Anda di halaman 1dari 24

IKTERUS NEONATORUM

Kelompok 5:
DAFTAR ISI
1. LATAR BELAKANG..........................................................................................................1
2. TUJUAN...............................................................................................................................1
BAB II KONSEP DASAR TEORI..................................................................................................2
1. DEFINISI..............................................................................................................................2
2. ETIOLOGI............................................................................................................................2
3. PATOFISIOLOGI................................................................................................................2
4. TANDA D AN GEJALA......................................................................................................2
5. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG................................................................2
6. KOMPLIKASI......................................................................................................................2
7. PENATALAKSANAAN/PENGOBATAN.........................................................................2
8. ASUHAN KEPERAWATAN..............................................................................................2
9. PENYIMPANGAN KDM....................................................................................................2
BAB III LAPORAN KASUS..........................................................................................................3
1. PENYIMPANGAN KDM KASUS......................................................................................3
2. PENGKAJIAN KEPERAWATAN......................................................................................3
3. DIAGNOSA KEPERAWATAN..........................................................................................3
4. INTERVENSI KEPERAWATAN.......................................................................................3
BAB IV PEMBAHASAN...............................................................................................................4
BAB V PENUTUP..........................................................................................................................5
1. KESIMPULAN.....................................................................................................................5
2. SARAN.................................................................................................................................5
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................6
BAB I
PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG
Hiperbilirubinemia merupakan masalah umum yang sering dijumpai pada bayi baru lahir
keadaan ini disebabkan oleh gabungan peningkatan katabolisme hema dan imaturitas
fisiologis hepar dalam kongjungsi dan ekskresi bilirubin. Secara klinis, ikterik dapat
dilihat pada kulit dan sklera. Secara fisiologis kadar bilirubin akan meningkat setelah
lahir, lalu menetap dan selanjutnya menurun setelah usia 7 hari. Pada janin, tugas
mengeluarkan bilirubin dari darah dilakukan oleh plasenta, dan bukan oleh hati. Setelah
bayi lahir, tugas ini langsung diambil alih oleh hati, yang memerlukan sampai beberapa
minggu untuk penyesuaian.
Angka kematian bayi di Indonesia dari Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI)
pada tahun 2007 sebesar 34 per 1.000 kelahiran. Sebagian besar bayi baru lahir, terutama
bayi yang kecil (bayi yang berat lahir < 2.500 gr atau usia gestasi < 37 minggu)
mengalami ikterus pada minggu awal kehidupannya (Maulida, 2014). Angka kematian
bayi di Indonesia dari Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 sebesar
32 per 1.000 kelahiran hidup. Kematian neonatus terbanyak di Indonesia disebabkan oleh
asfiksia (37%), Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan prematuritas (34%), sepsis (12%),
hipotermi (7%), ikterus neonatorum (6%), postmatur (3%), dan kelainan kongenital (1%)
per 1.000 kelahiran hidup (Ratuain, Wahyuningsih, & Purmaningrum, 2015).
Keberhasilan upaya kesehatan bayi baru lahir 0-28 hari (neonatal) dapat dilihat dari
penurunan Angka kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Penurunan
AKB berdampak langsung pada meningkatnya usia harapan hidup dalam menimbang
keberhasilan pembangunan kesehatan.
Kejadian ikterus neonatorum menjadi penyebab yang paling banyak terjadi pada
kelahiran neonatal. 30-50% bayi baru lahir mengalami ikterus neonatorum. Ikterus
neonatorum terjadi 3-5 hari setelah kelahiran. Ikterus neonatorum pada bayi saat lahir
biasa terjadi saat 25-50% neonatus yang sudah cukup bulan dan sangat meninggi lagi
untuk neonatus belum cukup bulan Kejadian ikterus neonatorum di Indonesia mencapai
50% bayi cukup bulan dan kejadian ikterus neonatorum pada bayi kurang bulan
(premature) mencapai 58%. Rumah Sakit Dr. Sarditjo melaporkan kejadian ikterus
neonatorum pada bayi cukup bulan sebanyak 85% yang mana memiliki kadar bilirubin di
atas 5 mg/dl dan 23,80% memiliki kadar bilirubin di atas 13 mg/dl. Data yang diperoleh
dari Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang melaporkan bahwa insiden ikterus fisiologis
paling sering terjadi jika dibandingkan ikterus patologis dengan angka kematian terkait
hiperbilirubin sebesar 13,10%. Insiden ikterus neonatorum di Rumah Sakit Dr. Soetomo
Surabaya sebesar 13% dan 30% (Hafizah & Imelda, 2013). Penelitian di RSUD Dr.
Adjidarmo Rangkasbitung oleh Putri & Rositawati (2016) angka kejadian bayi ikterus
neonaotum tahun 2013 yaitu 4,77%. Angka kejadian ikterus neonatorum tahun 2014
yaitu 11,87%. [ CITATION Pus18 \l 1033 ]

2. TUJUAN
a. Untuk menjelaskan dan mengetahui definisi dari Ikterus Neonatorum
b. Untuk menjelaskan dan mengetahui etiologi dari Ikterus Neonatorum
c. Untuk menjelaskan dan mengetahui patofisiologi dari Ikterus Neonatorum
d. Untuk menjelaskan dan mengetahui tanda dan gejala dari Ikterus Neonatorum
e. Untuk menjelaskan dan mengetahui pemeriksaan diagnostik/penunjang dari Ikterus
Neonatorum
f. Untuk menjelaskan dan mengetahui komplikasi dari Ikterus Neonatorum
g. Untuk menjelaskan dan mengetahui penatalaksanaan/pengobatan dari Ikterus
Neonatorum
h. Untuk menjelaskan dan mengetahui penyimpangan KDM dari Ikterus Neonatorum
i. Untuk menjelaskan dan mengetahui askep dari Ikterus Neonatorum dari Ikterus
Neonatorum
BAB II
KONSEP DASAR TEORI

1. DEFINISI
Ikterus pada sebagian bayi dapat bersifat fisiologis dan pada sebagian lagi mungkin bersifat
patologis yang dapat menimbulkan gangguan yang menetap atau menyebabkan kematian. Oleh
karena itu, setiap bayi dengan ikterus harus mendapat perhatian, terutama apabila ikterus
ditemukan dalam 24 jam pertama kehidupan bayi dengan kadar bilirubin meningkat > 5 mg/dl.
Proses hemolisis darah, infeksi berat, ikterus yang berlangsung lebih dari 1 minggu serta
bilirubin direct > 1 mg/dl, juga merupakan keadaan yang menunjukkan kemungkinan adanya
ikterus patologis [ CITATION Yul18 \l 14345 ].

Ikterus adalah suatu keadaan BBL dimana kadar bilirubin serum total lebih dari 5 mg% pada
minggu pertama ditandai dengan ikterus, dikenal ikterus neonatorum yang bersifat patologis atau
hiperbilirubinemia. Ikterus adalah suatu gejala diskolorasi kuning pada kulit, konjungtiva dan
mukosa akibat penumpukan bilirubin [ CITATION Roh17 \l 14345 ]

2. ETIOLOGI
Menurut [ CITATION Yul18 \l 14345 ] “faktor risiko yang merupakan penyebab tersering ikterus
neonatorum di wilayah Asia dan Asia Tenggara antara lain, inkompatibilitas ABO, defisiensi
enzim G6PD, BBLR, sepsis neonatorum,dan prematuritas”. Hiperbilirubinemia yang dialami
oleh bayi prematur disebabkan karena belum matangnya fungsi hati bayi untuk memproses
eritrosit. Saat lahir hati bayi belum cukup baik untuk melakukan tugasnya. Sisa pemecahan
eritrosit disebut bilirubin, bilirubin ini yang menyebabkan kuning pada bayi dan apabila jumlah
bilirubin semakin menumpuk ditubuh menyebabkan bayi terlihat berwarna kuning, keadaan ini
timbul akibat akumulasi pigmen bilirubin yang berwarna ikterus pada sklera dan kulit. Ikterus
secara klinis akan mulai tampak pada bayi baru lahir bila kadar bilirubin darah 5–7 mg/dl
[ CITATION Roh17 \l 14345 ].

Bayi yang lahir dengan kehamilan kurang dari 37 minggu terjadi imaturitas enzimatik, karena
belum sempurnanya pematangan hepar sehingga menyebabkan hipotiroidismus, dan bahwa bayi
prematur lebih sering mengalami hiperbillirubin dibandingkan bayi cukup bulan Hal ini
disebabkan oleh faktor kematangan hepar sehingga konjugasi billirubin indirek menjadi
billirubin direk belum sempurna. Banyak bayi baru lahir, terutama bayi kecil (bayi dengan berat
lahir <2500 gram atau usia gestasi <37 minggu) mengalami icterus pada minggu-minggu
pertama kehidupannya. Hiperbilirubin pada bayi baru lahir terdapat 25-50% neonatus cukup
bulan dan lebih tinggi lagi pada neonates kurang bulan. Icterus pada bayi baru lahir merupakan
suatu gejala fisiologis atau dapat merupakan hal patologis.

Darah ibu yang berbeda dengan bayi akan mengakibatkan bayi menerima antibody dari plasenta
yang dapat menyebabkan abnormalitas fungsi protein sel darah merah. Bayi yang kesulitan
menyusu atau kurang mendapatkan nutrisi dari ASI memiliki risiko tinggi jaundice/kuning.
Dehidrasi atau kekurangan pemasukan nutrisi juga bisa menyebabkan jaundice oleh karena itu
para ahli menganjurkan untuk memberikan ASI untuk mengoptimalkan hidrasi dan energy bagi
bayi [ CITATION Hos15 \l 14345 ]

3. PATOFISIOLOGI
Bilirubin diproduksi dalam sistem retikuloendotelial sebagai produk akhir dari katabolisme heme
dan terbentuk melalui reaksi oksidasi reduksi. Pada langkah pertama oksidasi, biliverdin
terbentuk dari heme melalui kerja heme oksigenase, dan terjadi pelepasan besi dan karbon
monoksida. Besi dapat digunakan kembali, sedangkan karbon monoksida diekskresikan melalui
paru-paru. Biliverdin yang larut dalam air direduksi menjadi bilirubin yang hampir tidak larut
dalam air dalam bentuk isomerik (oleh karena ikatan hidrogen intramolekul). Bilirubin tak
terkonjugasi yang hidrofobik diangkut dalam plasma, terikat erat pada albumin. Bila terjadi
gangguan pada ikatan bilirubin tak terkonjugasi dengan albumin baik oleh faktor endogen
maupun eksogen (misalnya obatobatan), bilirubin yang bebas dapat melewati membran yang
mengandung lemak (double lipid layer), termasuk penghalang darah otak, yang dapat mengarah
ke neurotoksisitas [ CITATION Mat13 \l 14345 ]

Bilirubin yang mencapai hati akan diangkut ke dalam hepatosit, dimana bilirubin terikat ke
ligandin. Masuknya bilirubin ke hepatosit akan meningkat sejalan dengan terjadinya peningkatan
konsentrasi ligandin. Konsentrasi ligandin ditemukan rendah pada saat lahir namun akan
meningkat pesat selama beberapa minggu kehidupan. Bilirubin terikat menjadi asam glukuronat
di retikulum endoplasmik retikulum melalui reaksi yang dikatalisis oleh uridin difosfoglukuronil
transferase (UDPGT). Konjugasi bilirubin mengubah molekul bilirubin yang tidak larut air
menjadi molekul yang larut air. Setelah diekskresikan kedalam empedu dan masuk ke usus,
bilirubin direduksi dan menjadi tetrapirol yang tak berwarna oleh mikroba di usus besar.
Sebagian dekonjugasi terjadi di dalam usus kecil proksimal melalui kerja B-glukuronidase.
Bilirubin tak terkonjugasi ini dapat diabsorbsi kembali dan masuk ke dalam sirkulasi sehingga
meningkatkan bilirubin plasma total. Siklus absorbsi, konjugasi, ekskresi, dekonjugasi, dan
reabsorbsi ini disebut sirkulasi enterohepatik. Proses ini berlangsung sangat panjang pada
neonatus, oleh karena asupan gizi yang terbatas pada hari-hari pertama kehidupan.

4. TANDA DAN GEJALA


Tanda dan gejala :

a. Kulit dan sclera mata, umumnya dimulai dari kepala menyebar ke dada, perut, tangan dan
kaki akan berwarna kuning serta kulit gatal
b. Feses berwarna pucat, dimana normalnya feses bayi berwarna kuning kehijauan. Warna
urin gelap dimana warna normal urin bayi tidak berwarna.
c. Gejala klinis yang tampak ialah rasa kantuk, tidak kuat menghisap ASI/susu formula,
muntah, opistotonus, mata terputar-putar keatas, kejang, dan yang paling parah bisa
menyebabkan kematian. Efek jangka panjang Kern icterus ialah retardasi mental,
kelumpuhan serebral, tuli, dan mata tidak dapat digerakkan ke atas [ CITATION Mat13 \l
14345 ]

5. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG
Adapun pemeriksaan yang bisa dilakukan [ CITATION Roh18 \l 14345 ] yaitu :

a. Pemeriksaan Metode Visual


Semua bayi baru lahir harus secara rutin dilakukan pemeriksaan visual untuk timbulnya
gejala ikterik. Evaluasi ikterik dikerjakan setiap hari sejak lahir dan dengan cara menekan
bagian dahi, midsternum, atau di lutut/pergelangan kaki untuk memperlihatkan warna
kulit dan jaringan subkutan. Ikterik akan terlihat pada awalnya di bagian muka dan akan
menyebar secara kaudal ke badan dan ekstremitas. Hasil pemeriksaan dapat
dikuantifikasi menjadi grade 1 hingga 5 dengan metode Kramer. Pemeriksaan ini perlu
dilakukan dalam ruangan yang terang atau di siang hari dengan membuka jendela.
Apabila ditemukan bayi kuning secara visual, dianjurkan untuk melakukan konfirmasi
kadar bilirubin, baik secara invasif, non invasive.
b. Pemeriksaan Serum total Bilirubin invasive
Pemeriksaan baku emas untuk serum bilirubin adalah pemeriksaan metode invasif yang
memerlukan fasilitas laboratorium khusus. High Performance Liquid Chromatography
(HPLC) adalah baku emas, tetapi karena teknisnya sangat kompleks maka hanya
digunakan untuk tujuan penelitian. Metode reaksi Diazo atau spektrofotometri direk
adalah baku emas untuk penggunaan klinis. Setelah diketahui ikterik secara visual,
pemeriksaan serum bilirubin perlu dilakukan Metode pemeriksaan ini membutuhkan
sampel darah 1 ml, dibutuhkan tenaga laboratorium khusus sehingga waktu tunggu hasil
keluar berkisar 4 jam atau lebih.
c. Pemeriksaan Bilirubin non invasive
Metode pemeriksaan bilirubin non invasif yang dikenal saat ini adalah alat
bilirubinometer transkutan (TcB). Alat ini bekerja dengan prinsip spektrofotometer dan
mengukur cahaya yang dipantulkan dari warma kulit dan diambil dari bagian bawah
sternum. secara umum TcB cukup menjanjikan karena meminimalisir pengambilan
darah, dapat digunakan sebagai pemeriksaan universal, dan tetap akurat dengan kadar
bilirubin di bawah 15mg/dl.
d. Metode pemeriksaan kurang invasif, Bilistick
Bilistick merupakan sistem pemeriksaan yang sederhana, cepat, tidak membutuhkan
reagen, dan dapat mengukur kadar serum bilirubin total hingga 30mg/dl dan hematokrit
25% - 65%. Strip uji akan memisahkan plasma dari komponen korpuskuler sehingga
serum dapat mengalir ke membran nitroselulosa akibat kapilaritas. Setelah membran
tersaturasi, serum bilirubin total dapat dianalisis dengan sprektroskopi reflektan. Pertama,
strip uji dimasukkan ke dalam mesin pembaca dan proses kalibrasi akan dijalankan.
Teteskan sampel darah kapiler sebanyak 25uL ke dalam strip lalu tekan tombol “M”.
Mesin akan melakukan analisis pengukuran kadar bilirubin serum total. Setelah kurang
lebih 90 detik hasil bilirubin akan muncul di mesin.\
e. Scintigraphy
radioisotope yang paling sering digunakan pada pemeriksaan cholestasis jaundice karena
memiliki waktu paruh yang pendek, konsentrasi yang tinggi di dalam hepar, dan
dieksresikan melalui hepar dan ginjal. Hasil scan yang negatif belum pasti dapat
menyingkirkan penyebab kolestatsis jaundice lainnya, karena sekitar 40% penderita
dengan hepatitis neonatal yang lanjut menunjukkan hasil scan yang negatif akibat
terjadinya disfungsi hepar, oleh karena itu pemeriksaan scintigraphy dapat diulang 2
minggu kemudian.
f. Biopsi hepar
Terdapat beberapa parameter yang dapat membedakan cholestasis jaundice antara
intrahepatik dan ekstrahepatik. Parameter yang merupakan tanda cholestasis
ekstrahepatik walaupun tidak terdapat patognomoni, tetapi spesifik terhadap atresia
biliaris yaitu proliferasi duktus pada porta hepatis, thrombus di daerah porta hepatis,
proses inflamasi dan fibrosis pada porta hepatis, dan lymphedema. Biopsi hepar memiliki
sensitivitas 85% dan spesifisitas 95%

6. KOMPLIKASI
Tinggi kadar bilirubin yang tinggi dapat menyebabkan komplikasi jika tidak diobati :

a. Ensefalopati bilirubin akut, bilirubin ini beracun bagi sel-sel otak. Jika bayi memiliki
penyakit kuning yang parah maka ada risiko bilirubin masuk ke otak
 Kelesuan
 Kesulitan bangun
 Menangis keras
 Kesulitan makan
 demam
b. Kernikterus adalah syndrom yang terjadi jika enselopati bilirubin akut tidak diobati dan
menyebabkan kerusakan permanen pada otak, kernicterus dapat menyebabkan :
 Gerakan tidak sadar dan gerakan tidak terkontrol
 Gerakan mata permanen ke arah atas
 Kehilangan pendengaran
 Kesulitan perkembangan

7. PENATALAKSANAAN/PENGOBATAN
Adapun penatalaksanaan yang diberikan [ CITATION Mat13 \l 14345 ] yaitu :

a. Fototerapi
Fototerapi dapat digunakan tunggal atau dikombinasi dengan transfusi pengganti untuk
menurunkan bilirubin. Bila neonatus dipapar dengan cahaya berintensitas tinggi, tindakan
ini dapat menurunkan bilirubin dalam kulit. Secara umum, fototerapi harus diberikan
pada kadar bilirubin indirek 4-5 mg/dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang
dari 1000 gram harus difototerapi bila konsentrasi bilirubin 5 mg/dl. Beberapa pakar
mengarahkan untuk memberikan fototerapi profilaksis 24 jam pertama pada bayi berisiko
tinggi dan berat badan lahir rendah
b. Intravena immunogloubulin (IVIG)
Pemberian IVIG digunakan pada kasus yang berhubungan dengan faktor imunologik.
Pada hiperbilirubinemia yang disebabkan oleh inkompatibilitas golongan darah ibu dan
bayi, pemberian IVIG dapat menurunkan kemungkinan dilakukannya transfusi tukar
c. Transfusi Pengganti
Transfusi pengganti digunakan untuk mengatasi anemia akibat eritrosit yang rentan
terhadap antibodi erirtosit maternal; menghilangkan eritrosit yang tersensitisasi;
mengeluarkan bilirubin serum; serta meningkatkan albumin yang masih bebas bilirubin
dan meningkatkan keterikatannya dangan bilirubin.
d. Pemberian ASI sedini dan sesering mungkin (8 – 12 kali sehari)
ASI diketahui berperan dalam menghambat produksi bilirubin serum yang kembali ke
sirkulasi enterohepatik pada neonates. Sehingga dibutuhkan edukasi dan pemberian
motivasi yang kuat baik dari petugas maupun keluarga agar ibu optimal dalam
memberikan ASI pada bayinya. [ CITATION Les13 \l 14345 ]

8. ASUHAN KEPERAWATAN

No Diagnosa Outcome Intervensi


1 Kerusakan integritas kulit Integritas Kulit Perawatan kulit
Kriteria Hasil : Aktivitas-aktivitas
1. Integritas kulit bisa 1. Jaga kebersihan kulit
dipertahankan agar tetapbersih dan
2. Mempertahankan kering
kelembaban kulit 2. Mobilisasi bayi setiap
3. Tidak ada luka/ lesi 2 jam sekali
4. Perfusi jaringan baik 3. Monitor kulit akan
5. Paham dalam adanya kemerahan
perbaikan kulit dan 4. Oleskan lotion/
mencegah terjadinya minyak/ baby oil
cedera ulang pada daerah yang
sering tertekan
5. Mandikan bayi
dengan sabun dan air
hangat
2. Hipertermia Termoregulasi Manajemen Demam
Kriteria hasil : Aktivitas-aktivitas :
1. Suhu tubuh dalam 1. Monitor suhu
rentang normal sesering mungkin
2. Nadi dan respirasi 2. Monitor warna dan
dalam batas normal suhu kulit
3. Tidak ada perubahan 3. Monitor tekanan
warna kulit darah, nadi dan
respirasi
4. Monitor intake dan
output cairan
3. Resiko Infeksi Outcome : Kontrol risiko : Intervensi : Kontrol infeksi
proses infeksi Aktivitas-aktivitas :
Kriteria hasil : 1. Alokasikan
1. Mencari informasi kesesuaian luas ruang
terkait control per pasien, seperti
infeksi yang diindikasikan
2. Mengenali faktor oleh pedoman
risiko individu 2. Gunakan sabun
terkait infeksi antimikroba untuk
3. Mengidentifikasi cuci tangan yang
tanda dan gejala sesuai
infeksi 3. Cuci tangan sebelum
4. Mengidentifikasi dan sesudah kegiatan
resiko infeksi dalam perawatan pasien
aktivitas sehari-hari 4. Anjurkan pasien
mengenai teknik
mencuci tangan
dengan tepat
5. Anjurkan pengunjung
untuk mencuci tangan
pada saat memasuki
dan meninggalkan
ruangan pasien
6. Kolaborasi dengan
keluarga bagaimana
menghindari infeksi
7. Kolaborasi dengan
ahli gizi dalam
pemberian makanan
yang bersih dan sehat
9. PENYIMPANGAN KDM

Penyakit Hemolitik Obat-obatan:salisilat Gangguan Fungsi Hepar

Hemolisis difisiensi Jumlah bilirubin yang akan Jaundice ASI


diangkut ke hati berkurang (pregnanediol)

Pembentukan Bilirubin
Bertambah Defisiensi G-6-PD

Konjugasi bilirubin indirek menjadi


bilirubin direk lebih rendah

Bilirubin Inderek Meningkat

Hiperbilirubinemia

Dalam jaringan ekstravaskuler (kulit,


Otak
konjugtifa, mukosa, dan alat tubuh lain)

Ikterus Kernikterus

Gangguan suhu Fototerapi Resiko Infeksi

Ketidakefektifan Termoregulasi
Gangguan Integritas Kulit

Hipertermi
BAB III
LAPORAN KASUS

1. PENYIMPANGAN KDM KASUS

ibu sulit
mengeluarkan
ASI
Gangguan Fungsi Hepar

Bayi mengalami
kekurangan intake Jaundice ASI Ketidakefektifan
ASI (pregnanediol) pemberian ASI

Konjugasi bilirubin indirek menjadi


Berat badan bayi bilirubin direk lebih rendah
menurun

Bilirubin Indirek Meningkat


Ketidakefektidan
nutrisi kurang dari
kebutuhan
Hiperbilirubinemia

Dalam jaringan ekstravaskuler (kulit, Otak


konjugtifa, mukosa, dan alat tubuh lain)

Kernikterus
Ikterus

Resiko Infeksi
2. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

PENGKAJIAN BAYI

I. Biodata A. Identitas Klien

1. Nama/Nama panggilan : Bayi Ny H

2. Tempat tgl lahir/usia : Makassar, 17 November 2019/21 Hari

3. Jenis kelamin : Laki-Laki

4. A g a m a : Islam

5. Pendidikan : -

6. Alamat : Villa Mutiara

7. Tgl masuk : 19 November 2019

8. Tgl pengkajian : 21 November 2019

9. Diagnosa medic : Iketrus Neonatus

10. Rencana terapi : Pemberian ASI dan susu formula

B. Identitas Orang tua

1. Ayah

a. N a m a : Tn A

b. U s i a : 31 Tahun

c. Pendidikan : SMA

d. Pekerjaan/sumber penghasilan : Sopir

e. A g a m a : Islam

f. Alamat : Villa Mutiara

2. Ibu

a. N a m a : Ny H
b. U s i a : 32 Tahun

c. Pendidikan : SMA

d. Pekerjaan/Sumber penghasilan : IRT

e. Agama : Islam

f. Alamat : Villa Mutiara

C. Identitas Saudara Kandung

NO NAMA USIA HUBUNGAN STATUS


KESEHATAN
1 Anak A 8 tahun Kakak kandung Sehat

II. Keluhan Utama/Alasan Masuk Rumah Sakit

Keluhan saat pengkajian : Mukosa bibir agak kering

Keluhan masuk rumah sakit : Dehidrasi dan kulit kering serta demam naik turun sebelum
masuk rumah sakit selama satu hari

III. Riwayat Kesehatan

F. Riwayat Kesehatan Sekarang :

G. Riwayat Kesehatan Lalu

1. Prenatal care

a. Pemeriksaan kehamilan : 3 kali

b. Keluhan selama hamil : perdarahan ,PHS , infeksi , ngidam

Muntah-muntah , demam , perawatan selama hamil

c. Riwayat : terkena sinar , terapi obat

d. Kenaikan BB selama hamil 9 Kg


e. Imunisasi TT 1 kali

f. Golongan darah ibu : - Golongan darah ayah : -

2. Natal

a. Tempat melahirkan : RS , Klinik , Rumah

b. Lama dan jenis persalinan : spontan , forceps , operasi, lain-lain

c. Penolong persalinan : dokter , bidan , dukun

d. Cara untuk memudahkan persalinan : drips , obat perangsang

e. Komplikasi waktu lahir : robek perineum , infeksi nifas

3. Post natal

a. Kondisi bayi : BB lahir 2500 gram, PB 47 cm

b. Apakah anak mengalami : penyakit kuning , kebiruan , kemerahan

,problem menyusui , BB tidak stabil

IV. Riwayat Nutrisi

A. Pemberian ASI

1. Pertama kali disusui : pada saat bayi lahir

2. Cara pemberian : Setiap kali menangis , terjadwal

3. Lama pemberian tahun

B. Pemberian susu formula

1. Alasan pemberian : karena payudara ibu bengkak dan keras

2. Jumlah pemberian :

3. Cara pemberian : dengan dot , sendok

V. Pemeriksaan Fisik
No Item Penilaian Hasil
1. Lingkar kepala 34 cm
Lingkar dada 30 cm
Lingkar badan 28 cm
Berat badan 2325 gram
2. Suhu tubuh 36,6 0C
Heart rate 118x/menit
Respiratory rate 48x/menit
3. Penampilan : posture
4. Kulit : warna, milia, erythema, turgor, Mongolian spot Kulit berwarna kuning
5. Mata : kelopk mata, tertutup/terbuka, warna, air mata,
reflex kornea, reflex pupil, reflex mengedip, doll eye
reflex
6. Kepala: frontal anterior, fontanel posterior, caput
succedaneum, cephal hematom
7. Telinga : posisi, startle refleks, posisi pinna, fleksibilitas
pinna
8. hidung : pasase udara, septum, secret, refleks glabelar
9. Mulut tenggorokan : intack, refleks mengedip, rooting
refleks, gag refleks, saliva extrution refleks
10 Leher : tonik neck refleks, neck righting refleks
11 Dada : ratio AP : lateral, retraksi sternal prosesus
xipoideus, pembesaran mammae, sekresi mammae
12 Paru-paru : tipe respirasi, thoraks/abdomen, kecepatan
dan kedalaman respirasi, irama, suara nafas
13 Jantung : apeks, S1, S2, murmur, thrill, sianosis
persisten
14 Abdomen : bentuk, palpasi, liver, ginjal, keadaan tali
pusat, pulse femoral, crawling refleks
15 Genital : Wanita : labia dan klitoris, meatus uretra,
verniks kaseosa, miksi dalam 24 jam Laki-laki : muara
uretra diujung penis, palpasi skrotum, miksi dalam 24
jam
16 Bokong dan rektum : spina intack, refleks anal, refleks
perez, anus terbuka, pengeluaran mekonium dalam 24
jam
17 Ekstremitas : jumlah jari, ROM, scarf sign, kuku, grasf
refleks, babinski refleks, step refleks, moro refleks
3. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Data Diagnosa
DS : Risiko Infeksi
DO :
DS : Ketidakefektifan pemberian Asi
DO :
DS : Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari
DO : kebutuhan tubuh

4. INTERVENSI KEPERAWATAN

No Diagnosa Outcome Intervensi


1. Resiko Infeksi Outcome : Kontrol risiko : Intervensi : Kontrol infeksi
proses infeksi Aktivitas-aktivitas :
Kriteria hasil : 8. Alokasikan kesesuaian
5. Mencari informasi luas ruang per pasien,
terkait control infeksi seperti yang
6. Mengenali faktor diindikasikan oleh
risiko individu terkait pedoman
infeksi 9. Gunakan sabun
7. Mengidentifikasi antimikroba untuk cuci
tanda dan gejala tangan yang sesuai
infeksi 10. Cuci tangan sebelum dan
8. Mengidentifikasi sesudah kegiatan
resiko infeksi dalam perawatan pasien
aktivitas sehari-hari 11. Anjurkan pasien
mengenai teknik
mencuci tangan dengan
tepat
12. Anjurkan pengunjung
untuk mencuci tangan
pada saat memasuki dan
meninggalkan ruangan
pasien
13. Kolaborasi dengan
keluarga bagaimana
menghindari infeksi
14. Kolaborasi dengan ahli
gizi dalam pemberian
makanan yang bersih
dan sehat
2. Ketidakseimbangan Control Nyeri Manajemen nyeri
nutrisi : kurang dari Nutrisi kembali seimbang Aktivitas-aktivitas :
kebutuhan tubuh sesuai dengan kebutuhan 1. Timbangan berat badan
tubuh. setiap hari atau sesuai
1. Pasien dapat mencerna indikasi
jumlah kalori atau nutrient 2. Auskultasi bising usus,
yang tepat catat adanya nyeri
2. Berat badan stabil atau ke abdomen/perut
arah rentang biasanya kembung, mual,
3. Mendemonstrasikan berat muntahan makanan yang
badan stabil atau belum sempat dicerna,
penambahan ke arah pertahankan keadaan
rentang biasanya puasa sesuai dengan
indikasi
3. Tentukan program diet
dan pola makan pasien
dan bandingkan dengan
makanan yang dapat
dihabiskan pasien
4. Berikan makanan cair
yang mengandung zat
makanan (Nutrien dan
elektrolit)
5. Libatkan keluarga pasien
pada penentuan makanan
sesuai dengan indikasi.
6. Melakukan pemeriksaan
kadar glukosa darah
sewaktu, puasa dan 2
jam setelah makan
3. Ketidakefektifan Mempertahankan pemberian Konseling Menyusui
pemberian Asi Asi Aktivitas-aktivitas:
Kriteria hasil : 1. Menyediakan informasi
1. Pertumbuhan bayi terkait fisiologi dan
dalam rentang normal psikologi manfaat dari
2. Mengenali tanda- menyusui
tanda penurunan 2. Mengoreksi miskonsepsi
jumlah Asi dan ketidakbenaran
3. Mengetahui manfaat mengenai pemberian Asi
menyusui dapat 3. Mengajak suami dan
meningkatkan keluarga ibu untuk
hubungan ibu dan mendukung proses
bayi menyusui
4. Kepuasan dalam 4. Monitor kemampuan
menyusui bayi untuk menghisap

Intervensi Tambahan cup


feeding
Aktivitas-aktivitas
1. Gunakan cup yang
bersih
2. Tuangkan Asi dengan
suhu ruangan
3. Hindari menuang Asi
terlalu cepat
4. Monitor tanda-tanda
kesiapan menyusui pada
bayi
5. Monitar tanda-tanda bayi
kenal
6. Ajari ibu cara menyusui
menggunakan cup atau
botol sendok
BAB IV
PEMBAHASAN

Bayi yang mengalami icterus karena hiperbilirubin, hal ini sesuai dengan teori bahwa
icterus neonatus bisa disebabkan karena tingginya kdar bilirubin dalam darah. Pada teori yang
dipelajari salah satu tanda icterus neonatus adalah kulit bayi berwarna kuning, hal ini terbukti
saat observasi kulit bayi yang terlihat kuning.

Tindakan yang dilakukan yaitu pemberian ASI setiap satu jam secara langsung oleh Ibu
dan melalui bantuan Cup Feeding, dimana bayi ditimbang terlebih dahulu sebelum dan sesudah
pemberian ASI untuk memantau penambahan berat badan bayi. Hal ini dilakukan agar
pemenuhan nutrisi pada bayi dapat terpenuhi dan dipantau. Tindakan lain yang dilakukan oleh
perawat ialah mengganti popok bayi dimana feses bayi ditimbang untuk mengetahui intake dan
output nutrisi bayi. Pada saat pengukuran suhu, thermometer yang digunakan tidak di
disenfektan terlebih dahulu sebelum mengukur suhu bayi karena pada saat observasi diruangan
NICU hana ada satu orang bayi sehingga thermometer tersebut hanya digunakan pada bayi
tersebut. Namun pada teori sebaiknya didesinfektan atau di swab dengan alcohol untuk
mengurangi transmisi mikroorganisme.

Sebelum masuk ke rumah sakit bayi sempat diberikan susu formula oleh Ibunya karena
payudaranya terasa dan bengkak sehingga ibu merasa cemas saat menyusui, sehingga perawat
meminta ibu untuk menghentikan pemberian susu formula dengan mengajarkan cara memompa
ASI yang bisa diberikan kepada bayi, Perawat juga memberikan edukasi pada ibu untuk
perawatan bayinya mulai dari cara menggendong, menyusui dan cara memompa ASI dengan
baik dan benar, serta cara perawatan payudara bagi Ibu.
BAB V
PENUTUP

1. KESIMPULAN
Ikterus pada sebagian bayi dapat bersifat fisiologis dan pada sebagian lagi mungkin bersifat
patologis yang dapat menimbulkan gangguan pada bayi. Ikterus adalah suatu keadaan BBL
dimana kadar bilirubin serum total lebih dari 5 mg% pada minggu pertama ditandai dengan
ikterus, dikenal ikterus neonatorum yang bersifat patologis atau hiperbilirubinemia. Ikterus
adalah suatu gejala diskolorasi kuning pada kulit, konjungtiva dan mukosa akibat penumpukan
bilirubin. Adapun penanganan yang bisa diberikan adalah dengan memberikan ASI pada bayi
untuk tetap memantau nutrisi bayi.

2. SARAN
memeriksakan kehamilannya minimal 4 kali kunjungan 1x TM I, 1x TM II, dan 2x TM 3 agar
kemungkinan terjadinya kelahiran usia getasi tidak cukup bulan dan kemungkinan terjadi lisis
pada calon bayi yang dapat menyebabkan ikterus dapat terdeteksi sedini mungkin. Orang tua
bayi diharapkan dapat mewaspadai tanda dan gejala sedini mungkin anak mengalami ikterus
DAFTAR PUSTAKA
Hossain, M., Begum, M., Ahmed, S., & Absar , N. (2015, May). Causes, Management and
Immediate Complications of Management of Neonatal Jaundice. Journal of Enam
Medical College, 5(2).

Lestari, K. B., & Nurbaeti, I. (2013). Efektivitas Comprehensive Breastfeeding Education


terhadap Keberhasilan Pemberian Air Susu Ibu Post Partum. Jurnal Keperawatan
Padjadjaran, 1(2).

Mathindas, S., Wilar, R., & Wahani, A. (2013). Hiperbiliribenemia Pada Neonatus. Jurnal
Biomedik, 5(1).

Puspita, N. (2018). Pengaruh Berat Badan Lahir Rendah Terhadap Kejadian Ikterus Neonatorum
di Sidoarjo. Jurnal Berkala Epidemiologi, VI, 174-181.

Rohani, S., & Wahyuni, R. (2017). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Ikterus
pada Neonatus. Jurnal Ilmu Kesehatan, 2(1).

Rohsiswatmo, R., & Amandito, R. (2018, Agustus). Hiperbilirubinemia pada Neonatus >35
minggu di Indonesia Pemeriksaan dan Tatalaksana Terkini. Sari Pediatri, 20(2).

Yuliawati, D., & Astutik, R. Y. (2018, Agustus). Hubungan Faktor Perinatal dan Neonatal
Terhadap Kejasian Ikterus Neonatorum. Jurnal Ners dan Kebidanan, 5(2).

Anda mungkin juga menyukai