Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH KEPERAWATAN BENCANA

KONSEP DASAR MANAJEMEN KEPERAWATAN BENCANA

Disusun oleh :
Kelompok III

1. NANA TRISNA PUTRI (131912062 )


2. ROSMILAH (131912067)
3. VISIE FEBRIDESNOVI VALENTINI (131912074 )

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


STIKES HANGTUAH TANJUNG PINANG
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Keperawatan
Keperawatan Bencana dalam bentuk makalah dengan judul “Konsep Dasar
Manajemen Keperawatan Bencana”.

Kami sadar, bahwa dalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Hal
itu dikarenakan keterbatasan kemampuan dan pengetahuan kami. Oleh karena itu,
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para
pembaca.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca juga kami para
penulis. Demikianlah yang dapat tim penyusun sampaikan atas perhatiannya kami
ucapkan terimakasih.

Dabo Singkep 12 November 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ...................................................................................................... i


Daftar Isi.............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............ .................................................................... 2
C. Tujuan penulisan............. ..................................................................... 2
D. Manfaat Penulisan........... ..................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Bencana .............................................................................. 4
B. Jenis-jenis dan Faktor Bencana ............................................................ 5
C. Manajemen Bencana ............................................................................ 6
D. Pertolongan Pertama Pada Korban Bencana ......................................... 7
E. Keperawatan Gawat Darurat ................................................................ 9
F. Perbedaan Keperwatan Gawat Darurat dan Keperawatan Bencana ..... 10
G. Tren Bencana Di Dunia dan Di Indonesia .......................................... 12
H. Aspek Legal dan Etik Keperawatan Bencana ..................................... 13
I. Peran Perawat Dalam Keperawatan Bencana...................................... 16
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................ 18
B. Saran ............................................................................................. 26
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 20

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakannegara yang memiliki tingkat kerawanan tinggi
terhadap bencana alam. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan hasil penelitian
tentang bencana alam yang digunakan oleh berbagai lembaga seperti
Macleproft, United nations international strategy for disaster reduction
(UNISDR) dan united nations university for environment and human security
( UNU-EHS). Pada tahun 2010, mapplecroft menempatkan Indonesia sebagai
negara negara dengan resiko bencana tertinggi didunia setelah banglades.
Ditahun yang sama pula united nations international strategy for
disasterreduction (UNISDR) melalui publikasinya kemudian menempatkan
Indonesia pada urutan kedua sebagai negara dengan resiko bencana tertinggi
dikawasan asia tenggara.
Berdsarkan jumlah kejadiannya bencana yang terjadi di indonesia
cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya. Sebagai contoh yakni
untuk 16 tahun terakhir terhitung mulai tahun 2000-2016 lalu jumlah
kejadian bencana cenderung mengalami peningkatan secara signifikan. Pada
tahun 2016 jumlah kejadian bencana di Indonesia mencapai angka tertinggi
dalamdaftar yang tercatat oleh badan nasional penanggulangan bencana
(BNPB) pertahun 1815-2016. Namun, penerapan manajemen di indonesia
masih terkendala berbagai masalah, antara lain kurangnya data dan
informasikebencanaan, baik ditingkat masyarakat umum maupun ditingkat
kebijakan. Keterbatasan data dan informasi spasial kebencanaan merupakan
salah satu permasalahan yang menyebabkan manajemen bencana di
Indonesia berjalankurang optimal. Pengambilan keputusan ketika terjadi
bencana sulit dilakukan karena data yang beredar memiliki banyak versi dan
sulit difalidasi kebenarannya.
Jumlah kejadian bencana di Indonesia yang menunjukkan trend yang
positif didominasi oleh bencana hidrometeorologi seperti bencana banjir,

1
tanah longsor, angintopan. Peningkatan dipicu oleh berbagai aspek seperti
perubahan iklim, letak geografis Indonesia, dan maraknya kerusakan
ekosistem hutan. Dampak dari perubahan iklim dewasa ini telah memberikan
pengaruh besar terhadap meningkatkan jumlah bencana didunia, termasuk di
Indonesia (Suprapto, 2011).

B. Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang kami angkat dari makalah ini adalah “Bagaimana
mahasiswa/i Prodi S1 Keperawatan STIKes Hang Tuah Tanjungpinang dapat
memahami Konsep Dasar Manajemen Keperawatan Bencana.

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan menganalisa konsep dasar manajemen
keperawatan bencana.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu memahami dan menganalisa tren bencana di
dunia dan di Indonesia
b. Mahasiswa mampu memahami dan menganalisa aspek etik dan isu
dalam keperawatan bencana
c. Mahasiswa mampu memahami dan menganalisa perbedaan
keperawatan gawat darurat dan keperawatan bencana
d. Mahasiswa mampu memahami dan menganalisa peran perawat pada
bencana

D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Penulis
Diharapkan makalah ini dapat mendeskripsikan tentang Konsep Dasar
Manajemen Keperawatan Bencana.

2
2. Bagi Instansi/Perguruan Tinggi
Diharapkan makalah ini menambah informasi mengenai Konsep Dasar
Manajemen Keperawatan Bencana.
3. Bagi Pembaca
Diharapkan makalah ini dapat dijadikan sebagai referensi dan sarana
penambah pengetahuan bagi pembaca terkait Konsep Dasar Manajemen
Keperawatan Bencana.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian bencana
Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana
menyebutkan bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor
manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.Definisi tersebut
menyebutkan bahwa bencana disebabkan oleh faktor alam, non alam, dan
manusia.Oleh karena itu, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tersebut
juga mendefinisikan mengenai bencana alam, bencana nonalam, dan bencana
sosial.

Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau


serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa
bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah
longsor. Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa
atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi,
gagal modernisasi, epidemi. dan wabah penyakit. Bencana sosial adalah
bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang
diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antar kelompok atau
antar komunitas masyarakat, dan teror.

Menurut Departemen Kesehatan RI, definisi bencana adalah peristiwa atau


kejadian pada suatu daerah yang mengakibatkan kerusakan ekologi, kerugian
kehidupan manusia, serta memburuknya kesehatan dan pelayanan kesehatan
yang bermakna sehingga memerlukan bantuan luar biasa dari pihak luar.

Sedangkan definisi bencana (disaster) menurut WHO (2002) adalah setiap


kejadian yang menyebabkan kerusakan, gangguan ekologis, hilangnya nyawa
manusia, atau memburuknya derajat kesehatan atau pelayanan kesehatan pada

4
skala tertentu yang memerlukan respon dari luar masyarakat atau wilayah
yang terkena.

B. Jenis- jenis dan faktor penyebab bencana


Jenis-jenis bencana menurut Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang
penanggulangan bencana, yaitu:
1. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa
gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan,
dan tanah longsor.
2. Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
rangkaian peristiwa non alam antara lain berupa gagal teknologi,gagal
modernisasi. danwabah penyakit.
3. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh manusia yang meliputi konflik
sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat.
4. Kegagalan Teknologi adalah semua kejadian bencana yang diakibatkan
oleh kesalahan desain, pengoprasian, kelalaian dan kesengajaan, manusia
dalam penggunaan teknologi dan atau insdustriyang menyebabkan
pencemaran, kerusakan bangunan, korban jiwa, dan kerusakan lainnya.
Terdapat 3 (tiga) faktor penyebab terjadinya bencana, yaitu :

1. Faktor alam
(natural disaster) karena fenomena alam dan tanpa ada campur tangan
manusia.
2. Faktor non-alam (nonnatural disaster) yaitu bukan karena fenomena
alam dan juga bukan akibat perbuatan manusia.
3. Faktor sosial/manusia (man-made disaster) yang murni akibat perbuatan
manusia, misalnya konflik horizontal, konflik vertikal, dan terorisme.
Secara umum faktor penyebab terjadinya bencana adalah karena adanya
interaksi antara ancaman (hazard) dan kerentanan (vulnerability).Ancaman
bencana menurut Undang-undang Nomor 24 tahun 2007 adalah “Suatu

5
kejadian atau peristiwa yang bisa menimbulkan bencana”.Kerentanan
terhadap dampak atau risiko bencana adalah “Kondisi atau karateristik
biologis, geografis, sosial, ekonomi, politik, budaya dan teknologi suatu
masyarakat di suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi
kemampuan masyarakat untuk mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan
menanggapi dampak bahaya tertentu.

C. Menajemen Bencana
Manajemen bencana adalah suatu proses dinamis, berlanjut dan terpadu
untuk meningkatkan kualitas langkah-langkah yang berhubungan dengan
observasi dan analisis bencana serta pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan,
peringatan dini, penanganan darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi bencana.
(UU 24/2007).
Manajemen bencana menurut Nurjanah (2012:42) sebagai Proses dinamis
tentang bekerjanya fungsi-fungsi manajemen bencana seperti planning,
organizing, actuating, dan controling.Cara kerjanya meliputi pencegahan,
mitigasi, dan kesiapsiagaan tanggap darurat dan pemulihan. Adapun tujuan
manajemen bencana secara umum adalah sebagai berikut:
1. Mencegah dan membatasi jumlah korban manusia serta kerusakan harta
benda dan lingkungan hidup.
2. Menghilangkan kesengsaraan dan kesulitan dalam kehidupan dan
penghidupan korban.
3. Mengembalikan korban bencana dari daerah penampungan/ pengungsian
ke daerah asal bila memungkinkan atau merelokasi ke daerah baru yang
layak huni dan aman.
4. Mengembalikan fungsi fasilitas umum utama, seperti komunikasi/
transportasi, air minum, listrik, dan telepon, termasuk mengembalikan
kehidupan ekonomi dan sosial daerah yang terkena bencana.
5. Mengurangi kerusakan dan kerugian lebih lanjut.
6. Meletakkan dasar-dasar yang diperlukan guna pelaksanaan kegiatan
rehabilitasi dan rekonstruksi dalam konteks pembangunan.

6
Sumber :UU Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana

D. Pertolongan Pertama Pada Korban Bencana


Peran penting bidang kesehatan juga sangat dibutuhkan dalam
penanggulangan dampak bencana, terutama dalam penanganan
korban trauma baik fisik maupun psikis. Keberadaan tenaga kesehatan
tentunya akan sangat membantu untuk memberi pertolongan pertama sebelum
proses perujukan ke rumah sakit yang memadai.
Pengelolaan penderita yang mengalami cidera parah memerlukan
penilaian yang cepat dan pengelolaan yang tepat agar sedapat mungkin bisa
menghindari kematian. Pada penderita trauma, waktu sangatlah penting,
karena itu diperlukan adanya suatu cara yang mudah dilaksanakan. Proses ini
dikenal sebagai Initial assessment (penilaian awal) dan Triase. Prinsip-prinsip
ini diterapkan dalam pelaksanaan pemberian bantuan hidup dasar pada
penderita trauma (Basic Trauma Life Support) maupun Advanced Trauma
Life Support.
Triage adalah tindakan mengkategorikan pasien menurut kebutuhan
perawatan dengan memprioritaskan mereka yang paling perlu didahulukan.
Paling sering terjadi di ruang gawat darurat, namun triage juga dapat terjadi
dalam pengaturan perawatan kesehatan di tempat lain di mana pasien
diklasifikasikan menurut keparahan kondisinya. Tindakan ini dirancang untuk
memaksimalkan dan mengefisienkan penggunaan sumber daya tenaga medis
dan fasilitas yang terbatas.

7
Triage dapat dilakukan di lapangan maupun didalam rumah sakit. Proses
triage meliputi tahap pra-hospital/lapangan dan hospital atau pusat pelayana
kesehatan lainnya. Triage lapangan harus dilakukan oleh petugas pertama
yang tiba ditempat kejadian dan tindakan ini harus dinilai lang terus menerus
karena status triage pasien dapat berubah. Metode yang digunakan bisa secara
Mettag (triage Tagging System) atau sistem triage penuntun lapangan Star
(Simple Triage and Rapid Transportasi).
Penuntun Lapangan START berupa penilaian pasien 60 detik yang
mengamati ventilasi, perfusi, dan status mental untuk memastikan kelompok
korban seperti yang memerlukan transport segera atau tidak, atau yang tidak
mungkin diselamatkan, atau mati. Ini memungkinkan penolong secara cepat
mengidentifikasikan korban yang dengan risiko besar akan kematian segera
atau apakah tidak memerlukan transport segera. Star merupakan salah satu
metode yang paling sederhana dan umum. Metode ini membagi penderita
menjadi 4 kategori :
1. Prioritas 1 – Merah
Merupakan prioritas utama, diberikan kepada para penderita yang kritis
keadaannya seperti gangguan jalan napas, gangguan pernapasan,
perdarahan berat atau perdarahan tidak terkontrol, penurunan status
mental
2. Prioritas 2 – Kuning
Merupakan prioritas berikutnya diberikan kepada para penderita yang
mengalami keadaan seperti luka bakar tanpa gangguan saluran napas atau
kerusakan alat gerak, patah tulang tertutup yang tidak dapat berjalan,
cedera punggung.
3. Prioritas 3 – Hijau
Merupakan kelompok yang paling akhir prioritasnya, dikenal juga
sebagai “Walking Wounded” atau orang cedera yang dapat berjalan
sendiri.
4. Prioritas 0 – Hitam
Diberikan kepada mereka yang meninggal atau mengalami cedera yang
mematikan.

8
Pendekatan yang dianjurkan untuk memprioritisasikan tindakan atas korban
adalah yang dijumpai pada sistim METTAG. Prioritas tindakan dijelaskan
sebagai :
1. Prioritas Nol (Hitam) : Pasien mati atau cedera fatal yang jelas dan tidak
mungkin diresusitasi.
2. Prioritas Pertama (Merah) : Pasien cedera berat yang memerlukan
tindakan dan transport segera (gagal nafas, cedera torako-abdominal,
cedera kepala atau maksilo-fasial berat, shok atau perdarahan berat, luka
bakar berat).
3. Prioritas Kedua (Kuning) : Pasien dengan cedera yang dipastikan tidak
akan mengalami ancaman jiwa dalam waktu dekat (cedera abdomen
tanpa shok, cedera dada tanpa gangguan respirasi, fraktura mayor tanpa
shok, cedera kepala atau tulang belakang leher, serta luka bakar ringan).
4. Prioritas Ketiga (Hijau) : Pasien degan cedera minor yang tidak
membutuhkan stabilisasi segera (cedera jaringan lunak, fraktura dan
dislokasi ekstremitas, cedera maksilo-fasial tanpa gangguan jalan nafas
serta gawat darurat psikologis).

E. Keperawatan Gawat Darurat


Gawat darurat adalah suatu keadaan yang memerlukan mendongkrak
seseorang atau banyak orang yang memerlukan penanganan atau pertolongan
segera dalam arti pertolongan secara cermat, tepatdan cepat. Jika tidak
mendapatkan pertolongan semacam itu, maka akan mati atau cacat atau
kehilangan anggota. (Saanin, 2012).
Keadaan darurat sedang berlangsung mendadak, waktu-waktu dan kapan
saja terjadi di mana saja dan dapat dilakukan siapa saja sebagai akibat
darisuatu kecelakaan,suatu proses medis atau perjalanan suatu penyakit
(Saanin, 2012). Pelayanan gawat darurat tidak hanya memberikkan perawatan
untuk mengatasi kondisi kedaruratan yang di alami pasien
tetapi juga memberikan asuhan keperawatan untuk mengatasi pasien dan
keluarga. Keperawatan gawat darurat adalah keperawatan profesional yang
diberikan pada pasien dengan kebutuhan mendesak dan kritis. Namun UGD

9
dan klinik kedaruratan sering digunakan untuk masalah yang tidak mendesak,
sehingga filosofi tentangperawatan gawat darurat menjadi luas, kedaruratan
adalah apa saja yang diperlukan pasien atau keluarga harus di pertimbangkan
sebagai kedaruratan (Hati, 2011 dalam Saanin,2012).

F. Perbedaan Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Bencana


Perbedaan utama di antara keduanya terletak pada keseimbangan antara
“kebutuhan perawatan kesehatan dan pengobatan” dan ”sumber-sumber
medis (tenaga kesehatan, obat-obatan, dan peralatan)".
Keperawatan gawat darurat yang diberikan dalam keadaan normal,
memungkinkan tersedianya sumber daya medis yang banyak dalam
memberikan pelayanan sesuai kebutuhan pasien, baik yang penyakitnya
ringan maupun berat.Sehingga pengobatan dan perawatan intensif dapat
diberikan dengan segera kepada setiap pasien yang datang secara bergantian.
Tetapi selama fase akut bencana, pengobatan dan kesehatan masyarakat
membutuhkan sangat banyak sumber tenaga medis sehingga terjadi
ketidakseimbangan. Pada fase akut bencana, fasilitas penunjang kehidupan
(listrik, gas, air) tidak berfungsi secara sempurna, obat-obatan tidak tersedia,
dan tenaga medisnya kurang,namun banyak korban luka ringan atau luka
sedangyang datang ke rumah sakit. Sebagian korban tersebut menjadikan
rumah sakit sebagai tempat mengungsi sementara, karena mereka
beranggapan bahwa "rumah sakit adalah aman" dan ”akan mendapatkan
pengobatan”. Beberapa korban dengan luka parah dan luka kritis dapat juga
dibawa ke beberapa fasilitas kesehatan oleh orang lain, namun jika pasien
tidak dapat berjalan sendiri, atau jika tidak ada orang yang membawa mereka,
maka mereka akan tetap tertinggal di lokasi bencana tersebut.
Keperawatan Bencana Keperawatan Gawat
Pada Fase Akut Darurat
Pada Saat Normal
Objek Banyak orang (komunitas) Individu dan orang-orang di
sekitarnya
Prasyarat a. Terbatasnya sumber (SDM, a. Sumber-sumber medis
bahan bahan medis) dapat diperkirakan dan
b. Waktunya terbatas disiapkan
c. Terbaik untuk banyak b. Keperawatan

10
orang berkelanjutan
c. Perawatan medis terbaik
untuk satu orang
Keadaan Daerah Bencana: Pada Saat Normal:
a. Rusaknya fasilitas medis a. Fasilitas medis berfungsi
b. Terputusnya fasilitas normal.
penunjang hidup(gas, b. Fasilitas penunjang
saluran air, listrik, telepon, hidup berfungsi normal.
sistem transportasi). c. Informasi bisa diperoleh
c. Terputus dan kurangnya d. Adanya petugas medis
informasi. cukup.
d. Sangat kekurangan petugas e. Persediaan obat-obatan
medis. dan bahanbahan medis
e. Kekurangan obat dan cukup.
bahanbahan medis. f. Alat-alat medis dapat
f. Alat-alat medis tidak dapat digunakan
berfungsi dan terbatas g. Transportasi dapat
g. Terbatasnya sarana dipakai.
transportasi. h. Daya tampung pasien
h. Jumlah pasien melebihi cukup
daya tampung i. Perawat tidak termasuk
i. Tenaga keperawatan juga korban.
menjadi korban, atau hidup
di daerah bencana
Spesifikasi a. Berbaur di antara para a. Intervensi terhadap satu
Tindakan korban dan orang-orang di orang.
Keperawatan sekitarnya. Intervensi b. Mampu menggunakan
terhadap banyak korban. ME (Medical
b. Pengumpulan data dengan Equipment) untuk
menggunakan kelima panca memonitor pasien kritis.
indera. c. Dapat mengambil
c. Pengkajian fisik dengan keputusan berdasarkan
menggunakan kelima panca data objektif
indera. d. Dapat berkonsultasi atau
d. Mengerahkan seluruh bekerja sama dengan
pengetahuan dan perawat atau dokter bila
ketrampilan yang dimiliki. pengetahuan atau
e. Pelayanan keperawatan ketrampilannya kurang.
yang cepat tanggap dan e. Dapat mempraktikkan
kreatif di tengah keperawatan dengan
keterbatasan sumber memanfaatkan sumber
f. Perawatan dan manajemen yang diperlukan
kesehatan kemungkinan berdasarkan manual atau
diserahkan pada pasien atau prosedur.
keluarganya sendiri. f. Perawatan difokuskan
g. Kesulitan perawat untuk pada pasien luka parah.
membuat catatan tentang g. Mampu membuat
kondisi pasien. catatan tentang kondisi

11
h. Kekurangan penyokong pasien.
sosial. h. Mampu menggunakan
penyokong sosial.

G. Tren bencana di dunia dan di Indonesia


Tren bencana di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya.
Bahkan, selama tahun 2018 lalu di Indonesia setidaknya terjadi 2.572 kali
peristiwa bencana yang menelan korban jiwa sebanyak 4.814 orang.Selain itu
ada sebanyak 264 ribu korban luka, dan sebanyak 10,2 juta orang mengungsi.
Dan total kerugian akibat bencana selama tahun 2018 mencapai Rp 100
trilliun. Mulai awal tahun 2019 hingga bulan April 2019, setidaknya sudah
ada sebanyak 438 orang di Indonesia yang meninggal karena adanya bencana.
Hal itu disampaikan Kepala Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB).

Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebutkan


dalam beberapa dasawarsa terakhir tren bencana dunia mulai dari bencana
geologi, hidrometeorologi, biologi maupun akibat ulah manusia terus

12
meningkat. Selama tiga dasawarsa terakhir bencana di dunia mengalami
peningkatan sekitar 350%.
Kejadian bencana-bencana tersebut berpengaruh terhadap ekonomi
dan kehidupan global. Gempa bumi di Haiti tahun 2010, banjir di Pakistan
tahun 2010, dan banjir di Thailand tahun 2011 makin memerosotkan
perekonomian negara-negara miskin dan sedang berkembang.
Sutopo mengatakan banjir di Australia, gempa bumi di Selandia Baru
dan gempa bumi dan tsunami di Jepang pada 2011, menunjukkan bahwa
negara-negara kaya pun tidak kebal terhadap risiko bencana. Banyak kerugian
ekonomi global yang ditimbulkan akibat bencana yang terjadi beberapa tahun
terakhir dan meningkat dua kali lipat pada 2011.
Kerugian ekonomi global akibat bencana rata-rata dalam 10 tahun
terakhir sejak tahun 2000 adalah USD 110 milyar, dimana total kerugian yang
diasuransikan sekitar USD 35 milyar. Sedangkan bencana menyebabkan
ekonomi global USD 130 milyar.
Pada 2011, lanjut Sutopo, ternyata terjadi peningkatan hampir dua kali
lipatnya. Gempa bumi dan tsunami di Jepang pada 11 Maret 2011 yang
menimbulkan kerugian USD 220 milyar atau 3,4 persen GDP Jepang atau
hampir seperlima GDP Indonesia saat ini. Demikian pula banjir banjir di
Thailand pada akhir 2011 menyebabkan 754 orang meninggal, 10 juta orang
menderita dan kerugian mencapai USD 45 miliar. Pertumbuhan ekonomi
Thailand merosot sekitar 2,4 persen.
Peningkatan bencana tidak hanya terjadi di luar negeri tapi juga terjadi di
Indoensia. Sejarah bencana di Indonesia, berdasarkan DIBI selama tahun
1815-2011 terdapat 11.910 kejadian bencana yang menyebabkan 329.585
jiwa meninggal dan hilang serta lebih dari 15,8, juta jiwa mengungsi.

H. Aspek Legal dan Etik Keperawatan Bencana


1. Kode Etik Keperawatan Bencana
a. Perawat bencana memberikan pelayanan dengan penuh hormat bagi
martabat kemanusiaan dan keunikan klien.

13
b. Perawat bencana mempertahankan kompetensi dan tanggung jawab
dalam praktek keperawatan emergensi.
c. Perawat bencana melindungi klien manakala mendapatkan
pelayanan kesehatan yang tidak cakap, tidak legal, sehingga
keselamatannya terancam.
2. Etika Berdasarkan Norma Profesi
a. Menghargai klien
1) Manusia utuh dan unik (umur, status social, latar belakang
budaya dan agama)
2) Menghargai keputusan yang dibuat klien dan keluarga
b. Memberikan yang terbaik à asuhan keperawatan yang bermutu
c. Mempertanggungjawabkan pelayanan keperawatan yang diberikan
d. Tidak menambah permasalahan
e. Bekerja sama dengan teman sejawat, tim kesehatan untuk pelayanan
keperawatan
3. Aspek Legal
Aspek legal dalam konteks pelayanan keperawatan bencana
a. Membuat kontrak kerja (memahami hak dan kewajiban)
b. Praktek yang kompeten hanya dilakukan oleh seorang perawat yang
kompeten
c. Tambahan penyuluhan kesehatan dan konseling dalam pemberian
asuhan keperawatan
d. Melaksanakan tugas delegasi, sesuai dengan kemapuan perawat yang
akan diberikan delegasi.
4. UU yang berkaitan dengan Keperawatan Bencana
a. SAMARI TAN LAW yaitu menolong karena kerelaan menolong
yang membutuhkan UU PENANGGULANGAN BENCANA UU
NO 24 TH 2017 TINDAKAN SAAT TANGGAP BENCANA UU
KESEHATAN
1) UU No. 36 Thn 2009 (63) Pengobatan dan perawatan
menggunakan ilmu kedokteran dan ilmu keperawatan.

14
2) Pasal 32 : Pada kondisi darurat pelayanan kesehatan diberikan
tanpa uang muka.
3) Pasal 53 (3) : pelayanan kesehatan hrs mendahulukan
pertolongan penyelamatan nyawa pasien dibandingkan
kepentingan lainnya.
4) Pasal 58 (3): tuntutan ganti rugi tidak berlaku jika untuk
menyelamatkan nyawa dalam keadaan darurat.
5) Pasal 82 dan 83: pelayanan pada kondisi darurat dan bencana.
b. UU Rumah Sakit yaitu UU No 44 Thn 2009
1) Pasal 29: memberikan yan gadar dan bencana sesuai dengan
kemampuan pelayanannya
2) Pasal 29: Memberikan pelayanan gadar tanpa uang muka
3) Pasal 34: hak pasien
c. UU No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
1) Pasal 82 : Pelayanan kesehatan bencana yang dimaksud pada
ayat (2): tanggap darurat dan paska bencana : mencakup
pelayanan kegawatdaruratan yang bertujuan untuk
menyelamatakan nyawa dan mencegah kecacatan lebih lanjut
2) Pasal 83 ayat (1) : Setiap orang yang memberikan pelayanan
kesehatan pada bencana harus ditujukan untuk menyelamatakan
nyawa dan mencegah kecacatan lebih lanjut, dan kepentingan
terbaik bagi pasien Ayat (2) : Pemerintah menjamin
perlindungan hukum bagi setiap orang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
d. UU No 38 Th 2014
1) Pasal 28 (ayat 3) : Praktik keperawatan didasarkan pada: kode
etik, standar pelayanan, standar profesi, dan SOP.
2) Pasal 35:
a) Dalam kondisi darurat perawat dapat melakukan tindakan
medis dan pemberian obat sesuai kompetensinya.
b) Tujuan menyelamatkan nyawa dan mencegah kecacatan
lebih lanjut.

15
c) Keadaan darurat merupakan keadaan mengancam nyawa
atau kecacatan.
d) Keadaan darurat ditetapkan oleh perawat dengan hasil
evaluasi berdasarkan keilmuannya.

I. Peran Perawat Dalam Keperawatan Bencana


1. Pra Bencana
Undang – undang No. 38 tahun 2014, Pasal 31:
a. Memberikan konseling penyuluhan
b. Melakukan pemberdayaan masyarakat
c. Menjali kemitraan dalam perawatan kesehatan
d. Meningkatkan pengetahuannya

2. Saat Bencana
a. UU No. 38, Tahun 2014, Pasal 35
1) Dalam keadaan darurat perawat dapat melakukan tindakan
medis dan pemberian obat sesuai kompetensinya.
2) Pertolongan pertama bertujuan untuk menyelamatkan nyawa
klien dan mencegah kecacatan lebih lanjut.
b. Pasal 33, Ayat 4
Dalam melaksanakan tugas pada keadaan keterbatasan tertentu
perawat berwenang :
1) Melakukan pengobatan pada penyakit umum.
2) Merujuk pasien.
3) Melakukan pelayanan kefarmasian secara terbatas.
c. UU No. 36 tahun 2009
Pasal 59
1) Tenaga kesehatan wajib memberikan pertolongan pertama pada
penerima pelayanan kesehatan dalam keadaan gawat darurat
bencana untuk penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan.
2) Tenaga kesehatan dilarang menolak pelayanan kesehatan dan
meminta uang muka terlebih dahulu

16
3. Pasca Bencana
PP No. 21 Tahun 2008 Pasal 56 :
a. Perawat harus mempunyai skiil keperawatan yang baik, memiliki
sikap dan jiwa kepedulian, dan memahami konsep siaga bencana
b. Perawatan korban bencana, obat –o batan, peralatan kesehatan,
rehabilitasi mental.
c. No. 36 Tahun 2009 Pasal 1 : Tenaga kesehatan adalah setiap orang
yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki
pengetahuan dan ketrampilan melalui pendidikan di bidang
kesehatan.
d. Pasal 9 : Tenaga kesehatan harus memiliki kualifikikasi minimum
D3 kecuali tenaga medis.

17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Menurut Departemen Kesehatan RI, definisi bencana adalah peristiwa atau
kejadian pada suatu daerah yang mengakibatkan kerusakan ekologi,
kerugian kehidupan manusia, serta memburuknya kesehatan dan
pelayanan kesehatan yang bermakna sehingga memerlukan bantuan luar
biasa dari pihak luar.
Manajemen bencana adalah suatu proses dinamis, berlanjut dan terpadu
untuk meningkatkan kualitas langkah-langkah yang berhubungan dengan
observasi dan analisis bencana serta pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan,
peringatan dini, penanganan darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi
bencana. (UU 24/2007).
Cara kerjanya meliputi pencegahan, mitigasi, dan kesiapsiagaan tanggap
darurat dan pemulihan. Adapun tujuan manajemen bencana secara umum
adalah sebagai berikut:
1. Mencegah dan membatasi jumlah korban manusia serta kerusakan
harta benda dan lingkungan hidup.
2. Menghilangkan kesengsaraan dan kesulitan dalam kehidupan dan
penghidupan korban.
3. Mengembalikan korban bencana dari daerah penampungan/
pengungsian ke daerah asal bila memungkinkan atau merelokasi ke
daerah baru yang layak huni dan aman.
4. Mengembalikan fungsi fasilitas umum utama, seperti komunikasi/
transportasi, air minum, listrik, dan telepon, termasuk mengembalikan
kehidupan ekonomi dan sosial daerah yang terkena bencana.
5. Mengurangi kerusakan dan kerugian lebih lanjut.
6. Meletakkan dasar-dasar yang diperlukan guna pelaksanaan kegiatan
rehabilitasi dan rekonstruksi dalam konteks pembangunan.
Perbedaan keperawatan gawat darurat dan keperawatan bencana.
Perbedaan utama di antara keduanya terletak pada keseimbangan antara

18
“kebutuhan perawatan kesehatan dan pengobatan” dan ”sumber-sumber
medis (tenaga kesehatan, obat-obatan, dan peralatan)".

B. Saran
Semoga diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan. Serta
dapat mengaktualisasikannya pada lingkungan sekitar baik dalam
lingkungan keluarga maupun masyarakat dan juga dengan adanya makalah
ini pembaca dapat menerapkan serta dapat mengaplikasikan apa yang telah
dipaparkan oleh penulis

19
DAFTAR PUSTAKA

Badan Nasional Penanggulangan Bencana. 2008. Peraturan Kepala


Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 4 Tahun 2008
Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana. Jakarta:
BNPB

https://pdfs.semanticscholar.org/8a92/b93407e24e9b91fe1bf97c36c74a88cc983b.
pdf (diakses pada 11 februari 2020 pukul 19:50)

https://www.scribd.com/document/424567965/Aspek-Legal-Dan-Etik-
Keperawatan-Bencana (diakses pada 11 februari 2020 pukul 19:57)

http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-
content/uploads/2017/08/Keperawatan-GAdar-dan-MAnajemen-Bencana-
Komprehensif.pdf (diakses pada 11 februari 2020 pukul 20:00)

20

Anda mungkin juga menyukai