Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN INDIVIDU

LAPORAN PENDAHULUAN PADA AN ”R” DENGAN


DIARE DI RUANGAN KEP ANAK I

Oleh :
MUTIA SYUKRI, S.Kep
NS0619120

C1 Institusi

(Indra Dewi, S.Kep, Ns, M.Kes)


NIP/NIDN 0929128501

PROGRAM STUDI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
NANI HASANUDDIN MAKASSAR
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
DIARE

1. Konsep Penyakit / Kasus


a. Definisi
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah tinja yang lebih
banyak dari biasanya (normal 100-200 cc/jam tinja), dengan tinja berbentuk
cair atau setengan padat, dapat disertai frekuensi yang meningkat (Markum,
2008). Menurut WHO (2014), diare adalah buang air besar encer lebih dari 3
x sehari dan diare terbagi 2 berdasarkan mula dan lamanya , yaitu diare akut
dan kronis.
Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau
tidak seperti biasanya, dimulai dengan peningkatan volume, keenceran serta
frekuensi lebih dari 3 kali sehari dan pada neonatus lebih dari 4 kali sehari
dengan atau tanpa lendir dan darah (Alimul H, 2006).
Diare adalah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada
bayi dan lebih dari 3 kali pada anak, konsistensi feces encer, dapat berwarna
hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja (Potter &
Perry. 2006)
Diare adalah kondisi yang didefinisikan oleh peningkatan frekwensi
defekasi (lebih dari 3kali sehari), peningkatan jumlah feses (lebih dari 200g
per hari) dan perubahan konsistensi (cair) (Brunner&Suddart, 2014).
Dapat disimpulkan diare akut adalah inflamasi lambung dan usus yang
disebabkan oleh berbagai bakteri, virus, dan pathogen,yang di tandai dengan
bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari biasanya (> 3 kali/hari) disertai
perubahan konsistensi tinja (menjadi cair), Diare juga dapat terjadi pada bayi
dan anak yang sebelumnya sehat dan pada neonatus lebih dari 4 kali sehari
dengan atau tanpa lendir dan darah.
b. Etiologi
Etilogi diare menurut Brunner&Suddart (2014):
1. Faktor infeksi : Bakteri (Shigella, Shalmonella, Vibrio kholera), Virus
(Enterovirus), parasit (cacing), Kandida (Candida Albicans).
2. Faktor parentral : Infeksi dibagian tubuh lain (OMA sering terjadi pada
anak-anak).
3. Faktor malabsorbsi : Karbihidrat, lemak, protein.
4. Faktor makanan : Makanan basi, beracun, terlampau banyak lemak,
sayuran dimasak kutang matang.
5. Faktor Psikologis : Rasa takut, cemas.
6. Medikasi tertentu, formula untuk pemberian makanan melalui selang,
gangguang metabolisme dan endokrin, deficit sfingter anal, sindrom
Zollinger-Ellison, ileus paralitik, AIDS, dan obstruksi usus.
c. Patofisiologi
Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotik
(makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik
dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit
kedalam rongga usus, isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare).
Selain itumenimbulkan gangguan sekresi akibat toksin didinding usus,
sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian menjadi diare.
Gangguan motilitas usus yang mengakibatkan hiperperistaltik. Akibat dari
diare itu sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang
mengakibatkan gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolik dan
hypokalemia), gangguan gizi (intake kurang, output berlebih), hipoglikemia
dan gangguan sirkulasi darah. Mekanisme terjadinya diare dan termaksud
juga peningkatan sekresi atau penurunan absorbsi cairan dan elektrolit dari sel
mukosa intestinal dan eksudat yang berasal dari inflamasi mukosa intestinal
(Wiffen et al, 2014).Infeksi diare akut diklasifikasikan secara klinis dan
patofisiologis menjadi diare noninflamasi dan diare inflamasi.Diare inflamasi
disebabkan invasi bakteri dan sitoksin di kolon dengan manifestasi sindrom
disentri dengan diare disertai lendir dan darah.Gejala klinis berupa mulas
sampai nyeri seperti kolik, mual, muntah, tetenus, serta gejala dan tanda
dehidrasi. Pada pemeriksaan tinja rutin makroskopis ditemukan lendir dan
atau darah, mikoroskopis didapati sek lukosit polimakronuklear.Diare juga
dapat terjadi akibat lebih dari satu mekanisme, yaitu peningkatan sekresi usus
dan penurunan absorbsi di usus.Infeksi bakteri menyebabkan inflamasi dan
mengeluarkan toksin yang menyebakan terjadinya diare.Pada dasarnya,
mekanisme diare akibat kuman enteropatogen meliputi penempelan bakteri
pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa, invasi mukosa, dan
produksi enterotoksin atau sitoksin.Satu jenis bakteri dapat menggunakan
satu atau lebih mekanisme tersebut untuk mengatasi pertahanan mukosa usus.
d. Manifestasi Klinis
Tanda dan Gelaja diare menurut Brunner&Suddart (2014):
1. Peningkatan frekwensi defekasi dan kandungan cairan dalam feses
2. Kram abdomen, distensi, gemuruh di usus (borborigmus), anoreksia dan
rasa haus, kontraksi anus dan nyeri serta mengejan yang tidak efektif
(tenemus) setiap kali defekasi.
3. Feses cair, yang mengindikasikan penyakit pada usus kecil
4. Feses semi padat, lunak yang disebakan oleh gangguan pada usus besar
5. Terdapat lender, darah, dan nanah dalam feses, yang menunjukan kolitis
atau inflamasi
6. Cipratan minyak pada cairan toilet, yang merupakan diagnosis insufisiensi
pancreas dan diare nokturnal, yang merupakan manifestasi neuropatik
diabetik.
e. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan tinja
a. Makroskopis dan mikroskopis.
b. Ph dan kadar gula dalam tinja.
c. Biakan dan resistensi feses (colok dubur).
2. Analisa gas darah apabila di dapatkan tanda-tanda gangguan
keseimbangan asam basa (pernapasan kusmaul).
3. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
4. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar Na, K, Kalsium dan Posfat (Nuratif
kusuma 2015)
f. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis menurut Brunner&Suddart (2014):
1. Penatalaksanaan medis primer diarahkan pada upaya mengontrol gejala,
mencegah komplikasi, dan menyingkirkan atau mengatasi penyakit
penyebab
2. Medikasi tertentu (misalkan pemberian antibiotic, agens anti-imflamasi)
dan antidiare (misalkan pemberian loperamida (imodium)), defiknosilit
(limotil) dapat mengurangi tingkat keparahan diare.
3. Menambah cairan oral, larutan elektrolit dan glukosa oral dapat
diprogramkan
4. Antimikroba diprogramkan ketika agens infeksius telah teridentifikasi atau
diare tergolong berat
5. Terapi IV digunakan untuk tindakan hidrasi cepat pada pasien yang sangat
muda atau pasien lansia.
6. Terapi obat menurut Markum (2008):
- obat anti sekresi : Asetosal, 25 mg/hari dengan dosis minimal 30 mg
klorpromazine 0,5 – 1 mg / kg BB/hari

- obat anti spasmotik : Papaverin, opium, loperamide


- antibiotik : bila penyebab jelas, ada penyakit penyerta.
2. Konsep Dasar Keperawatan
a. Pengkajian
Data berikut dikumpulkan melalui riwayat kesehatan dan pemeriksaan
fisik. Pengkajian terfokus lanjutan diuraikan kemudian dengan intervensi
keperawatan. Ketika mengkaji pasien lansia, perhatikan perubahan normal
pada penuaan di semua sistem tubuh yang dapat mengubah penafsiran hasil.
1. Data Umum Pasien :Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, pendidikan,
pekerjaan,status pernikahan, alamat.
2. Informan/Keluarga : Nama, umur, jenis kelamin, hubungan dengan pasien.
3. Riwayat kesehatan : Riwayat DM dalam keluarga; riwayat hipertensi atau
masalah kardiovaskuler lain; riwayat adanya perubahan penglihatan
(misalnya buram) atau wicara, pusing, kebas atau kesemutandi tangan atau
kaki; nyeri saat berjalan; sering berkemih; perubahan berat badan; nafsu
makan, infeksi, dan penyembuhan; masalah dengan fungsi gastrointestinal
atau perkemihan; atau perubahan fungsi seksual.
4. Pengkajian fisik : Rasio tinggi badan/ berat badan, tanda-tanda vital,
ketajaman penglihatan, saraf kranial, kemampuan sensorik, (sentuhan,
panas/ dingin, vibrasi ekstermitas, nadi perifer, kulit dan membran mukosa
(rambut rontok, penampilan, lesi, ruam, rasa gatal, rabas vagina).
b. Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif.
2. Hipertermi b.d proses penyakit.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d penurunan intake
makanan.
4. Resiko gangguan integritas kulit b.d peningkatan frekwensi diare.
5. Kecemasan anak b.d tindakan invasive.
c. Intervensi Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif.
Tujuan dan Kriteria hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24
jam, diharapkan pasien dapat :
- Asupan cairan meningkat.
- Perasaan lemah menurun.
- Berat badan meningkat.
- Keluhan haus menurun
- Suhu tubuh membaik
Intervensi :
1. Monitor tanda-tanda vital.
2. Pantau intake dan output cairan.
3. Anjurkan pasien tirah baring.
4. Pantau BB pasien.
5. Anjurkan keluarga untuk memberi minuman banyak pada pasien.
6. Kolaborasi pemberian obat.

2. Hipertermi b.d proses penyakit.


Tujuan dan Kriteria hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24
jam, diharapkan pasien dapat :
- Pucat menurun.
- Suhu tubuh membaik.
- Menggigil membaik.
- Ventilasi membaik.
- Tekanan darah membaik.
Intervensi :
1. Monitor tanda-tanda vital (Suhu tubuh).
2. Anjurkan untuk minum banyak.
3. Anjurkan untuk kompres hangat bila demam.
4. Kolaborasi pemberian obat.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d penurunan intake
makanan.
Tujuan dan Kriteria hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24
jam, diharapkan pasien dapat :
- Porsi makan yang di habiskan meningkat..
- Diare menurun.
- Nafsu makan membaik.
- Frekuensi makan membaik.
Intervensi :
1. Mengkaji adanya alergi makanan.
2. Memberikan makanan yang terpilih.
3. Monitor mual dan muntah.
4. Memberikan informasi tentang kebutuhan nutrisi.

4. Resiko gangguan integritas kulit perianal b.d peningkatan frekwensi BAB


(diare)
Tujuan dan Kriteria hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24
jam, diharapkan pasien dapat :
- Elastisitas meningkat.
- Perfusi jaringan meningkat.
- Kerusakan jaringan menurun.
- Kerusakan lapisan kulit menurun.
- Jaringan parut menurun.
- Pigmentasi menurun.
- Nyeri menurun.
- Pigmentasi abnormal menurun.
- Nekrosis menurun.
- Suhu kulit membaik.
- Kemerahan menurun.
Intervensi :
1. Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis. Perubahan
sirkulasi, perubahan status nutrisi, penurunan kelembaban, suhu
lingkungan ekstrem, penurunan mobilotas).
2. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring.
3. Bersihkan perineal dengan air hangat, terutama selama periode diare.
4. Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem.
5. Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya.

5. Kecemasan anak b.d tindakan invasive


Tujuan : setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam, klien
mampu beradaptasi dengan kriteria hasil : Mau menerima tindakan
perawatan, klien tampak tenang dan tidak rewel.
Intervensi :
1. Libatkan keluarga dalam melakukan tindakan perawatan.
2. Hindari persepsi yang salah pada perawat dan RS.
3. Berikan pujian jika klien mau diberikan tindakan perawatan dan
pengobatan.
4. Lakukan kontak sesering mungkin dan lakukan komunikasi baik verbal
maupun non verbal (sentuhan, belaian dll).
5. Berikan mainan sebagai rangsang sensori anak.
d. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dari
rencana keperawatan yang meliputi tindakan yang direncanakan oleh perawat
yang diberikan pada Pasien. Pelaksanaan tindakan pada Pasien dengan sistem
perkemihan diperlukan untuk meminimalkan terjadinya komplikasi perluasan
area yang terjadi (Sudoyo A. Dkk 2014).
e. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan
evaluasi ini adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah
implementasi keperawatan dengan tujuan yang diharapkan dalam
perencanaan. Didalam evaluasi menggunakan metode 4 langkah yang
dinamakan SOAP (Sudoyo A. Dkk 2014).
Bentuk SOAP umumnya digunakan untuk pengkajian awal pasien,
dengan cara penulisannya adalah sebagai berikut.
S (Subjektif) : Data subektif Berisi data dari pasien melalui anamnesis
(wawancara) yang merupakan ungkapan langsung
O (Objektif) : Data objektif Data yang dari hasil observasi melalui
pemeriksaan fisik
A (Assesment) : Analisis dan interpretasi Berdasarkan data yang terkumpul
kemudian dibuat kesimpulan yang meliputi diagnosis,
antisipasi diagnosis atau masalah potensial, serta perlu
tidaknya dilakukan tindakan segera.
P (Plan) : Perencanaan Merupakan rencana dari tindakan yang akan
diberikan termasuk asuhan mandiri, kolaborasi, diagnosis
atau labolatorium, serta konseling untuk tindak lanjut.
Penyimpangan KDM

Infeksi Mal absorpsi Makanan Psikologis

Tekanan osmotik Toksik tidak mampu diapsorpi Peningkatan hormon


Kuman masuk meningkat
Dan berkembang
Dalam anus

Pergeseran air dan Hiperperistaltik


elektrolit ke rongga
Toksik dalam usus
Usus halus

Kemampuan absorpsi
Hipersekresi air menurun
dan elektrolit

Diare

Peningkatan
Peningkatan Pengeluaran cairan Distensi gaster Perubahan status Suhu tubuh
defekasi dan elektrolit kesehatan
meningkat
Anoreksia Hipertermi
Iritasi pada Dehidrasi Hospitalisasi
Daerah anal/bokong
Ketidak seimbangan
nutrisi kurang Stress psikologis
Resiko dari kebutuhan keluarga
gangguan Kekurangan volume
integritas cairan
kulit Kekhawatiran keluarga

Kecemasan
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart. 2014. Keperawatan Medikal Bedah. Ed 12. Jakarta : EGC.

Carpenitto. L J. 2010.Diagnosa KeperawatanAplikasi Pada Praktek Klinis. Ed 7.


Jakarta : EGC.

Markum. A H. 2015. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

NANDA. 2012-2014. Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC.

NANDA. 2015. Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai