Anda di halaman 1dari 8

SUSTAINABLE TOURISM SEBAGAI INSTRUMEN STRATEGIS

DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN


Suatu Analisis dari sisi Pengembangan Destinasi Pariwisata Berkelanjutan

Oka A.Yoeti dan I Made Adhi Gunadi


Fakultas Pariwisata Universitas Pancasila

Abstract
Sustainable tourism development guidelines and management practices are applicable to all
forms of tourism in all types of destinations, and all types of tourism, whether it is ‘mass tourism’
or ‘niche tourism’. Sustainable ways of managing destinations can be defined by considering
their competitive position and their stage in the destination life cycle in the interest of achieving
sustainable tourism outcomes. This paper discusses factors that could ensure the sustainability
of tourism and appropriate policy that needed to be implemented in order to prevent tourism
from creating negative environmental and socio-cultural impacts in the respective tourist
destinations. Within the discussion, reference is made to several tourism destinations. Towards
the end of the paper, planning approaches that are needed to conserve the intrinsic qualities of
selected tourism destination are suggested.

Keywords: Sustainable tourism, tourism development.

PENGANTAR hati-hati. Kunjungan wisatawan yang banyak


Akhir-akhir ini minat masyarakat melakukan itu harus dilihat sebagai “madu” dan sekaligus
perjalanan wisata semakin meningkat, baik di juga dianggap sebagai “racun” bila tidak
dalam negeri maupun ke luar negeri. Hal itu direncanakan dengan baik (tourism can be both
terjadi, karena adanya penerbangan murah a blight and a blessing). Dalam hal inilah
yang telah membuat perjalanan wisata ke diperlukannya perencanaan dalam pengembangan
berbagai destinasi menjadi lebih mudah, murah dan salah satunya adalah menggunakan prinsip-
dan terjangkau. Destinasi yang sebelumnya prinsip pariwisata berkelanjutan (sustainable
tidak dikenal, kini memperoleh kesempatan tourism).
melakukan promosi secara lebih baik, dan Isu strategis yang mengemuka selama ini
menyediakan informasi yang lebih lengkap tentang struktur ruang pembangunan pariwisata,
dan akurat. Sejalan dengan itu, banyak daerah antara lain, berdasarkan hasil kajian tahun
bergairah mengembangkan pariwisata, melakukan 1995 (Nuryanti, 2010) antara lain adalah: (1)
investasi, peningkatan infrastruktur untuk Lemahnya pemahaman tentang pariwisata
menarik lebih banyak wisatawan datang, lebih sebagai suatu aktivitas tidak mengenal batas
lama tinggal dan lebih banyak membelanjakan administrasi (borderless); (2) Terjadinya tumpang
dolarnya. Tujuannya hanya satu, yaitu tindih kewenangan pengelolaan kawasan
peningkatan perolehan devisa. Di waktu yang pariwisata antara pemerintah, swasta dan
akan datang menarik wisatawan lebih banyak daerah sendiri; (3) Rendahnya keterpaduan
berkunjung pada suatu destinasi harus ekstra pengembangan kawasan pariwisata dengan

Vol 1 No. 1 Nov 2013, ISSN: 2339-1987 37


Oka A.Yoeti dan I Made Adhi Gunadi

perencanaan sektor terkait; (4) Terjadinya Agar pariwisata menjadi berkelanjutan,


kesenjangan pembangunan pariwisata di Bali menuntut dilakukannya perencanaan, pengembangan
dan di luar Bali; (5) Terjadinya global warming dan pelaksanaan di seluruh aspek pariwisata.
dan dampaknya terhadap destinasi pariwisata; Proses peningkatan tersebut harus dilakukan
(6) Tidak memahami Global of Ethic For menerus dan diaplikasikan untuk semua jenis
Tourism dan implikasinya terhadap pembangunan dan format wisata. Seluruh stakeholder harus
destinasi. terlibat dan aktif berpartisipasi dalam proses
tersebut, termasuk dalam kegiatan memantau
ANALISIS KEBIJAKAN dampaknya agar dapat segera melakukan upaya
Pariwisata berkelanjutan sering digunakan preventif atau koreksi yang diperlukan. Secara
sebagai suatu “slogan” politik untuk menganalisis lebih mendetil, UNWTO dan UNEP (2005) telah
kegiatan pariwisata. Pariwisata berkelanjutan menyusun sejumlah ketentuan yang harus
atau sustainable tourism sendiri dapat diartikan dipenuhi dalam sustainable tourism, yaitu:
sebagai: tourism that takes full account of its 1) Memanfaatkan secara optimal sumber daya
current and future economic, social and lingkungan yang merupakan elemen utama
environmental impacts, addressing the needs dari pembangunan kepariwisataan, menjaga
keutuhan ekologi dan mendukung upaya
of visitors, the industry, the environment and
pelest ari an s umber da ya al am dan
host communities (UNWTO dan UNEP, keanekaragaman hayati.
2005). Definisi tersebut menunjukkan bahwa 2) Menghargai karakteristik sosial budaya
sustainable tourism memasukkan pertimbangan masyarakat setempat, melestarikan warisan
dampak di masa kini dan masa mendatang budaya dan nilai-nilai tradisi, serta
dalam pengembangan pariwisata. Dalam bahasa berkontribusi terhadap pemahaman lintas
yang lebih sederhana, Kimura (2011) memberikan budaya dan toleransi.
3) Menjamin keberlanjutan usaha, menghasilkan
uraiannya akan sustainable tourism:
manfaat sosial ekonomi yang terdistribusikan
By and large, the UN World Tourism Organization secara merata bagi para pemangku
(WTO) defines sustainable tourism as tourism kepentingan, termasuk berupa kesempatan
that meets the needs of present tourists and kerja, kesempatan untuk memperoleh
host regions while protecting and enhancing penghasilan, tersedianya pelayanan dan
the opportunity for the future. WTO articulates fasilitas umum yang baik bagi masyarakat
that sustainable tourism is the tourism that lokal dan kontribusi terhadap pengentasan
leads to the management of all resources in such kemiskinan.
a way that economic, social and aesthetic needs
can be fulfilled while maintaining cultural integrity, Pembangunan pariwisata yang berkelanjutan
essential ecological processes, biological diversity membutuhkan partisipasi dari para pemangku
and life support systems. Sustainable tourism, kepentingan serta kepemimpinan politik yang
in its purest sense, is an industry that attempts kuat untuk menjamin tercapainya partisipasi
to make a low impact on the environment and dan konsensus. Pariwisata berkelanjutan
local culture, while helping to generate income, merupakan sebuah proses yang berkesinambungan
employment, and the conservation of local dan membutuhkan pengamatan dampaknya
ecosystems. It is a responsible tourism that is secara terus menerus, serta dapat mengandung
both ecologically and culturally sensitive. Thus, langkah-langkah preventif dan korektif jika
sustainable tourism activities have minimal diperlukan. Namun demikian, pariwisata
impact on the environment and culture of the berkelanjutan juga harus senantiasa menjaga
host community (Kimura, 2011:2). kepuasan wisatawan dan memastikan bahwa

38 Vol 1 No. 1 Nov 2013, ISSN: 2339-1987


Journal of Tourism Destination and Attraction

wisatawan dapat memperoleh pengalaman pemerintah, kurang dimanfaatkan dengan


yang berarti dalam kunjungannya, yaitu optimal, bahkan cenderung menurun
pengalaman yang dapat meningkatkan kesadaran kondisinya.
mereka akan isu-isu lingkungan, bahkan
(b) Pengembangan pariwisata yang salah
mendorong mereka untuk menerapkan praktek-
praktek pariwisata berkelanjutan. Di samping urus juga terjadi di Padang. Semua orang
itu, pariwisata berkelanjutan juga harus dipahami mengetahui legenda Malin Kundang.
sebagai proses perbaikan yang berkelanjutan Sekarang situs Malin Kundang sudah
dan bukan merupakan suatu kondisi yang statis. tercemar berat dan sekaligus tidak akan
Secara teoritis pariwisata berkelanjutan memiliki daya tarik lagi, akibat kebijakan
tidak lain merupakan suatu perencanaan strategis pengelolalan yang tidak profesional. Mobil-
dalam pengembangan pariwisata. Oleh karenanya mobil dibiarkan memasuki bibir pantai
menarik untuk didiskusikan, agar pembangunan dimana situs Malin Kundang berada.
pariwisata yang kita lakukan tidak melenceng Selain itu, pedagang mendirikan warungnya
dari apa yang ditetapkan oleh UU No 10 di atas situs yang menjadi daya tarik wisata
Tahun 2009 tentang Kepariwisataan. Pasal 2 itu. Pengelola dan para pedagang tidak
menyebutkan harus memperhatikan keseimbangan, menyadari, bila situs itu hancur atau hilang,
pelestarian, berkelanjutan). Pasal 6 mengamanatkan daya tarik wisata untuk berkunjung tidak
supaya memperhatikan keanekaragaman, keunikan ada lagi, akhirnya sumber penghasilan
dan kekhasan budaya, alam dan kebutuhan mereka juga akan hilang. Pada kasus ini,
wisatawan. Sedangkan Pasal 7 menjelaskan dinas terkait tampaknya tidak melakukan
bahwa cakupan pembangunan kepariwisataan fungsi pengawasan dengan baik.
itu meliputi industri pariwisata, destinasi (c) Adanya pembangunan yang berpotensi
pariwisata, pemasaran dan kelembagaan mengganggu proses pelestarian situs warisan
kepariwisataan. Undang-undang mengharuskan budaya seperti warisan budaya Candi
seperti itu, tetapi apa yang terjadi di lapangan Borobudur, dan situs Majapahit di Trowulan.
kadang kala adalah suatu kondisi yang dapat (d) Banyaknya izin pertambangan di kawasan
diumpakan sebagai ‘jauh panggang dari api’. hutan lindung, menyebabkan perkembangan
Dampak negatif pengembangan destinasi Niche Tourism atau Special Interrest Tourism
pariwisata dapat dilihat dari gejala-gejala mengalami gangguan, karena dapat
yang timbul pada hampir semua destinasi menguras sumber-sumber hayati, flora dan
seperti contoh di bawah ini: fauna yang tentunya menimbulkan kerugian
(a) Terjadinya pengrusakan lingkungan dan pengembangan pariwisata berkelanjutan.
pencemaran terhadap seni dan budaya,
dan itu terjadi cenderung sebagai akibat Frans Mardi Hartanto (1997) mengatakan:
kebijakan yang tidak tepat. Campur tangan “Dampak negatif pariwisata itu cukup luas”.
pemerintah memerlukan seperangkat Dampak yang timbul, karena tidak adanya
tindakan, namun terbentur keterbatasan perencanaan yang baik, kurangnya pemahaman
SDM yang kurang memahami atau memiliki tentang kegiatan pariwisata dan pentingnya
kompetensi dalam perencanaan pengembangan pelestarian lingkungan. Di sinilah pentingnya
destinasi pariwisata. Di Bandung misalnya, perencanaan pembangunan pariwisata dilakukan
Dago Teahouse sebagai sarana pertunjukan secara terarah, terpadu, antar sektor dalam
kesenian tradisional yang dibangun oleh suatu wilayah sesuai dengan peruntukannya.

Vol 1 No. 1 Nov 2013, ISSN: 2339-1987 39


Oka A.Yoeti dan I Made Adhi Gunadi

Dalam menanggulangi dampak negatif itu, (local), dan kemudian diikuti perencanaan
sebaiknya diperhitungkan daya dukung sosial Master Plan Kawasan dimana dibicarakan detail
budaya dan aspek fisiknya. Pemilihan kebijakan engineering kawasan hingga pembangunan
pemerintah hendaknya diarahkan untuk konstruksinya. Tujuannya jelas untuk memberikan
mencegah terjadinya dampak negatif supaya arahan pengembangan yang tepat terhadap
terciptanya manfaat yang merata bagi semua potensi kepariwisataan yang ada (dari sisi
pihak yang berkepentingan (Nuryanti, 2010). produk, pasar, tata ruang, SDM, manajemen
dan sebagainya, sehingga dapat tumbuh dan
TUJUAN PERENCANAAN berkembang secara berkelanjutan).
Tujuan perencanaan dalam pengembangan Selama ini struktur ruang wilayah
pariwisata di antaranya adalah : (1) Memberi pembangunan kepariwisataan cenderung
arah; (2) Membimbing kerjasama; (3) Menciptakan berorientasi pada pengelompokkan wilayah
koordinasi; (4) Menjamin tercapainya kemajuan; pengembangan berdasarkan karakteristik
(5) Untuk memperkecil resiko; (6) Mendorong geografis. Cara ini kurang dan tidak
pelaksanaan kerja (Yoeti, 2008 : 50). Dalam mempertimbangkan: (1) faktor-faktor strategis
seminar “Pembaruan Penataan Ruang Untuk lain seperti pola kunjungan wisatawan, keterkaitan
Perbaikan Hidup di Daerah Dengan Pendekatan antar wilayah, antar komponen kepariwisataan
Kepariwisataan,” Wiendu Nuryanti (2010) dan keterpaduan dengan rencana sektor
memberi rincian tujuan perencanaan pengembangan lain yang juga harus diperhitungkan; (2)
pariwisata secara lebih luas sebagai berikut: Ada kecenderungan memisahkan wilayah-
(1) Memberikan arah pengembangan yang wilayah pengembangan tanpa mempertimbangkan
tepat terhadap sumber daya pariwisata yang pola interaksi antar wilayah pengembangan
dimiliki, sehingga dengan demikian diharapkan kegiatan kepariwisataan yang tidak mengenal
pariwisata dapat tumbuh berkembang secara batas wilayah administrasi (borderless); (3)
berkelanjutan, memiliki daya saing bagi Tidak menunjukkan adanya focus pengembangan,
pembangunan daerah dan dapat meningkatkan dan hanya menggambarkan pengembangan secara
kesejahteraan masyarakat. (2) Mengatur peran makro tanpa memperhatikan pengembangan
setiap stakeholders terkait yang lintas sektor mikro yang lebih spesifik (Nuryanti, 2010).
itu agar dapat mendorong pengembangan Kebijakan pengembangan pariwisata
destinasi pariwisata secara bersinergis dan yang baik hendaknya tercermin dalam beberapa
terpadu. Secara keseluruhan perencanaan itu kebijakan sebagai berikut (Hartanto, 1997):
dituangkan dalam Rencana Induk (Master (1) Harus melibatkan masyarakat setempat,
Plan) Pembangunan Kepariwisataan, antara dasar pemikirannya adalah kebijakan
lain mencakup: (a) peruntukan tata ruang; (b) kegiatan pariwisata hanya dapat dipertahankan
produk (daya tarik wisata, asesibilitas, fasilitas apabila kegiatan pariwisata sejalan dengan
penunjang); (c) Pemasaran; (d) SDM dan kepentingan masyarakat lokal.
kelembagaan; (e) Investasi; (f) Lingkungan; (2) Pembangunan pariwisata harus merupakan
dan (g) strategi implementasi dalam pelaksanaan hasil usaha bersama antara pemerintah,
program. pihak swasta dan masyarakat. Hal ini
Tingkat-tingkat perencanaan, dapat dimulai diperlukan untuk memberi kemudahan
dari Master Plan tingkat nasional, tingkat untuk berperan serta bagi ketiga pihak
provinsi (regional), tingkat kabupaten/kota dalam proyek yang akan dibangun.

40 Vol 1 No. 1 Nov 2013, ISSN: 2339-1987


Journal of Tourism Destination and Attraction

(3) Harus fleksibel, artinya kebijakan yang PENDEKATAN PERENCANAAN


dibuat hendaknya disesuaikan dengan Indeks daya saing destinasi pariwisata
tantangan kondisi lingkungan yang selalu Indonesia dapat dirinci menjadi sebelas hal,
berubah, karena itu kebijakan yang diambil yaitu: (1) Dilihat dari manfaatnya bagi
hendaknya dapat mengakomodasi kebutuhan masyarakat, atau persepsi masyarakat
pihak industri pariwisata, pemerintah dan terhadap pariwisata, disamping dampak
kepentingan wisatawan yang berkunjung ekonomi yang dapat dinikmati masyarakat;
pada destinasi. (2) Terhadap harga, yang dapat menimbulkan
(4) Adanya kebebasan untuk menentukan inflasi/indek harga konsumen; (3) Prasarana/
pilihan, maksudnya mereka yang kena asesibilitas, bandara, pelabuhan, jalan dan
peraturan hendaknya berhak untuk jembatan; (4) Sarana dan fasilitas yang dapat
menentukan pilihannya. Dalam kegiatan dilihat dari jumlah resort dan hotel berbintang,
usaha kepariwisataan, peraturan yang jumlah tour operator, angkutan wisata; (5)
dibuat jangan terkesan menghambat dalam Jumlah situs yang punah, pelestarian senibudaya,
usaha meningkatkan kegiatan pariwisata. kualitas produk dan munculnya industry
kreatif; (6) Lingkungan, tingkat kepadatan
Tujuan penataan ruang dalam wilayah penduduk, jumlah emisi CO2, Jumlah Flora
secara nasional adalah (1) untuk memperoleh dan fauna langka yang dapat diinventarisasi;
ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, (7) Teknologi, tingkat penggunaan internet,
produktif dan berkelanjutan; (2) Untuk mencapai telepon/handphone; (8) SDM Pariwisata,
keharmonisan antara lingkungan alam dan jumlah tenaga kerja pariwisata; (9) Regulasi
lingkungan buatan; (3) Menciptakan keterpaduan kebijakan, persyaratan visa, kemudahan
perencanaan antara tata ruang wilayah berinvestasi dan keringan pajak; (10) Sosial,
nasional, provinsi dan kabupaten/kota; (4) seperti indeks pembangunan manusia, jumlah
Untuk mencapai keterpaduan pemanfaatan pembaca surat kabar, jumlah pendengar
ruang darat, ruang darat, dan ruang udara, radio/penonton TV (Indeks Daya Saing Versi
termasuk ruang di dalam bumi dalam WEF/WTTC).
kerangka NKRI; (5) Untuk keterpaduan Menurut hasil penelitian UN-WTO,
pengendalian pemanfaatan ruang wilayah peringkat daya saing pariwisata Indonesia
nasional, provinsi, dan kabupaten/kota dalam pada peringkat 13 di Asia Pasifik, lebih
rangka perlindungan fungsi ruang dan pencegahan rendah dibanding dengan Malaysia (7),
dampak negatif terhadap lingkungan akibat Thailand (10) dan Brunei (11), jauh
pemanfaatan ruang; (6) Pemanfaatan sumber tertinggal dari Hongkong (2) dan Singapura
daya alam secara berkelanjutan bagi peningkatan (1). Hal itu disebabkan karena masih banyak
kesejahteraan masyarakat; (7) Keseimbangan kelemahan pada faktor-faktor sebagai berikut:
dan keserasian pertembangan antar wilayah; (i) Regulatory framework: policy rules and
(8) Keseimbangan dan keserasian kegiatan regulations, Environmental sustainability,
antar sektor; dan (9) Pertahanan dan Safety and Security, Health and hygiene; (ii)
keamanan Negara yang dinamis serta Business environment and infrastructure, air
integrasi nasional (UU No 26 Tahun 2006 and ground transport infrastructure, tourism
tentang Penataan Ruang). infrastructure and price competitiveness in
the T & T industry; (iii) Human, Cultural and

Vol 1 No. 1 Nov 2013, ISSN: 2339-1987 41


Oka A.Yoeti dan I Made Adhi Gunadi

Natural Resources: human resources, education peningkatan pendapatan asli daerah (PAD).
and training, availability of qualified labor, Karenanya, wisatawan harus didorong membeli
affinity for Travel & Tourism, natural resources, paket wisata untuk datang berkunjung pada
cultural resources (T & T Tourism Competitiveness suatu destinasi karena pariwisata memiliki
Index/BAPPENAS, 2011). Perencanaan pariwisata karakter produk yang unik, berbeda dengan
ke depan, hendaknya memperhatikan titik karakter produk manufaktur yang biasa kita
kelemahan yang ada, tanpa memperhatikan kenal. Wisatawan harus datang sendiri ke
kondisi yang tengah berjalan. lokasi untuk mengkonsumsi produk yang
dibelinya. Karakter produk yang unik ini
Pariwisata sebagai instrumen strategis disebut dengan istilah “in situ”, artinya, untuk
Pariwisata itu katalisator pembangunan menikmati apa yang dibelinya, wisatawan harus
(agent of development). Pariwisata, bila datang sendiri ke lokasi dimana produk itu
dikembangkan dengan baik akan memberikan dihasilkan. Datang berkunjungnya wisatawan
effect multiplier cukup besar bagi tumbuhnya ke daerah-daerah terpencil memberi peluang
dan berkembangan aktivitas perekonomian, sangat besar bagi pembangunan daerah, dan
ia menciptakan mata rantai yang panjang, sekaligus membuka isolasi yang terjadi
terutama Usaha Kecil dan Menengah (UKM). selama ini.
Di kawasan Pasifik dan Timur Jauh, berdasarkan
penelitian oleh Harry G. Clement (1959) pada PENUTUP
Yoeti (2008) besarnya nilai koefisien multiplier Pariwisata tidak mungkin dikembangkan
sebesar K = 3,48. Artinya, setiap $1 yang secara tambal sulam, tanpa arah dan tujuan.
dibelanjakan wisatawan, setelah dolar itu Pembangunan dan pengembangan pariwisata
beredar dari satu tangan ke tangan orang berkelanjutan memerlukan kerjasama, koordinasi
lain, melalui beberapa kali transaksi dalam dan sinkronisasi tindakan dan melibatkan
periode satu tahun, maka $ 1 yang masyarakat lokal. Pengembangan pariwisata
dibelanjakan wisatawan itu akan memberi hendaknya menganut prinsip-prinsip sebagai
pengaruh terhadap perekonomian makro sebesar berikut:
$ 3,48. Bayangkan, kalau wisatawan membelanjakan a) Pengambil kebijakan pembangunan
dolarnya sebesar $ 8 juta, hitung saja dampaknya harus melihat pariwisata sebagai salah
terhadap perekonomian makro (Yoeti, 2008). satu pilihan pembangunan ekonomi dan
setara dengan kegiatan ekonomi lainnya.
Suatu bukti nyata, pariwisata sebagai
b) Informasi kepariwisataan yang relevan
instrumen strategis bagi pembangunan harus menjadi dasar bagi pemberian ijin,
daerah. analisa dan pemantauan industri pariwisata
Pariwisata memiliki keterkaitan lintas yang berkaitan dengan sektor ekonomi
sector (multidemension), ini memberi peluang lainnya.
untuk investasi dalam banyak hal. Satu hal c) Pengembangan pariwisata harus dilaksanakan
harus disadari bahwa adanya sistem keterkaitan dengan cara-cara yang sesuai prinsip
pembangunan berkelanjutan (sustainable
antara unsur-unsur industri pariwisata (hotel,
development).
restoran, airline, biro perjalanan, obyek dan
atraksi wisata dan toko cendramata), semuanya Kelemahan selama ini, komitmen kebersamaan
ini menciptakan kesempatan berusaha, kesempatan itu tidak ada, koordinasi lemah, tidak ada
kerja, peningkatan penerimaan pajak dan panutan dan masing-masing sektor lebih

42 Vol 1 No. 1 Nov 2013, ISSN: 2339-1987


Journal of Tourism Destination and Attraction

bersifat egosentris, akhirnya pengembangan Di Daerah Dengan Pendekatan Kepariwisataan,


pariwisata terkesan jalan sendiri-sendiri. Bila Paper Rapat Kerja Nasional IA-ITB, Yogyakarta.
dibiarkan terus seperti ini, fungsi pariwisata Sujas, Winarno. 2010. Kebijakan Strategi
sebagai agent of development akan sia-sia, Pengembangan Pariwisata Indonesia
apalagi menjadi unsur strategis dalam Berdaya Saing, Paper Seminar Fakultas
pembangunan daerah. Pariwisata Universitas Pancasila, Jakarta.
Suhardy, Harry. 2013. Studi Kelayakan Destinasi
DAFTAR PUSTAKA Pariwisata, Diktat Perkuliahan Fakultas
Alisyahbana, Armida S. 2011. Arah Kebijakan Pariwisata Universitas Pancasila, Jakarta.
Pembangunan Nasional Dalam Menunjang UNWTO dan UNEP. 2005. Making Tourism
Pariwisata Daerah, Jakarta: Kementerian More Sustainable – A Guide for Policy Makers
Perencanaan Pembangunan Nasional.
UNWTO. 2004. Indicators of Sustainable
Darsoprajitno, H. Soewarno. 2002. Ekologi Development For Tourism Destinations,
Pariwisata: Tata Laksana Pengelolaan Madrid: WTO
Obyek dan Daya Tarik Wisata, Bandung:
UU No 6 Tahun 2006 Tentang Penataan Ruang,
Penerbit PT. Angkasa.
Kementerian Pekerjaan Umum Republik
Gardner, William C. 1996. Tourism Development: Indonesia
Principles, Processes and Policies, Von
UU No 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan,
Nostrand Reinhold, New York, Madrid
Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata,
and Singapore: International Thomson
Republik Indonesia
Publishing Inc.
Vabhove, Norbert. 2005. The Economic of
Hartanto, Frans Mardi. 1997. Menjelang
Tourism Destinations, Butterworth, Heinemann,
Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan,
Amsterdam and New York: Elsevier
Perspektif Perencanaan Kebijakan/Perencanaan
Pariwisata Berkelanjutan, Bandung: Penerbit Wahab, Salah dan John J. Pigram. 1997.
ITB. Tourism Development and Growth: The
Challenge of Sustainability, London and
Kimura, Hirotsune. 2011. Tourism, Sustainable
New York: Rouledge
Tourism and Ecotourism in Developing
Countries. Paper for ANDA International Yoeti, Oka A. 1977. Perencanaan & Pengembangan
Conference, Nagoya : Graduate School of Pariwisata, Jakarta: PT. Pradnya Paramita
International Development, Nagoya University Yoeti, Oka A. 1999. Ekowisata: Pariwisata
Kozak, Metin. 2004. Destination Benchmarking: Berwawasan Lingkungan Hidup, Jakarta:
Concepts, Practices and Operations, Walingford, PT. Perca
Oxon: CABI Publishing. Yoeti, Oka A. 2005. Perencanaan Strategis
Mak, James. 2004. Tourism & The Economy: Pemasaran Daerah Tujuan Wisata,
Understanding The Economic of Tourism, Jakarta: PT. Pradnya Paramita.
Hawaii: University of Hawaii Press Book Yoeti, Oka A. 2008. Ekonomi Pariwisata:
Nuryanti, Wiendu. 2010. Pembaruan Penataan Introduksi, Informasi dan Implementasi,
Ruang Untuk Perbaikan Kualitas Hidup Jakarta: Penerbit Buku KOMPAS.

Vol 1 No. 1 Nov 2013, ISSN: 2339-1987 43


Journal of Tourism Destination and Attraction

44 Vol 1 No. 1 Nov 2013, ISSN: 2339-1987

Anda mungkin juga menyukai