Anda di halaman 1dari 7

Herbal medicine use during breastfeeding: a cross-sectional study among mothers visiting

public health facilities in the Western area of Sierra Leone

Abstrak
Penggunaan obat-obatan, termasuk obat herbal selama menyusui selalu menjadi
perhatian wanita. Penelitian ini dilakukan yang bertujuan untuk mengetahui prevalensi, korelasi
dan pola penggunaan jamu selama menyusui. Penelitian ini menggunakan studi cross-sectional
pada 378 ibu menyusui yang saat ini mengunjungi fasilitas kesehatan umum di wilayah Barat
Sierra Leone. Lebih dari sepertiga ibu ( n = 140,37,0%) menggunakan jamu selama menyusui.
Tetapi, sangat sedikit yang menggunaan jamu (2,1%, n = 3) untuk menambah ASI. Perubahan
pola makan adalah metode yang paling umum digunakan untuk meningkatkan suplai ASI
(93,9%, n = 355) dengan saus daun singkong dan umbi-umbian sebagai makanan tambahan
yang paling umum. Ibu dengan anak > 6 bulan lebih cenderung menggunakan jamu
dibandingkan ibu dengan anak yang berusia < 6 bulan (OR: 1.8; CI: 1.13 - 2.85, p = 0,013).
Di antara wanita yang mengkonsumsi, hanya 11,4% ( n = 16) yang mengatakan kepada
tenaga kesehatan bahwa mereka mengkonsumsi jamu. Kesimpulannya penggunaan jamu di
antara ibu menyusui yang mendatangi fasilitas kesehatan umum di wilayah Barat Sierra Leone
adalah hal biasa. Meskipun konsumsi jamu biasanya tidak spesifik untuk meningkatkan suplai
ASI, penelitian ini menunjukkan bahwa obat-obatan herbal dapat digunakan ' membersihkan '
ASI awal.

Metode
a. Wilayah studi dan populasi
Tempat dilakukan studi adalah Western Area (WA) Sierra Leone. WA terdiri dari ibu kota
Sierra Leone (Freetown), dan memiliki populasi 1.493.252 yang 70% tinggal di ibu. WA
terdiri dari distrik pedesaan barat dan perkotaan Freetown. Ada delapan rumah sakit umum
di WA semuanya berlokasi di Freetown dan 60 klinik kesehatan perifer (pusat atau pos
kesehatan masyarakat). 4 dari rumah sakit kesehatan umum dan semua unit kesehatan
perifer menyediakan layanan perawatan nifas.
b. Studi desain dan penentuan ukuran sampel
Menggunakan studi cross-sectional deskriptif dilakukan pada ibu menyusui yang saat ini
berusia 18-49 tahun, memiliki anak berusia 12 bulan atau lebih muda, mendapatkan
perawatan untuk ibu dan / atau anak di fasilitas kesehatan yang telah ditunjuk dan yang
setuju untuk ikut serta penelitian. Jenis asuhan yang diterima ibu menyusui dan anaknya
meliputi praktik asuhan preventif seperti vaksinasi anak, gizi, penyuluhan tanda bahaya dan
asuhan di rumah. Ibu menyusui dan anaknya juga mendapat perawatan seperti malaria,
infeksi saluran pernafasan dan infeksi ginekologi. Peneliti mengeluarkan wanita dari
penelitian jika mmengalami sakit kronis. Masa studi antara Agustus - Oktober 2016. Peneliti
merekrut 400 orang dengan asumsi tingkat non-respons 10%.
c. Metode Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel multistage digunakan untuk memilih fasilitas kesehatan dan
memilih delapan fasilitas kesehatan untuk menjadi perwakilan ibu menyusui yang
menghadiri fasilitas kesehatan tersebut. Awalnya, kami membagi WA menjadi dua daerah
yaitu pedesaan dan perkotaan. Kami memilih dua puskesmas utama di pedesaan yang
melayani sebagian besar ibu dan enam fasilitas kesehatan di perkotaan, empat di
antaranya adalah rumah sakit dan dua sisanya adalah puskesmas perifer. Peneliti
menggunakan metode sampel acak sederhana untuk menargetkan jumlah ibu menyusui
yang dibutuhkan di setiap fasilitas.
d. Kuesioner
Kuesioner untuk penelitian ini dirancang dalam bahasa Inggris berdasarkan literatur terkini
tentang penggunaan jamu pada ibu menyusui. Kuesioner terdiri dari empat bagian yaitu :
Bagian 1 dan 2 memuat item tentang profil demografis peserta dan karakteristik latar
belakang keluarga (usia, suku, dan agama, tempat asal, pekerjaan dan status pendidikan).
Bagian 3 memuat pola penggunaan, jenis jamu yang digunakan, dan alasan
penggunaannya; Bagian 4 item survei menggali sumber sumber informasi jamu.
e. Pengumpulan dan Pengukuran Data
Data dikumpulkan baik dengan wawancara tatap muka di Creole. Kuesioner penelitian
dibagikan bersama dengan formulir persetujuan untuk semua ibu menyusui. Bukti
persetujuan di dapatkan dengan menandatangani atau cap jempol pada formulir
persetujuan. Pada penelitian ini mengacu pada satu atau kombinasi lebih dari satu jamu,
seperti bahan jamu, dan produk jamu jadi yang mengandung bahan aktif, bagian dari
tumbuhan atau bahan atau kombinasi tumbuhan lainnya. Peneliti juga mengecualikan
vitamin atau nutraceuticals. Responden adalah ibu yang sedang menyusui dengan
mengkonsumsi jamu baik melalui jalur oral, intravaginal atau topikal untuk menyusui.
Penggunaan jamu pada ibu menyusui ditentukan dengan menggunakan skala likert respon
lima poin mulai dari sangat setuju, setuju, netral sampai tidak setuju dan sangat tidak
setuju. Tanggapan dengan tingkat persetujuan atau ketidaksetujuan yang sama
dikelompokkan bersama sebagai tanggapan positif dan negatif.
f. Analisis statistik
Data dari kuesioner yang diisi diberi kode dan dianalisis menggunakan SPSS Windows,
Versi 22 (Chicago Inc.). Analisis bivariat menggunakan Chi square atau tes Fisher
digunakan untuk menetapkan hubungan antara sosio-demografi dan karakteristik terkait
lainnya dalam penggunaan jamu. Peneliti menggunakan model regresi logistik untuk
menentukan kemungkinan sosio-demografis dan prediktor terkait lainnya dari penggunaan
jamu.
g. Izin etik
Komite penelitian dan etika Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Sekutu, Universitas
Sierra Leone (COMAHS-USL) memberikan persetujuan etik sebelum memulai penelitian

Hasil
Dari 400 ibu terdapat 378 setuju untuk berpartisipasi dengan tingkat ketanggapan
94,5%. Hampir dua pertiga ibu berusia antara 20 tahun - 29 tahun ( n = 233, 61.6%), Muslim ( n
= 241, 63,8%) dan menikah ( n = 238, 63,0%). Lebih dari sepertiga ibu menyusui
mengkonsumsi jamu ( n = 140,37,0%). Namun, sangat sedikit ibu menyusui yang
menggunakan obat-obatan herbal untuk meningkatkan laktasi ( n = 3, 2,1%). Sebagian besar
responden tidak mengatakan bahwa mengkonsumsi jamu ( n = 124, 88,6%). Sumber informasi
jamu sebagian besar dari kerabat, teman dan praktisi pengobatan tradisional. Pada penelitian
ini menunjukkan bahwa kebanyakan wanita menggunakan jamu sebagai diet yang bertujuan
untuk meperbanyak produksi ASI (n = 355, 93,9%). Daun singkong dan umbi-umbian ( n = 286)
yang paling umum digunakan oleh ibu menyusui untuk meningkatkan produksi dan suplai ASI.
Obat herbal yang paling umum digunakan oleh ibu menyusui dalam penelitian ini adalah
Cassia sieberiana DC ( Obat pahit) sebanyak 66 (36,5%) dan Luffa acutangula ( L) Roxb
(Rabena) 53 (29,3%). Mayoritas wanita menyusui dalam penelitian ini percaya bahwa itu
membantu sakit perut (84,1%, n = 58), dan pembersihan payudara dari kontaminasi (49%, n =
29). Ibu yang anaknya berusia > 6 bulan cenderung menggunakan jamu dibandingkan dengan
ibu yang anaknya berusia < 6. Ibu yang mengkonsumsi jamu adalah ibu yang percaya bahwa
jamu lebih efektif daripada obat konvensional dalam menyusui.

Diskusi
Pada penelitian ini menyatakan bahwa lebih dari sepertiga wanita menggunakan jamu
selama menyusui. Hasil dari penelitian ini juga menunjukkan bahwa penggunaan jamu selama
menyusui relatif umum di antara ibu yang mengunjungi fasilitas kesehatan umum di Sierra
Leone. Penggunaan jamu yang tinggi karena lebih murah, aksesibilitas, khasiat & keamanan
yang dirasakan, ketidakpuasan dengan sistem perawatan kesehatan dan mungkin penerimaan
budaya. Penggunaan obat-obatan herbal selama menyusui untuk alasan selain untuk
meningkatkan produksi ASI didukung oleh fakta bahwa dua obat herbal utama yang digunakan
dalam penelitian adalah Cassia sieberiana dan Luffa acutangula.
Penelitian lain juga telah menyatakan bahwa Cassia Sieberiana banyak dijual di Sierra
Leone sebagai obat herbal untuk pengobatan sakit perut dan penyakit demam. Studi pra klinis
tentang Cassia sieberiana mekanisme utama dari Cassia sieberiana melalui sifat anti-
ulserogenik dapat mengurangi saat sakit perut. Namun, penelitian pada hewan telah
menyatakan potensi C.sieberiana dapat menyebabkan toksisitas hati dan ginjal pada dosis
rendah maupun tinggi. Dalam hal ini, efek tersebut berpotensi menimbulkan kerugian bagi ibu
dan bayinya. Meskipun tidak umum digunakan untuk meningkatkan produksi ASI, penelitian ini
menunjukkan bahwa obat-obatan herbal dapat digunakan membersihkan ASI awal. Sebuah
penelitian di Kenya melaporkan bahwa beberapa wanita menolak untuk menyusui anaknya
segera setelah lahir karena mereka menganggap ASI yang diproduksi kotor atau dapat
menyebabkan penyakit. ASI tersebut yang biasa disebut kolostrum. Sehingga wanita – wanita
tersebut mengkonsumsi L. acutangul untuk membersihkan ASInya, padahal L. acutangul
biasanya digunakan sebagai agen diuretik, ekspektoran, pencahar, dan pencahar.
Poin penting lainnya dari hasil penelitian ini adalah tingginya penggunaan jamu pada
wanita yang menghadiri layanan medis konvensional bersubsidi atau gratis yang disediakan
oleh FHCI. Temuan ini manyatakan, meskipun FHCI telah menghilangkan hambatan akses dan
biaya tetapi TCAM lebih menarik (sebagai pilihan yang lebih murah daripada layanan
konvensional non-subsidi), peningkatan aksesibilitas layanan kesehatan konvensional tidak
mengubah perilaku kesehatan para wanita ini sehubungan dengan layanan non-konvensional.
Kepatuhan pada kepercayaan dan praktik budaya yang kuat yang menganggap pengobatan
herbal alami adalah aman dan efektif juga.
Tenaga kesehatan memiliki peran penting mengingat mayoritas masyarakat masih
sangat mempercayai untuk mengkonsumsi obat herbal, sehingga juga diperlukan untuk
memberikan pemahaman kesehatan dan penyakit. Pendekatan yang lebih terfokus pada
penggunaan TCAM dalam menyusui juga harus didorong karena beberapa obat herbal dapat
digabungkan dengan obat farmasi konvensional atau menjelaskan bahwa mengkonsumsi obat
herbal tanpa mengetahui kandungannya secara rinci dapat merugikan kesehatan ibu dan anak.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa wanita menyusui menggunakan obat-obatan herbal
secara bersamaan dengan perawatan konvensional, bukan sebagai alternatif, yang dapat
meningkatkan risiko yang lebih tinggi.
Hasil dari penelitian ini juga menunjukkan bahwa wanita menyusui mungkin ragu-ragu
untuk mengatakan bahwa mengkonsumsi jamu secara sukarela. Namun, dengan bukti
tingginya penggunaan obat-obatan herbal pada populasi menyusui, penting bagi penyedia
layanan kesehatan yang merawat responden ini untuk mengetahui, dan bertanya tentang,
praktik TCAM yang mungkin digunakan pasien mereka termasuk manfaat dan bahaya yang
terkait dengan penggunaannya. Hal ini dapat membantu tenaga kesehatan untuk memberikan
informasi terkait penggunaan jamu secara rasional saat menyusui yang memaksimalkan
manfaat dan meminimalkan risiko, untuk meningkatkan produksi ASI, mayoritas wanita dalam
penelitian ini menggunakan sumber makanan lokal seperti daun singkong dan saus sup kacang
tanah. Penelitian ini menemukan bahwa ibu yang anaknya berusia lebih dari 6 bulan lebih
cenderung menggunakan jamu dibandingkan dengan ibu yang memiliki anak berusia 6 bulan
atau kurang. Ini dapat dikaitkan dengan sejumlah faktor. Para ibu mungkin khawatir bahwa bayi
yang lebih muda kemungkinannya lebih besar untuk mengalami overdosis atau efek samping
dari konsumsi tidak langsung jamu tersebut.
Mayoritas ibu dalam penelitian ini tidak mengungkapkan penggunaan jamu mereka
kepada penyedia layanan kesehatan mereka, meskipun hampir setengah dari ibu bertanya
kepada mereka. Selain ibu tersebut merasa tidak perlu untuk tenaga kesehatan mengetahui,
juga karena takut tenaga kesehatan terhadap reaksi penggunaan jamu, dan ditakutkan merusak
hubungan dan kepercayaan antara pasien dan tenaga kesehatan,. Mengingat bahwa obat-
obatan herbal tidak selalu digunakan dengan aman, sehingga perawatan yang lebih baik untuk
ibu akan ditingkatkan jika penyedia layanan kesehatan secara proaktif berusaha untuk
mengenal pasien, mulai dari menggali status penggunaan obat-herbal dan mendiskusikan
potensi bahaya dan manfaat yang terkait dengan penggunaan kedua jenis obat secara
bersamaan dalam menyusui. Diperlukan penelitian lebih lanjut yang menyelidiki hambatan
komunikasi efektif tentang penggunaan jamu antara ibu dan penyedia layanan kesehatan serta
dampak diskusi tersebut pada hasil kesehatan pasien. Penting untuk pasien menceritakan
bahwa mengkonsumsi jamu kepada tenaga kesehatan. Sehingga tenaga kesehatan dapat
memberikan penjelasan dan dapat mencegah efek samping obat dan herbal jika di konsumsi
bersamaan.

Kekurangan dari penelitian


Pada penelitian ini, peneliti menggunakan desain cross-sectional dan laporan mandiri
digunakan untuk menilai penggunaan jamu, sehingga ada kemungkinan prevalensi penggunaan
yang kurang atau pelaporan yang berlebihan. Kemungkinan bahwa responden mungkin tidak
jujur dalam tanggapan mereka (bias keinginan sosial) harus dipertimbangkan dalam penelitian
ini. Selain itu, penelitian ini juga gagal melihat alasan mengapa wanita memanfaatkan jamu
meskipun mendapat layanan kesehatan gratis di fasilitas kesehatan umum. Penelitian lebih
lanjut harus lebih memilih pembagian area, terutama untuk daerah pedesaan lebih diperhatikan
lagi karena lebih banyak yang mengkonsumsi jamu.
Kesimpulan
Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan jamu pada ibu menyusui yang
mengunjungi fasilitas kesehatan umum di wilayah barat Sierra Leone adalah umum meskipun
tidak sebagai galactagogue herbal. Sebaliknya, bahan makanan lokal digunakan oleh sebagian
besar ibu untuk meningkatkan produksi dan suplai ASI. Praktik pluaralisme medis oleh ibu
dalam penelitian ini berpotensi menimbulkan hasil kesehatan yang merugikan bagi ibu dan anak
menjadi tinggi. Oleh karena itu, penting untuk tenaga kesehatan perlu menanyakan terkait
konsumsi jamu pada pasiennya, sehingga dapat memberikan pengetahuan tentang manfaat
dan risiko yang terkait dengan produk herbal yang umum digunakan dan dapat menggunakan
obat-obatan secara rasional.

Anda mungkin juga menyukai