Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH TENTANG ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN YANG

MENGALAMI GANGGUAN PENGGUNAAN NAPZA

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Jiwa

Dosen Pengampuh : Ns. Tria Moja.M.Kep

Disusun Oleh :

Kelompok 2 (Kelas 5F Keperawatan)

Anjani puspitasari : 181030100205

Bintang hasanah : 181030100215

Farhan juniawan : 181030100213

Khaerunnisa al juliah : 181030100208

Kharisma Harta Ananda : 181030100207

Mardiyatul hikmah A : 181030100182

Muhamad syamsudin R : 181030100204

Yustina andriani Kristin : 181030100186

STIKes WIDYA DHARMA HUSADA TANGERANG

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

2020
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur Alhamdulillah kehadirat Alloh S.W.T yang telah


melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini disusun sebagai salah satu
tugas mata kuliah keperawatan jiwa .Dengan terselesaikannya makalah ini,
tidak lupa berkat bantuan, bimbingan, dan dorongan dari selaku dosen
pembimbing mata kuliah keperawatan komunitas dan teman-teman
seperjuangan yang telah memberikan bantuan tenaga, pikiran sehingga
makalah dapat terselesaikan.

Apabila dalam penulisan makalah ini masih ditemukan kekeliruan, penulis


mengharapkan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan dan
kesempurnaan makalah ini.

Tangerang 10 November 2020

Penulis

DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyalahgunaan dan ketergantungan zat yang termasuk dalam katagori
NAPZA pada akhir-akhirini makin marak dapat disaksikan dari media cetak
koran dan majalah serta media elektrolit seperti TV dan radio.
Kecenderungannya semakin makin banyak masyarakat yang memakai zat
tergolong kelompok NAPZA tersebut, khususnya anak remaja (15-24 tahun)
sepertinya menjadi suatu model perilaku baru bagi kalangan remaja
(DepKes, 2001).
Penyebab banyaknya pemakaian zat tersebut antara lain karena
kurangnya pengetahuan masyarakat akan dampak pemakaian zat tersebut
serta kemudahan untuk mendapatkannya.
Kurangnya pengetahuan masyarakat bukan karena pendidikan yang rendah
tetapi kadangkala disebabkan karena faktor individu, faktor keluarga dan
faktor lingkungan.
Faktor individu yang tampak lebih pada kepribadian individu tersebut;
faktor keluarga lebih pada hubungan individu dengan keluarga misalnya
kurang perhatian keluarga terhadap individu, kesibukan keluarga dan lainnya;
faktor lingkungan lebih pada kurang positif sikap masyarakat terhadap
masalah tersebut misalnya ketidakpedulian masyarakat tentang NAPZA
(Hawari, 2000).
Dampak yang terjadi dari faktor-faktor di atas adalah individu mulai
melakukan penyalahgunaan dan ketergantungan akan zat. Hal ini
ditunjukkan dengan makin banyaknya individu yang dirawat di rumah sakit
karena penyalahgunaan dan ketergantungan zat yaitu mengalami intoksikasi
zat dan withdrawal.
Peran penting tenaga kesehatan dalam upaya
menanggulangi penyalahgunaan dan ketergantungan NAPZA di rumah
sakit khususnya upaya terapi dan rehabilitasi sering tidak disadari, kecuali
mereka yang berminat pada penanggulangan NAPZA (DepKes, 2001).
Berdasarkan permasalahan yang terjadi di atas, maka perlunya peran serta
tenaga kesehatan khususnya tenaga keperawatan dalam membantu
masyarakat yang dirawat dirumah untuk meningkatkan pengetahuan dan
kemampuan masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan
masyarakat. Untuk itu dirasakan perlu perawat meningkatkan kemampuan
merawat klien dengan menggunakan kependekatan proses keperawatan
yaitu asuhan keperawatan klien penyalahgunaan dan ketergantungan
NAPZA (sindrom putus zat)
B. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari penggunaan NAPZA
2. Mengetahui faktor penyebab penggunaan NAPZA
3. Mengetahui gejala klinis penggunaan NAPZA
4. Mengetahui dampak penggunaan NAPZA
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Penyalahgunaan zat adalah penggunaan zat secara terus
menerus bahkan sampai setelah terjadi masalah.
Ketergantungan zat menunjukkan kondisi yang parah dan
sering dianggap sebagai penyakit. Adiksi umumnya merujuk
pada perilaku psikososial yang berhubungan dengan
ketergantungan zat. Gejala putus zat terjadi karena kebutuhan
biologik terhadap obat. Toleransi adalah peningkatan jumlah
zat untuk memperoleh efek yang diharapkan. Gejala putus zat
dan toleransi merupakan tanda ketergantungan fisik (Stuart dan
Sundeen, 1995).
Rehabilitasi adalah upaya kesehatan yang dilakukan
secara utuh dan terpadu melalui pendekatan non medis,
psikologis, sosial dan religi agar pengguna NAPZA yang
menderita sindroma ketergantungan dapat mencapai
kemampuan fungsional seoptimal mungkin. Tujuannya
pemulihan dan pengembangan pasien baik fisik, mental, sosial
dan spiritual. Sarana rehabilitasi yang disediakan harus
memiliki tenaga kesehatan sesuai dengan kebutuhan (DepKes.,
2002).
Sesudah klien penyalahgunaan atau ketergantungan
NAZA menjalani program terapi (detoksifikasi) dan komplikasi
medik selama 1 (satu) minggu dan dilanjutkan dengan program
pemantapan (pasca detoksifikasi) selama 2 (dua) minggu, maka
yang bersangkutan dapat melanjutkan ke program berikutnya
yaitu rehabilitasi (Hawari, 2000).
Lama rawat di unit rehabilitasi untuk setiap rumah sakit
tidak sama karena tergantung pada jumlah dan kemampuan
sumber daya, fasilitas dan sarana penunjang kegiatan yang
tersedia di rumah sakit. Menurut Hawari (2000) bahwa setelah
klien mengalami perawatan selama 1 minggu menjalani
program terapi dan dilanjutkan dengan pemantapan terapi
selama 2 minggu maka klien tersebut akan dirawat di unit
rehabilitasi (rumah sakit, pusat rehabilitasi dan unit lainnya)
selama 3-6 bulan. Sedangkan lama rawat di unit rehabilitasi
berdasarkan parameter sembuh menurut medis bisa beragam 6
bulan dan 1 tahun, mungkin saja bisa sampai 2 tahun (Wiguna,
2003).
Berdasarkan pengertian dan lama rawat di atas, maka
perawatan di ruang rehabilitasi tidak terlepas dari perawatan
sebelumnya yaitu di ruang detoksifikasi.
Kenyataan menunjukkan bahwa mereka yang telah
selesai menjalani detoksifikasi sebagian besar akan mengulangi
kebiasaan menggunakan NAPZA, oleh karena rasa rindu
(craving) terhadap NAPZA yang selalu terjadi (DepKes,
2001). Dengan rehabilitasi diharapkan pengguna NAPZA
dapat:

1. Mempunyai motivasi kuat untuk tidak


menyalahgunakan NAPZA lagi

2. Mampu menolak tawaran penyalahgunaan NAPZA

3. Pulih kepercayaan dirinya, hilang rasa rendah dirinya

4. Mampu mengelola waktu dan berubah perilaku


sehari-hari dengan baik

5. Dapat berkonsentrasi untuk belajar atau bekerja

6. Dapat diterima dan dapat membawa diri dengan


baik dalam pergaulan dengan lingkungannya

B. Faktor penyebab penggunaan NAPZA

Faktor penyebab pada klien dengan penyalahgunaan dan


ketergantungan NAPZA meliputi :

1. Faktor Biologis

Kecenderungan keluarga, terutama


penyalahgunaan alcohol. Perubahan metabolisme
alkohol yang mengakibatkan respon fisiologik yang
tidak nyaman.

2. Faktor Psikologis

· Tipe kepribadian ketergantungan

· Harga diri rendah biasanya sering berhub.


dengan penganiayaan waktu masa kanak
kanak

· Perilaku maladaptif yang diperlajari secara


berlebihan

· Mencari kesenangan dan menghindari rasa


sakit

· keluarga, termasuk tidak stabil, tidak ada


contoh peran yang positif, kurang percaya diri,
tidak mampu memperlakukan anak sebagai
individu, dan orang tua yang adiksi

3. Faktor Sosiokultural

· Ketersediaan dan penerimaan sosial terhadap


pengguna obat

· Ambivalens social tentang penggunaan dan


penyalahgunaan

 berbagai zat seperti tembakau, alkohol dan


mariyuana

· Sikap, nilai, norma dan sanksi cultural

· Kemiskinan dengan keluarga yang tidak


stabil dan keterbatasan kesempatan

C. Gejala klinis penggunaan NAPZA

1. Perubahan Fisik :

- Pada saat menggunakan NAPZA : jalan


sempoyongan, bicara pelo ( cadel ), apatis
( acuh tak acuh ), mengantuk, agresif.

- Bila terjadi kelebihan dosis ( Overdosis ) :


nafas sesak, denyut jantung dan nadi lambat,
kulit teraba dingin, bahkan meninggal.
- Saat sedang ketagihan ( Sakau ) : mata merah,
hidung berair, menguap terus, diare, rasa sakit
seluruh tubuh, malas mandi, kejang,
kesadaran menurun.

- Pengaruh jangka panjang : penampilan tidak


sehat, tidak perduli terhadap kesehatan dan
kebersihan, gigi keropos, bekas suntikan pada
lengan.

2. Perubahan Sikap dan Perilaku

- Prestasi di sekolah menurun, tidak


mengerjakan tugas sekolah, sering membolos,
pemalas, kurang bertanggung jawab.

- Pola tidur berubah, begadang, sulit


dibangunkan pagi hari, mengantuk di kelas
atau tempat kerja.

- Sering berpergian sampai larut malam,


terkadang tidak pulang tanpa ijin.

- Sering mengurung diri, berlama  –    lama di


kamar mandi, menghidar bertemu dengan
anggota keluarga yang lain.

- Sering mendapat telpon dan didatangi orang


yang tidak dikenal oleh anggota keluarga
yang lain.

- Sering berbohong, minta banyak uang dengan


berbagai alasan tapi tidak jelas
penggunaannya, mengambil dan menjual
barang berharga milik sendiri atau milik
keluarga, mencuri, terlibat kekerasan dan
sering berurusan dengan polisi.

- Sering bersikap emosional, mudah


tersinggung, pemarah, kasar, bermusuhan
pencurigaan, tertutup dan penuh rahasia.

D. Dampak penggunaan NAPZA

NAPZA berpengaruh pada pada tubuh manusia dan


lingkungannya :

1. Komplikasi medic, biasanya digunakan dalam


jumlah yang banyak dan cukup lama.

Pengaruhnya pada :

a. Otak dan susunan saraf pusat :

· Gangguan daya ingat

· Gangguan perhatian / konsentrasi

· Gangguan bertindak rasional

· Gangguan persepsi sehingga mengakibatkan


halusinasi

· Gangguan motivasi sehingga malas sekolah atau


bekerja
· Gangguan pengendalian diri, sehingga sulit
membedakan baik atau buruk

b. Pada saluran napas dapat terjadi diradang paru


(bronchopneumonia).

c. Pada jantung dapat terjadi peradangan otot jantung


serta penyempitan pembuluh darah jantung.

d. Pada hati dapat terjadi di Hepatitis B dan C yang


menular melalui jarum suntik dan hubungan
seksual penyakit menular seksual (PMS) dan
HIV/AIDS.

e. Pada para pengguna NAPZA dikenal dengan


perilaku seks resiko tinggi, mereka mau
melakukan hubungan seksual demi mendapatkan
uang untuk membeli zat. Penyakit Menular
Seksual yang terjadi adalah : kencing nanah
(GO), raja singa (Siphilis) dll. Dan juga
pengguna NAPZA yang mengunakan jarum
suntik secara bersama-sama membuat angka
penularan HIV/AIDS meningkat

f. Pada sistem Reproduksi sering mengakibatkan


kemandulan.
g. Pada kulit sering terdapat bekas suntikan bagi
pengguna yang menggunakan jarum suntik,
sehingga mereka sering menggunakan baju
lengan panjang.
h. Komplikasi pada kehamilan
· Ibu : anemia, infeksi vagina, hepatitis,
AIDS.
· Kandungan : abortus, keracunan kehamilan,
bayi lahir mati.
· Janin : pertumbuhan terhambat, premature,
berat bayi rendah.
2. Dampak social:
a. Dilingkungan keluarga :
· Suasana nyaman dan tentram dalam
keluarga terganggu, sering terjadi
pertengkaran, mudah tersinggung.
· Orang tua resah karena barang berharga
sering hilang.
· Perilaku menyimpang / asosial anak
( berbohong, mencuri, tidak tertib, hidup
bebas) dan menjadi aib keluarga.
· Putus sekolah atau menganggur, karena
dikeluarkan dari sekolah atau pekerjaan,
sehingga merusak kehidupan keluarga,
kesulitan keuangan.
· Orang tua menjadi putus asa karena
pengeluaran uang meningkat untuk biaya
pengobatan dan rehabilitasi.
b. Dilingkungan sekolah:
· Merusak disiplin dan motivasi belajar.
· Meningkatnya tindak kenakalan, membolos,
tawuran pelajar.
· Mempengaruhi peningkatan
penyalahguanaan diantara sesama teman
sebaya.
c. Dilingkungan masyarakat :
· Tercipta pasar gelap antara pengedar dan
bandar yang mencari pengguna / mangsanya.
· Pengedar atau bandar menggunakan
perantara remaja atau siswa yang telah
menjadi ketergantungan.
· Meningkatnya kejahatan di masyarakat :
perampokan pencurian, pembunuhan
sehingga masyarkat menjadi resah.
· Meningkatnya kecelakaan.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
PENYALAHGUNAAN NAPZA

A. Kasus
Andra (bukan nama sebenarnya), salah satu remaja
penderita HIV. Dia tertular HIV melalui penggunaan IDU.
Andra mengaku mulai memakai jarum suntik secara bergiliran
pada 2002. "Saat itu saya masih kelas 3 SMP. Saya suka
mengonsumsi putauw. Suatu hari, saya lagi nggak punya
duit. Sama teman-teman diajak pakai jarum secara gantian.
Lebih murah, kata mereka,"ujarnya. Pesta narkoba pun dimulai
bersama teman-temannya. Aktivitas menyimpang itu
dilakoninya selama setahun. Boleh dibilang Andra termasuk
pecandu berat narkoba, terutama jenis putauw. Padahal, dia
mengaku tidak memiliki uang yang cukup tebal untuk
mengonsumsi putauw. "Mau tidak mau, memakai jarum
suntik merupakan alternatif bagi saya," tuturnya. Bagi dia,
ngedrugs merupakan medium untuk melupakan persoalan
hidup. Andra lahir di tengah keluarga yang kurang
harmonis. Dia lebih suka menghabiskan waktu bersama
teman-temannya di luar rumah. "Dengan teman-teman saya
merasa bisa melakukan apa saja. Mereka tahu apa yang saya
mau," tukasnya.
Hidup sarat dengan hedonisme dia lakoni selama
bertahun-tahun. Prestasi sekolah Andra yang terus merosot
memacu dirinya terjun bebas ke narkoba. Apalagi orang tuanya
cuek saja dengan segala tindakan yang dialakukan. "Aku
merasa bebas melakukan apa saja, under control pokoknya,"
ujarnya. Hidup Andra identic bersenang-senang. Pada 2004,
dia diajak teman-temannya melakukan VCT (visite conselling
test). "Saat itu aku tidak tahu untuk apa diajak VCT. Ternyata
untuk memeriksakan diri apakah terkena HIV/AIDS atau tidak”
ujarnya. Ternyata teman-teman Andra itu adalah relawan
sebuah LSM yang konsen dengan HIV/AIDS. Mereka prihatin
dengan kondisi Andra. Benar saja, dari lima orang yang
memeriksakan diri, tiga orang positif HIV termasuk Andra.
"Rasanya saya ingin mati saja saat itu," ucap Andra yang waktu
itu baru kelas 1 SMA. Sejak divonis itu, Andra merasa
hidupnya tidak berarti lagi. Keterputusasaan yang berat
meyelimuti dirinya. "Bahkan timbul perasaan jahat dan
dendam terhadap teman-teman yang belum terkena HIV untuk
menularinya," ujarnya. Untungnya, Andra dapat
mengendalikan diri. Dia pun berusaha bangkit untuk bertahan
hidup. "Untungnya teman-teman sangat memotivasi saya
untuk berobat," ujar Andra yang kini berusia 19 tahun. Satu
tahun lamanya Andra menyembunyikan kenyataan itu dari
orang tuanya bila dia positif HIV. "Lagipula apa bedanya bila
saya ceritakan," ujarnya.
Lambat-laun rahasia itu terbongkar. Ibu Andra
mendapati hasil tes VCT-nya yang disimpan di laci meja
anaknya itu. "Waktu itu, ibu mencari obat-obat terlarang itu
dikamar saya,” ujarnya. "Saya tidak menyangka reaksi ibu saat
mengetahui saya positif HIV. Ibu menangis sesunggukan dan
memeluk saya," ungkapnya. Sejak itu, orang tua Andra mulai
berubah. Mereka menerima Andra apa-adanya. Mereka berani
menerima kenyataan bila anaknya terjangkit penyakit yang
distigmakan buruk oleh masyarakat itu. Namun, apa pun
perhatian itu, bagi Andra tidak bisa mengembalikan dirinya
seperti dulu lagi. Di dalam tubuhnya telah berkembang virus
mematikan yang bila dia tidak aware memperhatikan
kesehatannya bias semakin menyerang kekebalan tubuhnya.
Kini, Andra punya semangat hidup lagi. Hidup, katanya, harus
terus berjalan, meskipun dia sempat pesimistis dengan masa
depannya. "Siapa sih yang mau menerima cowok dengan
predikat HIV positif?" tanyanya. Beberapa kali Andra
mencoba menjalin hubungan dengan teman perempuannya,
namun selalu gagal. "Begitu tahu saya terinfeksi HIV, ada yang
langsung menjauh, ada juga yang mundur pelan-pelan,"
ujarnya.
Menurut Andra, tidak mudah hidup di lingkungan orang
yang tidak terkena penyakit berbahaya itu. Selalu ada benang
merah antara ODHA dengan OHIDA (orang yang hidup
dengan HIV/AIDS). Meskipun keluarga menerima Andra apa-
adanya, perasaan "berbeda" tetap melekat dalam hatinya. Andra
pun kemudian mencari komunitas yang bias menampung
nasibnya. "Akhirnya dengan teman-teman sebaya yang aktif
memerangi HIV/AIDS, saya merasa di situlah tempat saya.
Tempat saya berkeluh-kesah, bersama, dan berbagi hidup,".
B. Pengkajian
Prinsip pengkajian yang dilakukan dapat menggunakan
format pengkajian di ruang psikiatri atau sesuai dengan
pedoman yang ada di masing-masing ruangan tergantung pada
kebijaksanaan rumah sakit dan format pengkajian yang
tersedia. Adapun pengkajian yang dilakukan meliputi:

a. Perilaku
b.  Faktor penyebab dan faktor pencetus
c. Mekanisme koping yang digunakan oleh
penyalahguna zat meliputi:

·  penyangkalan (denial) terhadap masalah

· rasionalisasi

· memproyeksikan tanggung jawab terhadap


perilakunya

· mengurangi jumlah alkohol atau obat yang


dipakainya

· Sumber-sumber koping (support system) yang


digunakan oleh klien

C. Diagnosa Keperawatan

Perlu diingat bahwa diagnosa keperawatan di ruang


detoksifikasi bisa

berulang di ruang rehabilitasi karena timbul masalah yang


sama saat dirawat di ruang rehabilitasi. Salah satu penyebab
muncul masalah yang sama adalah kurangnya motivasi klien
untuk tidak melakukan penyalahgunaan dan ketergantungan
zat. Hal lain yang juga berperan timbulnya masalah pada
klien adalah kurangnya dukungan keluarga dalam membantu
mengurangi penyalahgunaan dan penggunaan zat.
Masalah keperawatan yang sering terjadi di ruang
detoksifikasi adalah selain masalah keperawatan yang
berkaitan dengan fisik juga masalah keperawatan
seperti:
· Risiko terjadinya perubahan proses keluarga
berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga
dalam merawat anggota keluarga pengguna
NAPZA
D. Intervensi Keperawatan
Intervensi untuk diagnosa 1 :
Risiko terjadinya perubahan proses keluarga berhubungan
dengan ketidakmampuan keluarga dalam merawat anggota
keluarga terutama anggota keluarga pengguna NAPZA
Tujuan khusus
Keluarga mampu mengenal dengan baik anggota keluarga
pengguna NAPZA.

Intervensi :
1. Bersama keluarga diskusikan tentang criteria remaja
pengguna NAPZA.
2. Latih keluarga mengenali remaja pengguna NAPZA.
3. Motivasi keluarga untuk selalu mengenali remaja pengguna
NAPZA.
4. Berikan kesempatan bertanya hal yang belum mengerti.
5. Evaluasi kembali hal-hal yang sudah didiskusikan.
6. Berikan pujian atas keberhasilan keluarga selama interaksi.
7. Keluarga mampu mengambil keputusan terhadap remaja
pengguna NAPZA.

Intervensi :

1. Bersama keluarga diskusikan tentang akibat dari remaja


pengguna NAPZA

2. Latih keluarga mengenali akibat dari remaja pengguna


NAPZA.

3. Motivasi keluarga untuk selalu mengenali akibat remaja


pengguna NAPZA.

4. Berikan kesempatan bertanya hal yang belum mengerti.


5. Evaluasi kembali hal-halyang sudah didiskusikan.

6. Berikan pujian atas keberhasilan keluarga selama


interaksi. Keluarga mampu merawat keluarga dengan
remaja pengguna NAPZA.

Intervensi :
1. Bersama keluarga diskusikan tentang cara mencegah
dan merawat remaja
pengguna NAPZA.

2. Latih keluarga cara mencegah dan merawat remaja


pengguna NAPZA.

3. Motivasi keluarga untuk selalu mencegah dan


merawat remaja pengguna

 NAPZA.

4. Berikan kesempatan bertanya hal yang belum


mengerti.

5. Evaluasi kembali hal-hal yang sudah didiskusikan.

6. Berikan pujian atas


keberhasilan keluarga selama
interaksi.Keluarga
mampumemodifikasi remaja
pengguna NAPZA.

Intervensi :
1. Bersama keluarga diskusikan tentang cara
memodifikasi lingkungan rumah remaja pengguna
NAPZA.

2. Latih keluarga cara memodifikasi dari remaja


pengguna NAPZA.

3. Motivasi keluarga untuk selalu melakukan


modifikasi remaja pengguna

 NAPZA
4. Berikan kesempatan bertanya hal yang belum
mengerti.

5. Evaluasi kembali hal-hal yang sudah didiskusikan.

6. Berikan pujian atas keberhasilan keluarga selama


interaksi. Keluarga mampu menggunakan sumber
daya untuk penanganan remaja pengguna NAPZA.

Intervensi :

1. Bersama keluarga diskusikan tentang penggunaan


sumber daya masyarakat untuk remaja Pengguna
NAPZA.
2. Latih keluarga menggunakan sumber daya untuk
remaja pengguna

 NAPZA.

3. Motivasi keluarga untuk selalu menggunakan


sumber daya untuk remaja

 pengguna NAPZA.

4. Berikan kesempatan bertanya hal yang belum


mengerti.

5. Evaluasi kembali hal-hal yang sudah didiskusikan.

6. Berikan pujian atas keberhasilan keluarga selama


interaksi.

E. Evaluasi
Evaluasi penyalahgunaan dan ketergantungan zat
tergantung pada
penanganan yang dilakukan perawat terhadap klien dengan
mengacu kepada tujuan khusus yang ingin dicapai. Sebaiknya
perawat dan klien bersama-sama melakukan evaluasi terhadap
keberhasilan yang telah dicapai dan tindak lanjut yang
diharapkan untuk dilakukan selanjutnya.
Jika penanganan yang dilakukan tidak berhasil maka
perlu dilakukan evaluasi kembali terhadap tujuan yang dicapai
dan prioritas penyelesaian masalah apakah sudah sesuai dengan
kebutuhan klien. Klien relaps tidak bisa disamakan dengan
klien yang mengalami kegagalan pada sistem tubuh. Tujuan
penanganan pada klien relaps adalah meningkatkan
kemampuan untuk hidup lebih lama bebas dari penyalahgunaan
dan ketergantungan zat. Perlunya evaluasi yang dilakukan
disesuaikan dengan tujuan yang diharapkan, akan lebih baik
perawat bersama-sama klien dalam menentukan tujuan ke arah
perencanaan pencegahan relaps.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Penyalahgunaan zat adalah penggunaan zat secara terus
menerus bahkan sampai setelah terjadi masalah.
Ketergantungan zat menunjukkan kondisi yang parah dan
sering dianggap sebagai penyakit. Adiksi umumnya merujuk
pada perilaku psikososial yang berhubungan dengan
ketergantungan zat. Gejala putus zat terjadi karena
kebutuhan biologik terhadap obat. Toleransi adalah
peningkatan jumlah zat untuk memperoleh efek yang
diharapkan. Gejala putus zat dan toleransi merupakan tanda
ketergantungan fisik (Stuart dan Sundeen, 1995).
B. Saran
Diharapkan kepada pembaca untuk memberikan kritik
dan sarannya agar bermanfaat untulk kita semua terutama bagi
kami penulis. Harapannya tujuan dari makalah ini dapat
memasyarakat dan terimplementasi dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

ASKEP Pada Penyalahgunaan NAPZA Diambil pada tanggal 09


November 2020, dari alamat

https://www.scribd.com/document/211820596/ASKEP-Pada-
Penyalahgunaan-NAPZA

Anda mungkin juga menyukai