Anda di halaman 1dari 5

Sejak awal kemerdekaannya, Indonesia berjuang untuk menciptakan

sebuah sistem kenegaraan dan pendidikan. Pada tahun 1940-an dan 1950-an,
Indonesia memiliki 5 sekolah menengah, dua universitas, dan satu sekolah
dasar pada setiap distrik ( Buchori, 2001). Sistem pendidikan yang kecil ini harus
berjuang secara fisik melawan pendudukan Belanda sehingga fokus
utama dari pendidikan adalah untuk menanamkan rasa kewarganegaraan dan
nasionalisme. Sebagai akibatnya, pendidikan IPA belum memiliki
tempat pada era ini. Kurikulum yang dijalankan masih mengadopsi dari
kurikulum Belanda.
Kurikulum nasional yang pertama kali diterbitkan oleh pemerintah
Indonesia adalah kurikulum 1968. Kurikulum ini bertujuan untuk memantapkan
pondasi kewarganegaraan dan kenegaraan dengan menanamkan ideologi
Pancasila. Dalam kurikulum ini, porsi terbanyak adalah pada pen-didikan moral
dan kewarganegaraan, dan pendidikan agama. Sementara
itu, pendidikan sains masih belum mendapatkan tempat yang memadai.
(Sularto, 2005 dalam Yaumi, 2006). Pada periode ini terdapat 4 tingkatan sekolah,
yaitu Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP),dan Sekolah
Menengah Atas (SMA). Sekolah Kejuruan dibentuk untuk mengakomodasi
peserta didik yang tidak ingin melanjutkan ke Perguruan Tinggi. Satu tahun ajaran
dibagi menjadi tiga masa yang dinamakan catur wulan. Pendidikan IPA telah
menjadi bagian penting dalam kurikulum ini, bahkan merupakan salah satu mata
pelajaran yang diujikan di dalam Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional
(EBTANAS).

Kurikulum 1968 direvisi dengan adanya kurikulum 1975 yang berusaha


mengembangkan aspek kognitif, psikomotor, dan afektif. Pendidikan IPA
merupakan elemen penting, sedangkan Bahasa Inggris dimasukkan sebagai mata
pelajaran tambahan. Pada era ini, Indonesia bersiap untuk hubungan
internasional yang lebih mendunia sehingga porsi Bahasa lnggris
ditambah.
Kurikulum 1985 menekankan penerapan Cara Belajar Siswa Aktif yang
menginginkan peran guru sebagai fasilitator dan tidak mendominasi
Pembelajaran. Berdasarkan CBSA, seharusnya pembelajaran IPA dilakukan di
laboratorium, dan peserta didik ditempatkan sebagai subjek pembelajaran. Akan
tetapi, pada kenyataannya, pengadaan laboratorium masih terbatas. Pada
kurikulum ini, Sekolah Menengah Atas terdiri atas beberapa jurusan, yaitu fisika,
biologi, ilmu sosial, dan agama (DEPDIKBUD, 1984 Pada

Sudjana, 1988). Dalam kurikulum ini, Pendidikan IPA dianggap penting


sehingga jumlah jam untuk pembelajaran IPA juga ditingkatkan menjadi
34 jam untuk satu catur wulan.
Pada kurikulum-kurikulum selanjutnya, yaitu kurikulum 1994 hingga
kurikulum KBK 2004, pendidikan IPA sudah memiliki proses yang ter-
tata rapi dalam suatu proses pembelajaran formal di sekolah, mulai dari
pengenalan tematik ketika di prasekolah (TK) hingga tingkat perguruan
tinggi pada level "to create ". Proses pembelajaran IPA di sekolah secara
holistik dipengaruhi oleh beberapa hal. Pemahaman pembelajaran IPA
mulai dari pengertian dan hakikat IPA, teori-teori belajar yang melatar-
belakangi seorang individu belajar IPA, karakteristik peserta didik, model-
model pembelajaran yang digunakan dalam mengemas materi IPA agar
mudah dipahami dan bermakna bagi peserta didik, nilai-nilai yang akan
membentuk karakter peserta didik sebagai efek pengiring (nurturant effect)
dan efek pembelajaran (instructionat effect) IPA, hingga penyesuaian
materi
(content) IPA yang akan diajarkan dengan penataan lingkungan belajar
atau
sistem sosial, dan prinsip reaksi yang mampu mengoptimalkan
keseluruhan komponen yang dimiliki peserta didik untuk mencapai kompetensi
yang
di harapkan.
Proses pembelajaran IPA yang bermakna diharapkan mampu
meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Hal ini berdasarkan fakta yang
ada di lapangan, bahwa proses pembelajaran IPA masih berorientasi pada
hasil (result oriented), yaitu pencapaian nilai Ujian Nasional (UN). Proses
pembelajaran IPA belum menyentuh pada ranah kebermaknaan dari
konsep
yang diperoleh di bangku sekolah/kuliah. Mastery learning (belajar tuntas)
dan meaningful learning (belajar bermakna) dalam proses pembelajaran
IPA
akan mampu meningkatkan motivasi belajar peserta didik. Dewasa ini,
ketika mencermati perilaku peserta didik dalam proses belajar di sekolah,
tersirat bahwa seorang peserta didik. Belajar karena merupakan suatu
kewajiban bukan merupakan suatu kebutuhan. Diperlukan suatu proses
pembelajaran IPA khusus yang mampu diaplikasikan oleh peserta didik dalam
kehidupan nyata.
Konsep belajar bermakna dalam proses pembelajaran IPA akan mampu
menjawab permasalahan yang dijumpai seorang peserta didik.
Sebagai contoh, peserta didik yang tinggal di daerah lereng gunung

merapi, yang secara periodik mengalami erupsi, akan melakukan belajar


bermakna jika dalam proses pembelajaran IPA berkaitan dengan erupsi
merapi. Proses pembelajaran IPA pada peserta didik tersebut dilaksanakan
dengan mengemas dampak yang ditimbulkan dari erupsi merapi terhadap
ekosistem dan material-material yang dihasilkan. Kemasan tersebut disebut
proses pembelajaran "integrarive science".

Perkembangan kurikulum di Indonesia pada tahun 2013 untuk


pembelajaran IPA mengarah pada konsep proses pembelajaran "integrative
science". Konsep "integrative science" berlandaskan teori belajar behaviorisme,
teori perolehan informasi, dan teori psikologi kognitif
(konstruktivisme).Kurikulum 2013 dalam pembelajaran IPA SMP merupakan
deskripsi tujuan
dan kompetensi yang diharapkan tercapai setelah kegiatan belajar seorang
individu. Dalam pencapaian tujuan yang termaktub dalam kurikulum,
seorang guru harus dapat menciptakan suasana belajar yang sesuai dengan
karakteristik peserta didik dan karakter materi yang akan disampaikan dalam
bentuk model pembelajaran dilengkapi sumber belajar dan media
yang mendukung. Rangkaian proses pembelajaran selanjutnya setelah
perumusan tujuan dalam kurikulum. Dan penataan proses pembelajaran
adalah assessment/evaluasi pembelajaran.

Kurikulum 2013 bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta


didik baik kemampuan sikap religius, sikap sosial, intelektual, kemampuan
berkomunikasi, sikap peduli, dan partisipasi aktif dalam membangun
kehidupan berbangsa dan bermasyarakat yang lebih baik. Kurikulum ini
menuntut guru memiliki kreativitas dan pola berpikir tingkat tinggi (Higer Order
Thinking) dalam pelaksanaan proses pembelajaran IPA di kelas.

Pendidikan merupakan hak asasi setiap manusia.


Sejarah sistem pendidikan dimulai dengan menggunakan kurikulum
Belanda.
Kurikulum nasional di Indonesia dimulai dari kurikulum 1968, kemudian
di-
revisi menjadi kurikulum 1975 yang mengembangkan aspek kognitif,
afektif,
dan psikomotor. Selanjutnya, kurikulum 1985 yang menekankan pada peta
pembelajaran CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif).

Kurikulum selanjutnya yang berlaku di Indonesia adalah kurikulum 1998


sampai KBK tahun 2004, dalam kurikulum. Tersebut proses pembelajaran
IPA sudah tertata rapi.

Kurikulum 2013 yang sekarang berlaku bertujuan untuk mengembangkan


potensi peserta didik baik kemampuan sikap religius, sikap sosial,
intelektual, kemampuan berkomunikasi, sikap peduli, juga partisipasi aktif dalam
membangun kehidupan berbangsa dan bermasyarakat yang lebih baik.

Anda mungkin juga menyukai