Anda di halaman 1dari 11

PSYCHIATRY NURSING JOURNAL

Journal Homepage: https://e-journal.unair.ac.id/PMNJ/index

(Jurnal Keperawatan Jiwa) This is an Open Access


article distributed
Vol. 2, No. 1, Maret 2020 under the terms of the
Creative Commons
Attribution 4.0 International
Laman Jurnal: https://e-journal.unair.ac.id/PNJ License
http://dx.doi.org/ 10.20473/pnj.v1i1.18589

Original Research
PENGALAMAN PETUGAS KESEHATAN JIWA DALAM MENANGANI ORANG
DENGAN GANGGUAN JIWA (ODGJ) DI PUSKESMAS KABUPATEN
LAMONGAN
(Mental Health Officer Experience in Handling People with Mental Disorders in the Public
Healthy Center of Lamongan Regency)

Wahyu Agustin Eka Lestari, Ah Yusuf, and Rr. Dian Tristiana


Faculty of Nursing, Universitas Airlangga, Surabaya, East Java, Indonesia

ABSTRAK
RIWAYAT ARTIKEL
Diterima: 9 April 2020 Pendahuluan: Pengalaman petugas kesehatan jiwa dapat mempengaruhi kualitas
Disetujui: 16 April 2020 pelayanan kesehatan jiwa. Petugas kesehatan jiwa memiliki berbagai hambatan dalam
menangani pasien gangguan kesehatan jiwa. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menggali pengalaman petugas kesehatan jiwa dalam menangani ODGJ di Puskesmas
KONTAK PENULIS Kabupaten Lamongan.
Wahyu Agustin Eka Lestari Metode: Penelitian ini menggunakan desain penelitian kualitatif fenomenologi.
wahyu.agustin26@gmail.com Pengambilan sampel dilakukan dengan purposive sampling dengan jumlah sampel 15
Faculty of Nursing, Universitas partisipan. Data dikumpulkan dengan menggunakan observasi dan wawancara
Airlangga, Surabaya, East Java, mendalam semi terstruktur. Analisis tematik dilakukan menggunakan langkah-langkah
Indonesia
Colaizzi.
Hasil: Pengalaman petugas kesehatan jiwa meliputi hambatan, motivasi dan cara
mengatasi hambatan dalam menangani pasien gangguan jiwa. Hambatan yang dihadapi
petugas kesehatan jiwa berasal dari ODGJ yang tidak mau minum obat dan melakukan
kekerasan secara fisik maupun verbal terhadap petugas kesehatan jiwa, selain itu
kurangnya dukungan keluarga dan SDM yang kurang sehingga petugas kesehatan
mengalami kesulitan dalam merawat ODGJ, namun dapat diatasi dengan motivasi yang
tinggi dari petugas kesehatan jiwa dalam merawat pasien gangguan jiwa, kerjasama
dengan lintas sektor, meningkatkan kualitas SDM dengan pelatihan CMHN, sosialisasi di
masyarakat dan pendekatan kepada keluarga.
Kesimpulan: Pengalaman dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan dan kemampuan
petugas kesehatan jiwa dalam menangani ODGJ. Hasil penelitian ini diharapkan dapat
digunakan sebagai data penunjang maupun acuan dalam meningkatkan kualitas
pelayanan kesehatan jiwa khususnya di wilayah kerja puskesmas
Kata Kunci
orang dengan gangguan jiw; petugas kesehatan jiwa; pengalaman; puskesmas

Kutip sebagai: Lestari,W.A.E., Yusuf,A. & Tristiana, R.D (2020). Pengalaman Petugas Kesehatan Jiwa
Dalam Menangani Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) di Puskesmas Kabupaten
Lamongan. Psych. Nurs. J., 2(1). 5-15

ARTICLE HISTORY ABSTRACT


Introduction: The experience of a mental health practitioners can affect the quality of
Received: April 9, 2020
Accepted: April 16, 2020 mental health services. Mental health practitioners have various obstacles in the
treatment of mental disordered patients. The aim of this research is to know the
experience mental health on treating mental disordered patients in health center.

http://e-journal.unair.ac.id/PNJ| 5
W. A. E. LESTARI, ET AL.

CORRESPONDING AUTHOR Method: This study uses qualitative research with a phenomenological approach.
Sampling was conducted by purposive sampling with a sample size of 15 participants.
Wahyu Agustin Eka Lestari Data were collected using with observation and semistructured in-depth interview.
wahyu.agustin26@gmail.com Thematic analysis was performed using Colaizzi steps.
Faculty of Nursing, Universitas
Airlangga, Surabaya, East Java, Results: The experience of mental health practitioners includes obstacles, motivation,
Indonesia and ways to overcome obstacles in dealing with mental patients. Obstacles faced by
mental health practitioners come from mental disorders patients who do not want to take
medicine and do physical or verbal violence against mental health workers, besides the
lack of family support and lack of human resources so that health practitioners have
difficulty in caring for mental disorders patients, but can be overcome with motivation
education of mental health practitioners in treating mental patients, collaboration with
cross-sectoral, improving the quality of human resources with CMHN training,
socialization in the community and approach to the family.
Conclusion: Experience can affect the level of knowledge and ability of mental health
practitioners in handling mental disordered patients. The result of this research is
expected to be used as both supporting data and references in increasing the quality of
mental health service especially in health center work area.
Keywords
mental disordered patient; mental health practitioner; experience; health center

Cite this as: Lestari,W.A.E., Yusuf,A. & Tristiana, R.D (2020). Mental Health Officer Experience in
Handling People with Mental Disorders in the Public Healthy Center of Lamongan
Regency Psych. Nurs. J., 2(1). 5-15

1. PENDAHULUAN keperawatan sebanyak 296.876 jiwa namun


distribusi masih belum merata. Banyaknya jumlah
Sumber Daya Manusia (SDM) dan pelatihan petugas tenaga kesehatan dapat mempengaruhi derajat
kesehatan dalam upaya penanganan gangguan jiwa kesehatan masyarakat dan kinerja dari petugas
yang kurang menyebabkan pengalaman petugas kesehatan(Kementerian Kesehatan Republik
kesehatan minimal hal ini dapat mempengaruhi Indonesia., 2017).
kualitas dari pelayanan kesehatan sehingga Terbatasnya jumlah tenaga kesehatan
menyebabkan jumlah Orang Dengan Gangguan Jiwa menyebabkan tidak berjalannya program kesehatan
(ODGJ) semakin meningkat. Penelitian sebelumnya jiwa dengan sebagaimana mestinya sehingga kinerja
menyebutkan bahwa Jumlah tenaga kesehatan di petugas kesehatan menjadi rendah akibatnya tingkat
Indonesia meningkat dalam hal kuantitas dan kesembuhan ODGJ menjadi lebih lama(Hidayanti,
kualitas, namun persebarannya masih belum 2018). Menurut data Perkembangan sebaran
merata(R. D. Tristiana et al., 2018). Distribusi yang pelatihan petugas kesehatan jiwa Provinsi Jawa
tidak merata dari profesi kesehatan dan keterampilan Timur tahun 2014 menyebutkan bahwa Kabupaten
yang kurang menyebabkan hambatan dalam Lamongan memiliki 33 Puskesmas namun hanya 4
memberikan pelayanan kesehatan jiwa. Studi lain orang yang pernah mengikuti pelatihan penanganan
melaporkan distribusi yang tidak merata dari pekerja pasung(Rahmawati, Ratnawati and Rachmawati,
profesi kesehatan, terutama ketika terkait dengan 2016). Sedikitnya jumlah petugas kesehatan yang
kebijakan daerah tentang jumlah minimal pekerja mengikuti pelatihan karena adanya kendala
profesional kesehatan, rendah gaji, kurangnya pembiayaan dan menyebabkan kurangnya
fasilitas dan ketidakpastian masa depan(R. D. kompetensi dari petugas kesehatan dalam upaya
Tristiana et al., 2018). Menurut data Dinas Kesehatan penanganan ODGJ. Meningkatnya jumlah ODGJ
Kabupaten Lamongan (DINKES) hingga tahun 2018 dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jumlah tenaga
data pasung di Wilayah Kabupaten Lamongan kesehatan yang kurang, kurangnya kesediaan
mencapai 0% namun angka ODGJ dari tahun 2016 keluarga dalam memanfaatkan fasilitas pelayanan
hingga 2018 semakin meningkat sebanyak 10,6 % kesehatan karena terbatasnya ekonomi keluarga,
menjadi 3.010 jiwa(Dinas Kesehatan Kabupaten terbatasnya akses pelayanan kesehatan, keengganan
Lamongan, 2018). Menurut World Health dari keluarga untuk mengantarkan ODGJ berobat
Organization (WHO), Indonesia termasuk dalam 57 karena merasa malu dan putus asa, kurangnya
negara yang mengalami kriris tenaga kesehatan sosialisasi petugas kesehatan jiwa tentang pengadaan
sehingga menyebabkan distribusi tenaga kesehatan fasilitas kesehatan jiwa untuk menampung dan
di Indonesia tidak merata, padahal capaian 80% membina ODGJ dengan pendanaan Negara, dan
keberhasilan dalam pembangunan kesehatan kinerja petugas kesehatan rendah(Gunawan.,
ditentukan oleh tenaga kesehatan. Berda(Hidayanti, Anjaswarni and Sarimun., 2017; Laila et al., 2018).
2018)sarkan hasil rekapitulasi Badan Pengembangan Pelayanan kesehatan yang buruk menimbulkan
dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan
(BPPSDMK) menyebutkan bahwa jumlah tenaga

6 | pISSN: 2656-3894  eISSN: 2656-4637


PSYCHIATRY NURSING JOURNAL

kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap No Pertanyaan


kemampuan pelayanan kesehatan. 1. Ceritakan bagaimana pengalaman anda dalam
Petugas kesehatan dalam menjalankan menjalankan program kesehatan jiwa?
program kesehatan jiwa perlu adanya pengalaman 2. Bagaimana cara anda menangani dan
agar dapat dengan mudah menyelesaikan tugas. merawat ODGJ?
Peneliti sebelumnya menyatakan bahwa pentingnya 3. Ceritakan alasan yang membuat anda tertarik
pengalaman klinis yang dimiliki petugas kesehatan menjadi petugas kesehatan jiwa?
menjadi sorotan dalam mengelola kebutuhan pasien 4. Ceritakan bagaimana program kerja yang
secara efektif dan hasil yang optimal(Karanikola et al., anda kerjakan?
2018). Kejadian yang pernah dirasakan atau dialami
dapat dijadikan sebuah pembelajaran untuk Teknik pengumpulan data
mengasah softskill, Potensi dan mampu menjalankan Wawancara dilakukan secara terbuka untuk
pekerjaan dengan baik sehingga meningkatkan menggali lebih dalam mengenai pemahaman dan
kinerja perawat kesehatan jiwa dalam memberikan pengalaman dari partisipan yang ingin
pelayanan kesehatan yang sesuai. Penelitian ini diketahui(Creswell, 2013). Sebelum melakukan
bertujuan untuk menggali tentang pengalaman wawancara peneliti mendatangi calon partisipan di
petugas kesehatan jiwa dalam menangani Orang Puskesmas, melakukan BHSP (Bina Hubungan Saling
Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) di Puskesmas Percaya), memberikan lembar penjelasan wawancara
Kabupaten Lamongan. dan menjelaskan isi dari lembar penjelasan kepada
partisipan, menanyakan kesediaan menjadi
2. METODE partisipan apabila menyetujui untuk dilakukan
wawancara peneliti meminta partisipan mengisi
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif inform consent, Pengumpulan data dilakukan
dengan pendekatan fenomenologi, yaitu menggali sebanyak 1 kali wawancara mendalam, dengan
pengalaman petugas kesehatan jiwa dalam jumlah pertanyaan 4 butir selama 40-60 menit,
menangani Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) di 15 kemudian melakukan verbatim dan melakukan
Puskesmas Kabupaten Lamongan validasi kembali kepada partisipan hasil wawancara
Pelaku/Subjek Penelitian dengan cara mendatangi secara langsung ke
Subjek penelitian adalah Petugas pemegang program Puskesmas, hasil validasi menyatakan bahwa seluruh
jiwa di Puskesmas Kabupaten Lamongan. Jumlah partisipan menyetujui. Penelitian ini telah lolos uji
partisipan yang diambil berjumlah 15 orang sesuai etik yang dilakukan pada Komisi Etik Penelitian
dengan data/informasi yang dibutuhkan. Tehnik Kesehatan Fakultas Keperawatan Universitas
penelitian yang digunakan adalah purposive Airlangga. Sertifikat lolos uji etik ditandatangani pada
sampling yaitu pemilihan sample berdasarkan tanggal 30 April 2019 dengan sertifikat nomor 1379-
sebagai berikut; Petugas kesehatan pemegang KEPK.
program kesehatan jiwa yang telah bekerja di Analisa Data
Puskesmas minimal 1 tahun masa kerja, Mampu Proses analisis data dilakukan setelah pengambilan
berkomunikasi dengan baik, Sehat secara fisik dan data pada partisipan. Analisis data dilakukan dengan
mental saat melakukan pengambilan data dengan metode Collaizi yaitu 1) Mendeskripsikan fenomena
melakukan observasi secara langsung pada yang di teliti, 2) Mengungkapkan deskripsi fenomena
partisipan. melalui pendapat partisipan, 3) Membaca
Instrumen Penelitian keseluruhan deskripsi fenomena yang disampaikan
Instrumen penelitian adalah peneliti. Peneliti oleh partisipan, 4) Membaca kembali hasil
berperan sebagai alat dalam pengumpulan data, wawancara dan membedakan pertanyaan-
meskipun dibantu dengan alat pengumpulan data pertanyaan bermakna, 5) Menjabarkan makna dari
namun pengumpulan data dilakukan oleh peneliti pertanyaan – pertanyaan signifikan, 6)
sendiri(Creswell, 2013). Alat yang digunakan pada Mengkategorikan setiap makna yang telah dibuat
pengumpulan data adalah panduan wawancara, voice menjadi kelompok tema, 7) Menyusun deskripsi yang
recorder atau alat perekam, dan catatan lapangan. lengkap, 8) Melakukan validasi hasil analisa kepada
Wawancara bertujuan untuk memperoleh informasi partisipan, 9) Menyatukan hasil validasi ke dalam
tertentu dari semua partisipan, tetapi susunan kata deskripsi hasil analisa.
dan urutannya tidak selalu mengikuti daftar
pertanyaan yang telah dibuat melainkan disesuaikan
dengan keadaan dan jawaban partisipan. Sebelum
melakukan pengambilan data, peneliti melakukan uji
coba yaitu melakukan wawancara kepada 2
partisipan dengan pertanyaan pembuka tentang
pengalaman selama menjadi petugas kesehatan jiwa.
Hasil uji coba pengambilan data didapatkan bahwa
partisipan telah memahami semua pertanyaan yang
diajukan oleh peneliti

http://e-journal.unair.ac.id/JPNJ | 7
W. A. E. LESTARI, ET AL.

Tabel 1.1 Gambaran lokasi penelitian


Puskesmas Luas wilayah Jumlah desa Jumlah Penduduk Jumlah ODGJ

Pucuk 43 Km2 18 Desa 46.171 jiwa 118 jiwa

Sukodadi 46,52 Km2 20 Desa 29.662 Jiwa 85 Jiwa

Turi 48,69 Km2 17 Desa 47.892 Jiwa 115 Jiwa

Lamongan 39,65 Km2 12 Desa 61.802 Jiwa 127 Jiwa

Karanggeneng 36,46 Km2 18 Desa 46.009 Jiwa 138 Jiwa

Kalitengah 35,54 Km2 20 Desa 33.901 Jiwa 110 Jiwa

Maduran 32,95 Km2 17 Desa 43.139 Jiwa 107 Jiwa

Sekaran 49,64 km² 21 Desa 44.822 Jiwa 122 Jiwa

Deket 40,05 Km2 17 Desa 40.108 Jiwa 105 Jiwa

Babat 63,21 Km2 21 Desa 75.717 Jiwa 65 Jiwa

Sugio 94,43 Km2 21 Desa 53.297 Jiwa 110 Jiwa

Kedungpring 84,54 Km2 23 Desa 53.102 Jiwa 92 Jiwa

Kembangbahu 63,84 Km2 18 Desa 44.299 Jiwa 70 Jiwa

Matup 93,07 Km2 15 Desa 41.223 Jiwa 109 Jiwa

Tikung 53,39 Km2 13 Desa 38.807 Jiwa 92 Jiwa

Tabel 1.2 Karakteristik Partisipan


Usia Jenis Agama Pendidikan Pekerjaan Lama Suku
kelamin bekerja
P1 52 tahun Perempuan Islam D3- keperawatan Perawat 6 tahun Jawa
P2 46 tahun Laki-laki Islam S1-keperawatan Perawat 19 tahun Jawa
P3 31 tahun Laki-laki Islam S1- keperawatan Perawat 7 tahun Jawa
P4 55 tahun Laki-laki Islam S1- keperawatan Perawat 31 tahun Jawa
P5 47 tahun Laki-laki Islam S1- keperawatan Perawat 22 tahun jawa
P6 33 tahun Laki-laki Islam D3-keperawatan Perawat 5 tahun Jawa
P7 56 tahun Perempuan Islam D3- Kebidanan Bidan 9 tahun Jawa
P8 36 tahun Perempuan Islam S1- keperawatan Perawat 5 tahun Jawa
P9 35 tahun Laki-laki Islam S1- keperawatan Perawat 8 tahun Jawa
P10 39 tahun Perempuan Islam S1- keperawatan Perawat 4 tahun Jawa
P11 46 tahun Laki-laki Islam S1- keperawatan Perawat 10 tahun jawa
P12 36 tahun Perempuan Islam S1- keperawatan Perawat 5 tahun Jawa
P13 36 tahun Laki-laki Islam S1- keperawatan Perawat 7 tahun Jawa
P14 47 tahun Laki-laki Islam S1- keperawatan Perawat 22 tahun Jawa
P15 51 tahun Perempuan Islam D3- kebidanan Bidan 4 tahun jawa

8 | pISSN: 2656-3894  eISSN: 2656-4637


PSYCHIATRY NURSING JOURNAL

Tabel 1.3 Analisa tema


Tujuan Tema Subtema Kategori
rasa kebahagiaan dan kepuasan
ekstrinsik setelah pasien sembuh
mendapat fasilitas khusus
motivasi Hal yang dirasakan proses adaptasi menjadi petugas
petugas menjadi petugas kesehatan jiwa
kesehatan jiwa kesehatan jiwa menemukan passion baru
intrinsik
niat karena ibadah dan menolong
sesama
bersyukur
tingkat pengetahuan rendah
kurang dukungan keluarga
hambatan dari keluarga
ekonomi rendah
stigma negative keluarga
hambatan dari ODGJ Putus obat
kurang dukungan masyarakat
hambatan dari masyarakat
stigma negative masyarakat
tidak adanya PMO
ODGJ re pasung
penolakan keluarga berobat
hambatan hambatan selama stok obat terbatas
petugas menjalankan hambatan dari puskesmas
jenis penyakit yang bervariasi
kesehatan jiwa program keterbatasan SDM
hambatan dari petugas
pekerjaan yang dijalankan tidak
kesehatan
mengenal waktu
dipukul
perlakuan ODGJ diludahi
kekerasan fisik
yang diterim selama dilempar barang
menjalankan disiram air
program ucapan kasar
kekerasan verbal
dibentak
pendekatan dengan perangkat desa,
ketua RT/RW, tokoh masyarakat
kerjasama dengan lintas
dan tokoh agama
sektor
koordinasi dengan kepolisian, TNI
dan petugas kecamatan
kemampuan
cara mengatasi lintas profesi
petugas kualitas SDM
hambatan adanya pelatihan CMHN
kesehatan jiwa
sosialisasi di masyarakat sosialisasi tentang kesehatan jiwa
pendekatan dengan membujuk
keluarga
pendekatan pada keluarga
memberikan Health education
memberikan motivasi

3. HASIL Puskesmas yang telah bekerja lebih dari 1 tahun,


telah diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan
Partisipan adalah petugas pemegang program jiwa di telah menjalani pelatihan Community Mental Health
15 Puskesmas Kabupaten Lamongan. Puskesmas Nursing (CMHN) selama 6 hari yang dilaksanakan
tersebut meliputi; Pucuk, Sukodadi, Turi, Lamongan, oleh Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. Usia rata
Karanggeneng, Kalitengah, Maduran, Sekaran, Deket, rata partisipan adalah 43 tahun dimana partisipan
Babat, Sugio, Kedungpring, Kembangbahu, Mantup termuda berusia 31 tahun dan partisipan yang tertua
dan Puskesmas. Partisipan berjumlah lima belas (15) berusia 56 tahun (Tabel 2.).
orang yang telah memenuhi kriteria inklusi (Tabel 1.). Hasil keseluruhan tema didapatkan dari hasil
Karakteristik partisipan terdiri dari 10 laki- wawancara mendalam dan catatan lapangan selama
laki dan 5 perempuan, kemudian latar belakang proses pengambilan data. Penelitian ini
pendidikan 2 orang pendidikan terakhir Diploma III menghasilkan 6 (enam) tema yang dijabarkan sesuai
kebidanan, 2 orang pendidikan terakhir Diploma III tujuan penelitian yang memaparkan tentang
Keperawatan dan 11 orang pendidikan terakhir S1 pengalaman petugas kesehatan jiwa dalam
Keperawatan. Semua partisipan adalah petugas

http://e-journal.unair.ac.id/JPNJ | 9
W. A. E. LESTARI, ET AL.

menangani ODGJ di Puskesmas Kabupaten Lamongan “ya intinya kan nggak cari uang saja, cari pahala juga.
(Tabel 3.). Kalau keluarganya saja sudah tidak peduli mau siapa
lagi kalau bukan kita”.(P3)
Tema 1 hal yang dirasakan menjadi petugas
“nah enaknya ya membuat kita lebih banyak
kesehatan jiwa
bersyukur. Setelah dari rumahnya memberikan obat
Hal yang dirasakan partisipan berasal dari luar
injeksi saya selalu menangis dek, ternyata ada yang
(Ekstrinsik) dan dari diri sendiri (Intrinsik). Secara
lebih susah daripada saya” (P6)
ekstrinsik yang didapatkan oleh partisipan yaitu rasa
Keuntungan lain yang didapat petugas
kebahagiaan dan kepuasan setelah melihat ODGJ
kesehatan adalah memiliki rasa syukur dan cukup
sembuh
terhadap diri sendiri. ODGJ memberikan banyak
“ pasien jiwa kita kan mantau sampai beberapa bulan,
pelajaran untuk terus menjalani hidup.
dari awal gitu sampai akhir sampai tidak minum obat,
itu rasanya senang sekali”. (P3, P7, P9, P15) Tema 2 hambatan dalam menjalankan program
Sebagian besar ODGJ dan keluarga merasa Hambatan yang dihadapi oleh petugas
bosan untuk berobat sehingga membuat petugas kesehatan berasal dari keluarga dan ODGJ, sebagian
kesulitan dalam memberikan pengobatan karena besar ODGJ berasal dari keluarga dengan ekonomi
pengobatan yang dijalankan seumur hidup sehingga menengah ke bawah dan berpendidikan rendah
ketika melihat perkembangan positif dari ODGJ sehingga tingkat pengetahuan rendah menyebabkan
petugas merasa puas, hal tersebut tidak dicapai petugas kesulitan dalam memberikan penjelasan dan
dengan mudah dan butuh waktu yang lama edukasi tentang kesehatan jiwa
“semakin hari program jiwa semakin di utamakan, di “Kendalanya itu gini, kalau pasien jiwa itu kebanyakan
Lamongan menjadi program unggulan. Mulai ekonomi menengah kebawah, sulitnya di situ. Biasanya
diperhatikan dari obat obatan, dan petugasnya orang yang ekonomi menengah kebawah
mendapat perhatian khusus seperti mendapat pendidikannya rendah jadi sulit sekali dikasih
pelatihan, review, dapat inventaris khusus motor” (P4, penjelasan, di depan kita iya iya saja tapi aslinya nggak
P11) tahu”.(P6)
Petugas kesehatan mendapatkan fasilitas Tingkat pengetahuan yang kurang juga
khusus yang mendukung seperti adanya pelatihan menyebabkan dukungan keluarga berkurang karena
CMHN, mendapatkan inventaris berupa sepeda keluarga merasa jenuh dan malu dengan kondisi
motor khusus untuk semua programmer jiwa di ODGJ yang tidak bisa sembuh sehingga keluarga
Kabupaten Lamongan. mulai menelantarkan ODGJ. Akibat dari kurangnya
Secara intrinsik adalah hal yang di rasakan pengetahuan keluarga dan budaya yang ada di desa
petugas kesehatan jiwa yang di munculkan dari diri bahwa gangguan kesehatan jiwa identik dengan
sendiri yaitu proses adaptasi ketika menjadi petugas adanya roh halus yang mengikuti, sehingga untuk
kesehatan jiwa, tidak sedikit petugas kesehatan yang mencari pengobatan sebagian besar masih ke
menolak ketika pertama kali diberi tanggung jawab paranormal
menjadi petugas kesehatan jiwa karena stigma yang “keluarga ada yang pura-pura dalam artian ketika kita
masih melekat pada diri petugas kesehatan. jelaskan mengiyakan tapi obatnya tidak di minumkan
“Jelasnya.. awalnya ya menolak karena ketakutan itu, tetap dibawa ke dukun karena kadang malu kan
kenapa harus saya dan bukan yang lain. Karena itu keluarganya jadi dirubah persepsinya jadi kesurupan”.
adalah tugas Negara mau tidak mau ya harus kita (P12, P11, P15)
jalani”.(P3, P6,P11) Namun sebagian ada yang telah rutin berobat
Seiring berjalannya waktu petugas mulai ke puskesmas. ODGJ yang telah lama menjalani
belajar dan menerima apa yang telah diberikan dan pengobatan sebagian besar merasa bosan karena
perlahan menemukan passion baru dimana ketika setiap hari minum obat sehingga memutuskan untuk
petugas mulai menerima pekerjaan yang dijalankan mengakhiri pengobatan tanpa sepengetahuan
mendapatkan suatu pembelajaran dari pengalaman petugas dan dalam jangka waktu tertentu mengalami
ODGJ. kekambuhan.
“tapi setelah itu. setelah berjalan kita menemukan “putus obat banyak karena keluarga dan penderita
passion kita. Kita menemukan passion menghadapi punya persepsi kalau dia sudah sembuh, ternyata di
orang yang diberikan kelebihan oleh Allah atau diuji bulan ke 4 kambuh lagi”.(P1, P3, P11, P12, P13, P14,
oleh Allah ya itu.. kita mendapatkan kenikmatan P15)
khusus”.(P11) Lingkungan juga mempengaruhi kesembuhan
ODGJ sangat membutuhkan peran serta dari ODGJ ketika lingkungan tidak mendukung maka akan
petugas kesehatan untuk kesembuhan karena menjadi hambatan dalam kesembuhan ODGJ, salah
beberapa keluarga dan masyarakat menolak satunya adalah dari masyarakat, hambatan yang
keberadaan mereka sehingga petugas menjalankan diterima adalah kurang dukungan masyarakat dan
tanggung jawab dengan ikhlas dan memiliki niat yang stigma negatif masyarakat. Sehingga menyebabkan
tulus untuk beribadah dan menolong orang yang keluarga merasa malu dan memasung kembali ODGJ
membutuhkan. padahal program pemerintah adalah program bebas
pasung tetapi masih ada ODGJ yang dipasung kembali
oleh keluarganya

10 | pISSN: 2656-3894  eISSN: 2656-4637


PSYCHIATRY NURSING JOURNAL

“awalnya pasung kemudian kita lepaskan tapi terjadi “kalau ada pasien gaduh gelisah kita melibatkan
re pasung, itu karena dia PMO (Pengawasan Minum sektor lain seperti TKSK, koramil, kepolisian, nanti
Obat) tidak ada, kadang keluarganya punya kesibukan kepala desa yang menghubungi”.(P15).
sendiri dan malu dengan tetangga” (P13) Keterlibatan lintas sektor mulai dari tingkat
Keluarga memilih memasung kembali dengan kecamatan, kepolisian, koramil, dan satpol PP (Satuan
alasan agar ODGJ tidak berkeliaran mengganggu polisi Pamong Praja) sudah dikoordinasikan dengan
masyarakat, namun sebenarnya tindakan baik oleh partisipan untuk membantu menangani
pemasungan adalah tindakan yang melanggar HAM pasien yang sulit ditangani sendiri misalnya pada
sehingga petugas memiliki peran yang penting dalam pasien gaduh gelisah kemudian melaporkan dan
upaya bebas pasung. mengundang ketika ada kegiatan dari puskesmasn
Peran petugas kesehatan adalah untuk yang melibatkan ODGJ.
memberikan pengobatan, perawatan, dukungan dan Selain koordinasi dengan lintas sektor untuk
memberikan kegiatan kegiatan positif bagi ODGJ meningkatkan kualitas pelayanan yaitu seluruh
sehingga dapat membantu ODGJ untuk kembali ke partisipan telah mendapatkan pelatihan CMHN dari
masyarakat. Namun ada beberapa hambatan dari Dinas Kesehatan di tingkat Provinsi, 15 partisipan
petugas sehingga dapat mempersulit kesembuhan mengatakan bahwa setelah adanya program jiwa dari
ODGJ, hambatan tersebut berupa keterbatasan SDM pemerintah semua petugas kesehatan jiwa dan
(Sumber Daya Manusia). Jumlah petugas pemegang dokter penanggung jawab mendapatkan pelatihan
program jiwa di puskesmas hanya 1 orang sedangkan tentang kesehatan jiwa, untuk petugas pemegang
jumlah ODGJ di wilayah kerja puskesmas rata-rata 80 program pelatihannya bernama CMHN, sedangkan
pasien sehingga dalam pemberian pelayanan tidak dokter penanggung jawab mendapat pelatihan
bisa secara maksimal. bernama PJ+. Setelah pelatihan kemudian petugas
menerapkan ilmu yang didapatkan yaitu dengan
Tema 3 perlakuan ODGJ yang diterima selama
melakukan sosialisasi dan memberikan health
menjalankan program
education ke ODGJ, keluarga dan masyarakat untuk
Sebagian besar partisipan telah mengalami
meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan jiwa
kekerasan baik secara fisik maupun secara verbal
“Memberikan health education kepada keluarga kalau
dari penderita. Kekerasan fisik sering kali terjadi
berobat nanti bisa sembuh mandiri, kalau makan dan
pada petugas kesehatan, dimana ODGJ ketika
mandi bisa sendiri tanpa bantuan orang lain”.(P3)
mengalami kondisi yang tidak stabil akan memiliki
Pendidikan kesehatan sangat penting untuk
perilaku di luar control ODGJ sendiri dapat berupa
diberikan terutama bagi keluarga, banyak keluarga
kekerasan fisik seperti dipukul, diludahi, dilempar
yang tidak mengetahui bahwa apabila ODGJ
barang, dan disiram air. Selain kekerasan fisik,
mendapat mengobatan secara rutin dapat
kekerasan verbal juga seringkali dialami oleh
menjalankan aktitvitas kembali meskipun tidak
partisipan berupa ucapan kasar, dibentak bahkan
seperti sebelum sakit.
ancaman.
“dipukul sudah biasa, yaa… diludahi sudah biasa”.(P4) 4. PEMBAHASAN
“pernah diludahi, ditendang juga pernah apalagi kalau
hanya omonngan kasar dari ODGJ itu sudah Tema 1 hal yang dirasakan selama menjadi
biasa”.(P5) petugas kesehatan jiwa
Namun kekerasan fisik ataupun kekerasan
Motivasi adalah konsep yang menggambarkan baik
verbal yang diterima oleh petugas tidak merubah
kondisi ekstrinsik yang merangsang perilaku
persepsi petugas dalam memberikan pengobatan
tertentu, dan respon instrinsik yang menampakkan
sesuai dengan tanggung jawab dan kemampuan
perilaku manusia(Laila et al., 2018). Secara ekstrinsik
petugas, petugas menganggap bahwa tindakan yang
adalah hal yang dirasakan petugas berasal dari luar
dilakukan oleh ODGJ adalah tindakan diluar control
atau dari lingkungan berupa rasa kebahagiaan dan
ODGJ dianggap sebagai hal yang wajar.
kepuasan setelah melihat pasien sembuh dan karena
Tema 5 cara mengatasi hambatan mendapat fasilitas khusus. Inayah (2005)
Cara mengatasi hambatan petugas tidak bisa menyatakan bahwa motivasi kerja perawat pelaksana
menjalankan sendiri dan perlu adanya kerja sama dapat meningkatkan nilai pekerjaan, fasilitas yang
dengan lintas sektor. dibutuhkan dan harapan terhadap pekerjaan(Inayah,
“pas awal awal ya ke perangkat desa dulu, ke 2005). Seiring dengan berjalannya waktu petugas
kelurahan minta bantuan. Intinya untuk meyakinkan kesehatan mulai memahami dan menikmati apa yang
keluarga supaya keluarga bisa menerima”.(P3) dijalankan saat ini, karena memberikan dampak
Sebelum melakukan kunjungan rumah ke positif bagi ODGJ sehingga petugas kesehatan merasa
keluarga dan ODGJ petugas lebih dulu meminta ijin memiliki kebanggaan tersendiri ketika orang yang
dan melakukan pendekatan ke pihak desa seperti dirawat dapat kembali pulih, selain itu adanya
kepala desa, perangkat desa, ketua RT/RW, bidan fasilitas yang memadai dapat memudahkan petugas
desa untuk membantu partisipan masuk ke dalam kesehatan dalam menjalankan tugas.
keluarga ODGJ dan memperkenalkan bahwa Hal yang dirasakan secara intrinsik adalah
partisipan yang akan menangani ODGJ. perasaan yang didapat oleh petugas kesehatan dari

http://e-journal.unair.ac.id/JPNJ | 11
W. A. E. LESTARI, ET AL.

dirinya sendiri selama menjadi petugas kesehatan mempengaruhi tingkat kesembuhan ODGJ akibat dari
jiwa yaitu proses adaptasi menjadi petugas kesehatan kualitas perawatan keluarga yang kurang baik
jiwa, sebelum adanya program kesehatan jiwa dari bahkan tidak ada keinginan merawat dan kemudian
pemerintah daerah di Kabupaten Lamongan sebagian menelantarkan atau memasung kembali.
petugas kesehatan menolak diberikan tanggung ODGJ mengalami re-pasung karena penolakan
jawab menjadi petugas pemegang program keluarga dan tidak adanya pengawasan minum obat
kesehatan jiwa karena pengetahuan yang kurang dan dari keluarga. Tugas keluarga tidak berjalan dengan
merasa takut untuk menghadapi ODGJ, namun setelah baik karena adanya kesalahan pemahaman keluarga
adanya pelatihan CMHN dari Dinas Kesehatan terhadap kondisi sakit yang dialami ODGJ(Yusuf et al.,
Provinsi Jawa Timur petugas mulai memahami dan 2016). Adanya dampak secara psikologis dari
mampu menjalankan program kesehatan jiwa. pemasungan adalah perasaan putus asa, merasa tidak
Kemudian menemukan passion baru, memiliki niat dihargai, trauma, dendam terhadap orang yang
untuk beribadah dan menolong sesama, adanya rasa melakukan pemasungan, depresi dan perilaku bunuh
syukur setelah merawat ODGJ. Hasil penelitian diri(Yusuf et al., 2016). Sesuai dengan hasil studi
sebelumnya menggambarkan bahwa peran perawat peneliti bahwa menurut petugas kesehatan, ODGJ
kesehatan jiwa sebagai pelaksana dalam program yang mengalami pengurungan mulai membenci
bebas pasung adalah hal yang menyenangkan. anaknya karena tidak pernah dikeluarkan dan tidak
Kegiatan yang dijalankan bernilai sosial dan dirawat.
kemanusiaan menyebabkan program bebas pasung Secara umum masyarakat masih awam dengan
dinilai sebagai ibadah yang dilakukan oleh gangguan jiwa sehingga terjadi stigma. Di Ethiopia
perawat(Rahman, Marchira and Rahmat, 2016). terdapat kecenderungan peningkatan masalah
Menurut Teori Herzberg secara intrinsik, menyukai kesehatan mental karena pengaruh dari lingkungan
pekerjaan dapat meningkatkan daya kreativitas dan seperti lingkungan yang tercemar, tingkat kekerasan
inovatif sehingga dalam menjalankan pekerjaan akan tinggi dan dukungan keluarga yang kurang(Ahmed,
timbul kesediaan tanpa adanya pengawasan secara Merga and Alemseged, 2019). Masyarakat memiliki
ketat, kepuasan dalam hal ini tidak terkait dengan peran penting terhadap kesembuhan ODGJ, ketika
kepuasan yang bersifat materi(Rahman, Marchira mendapatkan stigma buruk dari masyarakat ODGJ
and Rahmat, 2016). tidak dapat bersosialisasi dengan lingkungan.
Jumlah perawat Community Mental Health
Tema 2 hambatan yang dirasakan petugas
Nursing (CMHN) di seluruh puskesmas masih sangat
kesehatan jiwa
terbatas hanya ada 1 orang di setiap Puskesmas dan
Petugas kesehatan mengalami beberapa sebagian besar petugas kesehatan masih merangkap
hambatan dalam menjalankan program kesehatan sebagai petugas kesehatan lain seperti bertugas di
jiwa, hambatan tersebut berasal dari keluarga. poli umum, poli lansia dan bidan desa. Dokter dan
Kendala keuangan adalah alasan paling utama bagi petugas kesehatan di puskesmas menghadapi beban
keluarga untuk menghentikan pengobatan. Selain itu, pekerjaan yang sangat berat karena harus
ketidakpuasan dengan layanan kesehatan yang ada menjalankan banyak program kesehatan dengan
juga lazim dan dikaitkan dengan kekambuhan jumlah tenaga yang terbatas, sehingga terjadi
meskipun telah melakukan pengobatan(Laila et al., hambatan dalam melaksanakan program kesehatan
2018). Keluarga mungkin mengalami beban jiwa. Keterbatasan sumber daya manusia, waktu dan
tambahan dan stresor yang terkait dengan tenaga kesehatan yang telah dilatih menjadi
pengasuhan terhadap ODGJ dan kurang dalam hambatan dalam proses perawatan terhadap
memberikan dukungan pada ODGJ(Isobel, Meehan ODGJ(Rahman, Marchira and Rahmat, 2016). Apabila
and Pretty, 2016). Keluarga sebagian besar berada hambatan tersebut tidak segera diatasi
dalam tingkat ekonomi menengah ke bawah sehingga mempengaruhi kinerja petugas secara keseluruhan
tingkat pengetahuan menjadi rendah. Pengetahuan dalam merawat pasien. Motivasi kerja dapat
yang kurang menjadi hambatan petugas kesehatan mempengaruhi kinerja petugas kesehatan(Rahman,
dalam memberikan penjelasan tentang kesehatan Marchira and Rahmat, 2016). Kondisi kerja yang
jiwa karena keluarga masih memiliki stigma negatif dialami petugas kesehatan merupakan bagian dari
bahwa gangguan jiwa merupakan penyakit mistis hygienes factor atau motivasi ekstrinsik atau faktor
yang hanya bisa disembuhkan melalui paranormal. yang menyebabkan ketidakpuasan. Berdasarkan
Didukung oleh penelitian yang menyatakan bahwa teori motivasi Herzberg, salah satu faktor yang dapat
sebagian besar keluarga masih membawa anggota memotivasi seseorang untuk semangat dalam
keluarga yang mengalami gangguan jiwa ke menjalankan pekerjaan adalah kondisi dari
dukun(Rahman, Marchira and Rahmat, 2016). pekerjaan itu sendiri(Notoatmodjo, 2010), artinya
Stigmatisasi dapat memperburuk kondisi penderita Kondisi kerja yang dialami petugas saat memberikan
daripada penyakit itu sendiri dan dapat berkontribusi pengobatan menyebabkan ketidaknyamanan dalam
secara signifikan menurunkan kualitas hidup bagi mmenjalankan program kesehatan jiwa, sehingga
Penderita dan keluarga(Sordi et al., 2019). Keluarga tidak dapat menunjang aktivitas untuk memberikan
yang mengalami stigma buruk akan menolak tindakan keperawatan kepada ODGJ dan keluarga.
kehadiran ODGJ karena merasa malu, hal ini dapat

12 | pISSN: 2656-3894  eISSN: 2656-4637


PSYCHIATRY NURSING JOURNAL

Tema 3 Perlakuan ODGJ yang diterima selama masyarakat, termasuk kepala desa, kepala polisi,
menjalankan program kecamatan dan petugas kesehatan desa. Program
kesehatan mental harus diaktifkan kembali untuk
Perlakuan yang diterima petugas kesehatan
meningkatkan adanya temuan kasus pasien baru dan
dari ODGJ adalah perlakuan negatif berupa kekerasan
pelayanan kesehatan jiwa di setiap daerah(Rr Dian
baik secara fisik ataupun secara verbal. Kekerasan
Tristiana et al., 2018). Pentingnya keterlibatan
fisik yang pernah diterima berupa pukulan, meludah,
masyarakat, terutama yang melibatkan tokoh agama,
tersiram air, terlempar barang. Kekerasan fisik
dan koordinasi dengan lintas sektoral harus
merupakan tindakan yang berasal dari kecemasan
dipertimbangkan untuk mengatasi pasung dan
berlebih menyebabkan mudah marah sehingga
kebutuhan kesehatan mental lainnya(Laila et al.,
menyebabkan perilaku agresif atau perilaku
2018).
kekerasan(Dhasmana et al., 2018). Sedangkan
Petugas kesehatan melakukan sosialisasi
kekerasan verbal yang sering diterima adalah ucapan
kesehatan jiwa untuk menangani ODGJ dan
kasar, bentakan dan ancaman dari ODGJ. Perilaku
lingkungannya seperti keluarga dan masyarakat,
agresif dan kekerasan dapat bervariasi dari perilaku
sehingga masyarakat mulai mengerti dan tidak asing
yang mengancam hingga serangan fisik dan dapat
dengan kesehatan jiwa, kemudian melakukan
dilihat pada pasien dengan berbagai diagnosis
pendekatan dengan keluarga untuk meyakinkan
termasuk psikosis organik, penyakit metabolisme,
keluarganya agar bersedia rutin berobat,
penggunaan zat/pelecehan, gangguan kepribadian,
memberikan health education untuk meningkatkan
cacat perkembangan, jenis depresi, skizofrenia dan
pengetahuan ODGJ dan keluarga serta memberikan
lain-lain(Giarelli et al., 2018).
motivasi kepada keluarga. Hasil penelitian
Penelitian Mona Lisa (2013) mengungkapkan
menunjukkan bahwa keluarga dalam melakukan
bahwa tindakan kekerasan yang dialami perawat
pengasuhan terhadap ODGJ membutuhkan informasi
ternyata memberikan dampak negatif terhadap
dan pendidikan kesehatan yang luas untuk
pelayanan keperawatan yang mereka berikan.
menjalankan peran mereka. Kebutuhan ini terdiri
Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan
dari kebutuhan akan informasi yang dapat dipercaya
kepada pasien akan timbul reaksi malas dan sikap
tentang kondisi kesehatan mental, kemungkinan
cuek yang disebabkan perawat masih ingat akan
perawatan, sumber daya dan layanan kesehatan yang
tindakan kekerasan yang dilakukan pasien
tersedia bagi ODGJ dan keluarga(Rodriguez-
terhadapnya(Lisa, Jumaini. and Indriati, 2013).
Meirinhos, Antolin-Suarez and Oliva, 2018). Sebagian
Namun tidak sesuai dengan kondisi yang peneliti
besar keluarga merasa jenuh dan putus asa dalam
temui, hasil dari studi peneliti menyebutkan bahwa
mencari pengobatan untuk kesembuhan ODGJ dan
dari seluruh petugas kesehatan yang pernah
mulai mengabaikan ODGJ sehingga penting bagi
mendapatkan kekerasan baik secara fisik maupun
petugas kesehatan untuk memberikan dukungan dan
verbal tidak memberikan dampak, petugas kesehatan
motivasi kepada keluarga bahwa ODGJ dapat sembuh
tetap menjalankan tugas. Konsekuensi terhadap
dan kembali ke masyarakat.
kekerasan yang diterima mungkin bukan disebabkan
Jumlah tenaga kesehatan di puskesmas
karena kekerasan fisik tetapi karena perilaku agresif
terbatas dibandingkan dengan program kerja yang
psikologis dari ODGJ(Mahin, 2016). Petugas
harus dijalankan, sehingga terdapat beberapa
menganggap bahwa tindakan kekerasan yang
petugas menjalankan pekerjaan yang tidak sesuai
dilakukan oleh ODGJ adalah hal yang wajar karena
dengan tupoksinya. Pendidikan merupakan
mengingat kondisi ODGJ ketika terjadi kekambuhan
kebutuhan yang sangat penting dimana semakin
atau agresif melakukan tindakan di luar kontrol dari
tinggi ilmu yang dimiliki dapat memudahkan
ODGJ itu sendiri sehingga petugas kesehatan harus
seseorang untuk berkembang dan berinovasi dan
bisa menenangkan.
mendukung produktivitas kerja(Rogers et al., 2018).
Tema 4 Cara mengatasi hambatan Perawat PMH (psychiatric mental health) telah
diidentifikasi sebagai berpengaruh terhadap
Hambatan merupakan hal yang dapat
mengembangkan model pengalihan tugas baru yang
menyulitkan petugas kesehatan dalam memberikan
bertujuan untuk memperluas perawatan kesehatan
asuhan keperawatan, namun hambatan tersebut
mental dan layanan lintas komunitas(Ellis and
dapat diatasi dengan melakukan kerjasama dengan
Alexander, 2016). Pengalaman bekerja
lintas sektoral seperti kepala desa, RW, RW, Tokoh
menumbuhkan sikap kerja, kecakapan dan
Agama, dan Tokoh masyarakat untuk membantu
ketrampilan kerja yang berkualitas dan
meyakinkan keluarganya. Lintas sektoral yang lain
mempengaruhi kinerja perawat(Yusuf et al., 2016).
seperti kepolisian, Koramil, kecamatan juga
Pender, Murdaugh & Pasons (2010) mengatakan
merupakan hal yang sentral untuk membantu
bahwa pengetahuan yang berasal dari pengalaman
mengatasi pasien gaduh gelisah atau pasien bebas
merupakan tindakan yang efektif dalam menangani
pasung karena sifat pasung yang multidimensi
ODGJ (empowerment). Pengalaman positif dapat
berkaitan dengan kewenangan dari setiap badan
meningkatkan kepercayaan dan keyakinan pasien
pemerintahan yang ada Program pada tahun 2017
dalam mengatasi masalah(Fairuzahida, 2018).
adalah program pemerintah yang berkaitan dengan
Namun dapat di atasi dengan adanya pelatihan CMHN
kesehatan jiwa. Program ini melibatkan semua aspek

http://e-journal.unair.ac.id/JPNJ | 13
W. A. E. LESTARI, ET AL.

dari Dinas Provinsi Jawa Timur selama 6 hari untuk Departemen Kesehatan Ditjen Bina Pelayanan
semua petugas kesehatan jiwa di puskesmas Medik Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan
Kabupaten Lamongan, partisipan diberikan materi Jiwa.
dan praktik yang sama untuk menangani ODGJ dan
Dhasmana, P. et al. (2018) ‘Anger and psychological
lingkungannya.
well-being: A correlational study among
Community Mental Healthy Nursing (CMHN)
working adults in Uttarakhand, India’,
adalah pelayanan keperawatan yang komprehensif,
International Journal of Medical Science and
holistik, dan paripurna, berfokus pada masyarakat
Public Health, 7(4), p. 1. doi:
yang sehat jiwa, rentang terhadap stres dan dalam
10.5455/ijmsph.2018.0102802022018.
tahap pemulihan serta pencegahan
kekambuhan(Departemen Kesehatan Republik Dinas Kesehatan Kabupaten Lamongan (2018) Data
Indonesia, 2006). Tujuan dari pelatihan CMHN adalah Orang Dengan Gangguan Jiwa Kabupaten
untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan Lamongan. Lamongan: Dinas Kesehatan
sikap perawat dalam memberikan pelayanan Kabupaten Lamongan.
keperawatan kesehatan jiwa bagi masyarakat
Ellis, H. and Alexander, V. (2016) ‘Eradicating
sehingga tercapai kesehatan jiwa secara
Barriers to Mental Health Care Through
optimal(Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Integrated Service Models: Contemporary
2006). Adanya pelatihan CMHN dapat meningkatkan
Perspectives for Psychiatric-Mental Health
pengetahuan petugas kesehatan dalam menangani
Nurses’, Archives of Psychiatric Nursing.
ODGJ, sehingga penanganan yang diberikan bukan
Elsevier Inc., 30(3), pp. 432–438. doi:
lagi hanya sistem rujukan melainkan sudah berbasis
10.1016/j.apnu.2016.01.004.
masyarakat yaitu petugas kesehatan berkolaborasi
dengan masyarakat untuk menangani ODGJ dan Fairuzahida, N. N. (2018) ‘Perilaku Keluarga Dalam
meminimalkan rujukan ke Rumah Sakit Jiwa. Pengasuhan Orang Dengan Gangguan Jiwa Di
Kecamatan Kanigoro Kabupaten Blitar’, Jurnal
5. KESIMPULAN Ners dan Kebidanan (Journal of Ners and
Motivasi sebagai petugas kesehatan adalah hal yang Midwifery), 4(3), pp. 228–234. doi:
dirasakan selama menjadi petugas kesehatan jiwa 10.26699/jnk.v4i3.art.p228-234.
baik secara ekstrinsik (dari luar) maupun secara Giarelli, E. et al. (2018) ‘Exploration of
intrinsik (dari dalam). Selama menjadi petugas Aggression/Violence Among Adult Patients
kesehatan jiwa terdapat hambatan yang dihadapi Admitted for Short-term, Acute-care Mental
petugas kesehatan yaitu hambatan dalam Health Services’, Archives of Psychiatric
menjalankan program berupa hambatan dari ODGJ Nursing. Elsevier, 32(2), pp. 215–223. doi:
dan keluarga masyarakat, ODGJ yang mengalami re 10.1016/j.apnu.2017.11.004.
pasung, hambatan dari puskesmas dan dari petugas
kesehatan sendiri, serta adanya perlakuan yang Gunawan., Anjaswarni, T. and Sarimun. (2017)
pernah diterima petugas kesehatan baik kekerasan ‘Hubungan Antara Pengetahuan dengan
secara fisik ataupun kekerasan secara verbal. Cara Kinerja Perawat Dalam Melaksanakan Asuhan
mengatasi hambatan petugas kesehatan dibekali Keperawatan di Ruang Rawat Inap Rumah
dengan kemampuan untuk menangani ODGJ berupa Sakit Tingkat II Dr. Soepraoen Malang’,
kerjasama dengan lintas sektor, kualitas SDM, Nursing News, 2.
sosialisasi di masyarakat dan cara menghadapi Hidayanti, H. (2018) ‘Pemerataan Tenaga Kesehatan
keluarga. di Kabupaten Lamongan’, Cakrawala, pp. 162–
177.
6. DAFTAR PUSTAKA
Inayah, I. (2005) ‘Hubungan Motivasi Kerja dan
Ahmed, E., Merga, H. and Alemseged, F. (2019) Manajemen Waktu pada Perawat Pelaksana
‘Knowledge, attitude, and practice towards Rawat Inap di RS PMI Bogor.’, Program Pasca
mental illness service provision and Sarjana FIK UI.
associated factors among health extension
professionals in Addis Ababa, Ethiopia’, Isobel, S., Meehan, F. and Pretty, D. (2016) ‘An
International Journal of Mental Health Systems. Emotional Awareness Based Parenting Group
BioMed Central, 13(1), pp. 1–9. doi: for Parents with Mental Illness: A Mixed
10.1186/s13033-019-0261-3. Methods Feasibility Study of Community
Mental Health Nurse Facilitation’, Archives of
Creswell, J. . (2013) Qualitative inquiry and research Psychiatric Nursing. Elsevier B.V., 30(1), pp.
design: Choosing among five approaches 35–40. doi: 10.1016/j.apnu.2015.10.007.
(Second ed.), Sage Publication, Inc. Thousand
Oaks, California: Sage Publication, Inc. Karanikola, M. et al. (2018) ‘Perceptions of
professional role in community mental health
Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2006) nurses The.pdf’, Elsevier, (32), pp. 677–687.
Pedoman Pelayanan Kesehatan Jiwa Di doi: 10.1016/j.apnu.2018.03.007.
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dasar. Jakarta:

14 | pISSN: 2656-3894  eISSN: 2656-4637


PSYCHIATRY NURSING JOURNAL

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2017) Rodriguez-Meirinhos, A., Antolin-Suarez, L. and Oliva,
Situasi Tenaga Keperawatan Indonesia. A. (2018) ‘Support Needs of Families of
Jakarta Selatan: Kemenkes RI. Adolescents With Mental Illness A
Systematic.pdf’, Elsevier, pp. 152–163. doi:
Laila, N. H. et al. (2018) ‘Perceptions about pasung
10.1016.
(physical restraint and confinement) of
schizophrenia patients: A qualitative study Rogers, E. S. et al. (2018) ‘A qualitative evaluation of
among family members and other key mental health clinic staff perceptions of
stakeholders in Bogor Regency, West Java barriers and facilitators to treating tobacco
Province, Indonesia 2017’, International use’, Nicotine and Tobacco Research, 20(10),
Journal of Mental Health Systems. BioMed pp. 1223–1230. doi: 10.1093/ntr/ntx204.
Central, 12(1), pp. 1–7. doi: 10.1186/s13033-
Sordi, C. B. et al. (2019) ‘Stigma in health
018-0216-0.
professionals towards people with mental
Lisa, M., Jumaini. and Indriati, G. (2013) ‘Pengalaman illness An.pdf’, Elsevier, (33), pp. 311–318. doi:
Perawat Dalam Merawat Pasien dengan 10.1016.
Risiko Perilaku Kekerasan (RPK)’, Universitas
Tristiana, R. D. et al. (2018) ‘Perceived barriers on
Riau.
mental health services by the family of
Mahin, D. (2016) ‘mental health consequences and patients’, Elsevier, pp. 63–67.
risk factors of physical intimate partner
Tristiana, Rr Dian et al. (2018) ‘Perceived barriers on
violence’, Mental Health and Family Medicine,
mental health services by the family of
12, pp. 119–125.
patients with mental illness’, International
Notoatmodjo, S. (2010) Metodologi penelitian Journal of Nursing Sciences. Elsevier Taiwan
kesehatan. Jakarta: Rineka cipta. LLC, 5(1), pp. 63–67. doi:
10.1016/j.ijnss.2017.12.003.
Rahman, A., Marchira, C. R. and Rahmat, I. (2016)
‘Peran dan motivasi perawat kesehatan jiwa Yusuf, A. et al. (2016) ‘KOMPETENSI PERAWAT
dalam program bebas pasung: studi kasus di DALAM MERAWAT PASIEN GANGGUAN JIWA
mataram’, Journal of Community Medicine and ( Nursing Competencies in Taking Care
Public Health, pp. 287–294. Patient with Mental Disorders ) Ah . Yusuf ,
Rizki Fitryasari , Hanik Endang Nihayati , Rr .
Rahmawati, I. M. H., Ratnawati, R. and Rachmawati, S.
Dian Tristiana Fakultas Keperawatan
D. (2016) ‘Pengalaman Perawat dalam
Universitas AirlanggaKampus C Unai’, Jurnal
Memberikan Layanan Keperawatan Jiwa Pada
Ners, 11(2), pp. 230–239.
Pecandu Napza di Pusat Rehabilitasi Badan
Narkotika Nasional Karesidenan Kediri’,
Jurnal Ilmu Keperawatan.

http://e-journal.unair.ac.id/JPNJ | 15

Anda mungkin juga menyukai