Anda di halaman 1dari 1

Tsunami adalah kata dalam bahasa Jepang yang berarti "pelabuhan" (tsu) dan "gelombang"

(nami). Istilah ini diperkirakan berasal dari para nelayan Jepang, yang mengamati bahwa kapal-kapal dan
bangunan di pelabuhan rusak akibat fenomena ini sekalipun mereka tidak merasakan gelombang besar
ketika berada di laut lepas. Tsunami biasanya dipicu oleh gempa bumi bawah laut yang kuat, tetapi juga
dapat disebabkan oleh tanah longsor di bawah air, letusan gunung berapi, kegagalan lereng darat yang
jatuh ke laut atau bahkan dampak meteor.

Sejarah mencatat, tsunami pernah menerjang pesisir Sumatera, Jawa, Bali, Lombok, Nusa
Tenggara, Sulawesi, dan juga Papua sejak ratusan tahun lalu. Perlu diketahui, bencana alam seperti
tsunami dan gempa besar merupakan fenomena dengan siklus berulang yang artinya ratusan tahun lalu
pernah terjadi, beberapa tahun belakangan terjadi, dan di masa depan pasti akan terjadi lagi. Data dunia
yang dikumpulkan International Disaster Database dan BNPB juga menyebutkan bahwa gempa bumi dan
tsunami merupakan bencana alam yang paling banyak menelan korban dibanding banjir, tanah longsor,
puting beliung, kekeringan, erupsi gunung berapi, abrasi, dan karhutla.

Beberapa hal untuk rencana mitigasi (mitigation plan) pada masa depan dapat dilakukan sebagai berikut:

1) Perencanaan lokasi (land management) dan pengaturan penempatan penduduk


2) Memperkuat bangunan dan infrastruktur serta memperbaiki peraturan (code) disain yang sesuai.
3) Melakukan usaha preventif dengan merealokasi aktiftas yang tinggi kedaerah yang lebih aman
dengan mengembangkan mikrozonasi
4) Melindungi dari kerusakan dengan melakukan upaya perbaikan lingkungan dengan maksud
menyerap energi dari gelombang Tsunami (misalnya dengan melakukan penanaman mangrove
sepanjang pantai)
5) Mensosialisasikan dan melakukan training yang intensif bagi penduduk didaerah area yang rawan
Tsunami
6) Membuat early warning sistem sepanjang daerah pantai/perkotaan yang rawan Tsunami

Dengan kecepatan tinggi dan hanyutnya benda-benda yang berat, arus tsunami memiliki energi
tinggi yang dapat menghancurkan atau merusak bangunan-bangunan di daerah pesisir. Namun,
berdasarkan pengamatan, bangunan-bangunan dengan rancangan tertentu memiliki peluang lebih besar
untuk bertahan. Bangunan dengan ruangan terbuka yang luas, yang bisa dilewati oleh air tanpa banyak
benturan sering mampu bertahan saat diterjang tsunami. Contohnya adalah rumah-rumah panggung di
Hawaii (air bisa mengalir antara lantai dan tanah), dan masjid-masjid besar di Aceh (yang umum
memiliki ruangan luas terbuka). Struktur beton bertulang juga sering tidak hancur dalam tsunami,
walaupun tembok-tembok bangunannya dapat hancur. Jika bangunan berkerangka seperti ini cukup
tinggi, lantai atasnya dapat dirancang sebagai zona evakuasi darurat untuk penduduk yang tidak sempat
mengungsi ke tanah yang tinggi. Ada juga bangunan khusus yang dibangun di tepi pantai,
seperti pemecah gelombang, tembok pantai dibangun di beberapa tempat yang rawan tsunami, seperti
Jepang dan Hawaii. Meskipun tidak berkekuatan atau berketinggian yang cukup untuk sepenuhnya
menghentikan tsunami, namun dapat mengurangi kekuatan arusnya.

Anda mungkin juga menyukai