Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) atau Vertigo Posisi
Paroksismal Jinak (VPPJ) adalah gangguan keseimbangan yang sering dijumpai.
Penyakit ini merupakan penyakit degeneratif yang idiopatik yang sering
ditemukan, kebanyakan diderita pada usia dewasa muda dan usia lanjut. BPPV ini
juga lebih banyak diderita oleh wanita dibandingkan pria dengan perbandingan.
BPPV merupakan penyebab vertigo yang paling sering di Amerika Serikat,
prevalensinya adalah 64 dari 100.000 penduduk.. Diperkirakan hampir 20% yang
datang berobat ke dokter merupakan BPPV.1 Di Indonesia, BPPV merupakan
vertigo perifer yang paling sering ditemui, yaitu sekitar 30%. Usia penderita
BPPV yang paling banyak adalah diatas 51 tahun. Jarang ditemukan pada orang
yang berusia kurang dari 35 tahun bila tidak didahului riwayat trauma kepala. 3
Pengobatan BPPV telah berubah pada beberapa tahun terakhir. Pengertian baru
tentang patofisiologi mempengaruhi perubahan penanggulangannya. Dengan
demikian identifikasi dan penatalaksanaan dapat dilakukan dengan tepat.
Dari uraian diatas dapat dikemukakan bahwa ilmu pengetahuan mengenai
BPPV terus berkembang, disamping itu kasus ini sering dijumpai pada usia
produktif dan menganggu aktivitas, serta perlunya kita mengetahui diagnosis dini
dan penatalaksanaan mutakhir penyakit ini maka dalam makalah ini akan dibahas
seluruh aspek penting mengenai BPPV.

1.2. Batasan Masalah


Pembahasan tulisan ini dibatasi pada defenisi, patogenesis, diagnosis dan
penatalaksanaan benign paroxysmal positional vertigo (BPPV).

1.3. Tujuan Penulisan


Tulisan ini bertujuan untuk menambah pengetahuan pembaca umumnya
dan penulis khususnya mengenai benign paroxysmal positional vertigo (BPPV)

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Vertigo merupakan keluhan yang sering dijumpai dalam praktek, sering
digambarkan sebagai rasa berputar, rasa oleng, tak stabil (giddiness, unsteadiness)
atau rasa pusing (dizziness); deskripsi keluhan tersebut penting diketahui agar
tidak dikacaukan dengan nyeri kepala atau sefalgi, terutama karena dikalangan
awam kedua istilah tersebut (pusing dan nyeri kepala) sering digunakan secara
bergantian.
Vertigo berasal dari bahasa latin “vertere” yang artinya memutar-merujuk pada
sensasi berputar sehingga mengganggu rasa keseimbangan seseorang, umumnya
disebabkan gangguan sistim keseimbangan
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) didefinisikan sebagai vertigo
dengan nistagmus vertikal, horizontal atau rotatoar yang dicetuskan oleh
perubahan posisi kepaia. Terdapat masa laten sebelum timbulnya nistagmus,
reversibilitas, kresendo, dan fenomena kelelahan (fatigue). Lama nistagmus
terbatas, umumnya kurang dari 30 detik. BPPV dikenal juga dengan nama vertigo
postural atau kupulolitiasis, merupakan gangguan keseimbangan perifer yang
sering dijumpai.

2
2.2. Anatomi dan Fisiologi Sistem Keseimbangan Perifer

Gambar 1. Right membranous labyrinth


Alat vestibuler terletak di telinga dalam (labirin), terlindung oleh tulang yang
paling keras yang dimiliki oleh tubuh. Labirin secara umum adalah telinga dalam,
tetapi secara khusus dapat diartikan sebagai alat keseimbangan. Labirin terdiri atas
labirin tulang dan labirin membrane. Labirin membrane terletak dalam labirin
tulang dan bentuknya hampir menurut bentuk labirin tulang. Antara labirin
membrane dan labirin tulang terdapat perilimf, sedang endolimf terdapat didalam
labirin membrane. Berat jenis endolimf lebih tinggi daripada cairan perilimf.
Ujung saraf vestibuler berada dalam labirin membran yang terapung dalam
perilimf, yang berada pada labirin tulang. Setiap labirin terdiri dari tiga kanalis
semisirkularis, yaitu horizontal (lateral), anterior (superior), posterior (inferior).
Selain ke tiga kanalis ini terdapat pula utrikulus dan sakulus.
Labirin juga dapat dibagi kedalam dua bagian yang saling berhubungan,
yaitu:
1. Labirin anterior yang terdiri atas kokhlea yang berperan dalam
pendengaran.
2. Labirin posterior, yang mengandung tiga kanalis semisirkularis, sakulus
dan utrikulus. Berperan dalam mengatur keseimbangan. (di utrikulus dan

3
sakulus sel sensoriknya berada di makula, sedangkan di kanalis sel
sensoriknya berada di krista ampulanya).
Keseimbangan dan orientasi tubuh seseorang terhadap lingkungan
disekitarnya tergantung kepada inputbsensorik dari reseptor vestibuler di labirin,
organ visial dan proprioseptif. Gabungan informasi ketiga reseptor sensorik
tersebut akan diolah di SSP, sehingga menggambarkan keadaan posisi tubuh pada
saat itu.
Reseptor sistem ini adalah sel rambut yang terletak dalam krista kanalis
semisirkularis dan makula dari organ otolit. Secara fungsional terdapat dua jenis
sel. Sel-sel pada kanalis semisirkularis peka terhadap rotasi khususnya terhadap
percepatan sudut, sedangkan sel-sel pada organ otolit peka terhadap gerak linier,
khususnya percepatan inier dan terhadap perubahan posisi kepala relatif terhadap
gravitasi. Perbedaan kepekaan terhadap percepatan sudut dan percepatan linier ini
disebabkan oleh geometridari kanalis dan organ otolit serta ciri-ciri fisik dari
struktur-struktur yang menutupi sel rambut.
Vestibulum memonitor pergerakan dan posisi kepala dengan mendeteksi
akselerasi linier dan angular.1,2 Bagian vestibular dari labirin terdiri dari tiga
kanal semisirkular, yakni kanal anterior, posterior, dan horisontal.1 Ketiga kanal
semisirkularis ini mendeteksi akselerasi angular.2 Setiap kanal semisirkular terisi
oleh endolimfe dan pada bagian dasarnya terdapat penggelembungan yang disebut
sebagai ampula.2 Ampula 5 mengandung kupula, suatu masa gelatin yang
memiliki densitas yang sama dengan endolimfe, serta melekat pada sel rambut. 2
Labirin juga terdiri dari dua struktur otolit, yakni utrikulus dan sakulus yang
mendeteksi akselerasi linear, termasuk deteksi terhadap gravitasi. Organ
reseptornya adalah makula. Makula utrikulus terletak pada dasar utrikulus kira-
kira di bidang kanalis semisirkularis horisontal. Makula sakulus terletak pada
dinding medial sakulus
dan terutama terletak di bidang vertikal. Pada setiap makula terdapat sel rambut
yang nmengandung endapan kalsium yang disebut otolith (otokonia). Makula
pada utrikulus diperkirakan sebagai sumber dari partikel kalsium yang menjadi
yang tidak mengandung ampula.2

4
Gambar 1. Labirin Membran (Lavender) dan Tulang (Putih)
dari Telinga Dalam Sisi Kiri.2

Ampulofugal berarti pergerakan yang menjauhi ampula, sedangkan


ampulapetal berarti gerakan mendekati ampula. Pada kanal semisirkular posterior
dan superior, defleksi utrikulofugal dari kupula bersifat merangsang (stimulatory)
dan defleksi utrikulopetal bersifat menghambat (inhibitory). Pada kanal
semisirkular lateral, terjadi yang sebaliknya. 2 Nistagmus mengacu pada gerakan
osilasi yang ritmik dan berulang dari bola mata. Stimulasi pada kanal semisirkular
paling sering menyebabkan “jerk nystagmus”, yang memiliki karakteristik fase
lambat (gerakan lambat pada satu arah) diikuti oleh fase cepat (kembali dengan
cepat ke posisi semula). Nistagmus dinamakan sesuai arah dari fase cepat.
Nistagmus dapat bersifat horizontal, vertikal, oblik, rotatori, atau kombinasi.2

2. Dasar Mekanis BPPV


Benign Paroxysmal Positional Vertigo disebabkan ketika otolith
yang terdiri dari kalsium karbonat yang berasal dari makula pada utrikulus
yang lepas dan bergerak dalam lumen dari salah satu kanal semisirkular.
Kalsium karbonat dua kali lebih padat dibandingkan endolimfe, sehingga
bergerak sebagai respon terhadap gravitasi dan pergerakan akseleratif lain.
Ketika kristal kalsium karbonat bergerak dalam kanal semisirkular
(kanalitiasis), mereka menyebabkan pergerakan endolimfe yang

5
menstimulasi ampula pada kanal yang terkena, sehingga menyebabkan
vertigo. Arah dari nistagmus ditentukan oleh eksitasi saraf ampula pada
kanal yang terkena oleh sambungan langsung dengan otot ektraokular.
Setiap kanal yang terkena kanalitiasis memiliki karakteristik nistagmus
tersendiri. Kanalitiasis mengacu pada partikel kalsium yang bergerak bebas
dalam kanal semisirkular. Sedangkan kupulolitiasis mengacu pada kondisi
yang lebih jarang dimana partikel kalsium melekat pada kupula itu sendiri.
Konsep “calcium jam” pernah diusulkan untuk menunjukkan partikel
kalsium yang kadang dapat bergerak, tetapi kadang terjebak dalam kanal.1
Alasan terlepasnya kristal kalsium dari makula belum dipahami
dengan pasti. Debris kalsium dapat pecah karena trauma atau infeksi irus,
tapi pada banyak keadaan dapat terjadi tanpa trauma atau penyakit yang
diketahui. Mungkin ada kaitannya dengan perubahan protein dan matriks
gelatin dari membran otolith yang berkaitan dengan usia. Pasien dengan
BPPV diketahui lebih banyak terkena osteopenia dan osteoporosis daripada
kelompok kontrol, dan mereka dengan BPPV berulang cenderung memiliki
skor densitas tulang yang terendah. Pengamatan ini menunjukkan bahwa
lepasnya otokonia dapat sejalan dengan demineralisasi tulang pada
umumnya. Tetap perlu ditentukan apakah terapi osteopenia atau
osteoporosis berdampak pada kecenderungan terjadinya BPPV berulang.1
3. Jenis Kanal
Benign Paroxysmal Positional Vertigo dapat disebabkan baik oleh
kanalitiasis ataupun kupulolitiasis dan secara teori dapat mengenai ketiga
kanalis semisirkularis, walaupun terkenanya kanal superior (anterior) sangat
jarang. Bentuk yang paling sering adalahbentuk kanal posterior, diikuti
bentuk lateral. Sedangkan bentuk kanal anterior dan bentuk polikanalikular
adalah bentuk yang paling tidak umum.
a. Benign Paroxysmal Positional Vertigo Tipe Kanal Posterior
Benign Paroxysmal Positional Vertigo yang paling sering terjadi
adalah tipe kanal posterior.1,2 Ini tercatat pada 85 sampai 90% dari kasus

6
dari BPPV, karena itu, jika tidak diklasifikasikan, BPPV umumnya
mengacu pada BPPV bentuk kanal posterior.
1 Penyebab paling sering terjadinya BPPV kanal posterior adalah
kanalitiasis.
2 Hal ini dikarenakan debris endolimfe yang terapung bebas cenderung.
jatuh ke kanal posterior disebabkan karena kanal ini adalah bagian
vestibulum yang berada pada posisi yang paling bawah saat kepala pada
posisi berdiri ataupun berbaring.2

Gambar 2 Kanalitiasis dan Kupulolitiasis pada Telinga.

Mekanisme dimana kanalitiasis menyebabkan nistagmus dalam kanalis


semisirkularis posterior digambarkan oleh Epley. Partikel harus berakumulasi
menjadi "massa kritis" di bagian bawah dari kanalis semisirkularis posterior.
Kanalit tersebut bergerak ke bagian yang paling rendah pada saat orientasi dari
kanalis semisirkularis berubah karena posisi dan gravitasi. Tarikan yang
dihasilkan harus dapat melampaui resistensi dari endolimfe pada kanalis
semisirkularis dan elastisitas dari barier kupula, agar bisa menyebabkan defleksi
pada kupula. Waktu yang dibutuhkan untuk terjadinya hal ini ditambah inersia
asli dari partikel tersebut menjelaskan periode laten yang terlihat selama manuver
Dix-Hallpike.2

7
b. Benign Paroxysmal Positional Vertigo Tipe Kanal Lateral
BPPV tipe kanal lateral adalah tipe BPPV yang paling banyak
kedua. BPPV tipe kanal lateral sembuh jauh lebih cepat dibandingkan
dengan BPPV tipe kanal posterior. Hal ini dikarenakan kanal posterior
tergantung di bagian inferior dan barier kupulanya terdapat pada ujung
yang lebih pendek dan lebih rendah.2 Debris yang masuk dalam kanal
posterior akan terperangkap di dalamnya.2 Sedangkan kanal lateral
memiliki barier kupula yang terletak di ujung atas.2 Karena itu, debris
bebas yang terapung di kanal lateral akan cenderung untuk mengapung
kembali ke utrikulus sebagai akibat dari pergerakan kepala. Dalam
kanalitiasis pada kanal lateral, partikel paling sering terdapat di lengan
panjang dari kanal yang relatif jauh dari ampula. Jika pasien melakukan
pergerakan kepala menuju ke sisi telinga yang terkena, partikel akan
membuat aliran endolimfe ampulopetal, yang bersifat stimulasi pada
kanal lateral. Nistagmus geotropik (fase cepat menuju tanah) akan
terlihat. Jika pasien berpaling dari sisi yang terkena, partikel akan
menciptakan arus hambatan ampulofugal. Meskipun nistagmus akan
berada pada arah yang berlawanan, itu akan tetap menjadi nistagmus
geotropik, karena pasien sekarang menghadap ke arah berlawanan.
Stimulasi kanal menciptakan respon yang lebih besar daripada respon
hambatan, sehingga arah dari gerakan kepala yang menciptakan respon
terkuat (respon stimulasi) merupakan sisi yang terkena pada geotropik
nistagmus.2
Kupulolitiasis memiliki peranan yang lebih besar pada BPPV tipe
kanal lateral dibandingkan tipe kanal posterior. Karena partikel melekat
pada kupula, vertigo sering kali berat dan menetap saat kepala berada
dalam posisi provokatif. Ketika kepala pasien dimiringkan ke arah sisi
yang terkena, kupula akan mengalami defleksi ampulofugal (inhibitory)
yang menyebabkan nistagmus apogeotrofik. Ketika kepala dimiringkan

8
ke arah yang berlawanan akan menimbulkan defleksi ampulopetal
(stimulatory), menghasilkan nistagmus apogeotrofik yang lebih kuat.
Karena itu, memiringkan kepala ke sisi yang terkena akan menimbulkan
respon yang terkuat. Apogeotrofik nistagmus terdapat pada 27% dari
pasien yang memiliki BPPV tipe kanal lateral.2

Sel rambut
Secara morfologi sel rambut pada kanalis sangat serupa dengan sel rambut
pada organ otolit. Masing-masing sel rambut memiliki polarisasi struktural yang
dijelaskan oleh posisi dari stereosilia relatif terhadap kinosilim. Jika suatu gerakan
menyebabkan stereosilia membengkok kearah kinosilium, maka sel-sel rambut
akan tereksitasi. Jika gerakan dalam arah yang berlawanan sehingga stereosilia
menjauh dari kinosilium maka sel-sel rambut akan terinhibisi.

Kanalis semisirkularis
Polarisasi adalah sama pada seluruh sel rambut pada tiap kanalis, dan pada
rotasi sel-sel dapat tereksitasi ataupun terinhibisi. Ketiga kanalis hampir tegak
lurus satu dengan yang lainnya, dan masing-masing kanalis dari satu telinga
terletak hampir satu bidang yang sama dengan kanalis telinga satunya. Pada waktu
rotasi, salah satu dari pasangan kanalis akan tereksitasi sementara yang satunya
akan terinhibisi. Misalnya, bila kepala pada posisi lurus normal dan terdapat
percepatan dalam bidang horizontal yang menimbulkan rotasi ke kanan, maka
serabut-serabut aferen dari kanalis hirizontalis kanan akan tereksitasi, sementara
serabut-serabut yang kiri akan terinhibisi. Jika rotasi pada bidang vertikal
misalnya rotasi kedepan, maka kanalis anterior kiri dan kanan kedua sisi akan
tereksitasi, sementara kanalis posterior akan terinhibisi.

Organ otolit
Ada dua organ otolit, utrikulus yang terletak pada bidang kepala yang
hampir horizontal, dan sakulus yang terletak pada bidang hampir vertikal.
Berbeda dengan sel rambut kanalis semisirkularis, maka polarisasi sel rambut

9
pada organ otolit tidak semuanya sama. Pada makula utrikulus, kinosilium terletak
di bagian samping sel rambut yang terdekat dengan daerah sentral yaitu striola.
Maka pada saat kepala miring atau mengalami percepatan linier, sebagian serabut
aferen akan tereksitasi sementara yang lainnya terinhibisi. Dengan adanya
polarisasi yang berbeda dari tiap makula, maka SSP mendapat informasi tentang
gerak linier dalam tiga dimensi, walaupun sesungguhnya hanya ada dua makula.
Hubungan-hubungan langsung antara inti vestibularis dengan motoneuron
ekstraokularis merupakan suatu jaras penting yang mengendalikan gerakan mata
dan refleks vestibulo-okularis (RVO). RVO adalah gerakan mata yang
mempunyai suatu komponen lambat berlawanan arah dengan putaran kepala dan
suatu komponen cepat yang searah dengan putaran kepala. Komponen lambat
mengkompensasi gerakan kepal dan berfungsi menstabilkan suatu bayangan pada
retina. Komponen cepat berfungsi untuk kembali mengarahkan tatapan ke bagian
lain dari lapangan pandang. Perubahan arah gerakan mata selama rangsangan
vestibularis merupakan suatu contoh dari nistagmus normal.

2.3. Etiologi
Pada sekitar 50% kasus, penyebabnya tidak diketahui (idiopatik).
Beberapa kasus BPPV dijumpai setelah mengalami jejas atau trauma kepala atau
leher, infeksi telinga tengah atau operasi stapedektomi dan proses degenerasi pada
telinga dalam juga merupakan penyebab BPPV sehingga insiden BPPV
meningkat dengan bertambahnya usia. 1,2,4,7
Banyak BPPV yang timbul spontan, disebabkan oleh kelainan di otokonial
berupa deposit yang berada di kupula bejana semisirkularis posterior. Deposit ini
menyebabkan bejana menjadi sensitif terhadap perubahan gravitasi yang
menyertai keadaan posisi kepala yang berubah.4

2.4. Manifestasi klinis

10
BPPV merupakan vertigo yang timbul bila kepala mengambil posisi atau
sikap tertentu. BPPV adalah kelainan perifer yang paling sering dijumpai. Pada
kelainan ini, perubahan posisi kepala, terlebih bila telinga yang terlibat di
tempatkan di sebelah bawah, menimbulkan vertigo yang berat yang berlangsung
singkat.Sindrom ini ditandai dengan episode vertigo yang berat yang berlangsung
singkat (beberapa detik atau menit) yang disertai oleh nausea dan muntah.
Serangan vertigo dapat dicetuskan oleh perubahan sikap, misalnya bila
penderita berguling di tempat tidur, menolehkan kepala, melihat ke bawah,
menengadah.Vertigo dapat muncul pada tiap perubahan kepala namun biasanya
paling berat pada sikap berbaring pada sisi dengan telinga yang terlibat berada di
sebelah bawah.Vertigo disertai oleh rasa tidak seimbang yang berat, namun
penderita jarang sampai kehilangan control dari sikapnya dan jatuh.
Vertigo akan mereda bila penderita terus mempertahankan sikap atau
posisi yang mencetuskannya, namun penderita umumnya segera mengubah sikap
atau posisinya untuk menghindari sensasi yang tidak menyenangkan ini.
Sekiranya penderita terus mempertahankan sikapnya pada sikap yang memicu
vertigo (misalnya menoleh ke kiri), intensitas vertigo akan berkurang, kemudian
mereda.
Bila maneuver ini diulang berturut, misalnya menoleh ke kiri, respon
semakin berkurang, vertigo semakin melemah dan kemudian mereda. Lain halnya
dengan vertigo posisional yang disebabkan oleh kelainan sentral (misalnya di
batang otak atau serebelum) tidak didapatkan respon yang berkurang atau
habituasi. Jawaban vertigo ayau nistagmus hampir sama atau tidak berubah.
Pada vertigo posisional yang perifer, vertigo tidak segera muncul begitu
diambil posisi yang memicu. Didapatkan waktu laten yang berlangsung beberapa
detik. Pada vertigo posisi yang berasal dari kelainan sentral, vertigo atau
nistagmus langsung timbul begitu posisi diubah.Namun, keluhan subjektif
mungkin lebih ringan pada vertigo posisional yang sentral.
Perjalanan BPPV sangat bervariasi.Pada sebagian besar kasus gangguan
menghilang secara spontan dalam kurun waktu beberapa minggu, namun dapat
kambuh setelah beberapa waktu, bulan, atau tahun kemudian.Ada pula penderita

11
yang hanya satu kali mengalaminya.Sesekali dijumpai penderita yang
kepekaannya terhadap vertigo posisional berlangsung lama.
Serangan vertigo umumnya berlangsung singkat, kurang dari 1
menit.Namun, bila ditanyakan kepada penderita, mereka menaksirnya lebih lama,
sampai beberapa menit.Bila serangan vertigo datang bertubi-tubi, hal ini
mengakibatkan penderitanya merasakan kepalanya menjadinya terasa ringan,
merasa tidak stabil, atau rasa mengambang yang menetap selama beberapa jam
atau hari.Nistagmus kadang dapat disaksikan waktu terjadinya BPPV dan
biasanya bersifat torsional (rotatoar).Dengan rekaman elektronistagmografi,
nistagmus ini dapat direkam dan dianalisa. Pada keadaan remisi, ENG menjadi
normal.

Manifestasi Sentral Perifer


Rasa mual berlebihan + +++
Muntah + +
Diperburuk oleh pergerakan kepala tidak spesifik ++ -
Dicetuskan oleh pergerakan kepala spesifik (missal posisi
+ +++
Dix-Hallpike, perputaran kepala dalam posisi telentang)
Timbulnya nistagmus paroksismal ke atas dan rotatoar
- +++
dengan maneuver Dix-Hallpike
Timbulnya nistagmus paroksismal ke bawah dengan
++ +
maneuver Dix-Hallpike
Nistagmus dengan perubahan posisi horizontal
paroksismal yang dibangkitkan oleh perputaran posisi + ++
horizontal kepala
Nistagmus persisten ke bawah pada semua posisi +++ -
Hilangnya nistagmus dengan pengulangan posisi - +++
Membaik setelah perawatan dengan maneuver posisional - +++

2.5. Patofisiologi

12
Pada telinga dalam terdapat 3 kanalis semisirkularis. Ketiga kanalis
semisirkularis tersebut terletak pada bidang yang saling tegak lurus satu sama lain.
Pada pangkal setiap kanalis semisirkularis terdapat bagian yang melebar yakni
ampula. Di dalam ampula terdapat kupula, yakni alat untuk mendeteksi gerakan
cairan dalam kanalis semisirkularis akibat gerakan kepala. Sebagai contoh, bila
seseorang menolehkan kepalanya ke arah kanan, maka cairan dalam kanalis
semisirkularis kanan akan tertinggal sehingga kupula akan mengalami defleksi ke
arah ampula. Defleksi ini diterjemahkan dalam sinyal yang diteruskan ke otak
sehingga timbul sensasi kepala menoleh ke kanan. Adanya partikel atau debris
dalam kanalis semisirkularis akan mengurangi atau bahkan menimbulkan defleksi
kupula ke arah sebaliknya dari arah gerakan kepala yang sebenarnya. Hal ini
menimbulkan sinyal yang tidak sesuai dengan arah gerakan kepala, sehingga
timbul sensasi berupa vertigo.
Terdapat 2 teori yang menjelaskan patofisiologi BPPV, yakni teori
kupulolitiasis dan kanalolitiasis.

Teori Kupulolitiasis

13
Pada tahun 1962, Schuknecht mengajukan teori kupulolitiasis untuk
menjelaskan patofisiologi BPPV. Kupulolitiasis adalah adanya partikel yang
melekat pada kupula krista ampularis. Schuknecht menemukan partikel basofilik
yang melekat pada kupula melalui pemeriksaan fotomikrografi. Dengan adanya
partikel ini maka kanalis semisirkularis menjadi lebih sensitif terhadap gravitasi.
Teori ini dapat dianalogikan sebagai adanya suatu benda berat yang melekat pada
puncak sebuah tiang. Karena berat benda tersebut, maka posisi tiang menjadi sulit
untuk tetap dipertahankan pada posisi netral. Tiang tersebut akan lebih mengarah
ke sisi benda yang melekat. Oleh karena itu kupula sulit untuk kembali ke posisi
netral. Akibatnya timbul nistagmus dan pening (dizziness).
Teori Kanalitiasis
Teori ini dikemukakan olleh Epley pada tahun 1980. Menurutnya gejala
BPPV disebabkan oleh adanya partikel yang bebas bergerak (canalith) di dalam
kanalis semisirkularis. Misalnya terdapat kanalit pada kanalis semisirkularis
posterior. Bila kepala dalam posisi duduk tegak, maka kanalit terletak pada posisi
terendah dalam kanalis semisirkularis posterior. Ketika kepala direbahkan hingga
posisi supinasi, terjadi perubahan posisi sejauh 90°. Setelah beberapa saat,
gravitasi menarik kanalit hingga posisi terendah. Hal ini menyebabkan endolimfa
dalam kanalis semisirkularis menjauhi ampula sehingga terjadi defleksi kupula.
Defleksi kupula ini menyebabkan terjadinya nistagmus. Bila posisi kepala
dikembalikan ke awal, maka terjadi gerakan sebaliknya dan timbul pula nistagmus
pada arah yang berlawanan.
Teori ini lebih menjelaskan adanya masa laten antara perubahan posisi
kepala dengan timbulnya nistagmus. Parnes dan McClure pada tahun 1991
memperkuat teori ini dengan menemukan adanya partikel bebas dalam kanalis
semisirkularis poster. Saat melakukan operasi kanalis tersebut.
Bila terjadi trauma pada bagian kepala, misalnya, setelah benturan keras,
otokonia yang terdapat pda utikulus dan sakulus terlepas. Otokonia yang terlepas
ini kemudian memasuki kanalis semisirkularis sebagai kanalit. Adanya kanalit
didalam kanalis semisirkularis ini akan memnyebabkan timbulnya keluhan vertigo
pada BPPV. Hal inilah yang mendasari BPPV pasca trauma kepala

14
Gambar 2. Fatofisiologi trauma kepala

2.6. Diagnosis
1. Gejala Klinis
BPPV terjadi secara tiba-tiba. Kebanyakan pasien menyadari saat bangun
tidur, ketika berubah posisi dari berbaring menjadi duduk. Pasien merasakan
pusing berputar yang lama kelamaan berkurang dan hilang. Terdapat jeda waktu
antara perubahan posisi kepala dengan timbulnya perasaan pusing berputar. Pada
umumnya perasaan pusing berputar timbul sangat kuat pada awalnya dan
menghilang setelah 30 detik sedangkan serangan berulang sifatnya menjadi lebih
ringan. Gejala ini dirasakan berhari-hari hingga berbulan-bulan.
Pada banyak kasus, BPPV dapat mereda sendiri namun berulang di
kemudian hari. Bersamaan dengan perasaan pusing berputar, pasien dapat
mengalami mual dan muntah. Sensasi ini dapat timbul lagi bila kepala
dikembalikan ke posisi semula, namun arah nistagmus yang timbul adalah
sebaliknya.
Diagnosis BPPV pada kanalis posterior dan anterior dapat ditegakkan
dengan memprovoksi dan mengamati respon nistagmus yang abnormal dan

15
respon vertigo dari kanalis semisirkularis yang terlibat. Pemeriksaan dapat
memilih perasat Dix-Hallpike atau perasat Sidelying
Dix dan Hallpike mendeskripsikan tanda dan gejala BPPV sebagai berikut :
1) terdapat posisi kepala yang mencetuskan serangan;
2) nistagmus yang khas;
3) adanya masa laten;
4) lamanya serangan terbatas;
5) arah nistagmus berubah bila posisi kepala dikembalikan ke posisi awal;
6) adanya fenomena kelelahan/fatique nistagmus bila stimulus diulang
Pemeriksaan fisik dan penunjang.
Diagnosis BPPV pada kanalis posterior dan anterior dapat ditegakkan
dengan cara memprovokasi dan mengamati respon nistagmus yang abnormal dan
respon vertigo dari kanalis semisirkularis yang terlibat. Pemeriksaan dapat
memilih perasat Dix-Hallpike atau Sidelying. Perasat Dix-hallpike lebih sering
digunakan karena pada perasat tersebut posisi kepala sangat sempurna untuk
canalith repositioning treatment. Pada pasien BPPV parasat Dix-Hallpike akan
mencetuskan vertigo (perasaan pusing berputar) dan nistagmus.

16
1. Pemeriksaan perasat Dix-Hallpike
Merupakan pemeriksaan klinis standar untuk pasien BPPV. Perasat Dix-
Hallpike secara garis besar terdiri dari dua gerakan yaitu perasat Dix-Hallpike
kanan pada bidang kanal anterior kiri dan kanal posterior kanan dan perasat Dix-
Hallpike kiri pada bidang posterior kiri. Untuk melakukan perasat Dix-Hallpike
kanan, pasien duduk tegak pada meja pemeriksaan dengan kepala menoleh 45 0 ke
kanan. Dengan cepat pasien dibaringkan dengan kepala tetap miring 45 0 ke kanan
sampai kepala pasien menggantung 20-300 pada ujung meja pemeriksaan, tunggu
40 detik sampai respon abnormal timbul. Penilaian respon pada monitor dilakukan
selama ±1 menit atau sampai respon menghilang. Setelah tindakan pemeriksaan
ini dapat langsung dilanjutkan dengan canalith repositioning treatment (CRT).
Bila tidak ditemukan respon yang abnormal atau bila perasat tersebut tidak diikuti
dengan CRT, pasien secara perlahan-lahan didudukkan kembali. Lanjutkan
pemeriksaan dengan perasat Dix-Hallpike kiri dengan kepala pasien dihadapkan
450 ke kiri, tunggu maksimal 40 detik sampai respon abnormal hilang. Bila
ditemukan adanya respon abnormal, dapat dilanjutkan dengan CRT, bila tidak
ditemukan respon abnormal atau bila tidak dilanjutkan dengan tindakan CRT,
pasien secara perlahan-lahan didudukkan kembali.1,3,4

17
2. Perasat Sidelying
Terdiri dari dua gerakan yaitu perasat sidelying kanan yang menempatkan
kepala pada posisi di mana kanalis anterior kiri/kanalis posterior kanan pada
bidang tegak lurus garis horizontal dengan kanal posterior pada posisi paling
bawah, dan perasat sidelying kiri yang menempatkan kepala pada posisi dimana
kanalis anterior kanan dan kanalis posterior kiri pada bidang tegak lurus garis
horizontal dengan kanal posterior pada posisi paling bawah.
Pasien duduk pada meja pemeriksaan dengan kaki menggantung di tepi meja ,
kepala ditegakkan ke sisi kanan, tunggu 40 detik sampai timbul respon abnormal.
Pasien kembali ke posisi duduk untuk untuk dilakukan perasat sidelying kiri,
pasien secara cepat dijatuhkan ke sisi kiri dengan kepala ditolehkan 45 0 ke kanan.
Tunggu 40 detik sampai timbul respon abnormal.
RESPON ABNORMAL
Pada orang normal nistagmus dapat timbul pada saat gerakan provokasi ke
belakang, nmun saat gerakan selesai dilakukan tidak tampak lagi nistagmus. Pada
pasien VPPJ setelah provokasi ditemukan nistagmus yang timbul lambat, ± 40
detik, kemudian nistagmus menghilang kurang dari 1 menit jika penyebabnya
kanalitiasis, pada kupololitiasis nistagmus dapat terjadi lebih dari 1 menit,
biasanya serangan vertigo berat dan timbul bersamaan dengan nistagmus.
Pemeriksa dapat mengidentifikasi jenis kanal yang terlibat dengan mencatat arah
fase cepat nistagmus yang abnormal dengan mata pasien menatap lurus ke depan.
 Fase cepat ke atas, berputar ke kanan menunjukkan VPPJ pada kanalis
posterior kanan
 Fase cepat ke atas, berputar ke kiri menunjukkan VPPJ pada kanalis posterior

18
kiri
 Fase cepat ke bawah, berputar ke kanan menunjukkan VPPJ pada kanalis
anterior kanan.
 Fase cepat ke bawah, berputar ke kiri menunjukkan VPPJ pada kanalis
anterior kiri
Respon abnormal diprovokasi oleh perasat Dix-Hallpike/ sidelying pada bidang
yang sesuai dengan kanal yang terlibat.
Pemeriksaan elektronistagmografi (ENG) tidak dapat memperlihatkan
nistagmus jenis rotatoar yang dapat ditemukan pada penderita BPPV. ENG
berguna dalam deteksi adanya nistagmus dan waktu timbulnya pada nistagmus
jenis lain. Tes kalori akan menunjukkan hasil yang normal. BPPV dapat dijumpai
pada telinga yang tidak menunjukkan adanya respon terhadap tes kalori. Hal ini
disebabkan tes kalori menguji kanalis semisirkularis (KSS) horizontal. KSS
Horizontal dan posterior memiliki persarafan dan suplai pembuluh darah yang
berbeda. Dengan demikian BPPV yang timbul pada pasien yang tidak
memberikan respon pada tes kalori disebabkan oleh kanalit pada KSS posterior
atau anterior.
2.7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan BPPV meliputi observasi, obat-obatan untuk menekan
fungsi vestibuler (vestibulosuppressan), reposisi kanalit dan pembedahan. Dasar
pemilihan tata laksana berupa observasi adalah karena BPPV dapat mengalami
resolusi sendiri dalam waktu mingguan atau bulanan. Oleh karena itu sebagian
ahli hanya menyarankan observasi. Akan tetapi selama waktu observasi tersebut
pasien tetap menderita vertigo. Akibatnya pasien dihadapkan pada kemungkinan
terjatuh bila vertigo tercetus pada saat ia sedang beraktivitas.
Obat-obatan penekan fungsi vestibuler pada umumnya tidak
menghilangkan vertigo. Istilah “vestibulosuppresant” digunakan untuk obat-
obatan yang dapat mengurangi timbulnya nistagmus akibat ketidakseimbangan
sistem vestibuler. Pada sebagian pasien pemberian obat-obat ini memang
mengurangi sensasi vertigo, namun tidak menyelesaian masalahnya. Obat-obat ini
hanya menutupi gejala vertigo. Pemberian obat-obat ini dapat menimbulkan efek

19
samping berupa rasa mengantuk. Obat-obat yang diberikan diantaranya diazepam
dan amitriptilin. Betahistin sering digunakan dalam terapi vertigo. Betahistin
adalah golongan antihistamin yang diduga meningkatkan sirkulasi darah ditelinga
dalam dan mempengaruhi fungsi vestibuler melalui reseptor H3.
Tiga macam perasat dilakukan umtuk menanggulangi BPPV adalah CRT
(Canalith repositioning Treatment ) , perasat liberatory dan latihan Brandt-Daroff.
Reposisi kanalit dikemukakan oleh Epley. Prosedur CRT merupakan prosedur
sederhana dan tidak invasif. Dengan terapi ini diharapkan BPPV dapat
disembuhkan setelah pasien menjalani 1-2 sesi terapi. CRT sebaiknya dilakukan
setelah perasat Dix-Hallpike menimbulkan respon abnormal. Pemeriksa dapat
mengidentifikasi adanya kanalithiasis pada kanal anterior atau kanal posterior
dari telinga yang terbawah. Pasien tidak kembali ke posisi duduk namun kepala
pasien dirotasikan tujuan untuk mendorong kanalith keluar dari kanalis
semisirkularis menuju ke utrikulus, tempat dimana kanalith tidak lagi menimbulka
gejala. Bila kanalis posterior kanan yang terlibat maka harus dilakukan tindakan
CRT kanan.perasat ini dimulai pada posisi Dix-Hallpike yang menimbulkan
respon abnormal dengan cara kepala ditahan pada posisi tersebut selama 1-2menit,
kemudian kepala direndahkan dan diputar secara perlahan kekiri dan
dipertahankan selama beberapa saat. Setelah itu badan pasien dimiringkan dengan
kepala tetap dipertahankan pada posisi menghadap kekiri dengan sudut 45 0
sehingga kepala menghadap kebawah melihat lantai . akhirnya pasien kembali
keposisi duduk dengan menghadap kedepan. Setelah terapi ini pasien dilengkapi
dengan menahan leher dan disarankan untuk tidak merunduk, berbaring,
membungkukkan badan selama satu hari. Pasien harus tidur pada posisi duduk
dan harus tidur pada posisi yang sehat untuk 5 hari.
Perasat yang sama juga dapat digunakan pada pasien dengan kanalithiasis
pada kanal anterior kanan. Pada pasien dengan kanalith pada kanal anterior kiri
dan kanal posterior, CRT kiri merupakan metode yang dapat di gunakan yaitu
dimulai dengan kepala menggantung kiri dan membalikan tubuh kekanan sebelum
duduk.

20
Gambar 5. CRT kanan

21
Gambar 6. Epley maneuver

22
Gambar 7. Liberatory kanan

Perasat liberatory, yang dikembangkan oleh semont, juga dibuat untuk


memindahkan otolit ( debris/kotoran) dari kanal semisirkularis. Tipe perasat yang
dilakukan tergantung dari jenis kanal mana yang terlibat. Apakah kanal anterior
atau posterior.
Bila terdapat keterlibatan kanal posterior kanan, dilakukan perasat
liberatory kanan perlu dilakukan. Perasat dimulai dengan penderita diminta untuk
duduk pada meja pemeriksaan dengan kepala diputar menghadap kekiri 450.
pasien yang duduk dengan kepala menghadap kekiri secara cepat dibaringkan ke
sisi kanan dengan kepala menggantung ke bahu kanan. Setelah 1 menit pasien
digerakkan secara cepat ke posisi duduk awal dan untuk ke posisi side lying kiri
dengan kepala menoleh 450 kekiri. Pertahankan penderita dalam posisi ini selama
1 menit dan perlahan-lahan kembali keposisi duduk. Penopang leher kemudian
dikenakan dan diberi instruksi yang sama dengan pasien yang diterapi dengan
CRT.
Bila kanal anterior kanan yang terlibat, perasat yang dilakukan sama ,
namun kepala diputar menghadap kekanan. Bila kanal posterior kiri yang terlibat,

23
perasat liberatory kiri harus dilakukan (pertama pasien bergerak ke posisi
sidelying kiri kemudian posisi sidelying kanan) dengan kepala menghadap ke
kanan. Bila kanal anterior kiri yang terlibat, perasat liberatory kiri dilakukan
dengan kepala diputar menghadap ke kiri.
Latihan Brandt Daroff merupakan latihan yang dilakukan di rumah oleh
pasien sendiri tanpa bantuan terapis. Pasien melakukan gerakan-gerakan posisi
duduk dengan kepala menoleh 450 , lalu badan dibaringkan ke sisi yang
berlawanan. Posisi ini dipertahankan selama 30 detik. Selanjutnya pasien kembali
ke posisi duduk 30 detik. Setelah itu pasien menolehkan kepalanya 45 0 ke sisi
yang lain, lalu badan dibaringkan ke sisi yang berlawanan selama 30 detik.
Latihan ini dilakukan secara rutin 10-20 kali. 3 seri dalam sehari.

Gambar 8.Latihan Brandt-Daroff

24
Tindakan bedah hanya dilakukan bila prosedur reposisi kanalit gagal
dilakukan. Terapi ini bukan terapi utama karena terdapat risiko besar terjadinya
komplikasi berupa gangguan pendengaran dan kerusakan nervus fasialis.
Tindakan yang dapat dilakukan berupa oklusi kanalis semisirkularis posterior,
pemotongan nervus vestibuler dan pemberian aminoglikosida transtimpanik.

Pencegahan
Obat-obatan jenis herbal sangat efektif untuk Anda gunakan agar sembuh dan
terhindar dari vertigo secara alami. Namun jika Anda ingin mencegah vertigo
tidak kambuh lagi, maka latihan-latihan berikut ini bisa Anda praktikkan secara
mandiri. Berikut adalah 6 cara mencegah vertigo kambuh :
1. Melatih posisi duduk. Dalam posisi duduk, pegang sebuah benda sejajar
dengan mata, lalu meliriklah ke kanan dan ke kiri. Masih dengan
memegang benda sejajar dengan mata, coba untuk menoleh ke kanan dan
ke kiri. Lakukanlah latihan ini secara berulang-ulang.
2. Melatih posisi berdiri. Dengan posisi berdiri, cobalah untuk mengayunkan
badan ke depan dan ke belakang. Jika belum stabil, Anda bisa
memanfaatkan tembok untuk sedikit menopang tubuh Anda. Lakukanlah
cara ini secara rutin setiap hari.
3. Latihan duduk dengan balance ball. Dengan menggunakan bola
keseimbangan yang biasa digunakan pada senam pilates, cobalah untuk
duduk di atasnya. Secara perlahan, angkat kaki Anda tak menyentuh tanah
sehingga tampak seperti Anda dalam posisi duduk melayang. Anda bisa
lakukan latihan ini secara rutin setiap pagi.
4. Latihan berdiri dan berjalan dengan trampolin. Berdirilah di atas
trampolin, dan ayun tubuh ke depan dan ke belakang. Jika Anda ingin
berjalan, maka lakukan gerakan tersebut dengan tatapan menghadap ke
depan. Lalu bergantian lakukan gerakan tersebut dengan menatap ke
samping kanan, lalu coba menatap ke kiri.

25
5. Latihan melempar dan menangkap bola. Latihan ini sangat membantu
mengembalikan keseimbangan dinamis. Agar lebih menyenangkan, Anda
bisa lakukan latihan ini bersama anak atau teman.
6. Latihan cross over step. Anda bisa lakukan latihan ini dengan cara
menyilangkan kaki di depan lalu melangkah ke samping. Praktik seperti
ini juga biasa dilakukan dalam latihan dansa.

Pengobatan

Pengobatan vertigo difokuskan untuk mengobati kondisi yang mendasarinya.


Jika disebabkan oleh obat, menghentikan penggunaannya biasanya cukup untuk
menghilangkan vertigo.
Jika disebabkan oleh BPPV, pengobatan paling efektif adalah melalui prosedur
reposisi canalith, yang juga dikenal sebagai manuver Epley.
Prosedur ini melibatkan serangkaian manuver (menggerakkan) kepala untuk
memindahkan deposit kalsium dari saluran semisirkularis posterior ke bagian lain
saluran telinga dalam.
Vertigo juga bisa diobati melalui terapi rehabilitasi vestibular yang melibatkan
serangkaian latihan khusus yang dipandu oleh seorang terapis fisik yang
dirancang untuk meminimalkan pusing.
Efektivitas terapi tergantung pada berbagai faktor, termasuk usia dan kondisi
kesehatan pasien, tingkat keparahan kondisi, dan fungsi kognitif pasien.
Jika vertigo disebabkan oleh infeksi bakteri, obat tetes telinga antibiotik mungkin
diresepkan.
Jika disebabkan oleh penyakit Meniere, mengambil diuretik dan mengurangi
konsumsi garam dapat membantu mengurangi keluhan.
Terakhir, konsultasikan dengan dokter mengenai perawatan yang terbaik. Setiap
individu mungkin memiliki kasus yang berbeda dan membutuhkan jenis
perawatan yang berbeda pula.

26
REHABILITASI
Terlepas dari saluran/kanal yang terkena, latihan Brandt-Daroff dapat
dicoba saat menuver reposisi gagal atau jika pasien tidak dapat mentoleransi
maneuver reposisi (gambar 9). Latihan dapat diulang bebas sampai gejala
berkurang.
Berhubungan dengan PC-BPPV, rehabilitasi vestibular menunjukkan hasil
pengobatan yang lebih unggul dibandingkan dengan placebo. Namun, rehabilitasi
vestibular kurang efektif dibandingkan CRMs dalam menghasilkan resolusi gejala
yang lengkap. Ada cukup data tentang respon HC-BPPV untuk rehabilitasi
vesibular.

2.8 pemeriksaan penunjang


Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan
laboratorium (darah lengkap, profil lipid, asam urat, dan hemostasis), foto rontgen
cervical, EEG (elektroensefalografi), ENG (elektronistagmografi), EMG
(elektromiografi), BAEP (Brainstem Auditory Evoked Potential), audiometric, CT
scan, MRI, dan arteriografi.
Tes pencitraan dilakukan pada pasien yang tidak memiliki karakteristik
nistagmus, berasosiasi dengan penemuan neurologis, atau tidak berespon terhadap
terapi. Tes pencitraan yang dipilih adalah MRI dengan kontras gadolinium untuk
mengevaluasi sel otak, sudut serebelum-pontin, dan arteri carotid interna. MRI
merupakan modalitas yang paling sensitive dan spesifik untuk mengidentifikasi
tumor pada fossa posterior
Investigasi laboratorium seperti evaluasi audiometric, ENG, dan MRI
diindikasikan pada pasien dengan vertigo persisten atau ketika dicurigai adanya
kelainan pada sistem saraf pusat. Vestibular-evoked myogenic potentials (VEMPs)
meningkat signifikan menjadi bagian dari evaluasi diagnostic. Pemeriksaan –
pemeriksaan ini akan membantu membedakan lesi sentral dan perifer, serta untuk
mengidentifikasikan penyebab dibutuhkannya terapi spesifik.
ENG terdiri atas rekaman objektif yang diinduksi oleh nistagmus yang
disebabkan pergerakan kepala dan tubuh, serta stimulasi kalorik. ENG sangat

27
membantu dalam mengukur derajat hipofungsi vestibular dan mungkin membantu
membedakan antara lesi sentral dan lesi perifel.

2.9 komplikasi
Vertigo yang berat menyebabkan penderita mengalami gangguan
keseimbangan yang berat ketika vertigo berlangsung.Akibatnya, jika penderita
tidak mampu mempertahankan posisi / keseimbangannya, penderita dapat terjatuh
dan bukan tidak mungkin dapat mengalami fraktur. Risiko fraktur meningkat pada
penderita lanjut usia. Oleh karena itu, risiko fraktur seperti compartment
syndrome atau emboli pun dapat terjadi.
Vertigo hebat juga dapat menyebabkan penderitanya mengalami muntah.
Oleh karena itu, penderita vertigo, terutama usia lanjut, rentan mengalami
dehidrasi jika mengalami vertigo dengan disertai muntah berlebihan.

28
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 PENGKAJIAN
A. Aktivitas / Istirahat
• Letih, lemah, malaise
• Keterbatasan gerak
• Ketegangan mata, kesulitan membaca
• Insomnia, bangun pada pagi hari dengan disertai nyeri kepala
• Sakit kepala yang hebat saat perubahan postur tubuh, aktivitas (kerja) atau
karena perubahan cuaca.
B. Sirkulasi
• Riwayat hypertensi
• Denyutan vaskuler, misal daerah temporal
• Pucat, wajah tampak kemerahan.
C. Integritas Ego
• Faktor-faktor stress emosional/lingkungan tertentu
• Perubahan ketidakmampuan, keputusasaan, ketidakberdayaan depresi
• Kekhawatiran, ansietas, peka rangsangan selama sakit kepala
• Mekanisme refresif/dekensif (sakit kepala kronik)
D . Makanan dan cairan
• Makanan yang tinggi vasorektiknya misalnya kafein, coklat, bawang, keju,
alkohol, anggur, daging, tomat, makan berlemak, jeruk, saus, hotdog,
MSG (pada migrain).
• Mual/muntah, anoreksia (selama nyeri)
• Penurunan berat badan
E. Neurosensoris
• Pening, disorientasi (selama sakit kepala)
• Riwayat kejang, cedera kepala yang baru terjadi, trauma, stroke.
• Aura ; fasialis, olfaktorius, tinitus.
• Perubahan visual, sensitif terhadap cahaya/suara yang keras, epitaksis.
• Parastesia, kelemahan progresif/paralysis satu sisi tempore

29
• Perubahan pada pola bicara/pola pikir
• Mudah terangsang, peka terhadap stimulus.
• Penurunan refleks tendon dalam
• Papiledema.
F. Nyeri/ kenyamanan
• Karakteristik nyeri tergantung pada jenis sakit kepala, misal migrain,
ketegangan otot, cluster, tumor otak, pascatrauma, sinusitis.
• Nyeri, kemerahan, pucat pada daerah wajah
• Fokus menyempit
• Fokus pada diri sndiri
• Respon emosional / perilaku tak terarah seperti menangis, gelisah.
• Otot-otot daerah leher juga menegang, frigiditas vokal.
G. Keamanan
• Riwayat alergi atau reaksi alergi
• Demam (sakit kepala)
• Gangguan cara berjalan, parastesia, paralisis
• Drainase nasal purulent (sakit kepala pada gangguan sinus)
H. Interaksi sosial
• Perubahan dalam tanggung jawab/peran interaksi sosial yang berhubungan
dengan penyakit.
I. Penyuluhan / pembelajaran
• Riwayat hypertensi, migrain, stroke, penyakit pada keluarga
• Penggunaan alcohol/obat lain termasuk kafein. Kontrasepsi oral/hormone,
menopause.
3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Nyeri (akut/kronis) berhubungan dengan stress dan ketegangan, iritasi/
tekanan syaraf, vasospressor, peningkatan intrakranial ditandai dengan
menyatakan nyeri yang dipengaruhi oleh faktor misal, perubahan posisi,
perubahan pola tidur, gelisah.
2) Koping individual tak efektif berhubungan dengan ketidak-adekuatan
relaksasi, metode koping tidak adekuat, kelebihan beban kerja.

30
3) Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, tidak mengenal
informasi dan kurang mengingat ditandai oleh memintanya informasi,
ketidak-adekuatannya mengikuti instruksi.

3.3 INTERVENSI KEPERAWATAN


1) Nyeri (akut/kronis) berhubungan dengan stress dan ketegangan, iritasi/ tekanan
syaraf, vasospasme, peningkatan intrakranial ditandai dengan menyatakan nyeri
yang dipengaruhi oleh faktor misal, perubahan posisi, perubahan pola tidur,
gelisah.
Tujuan : Nyeri hilang atau berkurang
Kriteria hasil : - klien mengungkapkan rasa nyeri berkurang
- tanda-tanda vital normal
- pasien tampak tenang dan rileks
a.) Pantau tanda-tanda vital, intensitas/skala nyeri
Rasional : Mengenal dan memudahkan dalam melakukan tindakan keperawatan.
b.) Anjurkan klien istirahat ditempat tidur
Rasional : istirahat untuk mengurangi intesitas nyeri
c.) Atur posisi pasien senyaman mungkin
Rasional : posisi yang tepat mengurangi penekanan dan mencegah ketegangan
otot serta mengurangi nyeri.
d.) Ajarkan teknik relaksasi dan napas dalam
Rasional : relaksasi mengurangi ketegangan dan membuat perasaan lebih nyaman
e.) Kolaborasi untuk pemberian analgetik.
Rasional : analgetik berguna untuk mengurangi nyeri sehingga pasien menjadi
lebih nyaman.

2) Koping individual tak efektif berhubungan dengan ketidak-adekuatan relaksasi,


metode koping tidak adekuat, kelebihan beban kerja.

31
Tujuan : koping individu menjadi lebih adekuat
Kriteria Hasil : - mengidentifikasi prilaku yang tidak efektif
- mengungkapkan kesadaran tentang kemampuan koping yang di
miliki
- megkaji situasi saat ini yang akurat
- menunjukkan perubahan gaya hidup yang diperlukan atau situasi
yang tepat.
a.) Kaji kapasitas fisiologis yang bersifat umum.
Rasional : Mengenal sejauh dan mengidentifikasi penyimpangan fungsi fisiologis
tubuh dan memudahkan dalam melakukan tindakan keperawatan
b.) Sarankan klien untuk mengekspresikan perasaannya.
Rasional : klien akan merasakan kelegaan setelah mengungkapkan segala
perasaannya dan menjadi lebih tenang
c.) Berikan informasi mengenai penyebab sakit kepala, penenangan dan hasil yang
diharapkan.
Rasional : agar klien mengetahui kondisi dan pengobatan yang diterimanya, dan
memberikan klien harapan dan semangat untuk pulih.
d.)Dekati pasien dengan ramah dan penuh perhatian, ambil keuntungan dari
kegiatan yang dapat diajarkan.
Rasional : membuat klien merasa lebih berarti dan dihargai.

3) Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi dan kebutuhan


pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, tidak mengenal informasi
dan kurang mengingat ditandai oleh memintanya informasi, ketidak-adekuatannya
mengikuti instruksi.
Tujuan : pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur
dan proses pengobatan.
Kriteria Hasil : - melakukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan
dari suatu tindakan.
- memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta
dalam regimen perawatan.

32
a.) Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
Rasional : megetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien dan
keluarga tentang penyakitnya.
b.) Berikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya dan kondisinya sekarang.
Rasional : dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang, klien dan
keluarganya akan merasa tenang dan mengurangi rasa cemas.
c.) Diskusikan penyebab individual dari sakit kepala bila diketahui.
Rasional : untuk mengurangi kecemasan klien serta menambah pengetahuan klien
tetang penyakitnya.
D.) Minta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang materi yang telah
diberikan.
Rasional : mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga serta menilai
keberhasilan dari tindakan yang dilakukan.
e.) Diskusikan mengenai pentingnya posisi atau letak tubuh yang normal
Rasional : agar klien mampu melakukan dan merubah posisi/letak tubuh yang
kurang baik.
f.) Anjurkan pasien untuk selalu memperhatikan sakit kepala yang dialaminya dan
faktor-faktor yang berhubungan.
Rasional : dengan memperhatikan faktor yang berhubungan klien dapat
mengurangi sakit kepala sendiri dengan tindakan sederhana, seperti berbaring,
beristirahat pada saat serangan.

3.4 EVALUASI
Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana tentang
kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara
berkesinambungan, dengan melibatkan pasien, keluarga dan tenaga kesehatan
lainnya. (Carpenito, 1999:28)
Tujuan Pemulangan pada vertigo adalah :
a. Nyeri dapat dihilangkan atau diatasi.
b. Perubahan gaya hidup atau perilaku untuk mengontrol atau mencegah
kekambuhan.

33
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
1. Benign paroxysmal positional vertigo (BPPV) adalah gangguan
keseimbangan perifer yang datang tiba-tiba akibat perubahan posisi
kepala.
2. Patofisiologi dari BPPV terdiri dari dua teori yaitu teori kupulolitiasis
dan kanalitiasis.
3. Diagnosis dari BPPV ditegakkan bila ditemukan gejala berupa pusing
berputar yang dicetuskan oleh perubahan posisi kepala, timbul
nistagmus, terdapat masa laten sebelum nistagmus muncul, lama
serangan terbatas, arah nistagmus berubah bila posisi kepala
dikembalikan ke posisi awal dan nistagmus melemah bila dirangsang
terus-menerus (fatigue).
4. Penatalaksanaan dari BPPV meliputi observasi, obat-obatan untuk
menekan fungsi vestibuler (vestibulosuppresant), reposisi kanalit dan
pembedahan.

34
4.2 Saran
Perlunya pembelajaran lebih lanjut mengenai benign paroxysmal
positional vertigo (BPPV).

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Bashiruddin J, vertigo posisi paroksisimal jinak. dalam : Soepardi EA,


Iskandar N editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala Leher. Edisi keenam. Jakarta: Balai Penerbit FK-UI.2007. hal 104-109
2. Li J, Benign paroxysmal positioning vertigo. Diakses dari :
www.emedicine.com. Pada tanggal 5 Mei 2009.
3. Lumbantobing SM. Vertigo Tujuh Keliling. Edisi pertama. Jakarta:Balai
Penerbit FK-UI.1996
4. Riyanto B. Vertigo: Aspek Neurologi Jakarta: Cermin dunia Kedokteran
no.144.2004. hal 41-46
5. Anderson JH, Levine SC, sistem vestibulari. Dalam: Adams GL, Boies LR,
Higler PA, editor. Boies Buku Ajar Penyakit THT edisi keenam. Jakarta:
EGC.1997.Hal 39-44
6. Hain, Timothy C. Benign Paroxismal Positioning Vertigo. Diakses dari :
www.entgr.com/bppv.htm. pada tanggal 5 Mei 2009
7. Nurimaba N, Patofisiologi. Dalam : PERDOSSI editor. Vertigo Patofisiologi,
Diagnosis, dan Terapi. Jakarta:Jansen Pharmaceutica.1999 Hal 29-31

36

Anda mungkin juga menyukai