Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH BIOPROSES

“PENSINYALAN PADA HEWAN”

OLEH KELOMPOK 4 :
1. GUSTRI RAHAYU (1620422016)

PROGRAM PASCASARJANA BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG, 2017
PENSINYALAN PADA HEWAN

Pensinyalan sel merupakan bentuk interaksi antara sel dengan cara komunikasi
langsung atau dengan mengirimkan sinyal kepada sel target. Interaksi dalam hal ini, sel
pemberi sinyal menghasilkan tipe khusus dari molekul sinyal yang dapat dideteksi oleh sel
target. Sel target memiliki protein reseptor yang mampu mengenali dan berespon secara
spesifik terhadap molekul sinyal.
Komunikasi antar sel umumnya dilakukan dengan menggunakan molekul sinyal
kimiawi (ligan/first messenger) yang berupa:
• Hormon
• Neurotransmiter
• Protein lain (misal: faktor pertumbuhan)

 RESEPTOR PERMUKAAN
Reseptor adalah molekul protein yang menerima sinyal kimia dari luar sel yang
mengarahkan kegiatan sel seperti membelah atau mengizinkan molekul tertentu untuk masuk
atau keluar sel. Reseptor dapat terikat pada membran sel, sitoplasma, atau nukleus, yang
masing-masing hanya dapat dilekati oleh jenis molekul sinyal tertentu. Molekul pemberi
sinyal yang melekat pada suatu reseptor disebut ligan, yang dapat berupa suatu peptida atau
molekul kecil lain seperti neurotransmiter, hormon, obat, atau toksin.
Ada 2 Lokasi Reseptor Yaitu :
1.      Reseptor permukaan sel (membrane sel)
2.      Reseptor intraseluler (sitoplasma / inti sel)
Reseptor intraselular merupakan reseptor yang terdapat di dalam sel, ligan2 yg bisa
langsung nembus membran sel karena sifatnya yg lipofilik bisa langsung berikatan ama
reseptor ini. ligandnya merupakan senyawa yg dapat larut dalam lipid. karenanya ia bisa
langsung nembus membran sel trus masuk ke dalam sel menuju reseptornya yg ada di dalam
sel.
Macam - macam reseptor permukaan:
1. Reseptor terkait-protein G, merupakan reseptor membran yang bekerja dengan bantuan
protein-G sitoplasmik. Pengikatan ligan mengaktifkan sisi sitoplasmik reseptor yang
kemudian mengaktifkan protein-G spesifik dengan cara menyebabkannya menukarkan
pengikatan GDP dengan GTP. Hingga protein G menginaktifkan dirinya sendiri dengan
menghidrolisis GTP-nya menjadi GDP. 

2. Reseptor tirosin-kinase, bereaksi atas pengikatan molekul sinyal dengan membentuk


dimer den kemudian menggunakan suatu enzim intrinsik untuk menambahkan gugus
fosfat ke tirosin pada sisi sitoplasmik reseptor tersebut. Beragam protein relai di bagian
dalam sel tersebut kemudian dapat diaktifkan dengan mengikat tirosin terfosforilasi yang
berbeda, yang membuat reseptor dapat memicu beberapa jalur yang berbeda sekaligus. 
3. Reseptor saluran ion, merupakan saluran ion bergerbang-ligan, yaitu  pori protein
dalam membran plasma yang membuka atau menutup sebagai respon sinyal, sehingga
dapat menghalangi atau membiarkan aliran ion tertentu (Na+ dan Ca2+) sehingga terjadi
perubahan pada konsentrasi ion tertentu dalam sel yang mempengaruhi fungsi sel dengan
cara tertentu.

Second Messenger
Second messenger merupakan jalur pensinyalan yang melibatkan molekul atau ion
kecil nonprotein yang terlarut dalam air. Second messenger  lebih kecil dan terlarut dalam air,
sehingga dapat  segera menyebar keseluruh sel dengan berdifusi. Second messenger  berperan
serta dalam jalur yang diinisiasi reseptor terkait protein-G maupun reseptor tirosin-kinase.
Dua contoh second messenger  yang paling banyak digunakan ialah:
a.      AMP siklik
Second messenger ini yang membawa sinyal yang diinisiasi epinefrin dari membrane
plasma sel hati atau otot ke bagian dalam sel, dimana sinyal itu menyebabkan pemecahan
glikogen. Pengikatan epinefrin pada membrane plasma sel hati akan meningkatkan senyawa
adenosine monofosfatsiklik, yang disingkat AMP siklik atau cAMP. Camp ini diaktifkan oleh
adenilat siklase yang mengkatalisa perombakan ATP. cAMP atau aliran ion tadi dapat
membuat perubahan pada perilaku sel, dan mereka disebut messenger sekunder atau mediator
intraseluler yang mana akan merangsang metabolisme sel lewat aktivitas protein
kinase.                                           
b.      Ion kalsium
Banyak molekul sinyal pada hewan, termasuk neurotransmitter, faktor pertumbuhan
dan sejumlah hormon menginduksi respon pada sel targetnya melalui jalur transduksi sinyal
yang meningkatkan konsentrasi ion kalsium sitosolik. Peningkatan konsentrasi ion kalsium
sitosolik menyebabkan banyak respon pada sel hewan. Sel menggunakan ion kalsium sebagai
second messenger dalam jalur protein-G dan jalur reseptor tirosin kinase. Dalam merespon
sinyal yang direlai oleh jalur transduksi sinyal, kadar kalsium sitosolik mungkin meningkat,
biasanya oleh suatu mekanisme yang melepas ion kalsium dari RE biasanya jauh lebih tinggi
daripada konsentrasi dalam sitisol. Karena kadar kalsium sitosol terendah, perubahan kecil
pada jumlah absolute ion akan menggambarkan persentase perubahan yang relative tinggi
pada konsentrasi kalsium.

 JALUR TRANSDUKSI SINYAL SEL PADA HEWAN


Transduksi sinyal adalah proses ketika sinyal dirubah dari satu bentuk ke bentuk lain
di dalam sel. Pada hewan, sinyal transduksi mengontrol pertumbuhan, perkembangan,
metabolisme dan perilaku. Dalam sel-sel individual, transduksi sinyal sangat penting dalam
pembelahan sel dan kontrol metabolik. Bahkan, banyak penyakit yang disebabkan oleh
kerusakan proses sinyal selular.
Secara umum Jalur pensinyalan bermula ketika molekul sinyal terikat pada reseptor
membran. Reseptor ini kemudian mengaktifkan satu molekul relai, yang mengaktifkan
protein kinase 1. Protein kinase 1 aktif ini mentransfer satu fosfat dari ATP ke molekul
protein kinase 2 yang inaktif, sehingga akan mengaktifkan kinase kedua ini. Akibatnya,
protein kinase 2 yang aktif ini mengkatalisis fosforilasi (dan aktivasi) protein kinase 3.
Akhirnya protein kinase 3 aktif ini memfosforilasi protein yang menghasilkan respons akhir
sel atas sinyal tadi. Enzim fosfatase mengkatalisis pengeluaran gugus fosfat.
Molekul kecil dan ion kecil tertentu merupakan komponen utama jalur pensinyalan
(mesenjer kedua). Mesenjer kedua seperti AMP siklik (cAMP) dan Ca2+, berdifusi melalui
sitosol sehingga membantu memancarkan sinyal ke seluruh sel secara cepat.

Respon akhir sel terhadap sinyal ekstraseluler


disebut respon keluaran. Respon sel terhadap sinyal
berfungsi untuk mengatur aktivitas dalam sitoplasma
atau transkripsi dalam nukleus. Kekhususan
pensinyalan sel menentukan molekul sinyal apa yang
akan diresponnya dan sifat responnya. Keempat sel
dalam diagram merespon molekul sinyal dengan cara
yang berbeda karena masing-masing memiliki
kumpulan protein yang berbeda. Diagram sel A
merupakan diagram jalur pensinyalan dengan satu
respon tunggal. Diagram sel B merupakan diagram jalur pensinyalan dengan jalur bercabang
sehingga memunculkan dua respon yang berbeda. Diagram sel C merupakan diagram jalur
pensinyalan dengan reaksi saling-sapa di antara kedua jalur yang membuat sel dapat
memadukan informasi dari kedua sinyal yang berbeda. Diagram sel D merupakan diagram
jalur pensinyalan dengan reseptor yang berbeda dengan reseptor pada sel A, B dan C.

Trasnsduksi sinyal oleh induksi hormon adrenalin/epinefrin


Jalur Transduksi Sinyal Sel Pada Penciuman Nyamuk Betina Dengan Induksi Bau
Trasnsduksi sinyal oleh induksi Fibroblast growth factor (FGF)

Neurotransmitter junction
 KEMATIAN SEL pada HEWAN

Pada sel hewan, penuaan dan kematian sel dan jaringan dapat melalui dua proses,
yaitu nekrosis atau apoptosis. Apoptosis digunakan oleh organisme multisel untuk membuang
sel yang sudah tidak diperlukan oleh tubuh. Apoptosis berbeda dengan nekrosis, nekrosis
adalah kematian sel yang disebabkan oleh kerusakan sel secara akut atau trauma (mis:
kekurangan oksigen, perubahan suhu yang ekstrem, dan cedera mekanis), dimana kematian
sel tersebut terjadi secara tidak terkontrol yang dapat menyebabkan rusaknya sel, adanya
respon peradangan dan sangat berpotensi menyebabkan masalah kesehatan yang serius.
Sedangkan Apoptosis adalah Aksi bunuh diri sel yang dikenal juga sebagai kematian
terprogram, di mana program ‘bunuh diri’ ini diaktivasi dan diregulasi oleh sel itu sendiri.
tetapi apoptosis dapat juga dipicu oleh keadaan iskemia. pada umumnya berlangsung seumur
hidup dan bersifat menguntungkan bagi tubuh.
Contoh nyata dari keuntungan apoptosis adalah
a. Untuk proses pembentukan morfologis. Contohnya : pemisahan jari pada embrio.
Apoptosis yang dialami oleh sel-sel yang terletak di antara jari menyebabkan masing-
masing jari menjadi terpisah satu sama lain. Telapak tikus dibentuk oleh kematian sel
selama perkembangan embrionik.
b. Untuk proses pembuangan struktur yang tidak berguna. Contohnya : Kecebong
kehilangan ekor karena struktur itu tidak lagi dibutuhkan.

1. Apoptosis
Urutan kronologis tahapan yang terjadi antara lain:
1. fragmentasi DNA
2. penyusutan dari sitoplasma
3. perubahan pada membran
4. kematian sel tanpa lisis atau merusak sel tetangga.
a. Penyebab Apoptosis
Apoptosis dapat bersifat fisiologik atau patologik.
1) Penyebab Fisiologik
a) Destruksi sel yang terprogram selama embriogenesis
b) Involusi jaringan yang bergantunng hormoon (misalnya, endometrium, prostat) pada orang
dewasa
c) Penghapusan sel dalam populasi sel yang mengadakan profilasi(misalnya, epitel kripta
intestin) untuk mempertahankan jumlahsel yang tetap
d) Kematian sel yang sudah melaksanakan tugasnya (misalnya, sel neutrofil sesudah respon
inflamasi akut)
e) Penghapusan limfosit swareaktif yang berpotensi berbahaya
f) Kematian sel yang ditimbulkan oleh sel-sel T sitotoksik (untuk menghilanngkan sel yang
terinfeksi virus atau sel neoplasma).

2) Penyebab Patologik
a) Kematian sel yang ditimbulkan oleh berbagai rangsangan. Jika mekanisme perbaikan DNA
tidak dapat mengatasi kerusakan yang ditimbulkan (misalnya, oleh radiasi atau obat
sitotoksik), membunuh dirinya sendiri melalui apoptosis melakukan mutasi atau translokasi
yang dapat mengakibatkan malformaasi maligna. Peningfkatan MPT karena sebab apa pun
akan menimbulkan apoptosis. Stres pada retikulum endoplasma yang ditimbulkan oleh
akumulasi protein yang tidak terlipat juga akan memicu apoptosis (lihat bawah)
b) Kematian sel pada beberapa infeksi virus tertentu (misalnya, hepatitis)
c) Atrofi patologik dalam organ parenkimal pascaobstruksi saluran (misalnya, pankreas)
d) Kematian sel pada tumor

b. Gambaran Morfologik
Gambaran morfologik apoptosis meliputi pengeriputan sel, kondensasi serta
fragmentasi kromatin, pembentukan lepuh pada sel serta fragmentasinya menjadi benda
apoptosis, dan fagositosis benda oleh sel sehat di dekatnya atau makrofag. Tidak adanya
inflamasi membuat apoptosis sulit terdeteksi melalui pemeriksaan histologik.
c. Ciri Biokimiawi Apoptosis
1) Pemecahan prottein dilakukan oleh famili enzim protease yang dinamakan kaspase. Enzim
ini dapat pula mengaktifkanDNAase untuk memecah DNA dalm nucleus
2) Pemecahan DNA internukleosomal menjadi fragmen yang berukuran sekitar 200 pasangan
basa menimbulkan pola pita DNA yang khas pada pemeriksaan elektroforesis gel
3) Perubahan pada membran plasma (misalnya pembalikan fosfatidilserin dari lipatan sebelah
dalam ke lipatan luar membran plasma) memungkinkan sel-sel yang mengalami apoptosis itu
dikenali agar terjadi fagositosis.
d. Mekanisme Apoptosis
Apoptosis ditimbulkan lewat serangkaian kejadian molekuler yang berawal dengan
berbagai cara yang berbeda tetapi pada akhirnya berpuncak pada aktivasi enzim kaspase.
Mekanisme apoptosis secara filogenetik dilestarikan; bahkan, pemahaman dasar kita tentang
apoptosis sebagaian besar berasal dari eksperimen pada cacing nematoda Caenorhabditis
elegans; pertunbuhan cacing ini berlangsunng melalui pola pertumbuhan sel yang sangat
mudah diproduksi, diikuti oleh kematian sel. Penelitian terhadap cacing mutan menemukan
adanya gen spesifik (dinamakan gen ced-singkatan dari C. elegans death; gen ini memiliki
homolog ada manusia) yang menginisiasi atau menghambat apoptosis .
Yang menjadi dasar terjadi apoptosis adalah teraktivasinya kaspase. Aktivasi
enzim ini dapat mengaktivasi nuklease sehingga terjadi degradasi DNA dan enzim lain yang
akan menghancurkan nukleoprotein dan protein sitoskeletal. Aktivasi  kaspase ini
terpengaruh oleh keseimbangan jalur molekular yang pro dan anti apoptosis.
Proses apotosis terdiri dari fase inisiasi (kaspase menjadi aktif) dan fase eksekusi,
ketika enzim mengakibatkan kematian sel. Inisiasi apoptosis terjadi melalui dua jalur yang
berbeda tetapi nantinya akan menyatu (konvergen), yaitu: jalur ekstrinsik atau yang dimulai
dari reseptor, dan jalur intrinsik atau jalur mitokondria.
A. fase inisiasi
1. Jalur Mitokondria/instrinsik

Beberapa protein di dalam mitokondria memilki kemampuan untuk menginduksi


apoptosis, di antaranya adalah sitokrom c dan antagonis endogenous cytosolic inhibitor
apoptosis. Sel dapat menentukan untuk tetap dipertahankan atau mengalami apoptosis
tergantung pada permeabilitas mitokondria. Kondisi tersebut ditentukan oleh sekumpulan
lebih dari 20 protein seperti famili Bcl-2. Sekelompok reseptor akan teraktivasi ketika sel
mengalami kondisi seperti kekurangan faktor pertumbuhan dan hormon tropik atau terekspos
dengan agen yang menyebabkan kerusakan DNA, atau mengakumulasi banyak protein yang
salah terbentuk. Sensor-sensor tersebut merupakan bagian dari famili Bcl-2, yaitu Bax dan
Bak. Sementara itu, yang anti apoptosis adalah anti-apoptotic molecul Bcl-2 dan Bcl-x L. Pada
saat akan terjadi apoptosis, kedua molekul tersebut dihambat. Nantinya akan terjadi
kebocoran protein mitokondria.  Sitokrom c bersama dengan beberapa kofaktor mengaktivasi
kaspase-9 sementara protein lainnya akan menghambat aktivitas antagonis kaspase.
Teraktivasinya kaskade kaspase ini akan menyebabkan fragmentasi nuklear. Jika sel
terkekspos oleh faktor pertumbuhan dan sinyal survival lainnya, sel akan melakukan sintesis
famili Bcl-2 yang berfungsi sebagai antiapoptosis, yaitu Bcl-2 dan Bcl-x L. Sementara sel
yang kekurangan faktor pertumbuhan akan mengaktifkan Bax dan Bak serta mengurangi Bcl-
2 dan Bcl-xL.

2.Jalur Kematian Reseptor/ ekstrinsik

Jalur ini seringkali digunakan untuk mengeliminasi limfosit yang reaktif terhadap diri
sendiri serta membunuh sel yang menjadu target sel limfosit T sitotoksik. Banyak sel yang
memiliki molekul permukaan yang dapat memicu apoptosis. Reseptor tersebut disebut
sebagai death reseptor. Kebanyakan dari reseptor tersebut adalah bagian dari TNF (tumor
necrosis factor).   Prototipe dari reseptor kematian ini adalah reseptor TNF tipe 1 dan Fas (CD
95). Fas-ligan (FasL) adalah membran protein yang terutama terkekspresi pada sel limfosit T
yang teraktivasi. Ketika sel T ini mengenali sel yang mengekspresikan Fas, molekul Fas akan
bertaut dengan FasL dan mengikat protein adapter, yang nantinya akan mengikat kaspase-8.

Klastering dari banyak molekul kaspase akan memicu aktivasi kaspase sehingga
terjadi aktivasi kaskade kaspase. Pada banyak sel, kaspase tipe 8 dapat memecah dan
megaktivasi famili Bcl-2 yang pro apoptosis yang disebut Bid, yang mana akan berlanjut ke
jalur mitokondria. Seringkali, kedua jalur ini terjadi secara kombinasi. Protein sel  yang
disebut FLIP mengeblok aliran kaspase pada reseptor kematian. FLIP ini ternyata dihasilkan
juga oleh beberapa virus sehingga sel-sel yang terinfeksi virus justru tidak dapat mengalami
apoptosis.
B.) Fase Eksekusi
Kaspase proteolitik fase eksekusi sangat dilestarikan pada semua spesies; istilah
kaspase, huruf “c” mengacu pada tempat aktif sistein dan “aspase” mengacu pada
kemampuan unik untuk memecah residu asam aspartat. Kaspase dibagi menjadi dua
kelompok dasar yaitu, inisiator dan eksekusioner menurut urutan aktivasinnya selama proses
apoptosis. Kaspase bertindak sebagai proenzim inaktif dan harus menjalani pemecahan agar
menjadi aktif: tempat pemecahan dapat terhidrolisis oleh kaspase lain atau secara
autokatalitik. Begitu kaspase inisiator diaktifkan, program kematian mulai berjalan melalui
aktivasi kaspase lainnya yanng berjalan dengan cepat dan sekuensial. Kaspase eksekusioner
bekeerja pada banyak komponen sel: enzim ini memecah protein yang terlibat dalam
tteranskripsi, rreplikasi DNA, dan perbaikan DNA; secara khusus, kaspase-3 mengaktifkan
DNAase sitoplasmik sehingga terjadi pemecahan DNA intranukleus yang khas.

e. Contoh Apoptosis
1) Kehilangan Faktor Pertumbuhan
Kehilangan faktor pertunbuhan mempengaruhi sel peka-hormon yang mengalami
kekurangan hormon yang relevan. Limfosit yang tidak distimulasi oleh antigen atau sitokin
dan neuron yang kehilangan faktor pertunbuhan saraf. Spoptosis dipicu oleh jalur instrinsik
(mitokondria) akibat jumlah anggota pro-apoptotik famili Bcl yang relatif melebihi anti-
apoptotik.
2) Kerusakan DNA
Radiasi atau preparat kemoterapetik menginduksi apoptosis melalui mekanisme yang
dipicu oleh kerusakan DNA. Ketika DNA mengalami kerusakan terjadi akumulasi gen
supresor tumor p53; keadaan ini akan menghentikan siklus sel (pada fase G) untuk
memberikan waktu bagi perbaikan. Jika perbaikan DNA tidak kunjung terjadi p53 memicu
apoptosis melalui peninngkatan trtanskripsi beberapa anggota pro-apoptotik famili Bcl,
utamanya Bax dan Bak, selain Apaf-1. Ketika p53 tidak terdapat atau mengalami mutasi
(yaitu, pada kanker-kanker ttertentu, apoptosis tidak terjadi dan sel tersebut didorong untuk
terus hidup.
3) Reseptor Famili TNF
Seperti dibicarakan di atas, reseptor sel Fas (CD95) menginduksi apoptosis kalau
ditaut-silang oleh ligan Fas (FasL atau CD95L) protein diproduksioleh sel sistem imun.
Interaksi Fas-FasL sangat penting untuk mengeliminasi limfosit yang mengenali antigennya
sendiri; mutasi pada Fas atau FasL mengakibatkan timbulnya penyakit autoimun.
TNF merupakan mediator penting dalam reaksi inflamasi dan juga dapat
menimbulkan apoptosis; jalur tersebut diringkas di atas. Fungsi TNF yang utama pada
peradangan diperantarai dimediasi oleh aktivasi faktor transkripsi NF-kB (nuclear factor-kB).
Sinyalnya yang dimediasi oleh TNF menyelesaikan proses ini dengan menstimulasi
penguraian inhibitor NF-kB (IkB) yang meningkatkan kelangsungan hidup sel. Apakah sinyal
TNF menginduksi kematian sel ataukah meningkatkan kelangsungan hidup sel mungkin
bergantung pada protein adapterrmanakah melekat padareseptor TNF sesudah terjadi
peningkatan TNF.
4) Limfosit T Sitotiksik
Limfosit T sitotoksik (CTL) mengenali antigen asing pada permukaan sel hospes yang
terinfeksi dan mensekresikan perforin molekul transmembran pembentuk pori yang
memungkinkan masuknya enzim srerin protease yang berasal dari CTL, yaitu granzim B.
Granzim B memecah protein pada residu aspartat dan dengan demikian mengaktifkan lebih
dari satu enzim kaspase.

Pembersihan sel yang mengalami apoptosis

Sel yang mengalami apoptosis akan mengalami


perubahan pada membran yang akan mempromosikan
fagositosis. Pada sel normal, terdapat fosfatidilserine di
bagian dalam dari membran plasma. Hanya saja, pada sel
yang apoptosis, fosfatidilserine ini terbalik sehingga
berada di sisi luar. Akibatnya, molekul ini akan dikenali
oleh makrofag. Selain itu, sel yang mengalami apoptosis
juga mensekresikan faktor-faktor yang merekrut fagosit.
Badan apoptosis juga mengekspresikan glikoprotein
adhesif yang dikenali oleh fagosit. Makrofag itu sendiri
kemudian dapat menghasilkan protein yang mengikat sel-
sel apoptosis da  menarget sel yang sudah mati untuk
‘dimakan’.

 2. Nekrosis
Nekrosis merupakan kematian sel sebagai akibat dari adanya kerusakan sel akut atau
trauma (mis: kekurangan oksigen, perubahan suhu yang ekstrem, dan cedera mekanis),
dimana kematian sel tersebut terjadi secara tidak terkontrol yang dapat menyebabkan
rusaknya sel, adanya respon peradangan dan sangat berpotensi menyebabkan masalah
kesehatan yang serius.
Urutan kronologis tahapan yang terjadi antara lain:
1. pembengkakan sel
2. digesti kromatin
3. rusaknya membran (plasma dan organel)
4. hidrolisis DNA
5. vakuolasi oleh ER
6. penghancuran organel
7. lisis sel

a. Perubahan Mikroskopis
Perubahan pada sel yang nekrotik terjadi pada sitoplasma dan organel-organel sel
lainnya. Inti sel yang mati akan menyusut (piknotik), menjadi padat, batasnya tidak teratur
dan berwarna gelap. Selanjutnya inti sel hancur dan meninggalkan pecahan-pecahan zat
kromatin yang tersebar di dalam sel. Proses ini disebut karioreksis. Kemudian inti sel yang
mati akan menghilang (kariolisis).

b. Perubahan Makroskopis
Perubahan morfologis sel yang mati tergantung dari aktivitas enzim lisis pada
jaringan yang nekrotik. Jika aktivitas enzim lisis terhambat maka jaringan nekrotik akan
mempertahankan bentuknya dan jaringannya akan mempertahankan ciri arsitekturnya selama
beberapa waktu. Nekrosis ini disebut nekrosis koagulatif, seringkali berhubungan dengan
gangguan suplai contohnya gangren. Jaringan nekrotik juga dapat mencair sedikit demi
sedikit akibat kerja enzim dan proses ini disebut nekrosis liquefaktif. Nekrosis liquefaktif
khususnya terjadi pada jaringan otak, jaringan otak yang nekrotik mencair meninggalkan
rongga yang berisi cairan.
Pada keadaan lain sel-sel nekrotik hancur tetapi pecahannya tetap berada pada
tempatnya selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun dan tidak bisa dicerna.
Jaringan nekrotik ini tampak seperti keju yang hancur. Jenis nekrosis ini disebut nekrosis
kaseosa, contohnya pada tuberkulosis paru Jaringan adiposa yang mengalami nekrosis
berbeda bentuknya dengan jenis nekrosis lain. Misalnya jika saluran pankreas mengalami
nekrosis akibat penyakit atau trauma maka getah pankreas akan keluar menyebabkan
hidrolisis jaringan adiposa (oleh lipase) menghasilkan asam berlemak yang bergabung
dengan ion-ion logam seperti kalsium membentuk endapan seperti sabun. Nekrosis ini
disebut nekrosis lemak enzimatik.

c. Perubahan Kimia Klinik


Kematian sel ditandai dengan menghilangnya nukleus yang berfungsi mengatur
berbagai aktivitas biokimiawi sel dan aktivasi enzim autolisis sehingga membran sel lisis.
Lisisnya membran sel menyebabkan berbagai zat kimia yang terdapat pada intrasel termasuk
enzim spesifik pada sel organ tubuh tertentu masuk ke dalam sirkulasi dan meningkat
kadarnya di dalam darah.
Misalnya seseorang yang mengalami infark miokardium akan mengalami peningkatan
kadar LDH, CK dan CK-MB yang merupakan enzim spesifik jantung. Seseorang yang
mengalami kerusakan hepar dapat mengalami peningkatan kadar SGOT dan SGPT. Namun
peningkatan enzim tersebut akan kembali diikuti dengan penurunan apabila terjadi perbaikan.

d. Dampak Nekrosis
Jaringan nekrotik akan menyebabkan peradangan sehingga jaringan nekrotik tersebut
dihancurkan dan dihilangkan dengan tujuan membuka jalan bagi proses perbaikan untuk
mengganti jaringan nekrotik. Jaringan nekrotik dapat digantikan oleh sel-sel regenerasi
(terjadi resolusi) atau malah digantikan jaringan parut. Jika daerah nekrotik tidak dihancurkan
atau dibuang maka akan ditutup oleh jaringan fibrosa dan akhirnya diisi garam-garam
kalsium yang diendapkan dari darah di sekitar sirkulasi jaringan nekrotik . Proses
pengendapan ini disebut kalsifikasi dan menyebabkan daerah nekrotik mengeras seperti batu
dan tetap berada selama hidup.
Perubahan-perubahan pada jaringan nekrotik akan menyebabkan :
1. Hilangnya fungsi daerah yang mati
2. Dapat menjadi fokus infeksi dan merupakan media pertumbuhan yang baik
3. Menimbulkan perubahan sistemik seperti demam dan peningkatan leukosit.
4. Peningkatan kadar enzim-enzim tertentu dalam darah akibat kebocoran sel-sel yang mati.
DAFTAR PUSTAKA

Albert, B.1994).Moleculer Biology of the Cell.3Rd ed. Garland Publisher.Inc. New York
and London

Harvey Lodish, Arnold Berk, S Lawrence Zipursky, Paul Matsudaira, David Baltimore, dan
James Darnell (2000). Molecular Cell Biology (4 ed.). W. H. Freeman. p. 20.1
Overview of Extracellular Signaling. ISBN 0-7167-3136-3.

Http://ats.doit.wisc.edu/biology/ap/st/t2_a1.html.Diakses tanggal 13 maret 2017

Yaron Fuchs1 and Hermann Steller. 2011. Programmed Cell Death in Animal Development
and Disease. Howard Hughes Medical Institute, The Rockefeller University, 1230
York Avenue, New York, NY 10065, USA. Cell 147.

Anda mungkin juga menyukai