; penyakit
kelainan kromosom 5; penyakit kelainan kromosom 6; penyakit kelainan kromosom 7;
penyakit kelainan kromosom 8; penyakit kelainan kromosom 9; penyakit kelainan
kromosom 10; penyakit kelainan kromosom 14; penyakit kelainan kromosom 15;
penyakit kelainan kromosom 20; penyakit kelainan kromosom 21; serta penyakit
kelainan kromosom X dan Y.

Kromosom 1 : Hipofosfatasia

Hipofasfatasia adalah kerusakan genetis pada proses mineralisasi kerangka yang


diwariskan dalam bentuk alel resesif yang bisa menyebabkan gejala perubahan bentuk
formasi tulang dan terlalu cepat gigi susu lepas pada anak-anak (Gambar 1).
Hipofosfatasia dapat dijumpai di seluruh dunia, akan tetapi yang paling banyak terjadi
adalah keturunan dari keluarga sekte Kristen Protestan Mennonit yang sering melakukan
perkawinan sedarah di Manitoba, Kanada. Penyakit tersebut belum ada penobatan
medisnya. Penyebabnya adalah gen resesif homozigot di dalam kromosom 1.

Kromosom 2 : Pubertas Dini


Merupakan adanya alel dominan yang menyebabkan pubertas dini pada anak laki-laki
yang menyebabkan peningkatan produksi testosteron dini. Sebagai akibatnya anak laki-
laki yang memiliki kelainan tersebut menunjukkan ciri-ciri pubertas pada usia 4 tahun.

Kromosom 3 : Apnea Pasca-Pembiusan


Penyakit ini disebabkan adanya mutasi resesif yang disebabkan oleh subtitusi satu
nukleotida sehingga menyebabkan perubahan pada transmisi denyut saraf sebagai respon
atas ransangan kimiawi tertentu. Pada kasus individu homozigot bisa mengalamai
berhentinya pernafasan secara berkepanjanan apabila dibius dengan relaksan otot.

Kromosom 5 : Sindrom Cri-du-chat


Sidrom cri du chat adalah bayi yang penderitanya mengeluarkan suara “jeritan kucing”
(cri-du-chat) yang memilukan, sindrom tersebut merupakan kelainan genetis yang cukup
sering ditemukan kasusnya, yakni 1 dalam 50.000. Sindrom ini merupakan akibat dari
adanya delesi bagian kromosom. Kondisi ini juga disebut penyakit aberasi kromosom.
Ciri-ciri sindrom cri-du-chat adalah penderita dengan konndisi retardasi mental serta
mempunyai lipatan mata yang menonjol, ukuran wajah kecil, dan batang hidung mencuat
(Gambar 2). Komplikasi medis seringkali mengakibatkan kematian semasa bayi atau usia
awal kanak-kanak. Sindrom ini digambarkan kali pertama oleh Lejeune dkk (1963).

Kromosom 6 : Penyakit Salla


Penyakit Salla adalah kelainan pada kemampuan tubuh untuk memproses dan menyimpan
asam sialat. Ciri-ciri penyakit ini adalah gejala kelemasan otot dan gerakan yang tak
terkoordinasi sejak usia 6-9 bulan. Sekitar sepertiga kelainan geneis ini tidak bisa berjalan
serta kehilangan kemampuan untuk mengucapkan kata, meskipun masih bisa
memahaminya. Penderita yang tumbuh menjadi dewasa mengalami kondisi retardasi
pertumbuhan dan fungsi mental dengan IQ yang berkisar antara 20 – 40. Rentang usia
penderita menjadi berkurang, sampai saat ini masih hanya diketahui satu pasien yang
telah mencapai usia 72 tahun.

Kromosom 7 : Cystic Fibrosis (CF)


Cystic fibrosis adalah salah satu kelainan dari penyakit ini adalah berlebihnya keringat
yang berkaitan dengan alel resesif autosom dalam populasi kulit putih. Produksi lendir
amat kental yang terkadang membahayakan pada penderitanya serta dapat menyumbat
organ paru-paru pada anak-anak. Gen dari CF ini memiliki 230.000 pasang nukleotida
yang terletak di lengan panjang kromosom nomor 7. Ketika terjadi delesi 1 nukleotida
maka dapat menyebabkan produk proteinnya kekurangan satu fenil alanin pada sekuens
atau urutan nomor 508 yang merupakan sumber penyebab sekitar 70% kromosom CF
mutan di seluruh dunia. Saat ini, sudah dikenali lebih dari 500 macam urutan gen tersebut
paling tidak 350 diantaranya diduga juga menyebabkan penyakit ini.

Kromosom 8 : Retinitis Pigmentosa


Retinitis pigmentosa adalah penyakit genetis yang memiliki ciri pada degenerasi retina
matanya. Penyakit tersebut merupakan indikasi yang awalnya adalah mengalami susah
melihat dengan jelas pada kondisi kurang cahaya yang berlanjut sampai dengan semakin
menyempitnya jarak pandang hingga pada akhirnya menjadi buta di usia yang masih paru
baya. Retinitis pigmentosa adalah salah satu contoh kasus bahwa kerusakan pada gen
yang bisa menyebabkan gejala klinis yang kejadiannya bisa sama. Biasanya tiap gen
tersebut saling berkaitan dengan jalur biokimia atau perkembangan yang sama. Gen yang
menjadi penyebab beragamnya kasus retinitis pigmentosa sudah dipetakan pada
kromosom di nomor 3, 6, 7, 8, 11, 14, 16, dan X.
Kelainan genetis yang lain yakni ditemukan penyakit di kromosom 8 yang
mengakibatkan penuaan dan kematian dini yang biasanya pada usia 50 tahun. Gen
tersebut bertanggung jawab atas penyakit sindrom Werner yang mensintesis helikase
DNA mengalami kerusakan. Dalam bentuk normal, gen tersebut bertugas untuk
memperbaiki kerusakan DNA. Kondisi mutasi dapat menyebabkan terjadinya sindrom
Werner yang berdampak besar antara lain: pasien yang berusia 30-an menunjukkan gejala
gejala dengan ciri usia lanjut, seperti mata katarak, tulang yang osteoporosis serta
penyakit jantung.

Kromosom 9 : Xeroderma Pigmentosum


Xeroderma pigmentosum adalah penyakit yang lokasinya terletak di dekat ujung lengan
panjang kromosom nomor 9. Penderitanya mengalami kepekaan terhadap cahaya
matahari seperti kulit raanya mudah terbakar serta sangat rentan terhadap penyakit kanker
kulit. Usia rata-rata terjadinya penyakit dengan gejala klinis neoplasma kulit sekitar 8
tahun. Penyakit ini merupakan kerusakan genetis pada kemampuan sel untuk
memperbaiki kondisi kerusakan DNA akibat terpaparnya sinar ultra violet.
Kromosom 10: Porfiria
Kelainan metabolisme porfiria / porfirin adalah kondisi yang melibatkan proses mutasi
pada salah satu diantara beberapa gen, yakni gen-gen yang berkaitan dengan adanya
kemampuan tubuh untuk memproduksi hemoglobin. Berbagai bentuk penyakit porfiria
dengan kondisi tingkat keparahan gejala yang berbeda-beda, akan tetapi semuanya
cenderung berkaitan dengan kondisi anemia, insomnia, gangguan kesadaran serta rasa
sakit yang sulit diobati.

Kromosom 14 : Penyakit Alzaheimer


Alzaheimer adalah penyakit demensia progresif yang pada umum terjadi pada orang usia
lanjut dengan ditandai adanya penumpukan plak amoloid (semacam pati) di dalam otak.
Hanya 10 sampai 20 persen kasus penyakit Alzheimer yang secara jelas terbukti adalah
penyakit genetis, namun karena penyakit Alzheimer biasanya muncul pada lanjut usia,
kemungkinan banyak kasus Alzhaimer akibat genetis banyak yang terlewatkan dari
perhatian. Mutasi yang terjadi di dalam beberapa gen penyandi protein, terutama satu gen
yang menyandi protein prekursor amiloid pada kromosom 21 telah diketahui memiliki
peran dalam proses Alzhaimer. Salah satu bentuk penyakit Alzhaimer yang berkaitan
dengan kromosom noor 14 berawal lebih dini dan seringkali sebelum usia 60 tahun. Gen-
gen yang lain juga menimbulkan penyakit Alzhaimer secara genetis juga di kromosom 1
dan 19, serta DNA mitokondria.

Kromosom 15 : Sindrom Marfan


Sindrom Marfan adalah penyakit yang ditemukan pertama pada tahun 1896 pada gadis
kecil berusia 5 tahun dengan ciri-ciri memiliki anggota tubuh terlalu panjang, jari-jari
seperti laba-laba, tubuhnya tinggi, tulang punggungnyaa melengkung, dan terjadi
pemendekan sendi jari dan lutut (Gambar 3). Kondisi yang lain yakni lensa mata tidak
stabil, gangguan pada paru-paru dan rentan dengan penyakit hernia. Kasus sindrom
Marfan terjadi 1 diantara 10.000 orang. 15 hingga 30 persen diantaranya merupakan hasil
mutasi baru. Penelitian molekular menemukan bahwa sumber sindrom ini adalah alel
mutan gen fibrillin yang terletak di bagian tengah kromosom 15.

Kromosom 20 : Insomnia Fatal


Kasus ini berawal dari laporan tentang seorang paru baya dengan gangguan sfinkter (otot
yang bebentuk cincin yang bisa membuka dan menutup, contoh pada anus) serta insomnia
berat. Selama kurun 9 bulan berikutnya gejala tersbut berkembang menjadi kondisi
pikiran yang mengawang, tremor koma, bahkan kematian. Penelitian selanjutnya
menunjukan bahwa banyak anggota keluarga pasien dalam tiga generasi mengalami
gejala yang sama. Setelah ditelusuri, insomnia fatal ini diketahui sebagai kelainan pada
thalamus di bagian depan otak. Gen yang bertanggung jawab terletak pada kromosom 20
yang menyandi protein prion yang fungsinya belum jelas serta terlibat dengan beberapa
penyakit lainya pada thalamus.
Kromosom 21 : Sindrom Down
Sindrom Down (Down Syndrome) adalah cacat genetis ini melibatkan kelainan besar pada
kromosom, dimana pasien memiliki tiga duplikat atau kelebihan kromosom 21, dimana
pada kondisi normal hanya memiliki sepasang. Kondisi penyakit ini merupakan yang
pertama untuk beberapa hal seperti kelainan kromosom yang pertama yang diketahui
secara klinis; kelainan manusia pertama yang terbukti berasal dari kromosom utuh; dan
memiliki frekuensi tertinggi dalam menyebabkan berbagai kondisi retardasi mental (1
diantara 700 kelainan hidup). Ciri fisik maupun fisiologis dari penderita Down
Syndrome yakni bentuk tengkorak wajah yang khas serta kelainan neurologis terutama
berasal dari ketidakseimbangan metabolisme sebagai akibat berlebihnya duplikat gen dan
produk proteinya. Langkah awal untuk diagnosis pra kelahiran yakni melalui
amniosentesis atau pemindahan serum sudah tersedia.

Kromosom X
Kromosom X adalah sumber dari banyaknya penyakit genetik. Pada kelainan resesif,
konsekuensi buruknya lebih banyak terjadi pada laki-laki daripada perempuan. Kelainan
genetik dari penyakit bawaan kromosom X yakni memiliki penyebaran yang khas yaitu
silsilah keluarga. Contoh penyakit kromosom X yakni kekeliruan metabolisme bawaan
yaitu sindrom Lesch-Nyhan. Sindrom Lesch-Nyhan adalah salah satu penyakit genetik
yang paling menakutkan. Penyakit yang bersifat resesif ini ditandai dengan disfungsi
saraf yang dapat menimbulkan dorongam untuk muntah dan mutilasi diri. Anak-anak
yang pengidap yang selalu laki-laki sering memperlihatkan dorongan obsesif dan hasrat
tak yang terkendali untuk menyakiti dirinya. Contohnya seperti menggigit bibir dan jari,
menyiram diri dengan air panas, serta menikam wajah dan mata dengan benda tajam.
Meskipun anak-anak tersebut memiliki keterbelakangan mental, namun anak-anak
tersebut memiliki pandangan yang terang dan normal serta bisa merasakan sakit.

Kromosom Y
Dampak yang paling mendasar dari kromosom ini adalah penentuan jenis kelamin itu
sendiri. Gen yang bertanggung jawab (awalnya dinamakan faktor penentu testis / testis-
determining factor, TDF) belakangan ini diidentifikasi dan diketahui berada di ujung
kromosom Y. Sebenarnya, TDF mengawali rentetan peristiwa dalam perkembangan
embrio yang berpuncak pada terjadinya individu laki-laki. Faktor lingkungan atau genetis
apapun yang menghalangi diferensiasi testis bisa menggagalkan terjadinya laki-laki,
kembali ke keadaan awal yakni perempuan.

Satu kelompok kerusakan genetis pada Y, disgenesis gonad XY, terjadi pada daerah gen
TDF itu sendiri. Pasien penderita menunjukkan berbagai tingkat ambiguitas seksual,
yang berkisar dari fenotip laki-laki dengan mikroppenis hingga fenotip perempuan yang
sepenuhnya tak memiliki gonad laki-laki dan beragam tingkat perkembangan rahim dan
organ reproduktif eksternal perempuan.
Gen TDF menarik perhatian karena gen tersebut berperan pada bentuk anomali
kromosom seks lainnya. Studi sitogenetika tahap awal telah mengungkap kasus-kasus
langka, fenotipe laki-laki memiliki kromosom XX seperti yang normalnya dimiliki
perempuan. Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa laki-laki XX sebenarnya punya
bagian-bagian kromosom Y yang pindah ke lengan pendek salah satu kromosom X-nya
(kemungkinan melalui peristiwa meiosis abnormal saat sang ayah memproduksi sperma).
Pengamatan pada banyak kasus semacam itu, mengarah pada identifikasi pemindahan
kromosom terkecil yang menghasilkan kondisi laki-laki dngan kromosom XX.
Pemindahan itu mencakup ujung kromosom Y. Individu XX yang punya bagian
kromosom Y lainnya, fenotipnya tetap perempuan.
Perempuan yang cuma punya satu kromosom X (genotip XO) mengalami sindrom
turner. Sindrom turner adalah kondisi kelaiann genetis dengan gejalanya anatara lain
perawakannya pendek, indung telur rusak, leher bergelambir, pembengkakan tangan dan
kaki, serta penyempitan aorta. Sindrom turner terjadi pada sekitar 1-2% kehamilan yang
diketahui secara klinis, tapi 99% janin dengan kondisi sindrom turner meninggal sebelum
dilahirkan (menjadikan sindrom turner sebagai anomali kromosom yang paling umum
dilaporkan pada kasus aborsin spontan). Dalam populasi umum, sidrom turner terjadi
pada sekitar satu per 5.000 kelahiran bayi perempuan hidup. Trisomi X (genotip XXX)
bahkan juga sering terjadi yakni sekitar satu per 1.000 kelahiran bayi hidup. Gejala
klinisnya antara lain terlihat ringan, tetapi sering mengalami kesulitan belajar bahkan
mengalami kemandulan parsial.

Beberapa kelainan konfigurasi kromososm seks menghasilkan individu dengan fenotip


laki-laki. Contohnya adalah kondisi genotip XXY (sindrom klinefelter) dan XYY, yang
keduanya terjadi pada satu dari sekitar 1.000 kelahiran bayi laki-laki hidup. Pada pasien
dengan genotip XXY memiliki berperawakan jangkung, kurus dan biasanya mandul.
Sindrom XYY memiliki sedikit efek dan biasanya tidak terdeteksi. Hermafroditisme
sejati, ketika testis dan indung telur sama-sama berkembang, juga dikenal pada manusia.
Salah satu rute genetis menuju hermafroditisme adalah khimerisme XX / XY, dimana
pembuahan ganda mengakibatkan pencampuran sel janin XX dan XY. Individu yang
terjadi sebenarnya embrio rangkap yang terdiri dari dua tipe sel, salah satunya secara
genetika adalah laki-laki dan lainya perempuan.

3. Metode isolasi DNA pada tanaman, darah, dan bakteri


a. Metode isolasi DNA pada tanaman
Isolasi DNA adalah memisahkan DNA kromosom atau DNA genom dari komponen-
komponen sel lain. Sumber DNA bisa dari tanaman, kultur mikroorganise, atau sel
manusia. Membran sel dilisis dengan menambahkan detergen untuk membebaskan
isinya, kemudian pada ekstrak sel tersebut ditambahkan protease (yang berfungsi
mendegradasi protein) dan RNase (yang berfungsi untuk mendegradasi RNA),
sehingga yang tinggal adalah DNA. Selanjutnya ekstrak tersebut dipanaskan sampai
suhu 90oC untuk menginaktifasi enzim yang mendegradasi DNA (DNase). Larutan
DNA kemudian di presipitasi dengan etanol dan bisa dilarutkan lagi dengan air
Terdapat berbagai macam metode isolasi DNA tanaman. Metode-metode tersebut
menggunakan CTAB dan SDS dalam ekstraksi DNA. Beberapa metode isolasi DNA
juga menggunakan nitrogen cair pada tahap awal ekstraksi untuk menghasilkan
kualitas DNA terbaik. Protokol Doyle & Doyle (1999) sering digunakan
untukekstraksi DNA tanaman. Selain itu, terdapat protokol laindalam ekstraksi DNA,
yaitu Dellaporta et al. (1983), Jobes et al. (1995), Zheng et al. (1995) serta masih
banyak metode lainnya. Namun, tidak semua protokol tersebut cocok untuk semua
jenis tanaman. CTAB merupakan sejenis deterjen yang dapat mendegradasi dinding
sel, denaturasi protein, memisahkan karbohidrat merusak membran sel dan
melarutkan DNA Apabila dinding sel terdegradasi maka semua isi sel dapat keluar
termasuk DNA dan dilepaskan ke dalam buffer ekstraksi. penambahan buffer TE.
Buffer TE berfungsi untuk melarutkan DNA yang dihasilkan dan menjaga DNA agar
tidak mudah rusak. Dalam buffer TE mengandung EDTA yang berfungsi sebagai
senyawa pengkelat yang mengikat ion Magnesium, yaitu kofaktor yang diperlukan
untuk altivtas berbagai enzim nuclease. Isolasi DNA atau ekstraksi DNA tanaman
secara umum melalui 3 tahap yaitu pemecahan sel, keluarnya DNA dari nukleus, dan
presipitasi DNA. Metode mengisolasi DNA dari tanaman berbagai macam,namun 3
faktor utama yang harus dipenuhi yaitu cara dalam menghomogenkan jaringan
tanamn khusus dinding sel. Komposisis lar buffer yang ditambahkan dan
penghilangan debrish

b. Metode isolasi DNA pada Bakteri


Proses ektraksi pada dasarnya adalah untuk membebaskan DNA dari massa sel dan
komponen-komponen lain di dalam sel. Umumnya ekstraksi untuk mengisolasi DNA
bakteri dilakukan melalui beberapa tahapan seperti mengisolasi bakteri dari organ
terinfeksi, menumbuhkan pada media agar, pemurnian isolat dan terakhir dilakukan
isolasi DNA. Proses tersebut menyebabkan identifikasi agen penyakit tersebut
membutuhkan waktu 2-3 hari sebelum dilakukan proses PCR. Sedangkan isolasi
DNA bakteri langsung dari organ yang terinfeksi dapat mempersingkat waktu
diagnosa agen penyakit tersebut. Namun diperlukan metode isolasi DNA bakteri yang
baik dan tepat, karena sensitivitas PCR sangat dipengaruhi metode ekstraksi DNA

c. Metode isolasi DNA pada Darah


Isolasi DNA dari darah dilakukan dengan melisiskan sel darah merah yang tidak
mengandung DNA genom agar dapat dipisahkan dari sel darah putih. Sel-sel darah
putih yang sudah dipisahkan kemudian dilisiskan dengan bantuan bahan pengawet
DNA yaitu, deterjen anionik yang dapat melarutkan komponen selular. Bahan
pengawet DNA juga dapat mengurangi aktivitas DNase yang terdapat di dalam sel.
Bila perlu dapat ditambahkan RNase untuk menyingkirkan kontaminasi RNA.
Selanjutnya dengan presipitasi garam, DNA genom dipisahkan dari protein plasma
dan inti. Akhirnya DNA genom diisolasi dengan presipitasi menggunakan alkohol dan
pelarutan kembali endapan yang terbentuk dari larutan dapar yang mengandung suatu
bahan pengawet DNA. Disamping menggunakan sampel darah segar utuh, isolasi
DNA juga dapat dilakukan hanya terhadap sel darah putih. Sampel darah WB yang
masih segar langsung dipisahkan menjadi serum, sel darah merah, dan sel darah putih
(di lapisan buffy coat) dengan teknik sentrifugasi. Buffy coat adalah konsentrat DNA
yang terkandung dalam sel darah putih. Setelah disentrifugasi, sampel darah total
akan terbagi menjadi tiga lapisan, yaitu lapisan paling atas merupakan serum, lapisan
tengah berwarna putih tipis adalah sel darah putih (buffy coat) dan lapisan bawah
adalah sel darah merah. Masing-masing buffy coat yang telah diperoleh kemudian
ditambahkan PBS hingga volume mencapai 200µl, kemudian sampel disimpan pada
suhu -80°C. Keuntungan penyimpanan sampel dalam bentuk buffy coat yaitu sampel
dapat disimpan lebih lama dan stabil, bahkan masih dapat digunakan untuk analisis
genetik sesudah penyimpanan. Namun demikian, untuk mendapatkan buffy coat yang
jumlahnya banyak, maka sampel darah segar yang dibutuhkan lebih banyak
pula.10,11 Cara pengambilan sampel lain yang dapat digunakan adalah buccal swab.
Cara menggunakan buccal swab adalah dengan menggosokkan swab pada pipi kanan
bagian dalam bayi. Sebaiknya, swab diputar saat digunakan untuk memaksimalkan
pemanfaatan kedua sisi kapas. Untuk memaksimalkan hasil sel buccal, swab harus
segera dibekukan pada -80°C dan dikirim ke laboratorium sebagai spesimen beku.12
Hasil isolasi DNA dikatakan baik apabila didapatkan DNA yang murni dan utuh.
Pengukuran konsentrasi DNA maupun penentuan kemurniannya merupakan suatu
tahapan yang sangat diperlukan dari serangkaian proses isolasi DNA. Hal ini
dilakukan untuk melihat kandungan DNA yang diperoleh secara kuantitatif maupun
untuk melihat kontaminan yang mungkin masih ada dari isolat DNA yang diperoleh.

Anda mungkin juga menyukai