Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

HIV dan AIDS menjadi salah satu isu permasalahan di dunia, sehingga menjadi satu
agenda dalam Millenium Development Goals (MDG’s) tahun 2015, disamping pengurangan
angka kemiskinan dan masalah sosial lainnya (Friedmann, Kippax, Mafuya, Rossi and
Newman, 2006; Poindexter, 2010). Masalah HIV dan AIDS menjadi masalah kontemporer
yang berkaitan dengan perilaku berisiko manusia, karena masalah ini bukanlah masalah
kesehatan semata, tetapi juga sebagai masalah sosial yang berkaitan dengan relasi seseorang
dengan lingkungannya. Salah satu permasalahan sosial orang dengan HIV/AIDS (ODHA)
adalah berkaitan dengan masalah keterlantaran.

Keterlantaran ODHA pada umumnya selain karena penolakan dari keluarga juga
disebabkan kondisi keluarga yang cenderung tidak memiliki kemampuan untuk merawat
anggota keluarganya. Ketidakmampuan keluarga selain karena faktor ekonomi sehingga tidak
mampu membiayai perawatan kesehatan penderita HIV dan AIDS. Penderita memerlukan
perawatan kesehatan yang memadai karena Infeksi HIV juga memerlukan penggunaan obat-
obatan untuk meningkatkan CD 4 sehingga penderita tidak drop kondisinya.
Ketidakmampuan keluarga lainnya karena keluarga tidak memiliki pengetahuan yang
memadai tentang penyakit HIV dan AIDS, sehingga keluarga menolak merawat dengan cara
mengisolasi, atau membatasi interaksi dengan penderita.

Manajemen kasus merupakan bagian dari pelaksanaan praktek intervensi pekerjaan


social. Manajemen kasus dalam penanganan ODHA digunakan untuk memastikan
berjalannya koordinasi pelayanan dan keberlanjutan pemberian perawatan kepada ODHA.
Fleishman (1998) mengemukakan bahwa orang yang terjangkiti HIV/AIDS akan berhadapan
dengan situasi dimana dia harus berhadapan dengan hasil tes HIV yang positif, berhadapan
dengan stigma dan diskriminasi, menghadapi rasa sakit akut yang terus menerus, dan
berhadapan dengan berbagai sistem pelayanan medis, sosial dan hukum yang kompleks yang
menghasilkan kecemasan dan hambatan secara berlebihan diluar kemampuan mereka. Oleh
karena itu, individu, pasangan atau keluarga yang menghadapi penyakit dan masalah HIV
seringkali membutuhkan seorang manajer kasus dan pembela untuk dapat membimbing
mereka dalam menghadapi lingkaran masalah kehidupan yang menyulitkan tersebut.
BAB II

TINJAUN TEORI

2.1 Manajemen Case

Brooks (2010) mengemukakan bahwa manajemen case HIV terdiri dari pelayanan
yang berpusat pada seseorang yang menghubungkan orang dengan pelayanan dukungan
psikososial dan perawatan kesehatan secara tepat waktu, dan menghubungkan klien kepada
tingkat perawatan dan dukungan yang tepat. Manajemen case juga memberikan pelayanan
konseling perawatan untuk menjamin bahwa ODHA mempunyai kesediaan dan kesanggupan
untuk menjalani proses perawatan dan pemberian obat-obatan.

Manajemen case bersifat fleksibel dan responsif terhadap kebutuhan individu dan
masyarakat. Pelaksanaan manajemen case yang baik memerlukan seorang manajer kasus dan
pola penanganan setiap klien yang mungkin berbeda-beda. Praktek manajemen kasus menjadi
praktek profesional karena penanganan klien tidak saja dilakukan oleh seorang pekerja sosial
namun ditangani pula oleh ahli/profesi lainnya yang relevan sesuai dengan kebutuhan
penanganan setiap kasus klien. Manajemen kasus juga memerlukan sistem referal/rujukan
yang baik dan sistem jaringan pelayanan dengan lembaga lain yang mudah di akses klien.
Semua sistem manajemen kasus memiliki aktivitas-aktivitas (Brooks dalam Poindexter,
2010).

a) Asesmen
Asesemen merupakan kegiatan awal dalam manajemen kasus untuk mengidentifikasi dan
memahami kondisi ODHA serta permasalahannya baik secara medis maupun
psikososial. Proses asesmen dilakukan oleh tim asesmen yang terdiri dari pekerja sosial,
tim medis, dan manajer kasus atau konselor. Pekerja sosial melakukan asesmen awal
untuk mengali data diri dan keluarga calon klien ODHA dengan cara mewawancara
berdasarkan form (borang) asesmen awal yang telah tersedia. Pada data diri ini juga
digali tentang potensi dan minat klien. Asesmen untuk data kesehatan dilakukan oleh tim
medis yang terdiri dari dokter dan perawat. Data kesehatan yang diidentifikasi meliputi
hasil VCT, jumlah CD 4, kondisi infeksi opportunistik, jenis dan kepatuhan penggunaan
ARV, perilaku berisiko, dan perkembangan kesehatan terakhir.
b) Perencanaan Penanganan Kasus Perencanaan
Perencanaan penanganan kasus dilakukan secara umum, dalam artian seluruh klien
mendapatkan layanan berdasarkan standar yang sama. Perencanaan ini dibuat sebagai
tindak lanjut dari hasil asesmen dari setiap klien ODHA. Perencanaan penanganan kasus
dibuat melalui proses case conference (konferensi kasus) yang melibatkan pekerja sosial,
pendamping, dokter, perawat, manajer kasus, instruktur, psikolog, dan ketua serta
anggota tim. Hasil perencanaan penanganan kasus meliputi perencanaan penanganan
secara medis dan penanganan sosial psikologis.
Perencanaan untuk penanganan medis juga dilakukan secara khusus oleh tim medis
yaitu oleh sesama perawat, dokter, dan pengurus panti. Perencanaan layanan klien secara
medis meliputi :
1. Perencanaan layanan pengadaan obat
2. Perencanaan layanan pemberian obat
3. Perencanaan layanan pemeriksaan rutin CD4, VCT, darah rutin, dan pemeriksaan
lengkap.
Penanganan kasus dibagi menjadi dua kegiatan yaitu penanganan kasus secara medis
dan penanganan kasus secara sosial psikologis. Setiap klien apabila mengalami masalah
medis akan dirujuk ke layanan kesehatan, sedangkan apabila yang menonjol masalah
sosial psikologis akan mendapatkan bantuan konseling. Namun demikian seluruh klien
akan mendapatkan pelayanan secara umum seperti layanan bimbingan sosial, psikologis,
bimbingan fisik dan vokasional.
c) Rujukan dan Penyediaan Informasi Elemen
Rujukan dan penyediaan informasi elemen lainnya yang penting dalam manajemen
kasus HIV/AIDS adalah referal atau rujukan dan penyediaan informasi. Penyediaan
infomasi yang diberikan lebih banyak terkait dengan masalah HIV dan AIDS, misalnya
keteraturan minum obat, pentingnya menjaga kesehatan dan informasi-informasi terkait
dengan peningkatan motivasi.
d) Edukasi dan Konseling
Edukasi dan konseling salah satu aspek dari manajemen kasus untuk penanganan
ODHA adalah pentingnya pemberian edukasi bagi klien ODHA. Hal ini dilakukan agar
klien ODHA memiliki pemahaman tentang HIV/AIDS sehingga dapat memahami
kebutuhan dirinya dan mengendalikan diri dari perilaku berisiko serta menjaga kesehatan
dan menguasai keterampilan sesuai minat. Konseling menjadi unsur dari proses
manajemen kasus yang dilakukan untuk membantu mengatasi permasalahan yang sensitif
berkaitan dengan psikososial sebagai dampak terjangkit HIV/AIDS.
Perawat memberi edukasi yang berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan diri seperti
bagaimana untuk tetap mempertahankan kondisi kesehatannya dan kemampuan untuk
dapat menangkal penyakit yang menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh, untuk
mampu bertahan hidup, serta mengelola hidup sehat dengan baik dan benar sesuai
petunjuk dokter agar kondisi kesehatan dapat dipertahankan.
Edukasi dan konseling diberikan oleh beberapa pihak seperti oleh pekerja sosial,
pendamping, manajer kasus, perawat dan dokter.
e) Advokasi
Advokasi menjadi salah satu aspek proses manajemen kasus dalam penanganan
ODHA. Pihak perawat dan staf perawat melakukan kegiatan membela hak ODHA adalah
diantaranya dilakukan melalui home visit dan bina lingkungan. Hak-hak yang dibela oleh
pekerja sosial dalam advokasi yaitu :
1. hak bersosialisasi dan bermasyarakat
2. Hak berkeluarga
3. Hak untuk tidak mendapatkan stigma dari masyarakat
4. Hak untuk bekerja
5. Hak untuk dilindungi
6. Hak berpartisipasi dalam berbagai aktivitas kemasyarakatan.berkaitan dengan
pemenuhan hak-hak ODHA.
f) Konsistensi Perawatan
Pelayanan bagi orang dengan HIV/AIDS (ODHA) sangat erat berikan dengan
perawatan kesehatan, sehingga unsur konsistensi perawatan menjadi bagian dari proses
manajemen kasus yang harus dilakukan kepada ODHA. Aktivitas berkitan dengan
konsistensi perawatan ODHA yaitu pemberian obat ARVsecara teratur, pemeriksaan
kesehatan fisik dan pemeriksaan darah atau tes lainnya yang berkaitan dengan
pemeriksaan ke laboratorium. Konsistensi perawatan dilakukan agar klien ODHA dapat
memelihara kesehatannya. Untuk menjaga kesehatan juga dilakukan kegiatan kegiatan
olahraga atau senam bersama setiap satu minggu sekali namun hal yang lebih penting
adalah menjaga kesehatan mental.

Beberapa aktifitas yang dilakukan lembaga selain pendampingan adalah memberikan


pelatihan kerja dengan bekerja sama dengan dinas sosial, bantuan-bantuan ekonomi untuk
menunjang produktifitas anggota kelompok dampingan. Pemeriksaan rutin IMS serta KIE
juga banyak dilakukan baik pada anggota kelompok dampingan atau pada Kelompok
Dukungan Sebaya. Diskusi-diskusi rutin juga dilakukan terhadap permasalahan yang muncul
meskipun kadang-kadang tidak menemukan solusi, namun upaya tersebut untuk memberikan
keleluasaan anggota berkeluh kesah.

Adapun materi yang akan diberikan dibagi menjadi dua bagian utama, yaitu bagian
pertama bersifat teori berisi tentang bagaimana meningkatkan tingkat pemahaman
pendamping kesehatan terhadap pentingnya kepercayaan diri dan kharakter positif, sebagai
bagian dari terapi kognitif behavior, komunikasi terapeutik, pemahaman tentang cara
pengobatan ARV dan efek samping serta perawatan lukanya. Sedangkan bagian kedua
bersifat praktek langsung dilapangan mulai dari penggalian masalah, menetapkan persoalan
kelompok dampingan dalam resiko penularan HIV/AIDS. Terapi kognitif perilaku yang
menjadi dasar perubahan perilaku dan kepercayaan diri tiap group/ pendamping kesehatan,
komunikasi terapeutik dan kemampuan pemeriksaan fisik kesehatan sederhana, sehingga
mampu melakukan perawatan hingga perawatan jenazah.

Seseorang dengan ketergantungan obat sangat beresiko menularkan penyakit


HIV/AIDS melalui penggunaan bersama, namun untuk dapat lepas memerlukan dukungan
dan pendampingan terus menerus. Sedangkan pendamping kesehatan adalah mantan
pengguna narkoba dimana sebagian besar HIV + , bahkan masih ada yang aktif memakai
narkoba meskipun sebagian besar sudah beralih ke Methadon dan tetap terapi HIV.Terapi
kognitif behavior (CBT) merupakan terapi yang mampu merubah perilaku negatif. Perilaku
positif dan perubahan perilaku serta kepercayaan diri peer group/pendamping kesehatan.

2.2 Metode Pelaksanaan

a. Solusi Yang Ditawarkan


Metode kegiatan program ipteks bagi masyarakat ini dilaksanakan dengan
menggunakan metode PRA (Participatory Rapid Appraissal), yakni metode
pemberdayaan yang bersifat Partisipatif dan Bottomup Approach, yaitu dengan
memberikan peralatanperalatan yang diperlukan untuk menunjang pelatihanpelatihan
yang dilakukan serta praktek dilapangan.

b. Metode Penyelesaian Permasalahan Mitra


Metode Penyelesaian Permasalahan Mitra Metode pendekatan yang
ditawarkan untuk menyelesaikan persoalan sosial, budaya, religi dan lainlain yang
telah disepakati bersama antara lain melakukan kegiatan bersama mitra berupa :
- Memberikan pengetahuan tentang penguatan kompetensi pendamping
kesehatan
- Memberikan pelatihan tentang manajemen kasus pada Pendamping pengguna
narkoba yang HIV/ AIDS.
- Memberikan pendampingan tentang manajemen kasus dengan turun lapang di
masing-masing kecamatan.
c. Tahapan Penyelesaian Permasalahan Pendampingan

Manajemen yang diterapkan harus mampu menyelesaikan permasalahan yang


dihadapi oleh Pendamping Kesehatan ODHA/ADHA, diantaranya mulai pelatihan,
penanaman konsep kepercayaan diri sebagai peer group yang mampu memberikan
contoh perubahan bagi kelompok dampingan, peningkatan kompetensi sebagai
pendamping kesehatan dalam mendeteksi dini tanda infeksi opportunistik sekaligus
perawatannya, sampai pada perawatan menjelang ajal/ jenazah, dan lebih utama lagi
adalah pendamping kesehatan memiliki kharakter dan kepribadian yang patut menjadi
contoh bagi kelompok dampingan diantaranya dalam hal komunikasi, manajemen
kasus dan pendataan yang terstruktur.

d. Dampak dan Manfaat


Program pengabdian IbM Pendamping Kesehatan ODHA/ADHA ini sangat
bermanfaat dan berdampak pada :
- Peningkatan pengetahuan pendamping tentang konsep diri, kharakter dan
pikiran positif sebagai kharakter dasar yang harus dimiliki oleh seorang
Pendamping.
- Peningkatan kemampuan berkomunikasi terapetik dan kemampuan
pemeriksaan fisik dasar sederhana yang merupakan modal dasar seorang
pendamping kesehatan untuk dapat sedini mungkin menemukan masalah
kesehatan kelompok dampingan.

Anda mungkin juga menyukai