Anda di halaman 1dari 11

KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA PERAWAT DI RUANG PERAWATAN

BANGSAL

Oleh :

KELOMPOK 3

KELAS B

 GUSRIYANI C051171027
 FATMIRIANI ARIFIN C051171316
 AULIA NUR AZIZA C051171332
 RISKA GUSTIKA MUKTI C051171522

UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

2018
KATA PENGANTAR

Assalamu ‘alaikum Wr. Wb


Puji dan syukur kehadirat TUHAN YME, yang mana atas berkat rahmat dan karunia-Nya
kami telah di bimbing dalam menuntaskan penulisan Makalah yang kami susun untuk memenuhi
salah satu tugas mata kuliah Kesehatan dan Keselamatan Kerja.
Kami mengakui dalam makalah yang sederhana ini mungkin banyak sekali terjadi
kekurangan sehingga hasilnya jauh dari kata kesempurnaan. Kami sangat berharap kepada semua
pihak untuk kiranya memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun.
Besar harapan kami dengan terselesaikannya makalah ini dapat diambil manfaatnya oleh
semua pihak yang membaca makalah ini. Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada semua
pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini sehingga makalah ini dapat
terselesaikan.
“Tidak ada gading yang tak retak”, dengan ini kami memohon maaf yang sebesar-besarnya
karena masih begitu banyak kekurangan disana-sini dalam penyusunan makalah ini.

Terima Kasih

Makassar, Desember 2018

Kelompok 3
BAB I

PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Rumah sakit merupakan sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan rawat
jalan, rawat inap, gawat darurat, medik dan non medik yang dalam melakukan proses kegiatan,
hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan (Agustina dkk, 1998). Faktor-faktor yang mendukung
pelayanan tersebut meliputi pasien, tenaga kerja, peralatan, lingkungan kerja, cara melakukan
pekerjaan serta proses pelayanannya. Disamping memberikan dampak positif, faktor tersebut
juga memberikan dampak negatif terhadap semua komponen yang terlibat dalam proses
pelayanan kesehatan yang menimbulkan kecelakaan (Puslitbag IKM FK, UGM 2000).

Tingkat resiko terjadinya penularan penyakit yang ada diruang rawat inap termasuk zona
dengan risiko sedang. Dilihat dari Kasus pengelolaan benda tajam, terdapat 17 % kecelakaan
kerja karena tertusuk benda tajam (jarum suntik), 70 % terjadi sesudah pemakaian dan sebelum
pembuangan, 13 % sesudah pembuangan, 40 % karena penyarungan jarum suntik (Rumah Sakit
Dr. MOH. Hoesin). Penyebab kecelakaan kerja 88% unsafe behaviour, 10% unsafe condition,
2% tidak diketahui penyebabnya ( National Safety Council).

Potensi bahaya di rumah sakit, selain penyakit-penyakit infeksi juga ada potensi bahaya-
bahaya lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di rumah sakit, yaitu kecelakaan (peledakan,
kebakaran, kecelakaan yang berhubungan dengan instalasi listrik dan sumber-sumber cidera
lainnya), radiasi, bahan-bahan kimia yang berbahaya, gas-gas anastesi, gangguan psikososial dan
ergonomi. Semua potensi bahaya tersebut mengancam keselamatan tenaga kerja di rumah sakit,
para pasien maupun para pengunjung yang ada di lingkungan rumah sakit. Bahaya-bahaya di
lingkungan kerja baik secara fisik, biologis maupun kimiawi perlu dikendalikan sehingga tercipta
suatu lingkungan kerja yang sehat, aman, dan nyaman
.
Keselamatan kerja harus benar-benar di terapkan dalam suatu rumah sakit atau tempat
kerja lainnya. Bukan hanya pengawasan terhadap mesin, dan peralatan lain saja tetapi yang lebih
penting pada manusianya atau tenaga kerjanya. Hal ini dilakukan karena manusia adalah faktor
yang paling penting dalam suatu proses produksi. Manusia sebagai tenaga kerja yang dapat
menimbulkan kecelakaan kerja yang berdampak cacat sampai meninggal (Boedi Maryoto, 1997).

I.2 Rumusan Masalah


1. Apa resiko kerja dan adverse event perawat di Perawatan Bangsal ?
2. Apa penyakit akibat kerja perawat di Perawatan Bangsal?
3. Apa penyakit akibat kecelakan kerja pada perawat?
4. Apa upaya pencegahan penyakit dan kecelakaan kerja pada perawat ?

I.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui resiko kerja dan adverse event perawat di Perawatan Bangsal.
2. Untuk mengetahui penyakit kerja perawat di Perawatan Bangsal.
3. Untuk penyakit akibat kecelakaan kerja pada perawat.
4. Untuk mengetahui upaya pencegahan penyakit dan kecelakaan kerja pada perawat.
BAB II

PEMBAHASAN
II.1 Resiko Kerja dan Adverse Event
1. Risiko kerja
Resiko kerja di rumah sakit tidak semuanya akan nampak kalau kita tidak dapat
mengenalinya. Kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja
yang kurang memadai menjadi factor penyebab tersering terjadinya kecelakaan kerja
yang dapat berdampak serius baik terhadap kesehatan maupun terhadap keselamatan
perawat di rumah sakit. risiko kerja yang dihadapi perawat di tempat kerja, diantaranya:
a. resiko terkena Benda-benda lancip, dan tajam dengan resiko bahaya tertusuk,
terpotong, tergores, dan lain-lain. Resiko bahaya ini termasuk salah satu yang paling
sering menimbulkan kecelakaan kerja yaitu tertusuk jarum suntik / jarum jahit bekas
pasien.
b. Resiko tertular mokroorganisme patogen dari pasien (nosokomial). Misalnya Patogen
melalui darah atau pernapasan
c. Resiko tertular penyakit akibat tidak menggunakan APD
d. Resiko low back pain, misalnya: angkat dan angkut, posisi duduk, cara memobilisasi
pasien yang salah .
e. Resiko Alergi lateks : misalnya, reaksi terhadap sarung tangan atau alat medis yang
terbuat dari lateks.
f. Resiko jatuh , terpeleset, tersandung, dan lain-lain. Pastikan area yang beresiko licin
sudah ditandai dan jika perlu pasanglah handriil atau pemasangan alat lantai anti licin
serta rambu peringatan “awas licin”.
g. Resiko bahaya listrik adalah bahaya dari konsleting listrik dan kesetrum arus listrik.

2. Adverse Event
Adverse event/ kejadian tidak diharapkan (KTD) yaitu insiden yang
mengakibatkan cedera pada pasien akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil, dan bukan karena penyakit dasarnya atau
kondisi pasien. Cedera dapat diakibatkan oleh kesalahan medis atau bukan kesalahan
medis.
Hasil laporan National Safety Council tahun 1988 menunjukkan bahwa terjadinya
kecelakaan kerja di rumah sakit 41% lebih besar dari pekerja industri lainnya. Kesalahan
tersebut bisa terjadi dalam tahap diagnostic seperti kesalahan atau keterlambatan
diagnose, tidak menerapkan pemeriksaan yang sesuai, menggunakan cara pemeriksaan
yang sudah tidak dipakai atau tidak bertindak atas hasil pemeriksaan atau observasi;
tahap pengobatan seperti kesalahan pada prosedur pengobatan, pelaksanaan terapi,
metode penggunaan obat, dan keterlambatan merespon hasil pemeriksaan asuhan yang
tidak layak; tahap preventive seperti tidak memberikan terapi provilaktik serta monitor
dan follow up yang tidak adekuat; atau pada hal teknis yang lain seperti kegagalan
berkomunikasi, kegagalan alat atau system yang lain.
Dalam kenyataannya masalah medical error yang terdeteksi umumnya adalah
adverse event yang ditemukan secara kebetulan saja. Sebagian besar yang lain cenderung
tidak dilaporkan, tidak dicatat, atau justru luput dari perhatian kita semua.
Di Indonesia, telah dikeluarkan pula Kepmen nomor 496/Menkes/SK/IV/2005
tentang Pedoman Audit Medis di Rumah Sakit, yang tujuan utamanya adalah untuk
tercapainya pelayanan medis di rumah sakit yang jauh dari medical error dan
memberikan keselamatan bagi pasien. Perkembangan ini diikuti oleh Perhimpunan
Rumah Sakit Seluruh Indonesia(PERSI) yang berinisiatif melakukan pertemuan dan
mengajak semua stakeholder rumah sakit untuk lebih memperhatian keselamatan pasien
di rumah sakit.

II.2 Penyakit akibat Kerja Pada Perawat


Penyakit akibat kerja atau yang lebih di kenal sebagai man made diseases, dapat timbul
setelah seorang karyawan yang tadinya terbukti sehat memulai pekerjaannya. (Bennett Silalahi
dan Rumondang Silalahi, 1995).Dalam suatu tempat kerja biasanya terdapat faktor-faktor bahaya
yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan, penyakit akibat kerja serta kecelakaan akibat
kerja.
Menurut Suma’mur (1996) faktor penyebab penyakit akibat kerja digolongkanmenjadi 5
faktor yaitu:

a. Faktor fisik : Suara, radiasi, penerangan, getaran, suhu, dan tekanan yang tinggi.

b. Faktor kimia : Debu, uap, gas, larutan, awan dan kabut.

c. Faktor Biologis : TBC, Hepatitis A/B, Aids.

d. Faktor Fisiologis : Sikap badan kurang baik, kesalahan konstruksi mesin, salahcara
melakukan pekerjaan.

e. Faktor mental psikologis : Hubungan kerja yang kurang baik.

II.3 Penyakit Akibat Kecelakaan Kerja


Segala tindakan yang dikerjakan atau dilakukan oleh perawat tentunya mempunyai resiko
lebih besar terkena bahaya baik itu bahaya fisik, bahaya biologi maupun bahaya ergonomi.
Bahaya fisik bisa didapatkan pada saat perawat melakukan tindakan yang berhubungan dengan
benda-benda atau alat-alat medis yang tajam seperti ketika di ruangan bangsal biasanya
melakukan pemasangan infus, pengambilan darah sampai menjahit luka. Untuk bahaya biologis
bisa didapatkan dari tindakan yang terpancar langsung dengan pasien seperti mengeluarkan
sekret pasien, membersihkan luka. Sedangkan untuk bahaya ergonomi bisa didapatkan pada saat
perawat melakukan kegiatan yang dapat memberi resiko cedera seperti posisi badan yang tidak
tepat pada saat mengangkat dan membungkuk.

Untuk paparan hazard biologis bisa didapatkan pada saar perawat melakukan tindakan
yang dapat beresiko terkena atau penyakit menular yang dapat tertular melalui udara ataupun
keringat, terkena penyakit infeksi, ataupun tertusuk jarum bekas penggunaan pasien ditambah
jika pasien mengidap penyakit seperti hepatitis atau HIV/AIDS resiko terkena lebih besar jika
perawat lalai dalam penggunaan APD untuk melindungi dirinya. Sementara untuk hazard
nonbiologis bisa didapatkan di ruang bangsal seperti keadaan yang dapat membuat perawat
merasa tertekan mengakibatkan stress, mengalami kekerasan yang tidak terduga, psikologi yang
terganggu, hingga terjadi seksual dan kekerasan verbal. Tidak hanya itu, biasanya perawat yang
berada di ruang bangsal lebih aktif bergerak kesana-kemari masuk dari bangsal yang satu ke
bangsal lainnya yang menggangu sistem muskuloskeletal hingga menyebabkan keletihan.

II.4 Upaya Pencegahan Penyakit dan Kecelakaan Kerja Pada Perawat


Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah penyakit dan kecelakaan kerja pada perawat
sebagai berikut :
 Penggunaan APD merupakan bagian dari usaha perawat dalam menciptakan lingkungan
yang terhindar dari infeksi dan sebagai upaya perlindungan diri. Perawat yang tidak
memakai APD mempunyai potensi bahaya yang tinggi dalam penularan penyakit atau
infeksi yang diderita oleh pasien. Dari berbagai jenis APD yang disediakan, maka sesuai
dengan potensi bahaya diperlukan APD sebagai berikut:
 Alat Pelindung Pernafasan (Masker)
Pemakaian masker diwajibkan di pakai oleh setiap perawat yang digunakan pada
saat melakukan tindakan kontak langsung dengan pasien. Masker harus cukup
besar untuk menutupi hidung dan mulut. Penggunaan masker bertujuan untuk
menghindari cipratan yang sewaktu perawat berbicara, batuk atau bersin serta
mencegah cairan atau percikan darah dan mikroorganisme memasuki hidung atau
mulut perawat
 Alat Pelindung Tangan (sarung tangan)
Sarung tangan melindungi tangan dari bahan yang dapat menularkan penyakit dan
melindungi pasien dari mikroorganisme yang berada ditangan perawat. Sarung
tangan merupakan penghalang fisik paling penting untuk mencegah penyebaran
infeksi. Sarung tangan harus diganti setiap kontak dengan satu pasien lainnya.
 Baju Pelindung (Body Potrection)
Baju pelindung digunakan untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuh dari
percikan api, suhu panas atau dingin, cairan bahan kimia, dll.
 Pada tindakan pemasangan infus, risiko paparan faktor fisik dan biologis dikendalikan
melalui upaya eliminasi/substitusi (seperti mengurangi tindakan injeksi yang tidak perlu,
menghilangkan benda tajam/jarum yang tidak diperlukan, menggunakan konektor tanpa
jarum); upaya pengandalian engineering (seperti pengaturan pencahayaan yang tepat dan
ruang yang memadai, penggunaan jarum infus yang lebih aman, dan penyediaan
kontainer bekas jarum infus)
 Rajin mencuci tangan, Dilakukan sebelum makan, setelah berkontak dengan pasien atau
melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan cairan kotoran, cairan tubuh pasien,
sebelum memakai sarung tangan, dan setelah melepas sarung tangan. Cara mencuci
tangan adalah dengan menggunakan air mengalir dan sabun atau cairan pembersih
kuman, cuci kedua tangan setidaknya dalamwaktu 15-20 detik.
 Memakai seragam kerja Selama waktu kerja harus mengenakan seragam kerja serta rajin
diganti dan dicuci. Selesai kerja, meninggalkan kamar pasien untuk istirahat, atau ke
ruang makan untuk makan. Seragam kerja dan pakaian lainnya harus dicuci secara
terpisah.
 Pada saat memindahkan barang, tubuh sebisa mungkin dekat dengan barang tersebut dan
hindari gerakan membungkuk atau posisi membungkuk ke arah depan, sebaiknya berlutut
atau kedua kaki direndahkan sehingga pusat beban berkurang untuk menghindari cedera
di bagian pinggang. Pada saat memindahkan barang jangan hanya memutarkan pinggang,
harus dengan satu kaki sebagai tumpuan, kaki yang lain bergerak dan memutarkan
seluruh badan untuk menghindari cedera di lutut dan pinggang.
 Pada saat merawat pasien apabila ada gerakan condong ke depan sebelum membungkuk,
harus dengan satu tangan sebagai tumpuan badan untuk menghindari pinggang mendapat
beban terlalu besar. Apabila perlu memindahkan pasien, harus dengan kedua kaki
merendah sehingga pusat beban terkurang untuk menghindari terjadinya cedera di bagian
pinggang.
 Pergunakan waktu istirahat siang, atau istirahat singkat untuk mensuplai waktu tidur.
 Boleh mendapat suntikan vaksinasi untuk memperkecil kemungkinan penularan, seperti
vaksinasi untuk hepatitis B, TBC, flu dan lain-lain.
 Memahami perawatan pasien, atau kondisi penyakit menular pasien satu ruangan, untuk
mengambil langkah perlindungan diri sendiri yang memadai.
BAB III

PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Ada beberapa resiko kerja yang akan dihadapi perawat di tempat kerja, yaitu
resiko terkena benda tajam, resiko tertular mikroorganisme, resiko low back pain, resiko
jatuh, dan lain-lain. Tindakan perawat terbanyak di Perawatan Bangsal yaitu menjahit
luka dan pemasangan infus. Potensi bahaya pada tindakan ini adalah tertusuk jarum infus
dan terpapar darah pasien yang terjadi karena ketika jarum ditusukkan ke vena, pasien
bergerak dan mengenai jari perawat atau yang melakukan pembendungan pada pembuluh
darah yang akan diinfus (stuwing) atau bisa juga karena setelah pemasangan, jarum tidak
ditutup atau waktu menutup menggunakan dua tangan.

III.2 Saran
Diharapkan mahasiswa dapat memahami resiko, penyakit akibat kerja dan cedera/penyakit
akibat kecelakaan kerja pada perawat di RS ruang Perawatan Bangsal, serta mahasiswa mampu
menerapkan ilmu tersebut dalam praktek keperawatan. Bagi para pembaca diharapkan dapat
memanfaatkan makalah ini sebagai penambah ilmu pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA

Purba, D. H. (2017). Penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja bagi Tenaga Medis di
Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Porsea Kabupaten Toba Samosir.

Ramdan, I. M., & Rahman, A. (2004). Analisis Risiko Kesehatan dan Keselamatan Kerja ( K3 )
pada Perawat Analysis of Health and Work Safety Risk ( K3 ) on Nurse, 5(C), 229–241.

Sholihah, Q. D. (2013). K3 RS Meminimalisasi Kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja di Rumah


Sakit Malang. Malang: Universitas Brawijaya Press.

Anda mungkin juga menyukai