Anda di halaman 1dari 33

6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Puskesmas
1. Pengertian
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah fasilitas pelayanan
kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya
kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan
upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat
yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya. Puskesmas merupakan unit
pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggungjawab
menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja.2
a. Unit Pelaksana Teknis
Puskesmas sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD)
kesehatan Kabupaten/Kota berperan dalam menyelenggarakan sebagian
dari tugas teknis operasional Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (DKK)
tingkat pertama.2
b. Pembangunan Kesehatan
Pembangunan kesehatan adalah penyelenggaraan upaya kesehatan
oleh bangsa Indonesia untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat
kesehatan masyarakat yang optimal.2
c. Penanggung Jawab Penyelenggaraan
Puskesmas bertanggungjawab hanya pada sebagian upaya
pembangunan kesehatan yang dibebankan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota sesuai dengan kemampuannya.2
d. Wilayah Kerja
Secara nasional, standar wilayah kerja puskesmas adalah satu
kecamatan, tetapi apabila pada satu kecamatan terdapat lebih dari satu
puskesmas, maka tanggungjawab wilayah kerja dibagi antar puskesmas
dengan memerhatikan keutuhan konsep wilayah (desa/kelurahan).2
7

2. Tujuan
Puskesmas bertujuan untuk mendukung tercapainya pembangunan
kesehatan nasional yaitu meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
yang setinggi-tingginya dalam rangka mewujudkan Indonesia sehat.2
Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas bertujuan
untuk mewujudkan masyarakat yang; (a) memiliki perilaku hidup sehat, (b)
mampu menjangkau pelayanan kesehatan bermutu, (c) hidup dalam
lingkungan sehat, dan (d) memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik
individu, keluarga, kelompok, serta masyarakat.2
3. Prinsip Penyelenggaraan Puskesmas
Prinsip dalam menyelenggarakan Puskesmas adalah sebagai berikut :
a. Paradigma Sehat
Puskesmas mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk
berkomitmen dalam upaya mencegah dan mengurangi risiko kesehatan
yang dihadapi individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat.
b. Pertanggungjawaban Wilayah
Puskesmas menggerakkan serta memiliki tanggung jawab terhadap
pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya.
c. Kemandirian Masyarakat
Puskesmas mendorong kemandirian hidup sehat bagi individu,
keluarga, kelompok, dan masyarakat.
d. Pemerataan
Puskesmas menyelanggarakan pelayanan kesehatan yang dapat
diakses dan terjangkau oleh seluruh masyarakat di wilayah kerjanya
secara adil tanpa membedakan status sosial, ekonomi, agama, budaya,
dan kepercayaan.
e. Teknologi Tepat Guna
Puskesmas menyelanggarakan pelayanan kesehatan dengan
memanfaatkan teknologi tepat guna yang sesuai dengan kebutuhan
8

pelayanan, mudah dimanfaatkan, dan tidak berdampak buruk bagi


lingkungan.
f. Keterpaduan dan Kesinambungan
Puskesmas mengintegrasi dan mengkoordinasi penyelanggaraan
Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan Perseorang
(UKP) lintas program dan sektor serta melaksanakan sistem rujukan yang
didukung dengan manajemen puskesmas.
4. Struktur Organisasi Puskesmas
Menurut keputusan menteri kesehatan Republik Indonesia nomor
95/MenKes/RI/SK/II/2014, struktur organisasi puskesmas tergantung dari
kegiatan dan beban tugas masing-masing puskesmas. Penyusunan struktur
organisasi puskesmas di satu kabupaten/kota dilakukan oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota, sedangkan penetapannya dilakukan dengan
peraturan daerah.2 Sebagai acuan dapat dipergunakan pola struktur
organisasi puskesmas sebagai berikut :
a. Kepala puskemas
b. Unit tata usaha
Unit tata usaha yang bertanggung jawab membantu kepala
Puskesmas dalam pengelolaan; (1) Data dan informasi, (2) Perencanaan
dan penilaian, (3) Keuangan, serta (4) Umum dan kepegawaian.
c. Unit pelaksana teknis fungsional puskesmas
Upaya kesehatan masyarakat termasuk pembinaan terhadap Upaya
Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM) dan Upaya kesehatan
perorangan.
d. Jaringan pelayanan puskesmas
Unit puskesmas pembantu, unit puskesmas keliling, dan unit bidan
di desa/komunitas.
5. Peran Pokok Petugas Puskesmas
Dalam menjalankan perannya sebagai penyedia pelayanan kesehatan,
puskesmas didukung oleh beberapa petugas yang mempunyai fungsi
masing-masing, antara lain:
9

a. Petugas Medis
1) Dokter umum melakukan pelayanan medis di poli umum, puskesmas
keliling, puskesmas pembantu, dan posyandu.
2) Dokter gigi melaksanakan pelayanan medis di poli gigi dan puskel.
3) Dokter spesialis khusus untuk puskesmas rawat inap. Selain itu juga
ada kunjungan dokter spesialis sebagai dokter konsultan, misalnya
dokter ahli anak, kandungan, dan penyakit dalam.
b. Petugas Para Medis
1) Bidan bertugas di bagian pelayanan kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
dan pelaksana asuhan kebidanan.
2) Perawat umum bertugas sebagai pendamping dokter umum dan
pelaksana asuhan keperawatan umum.
3) Perawat gigi bertugas sebagai pendamping dokter gigi dan pelaksana
asuhan keperawatan gigi.
4) Perawat gizi bertugas di bagian pelayanan penimbangan dan
pelacakan masalah gizi masyarakat.
5) Sanitarian bertugas di bagian pelayanan kesehatan lingkungan
pemukiman dan institusi lainnya.
6) Sarjana farmasi bertugas di bagian pelayanan kesehatan obat dan
perlengkapan kesehatan.
7) Sarjana kesehatan masyarakat bertugas di bagian pelayanan
administrasi, penyuluhan, pencegahan dan pelacakan masalah
kesehatan masyarakat.
c. Petugas Non Medis
1) Administrasi bertugas di bidang pelayanan administrasi pencatatan
dan pelaporan kegiatan puskesmas
2) Petugas dapur bertugas untuk menyiapkan menu masakan dan
makanan pasien puskesmas perawatan.
3) Petugas kebersihan bertugas untuk melakukan kegiatan kebersihan
ruangan dan lingkungan puskesmas.
10

4) Petugas Keamanan bertugas untuk menjaga keamanan pelayanan


khususnya ruangan rawat inap.
5) Sopir bertugas untuk mengantar dan membantu seluruh kegiatan
pelayanan puskesmas di luar gedung.
6. Fungsi Puskesmas
Puskemas sebagai penyedia pelayanan kesehatan tingkat kecamatan
mempunyai tiga fungsi, yaitu:
a. Pusat Penggerak Pembangunan Berwawasan Kesehatan
Puskesmas selalu berupaya menggerakkan dan memantau
penyelenggaraan pembangunan lintas sektor, termasuk oleh masyarakat
dan dunia usaha di wilayah kerjanya, sehingga berwawasan serta
mendukung pembangunan kesehatan. Selain itu juga aktif memantau
dampak kesehatan dari penyelenggaraan setiap pembangunan wilayah.
Khusus untuk pembangunan kesehatan, upaya yang dilakukan
puskesmas adalah mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan
pencegahan penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan
pemulihan kesehatan.2
b. Pusat pemberdayaan Masyarakat
Puskesmas selalu berupaya agar perorangan terutama pemuka
masyarakat, memiliki kesadaran, kemauan, dan kemampuan melayani
diri sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat, berperan aktif dalam
memperjuangkan kepentingan kesehatan dan termasuk pula dengan
sumber pembiayaannya, serta ikut menetap, menyelenggarakan, dan
memantau pelaksanaan program kesehatan. Pemberdayaan perorangan,
keluarga, dan masyarakat ini diselenggarakan dengan memerhatikan
kondisi dan situasi, khususnya sosial budaya masyarakat setempat.2
c. Pusat strata pelayanan kesehatan strata pertama
Puskesmas bertanggungjawab menyelenggarakan pelayanan
kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu, dan
berkesinambungan. Pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menjadi
tanggung jawab puskesmas, yaitu :
11

1) Pelayanan Kesehatan Perorangan (UKP)


Pelayanan kesehatan perorangan adalah pelayanan yang
bersifat pribadi dengan tujuan utama menyembuhkan penyakit dan
pemulihan kesehatan perorangan, tanpa mengabaikan pemeliharaan
kesehatan dan pencegahan penyakit. Pelayanan perorangan tersebut
adalah rawat jalan, untuk puskesmas tertentu ditambahkan dengan
adanya rawat inap.2
2) Pelayanan Kesehatan Masyarakat (UKM)
Pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan yang
bersifat publik dengan tujuan utama memelihara dan meningkatkan
kesehatan serta pencegahan penyakit, tanpa mengabaikan
penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Pelayanan
kesehatan masyarakat tersebut antara lain promosi kesehatan,
pemberantasan penyakit, penyehatan lingkungan, perbaikan gizi,
peningkatan kesehatan keluarga, keluarga berencana, kesehatan jiwa
masyarakat, serta berbagai program kesehatan masyarakat lainnya.2
7. Penyelenggaraan Puskesmas
Penyelenggaraan upaya kesehatan wajib dan upaya kesehatan
pengembangan harus menerapkan azas penyelenggaraan puskesmas secara
terpadu. Azas penyelenggaraan puskesmas tersebut dikembangkan dari
ketiga fungsi puskesmas. Dasar pemikiran yang digunakan ialah pentingnya
menerapkan prinsip dasar dari masing-masing fungsi puskesmas dalam
menyelenggarakan setiap upaya puskesmas, baik upaya kesehatan wajib
maupun upaya kesehatan pengembangan.2
a. Azas pertanggungjawaban wilayah
Azas penyelenggaraan puskesmas yang pertama adalah
pertanggungjawaban wilayah, dalam arti puskesmas bertanggungjawab
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang bertempat tinggal di
wilayah kerjanya. Untuk itu, puskesmas harus melaksanakan berbagai
kegiatan sebagai berikut :
12

1) Menggerakkan pembangunan berbagai sektor tingkat kecamatan


sehingga berwawasan kesehatan.
2) Memantau dampak berbagai upaya pembangunan terhadap kesehatan
masyarakat di wilayah kerjanya.
3) Membina setiap upaya kesehatan strata pertama yang diselenggarakan
oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya.
4) Menyelenggarakan upaya kesehatan strata pertama (primer) secara
merata dan terjangkau di wilayah kerjanya.
Diselenggarakannya upaya kesehatan strata pertama oleh
puskesmas pembantu, puskesmas keliling, bidan di desa serta
berbagai upaya kesehatan di luar gedung puskesmas lainnya (outreach
activities) pada dasarnya merupakan realisasi dari pelaksanaan azas
pertanggungjawaban wilayah.
b. Azas pemberdayaan masyarakat
Azas penyelenggarakan puskesmas yang kedua adalah
pemberdayaan masyarakat, dalam arti puskesmas wajib memberdayakan
perorangan, keluarga, dan masyarakat, agar berperan aktif dalam
menyelenggarakan setiap upaya puskesmas. Untuk itu, berbagai potensi
masyarakat perlu dihimpun melalui pembentukan Badan Penyantunan
Puskesmas (BPP).2 Beberapa kegiatan yang harus dilaksanakan oleh
puskesmas dalam rangka pemberdayaan masyarakat antara lain:
1) Upaya kesehatan ibu dan anak: posyandu, polindes, Bina Keluarga
Balita (BKB).
2) Upaya pengobatan: posyandu, pos obat (POD).
3) Upaya kesehatan gizi: posyandu, panti pemulihan gizi, keluarga
sadar gizi (kadarzi).
4) Upaya kesehatan sekolah: dokter kecil, penyertaan guru dan orang
tua/wali murid, Saka Bakti Husada (SBH), pos kesehatan pesantren
(poskestren).
5) Upaya kesehatan lingkungan: kelompuk pemakai air (pokmair),
Desa Percontohan Kesehatan Lingkungan (DPKL).
13

6) Upaya kesehatan usia lanjut: posyandu lansia, panti wreda.


7) Upaya kesehatan kerja: pos Upaya Kesehatan Kerja (pos UKK).
8) Upaya kesehatan jiwa: posyandu, Tim Pelaksana Kesehatan Jiwa
Masyarakat (TPKJM).
9) Upaya pembinaan pengobatan tradisional: taman obat keluarga
(toga), pembinaan pengobatan tradisional (battra).
10) Upaya pembiayaan dan jaminan kesehatan (inovatif): dana sehat,
tabungan ibu bersalin (tabulin), mobilisasi dan keagamaan.
c. Azas keterpaduan
Azas penyelenggaraan puskesmas yang ketiga adalah keterpaduan.
Guna mengatasi keterbatasan sumberdaya serta diperolehnya hasil yang
optimal, penyelenggaraan setiap upaya puskesmas harus diselenggarakan
secara terpadu, jika mungkin sejak dari tahap perencanaan.2 Ada dua
keterpaduan yang perlu diperhatikan, yakni:
1) Keterpaduan lintas program
Keterpaduan lintas program adalah upaya memadukan
penyelenggaraan berbagai upaya kesehatan yang menjadi
tanggungjawab puskesmas. Contoh keterpaduan lintas program
antara lain:
a) Manajemen terpadu balita sakit (MTBS): keterpaduan KIA
dengan P2M, gizi, promosi kesehatan, pengobatan.
b) Upaya kesehatan sekolah (UKS): keterpaduan kesehatan
lingkungan dengan promosi kesehatan, pengobatan, kesehatan
gigi, kesehatan reproduksi remaja dan kesehatan jiwa.
c) Puskesmas keliling: keterpaduan pengobatan dengan KIA/KB,
gizi, promosi kesehatan, kesehatan gigi.
d) Posyandu: keterpaduan KIA dengan KB, gizi, P2M, kesehatan
jiwa, promosi kesehatan.
2) Keterpaduan lintas sektor
Keterpaduan lintas sektor adalah upaya memadukan
penyelenggaraan upaya puskesmas dengan berbagai program dari
14

sektor terkait tingkat kecamatan, termasuk organisasi


kemasyarakatan dan dunia usaha. Contoh keterpaduan lintas sektor
antara lain:
a) Upaya kesehatan sekolah: keterpaduan sektor kesehatan dengan
camat, lurah/kepala desa, pendidikan, agama.
b) Upaya promosi kesehatan: keterpaduan sektor kesehatan dengan
camat, lurah/kepala desa, pendidikan, agama, pertanian.
c) Upaya kesehatan ibu dan anak: keterpaduan sektor kesehatan
dengan camat, lurah/kepala desa, organisasi profesi, organisasi
kemasyarakatan, PKK, PLKB.
d) Upaya perbaikan gizi: keterpaduan sektor kesehatan dengan
camat, lurah/kepala desa, pendidikan, agama, koperasi, dunia
usaha, PKK, PLBK.
e) Upaya pembiayaan dan jaminan kesehatan: keterpaduan sektor
kesehatan dengan camat, lurah/kepala desa, tenaga kerja,
koperasi, dunia usaha, organisasi kemasyarakatan.
f) Upaya kesehatan kerja: keterpaduan sektor kesehatan dengan
camat, lurah/kepala desa, tenaga kerja, dunia usaha.
8. Wewenang Puskesmas
Dalam menyelenggarakan UKM tingkat pertama di wilayah kerjanya,
puskesmas berwenang untuk:
a. Melakukan perencanaan berdasarkan analisis masalah kesehatan
masyarakat dan analisis kebutuhan pelayanan yang diperlukan.
b. Melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan.
c. Melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi, dan pemberdayaan
masyarakat dalam bidang kesehatan.
d. Menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan
masalah kesehatan pada setiap tingkat perkembangan masyarakat yang
bekerjasama dengan sektor lain terkait.
e. Melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan dan upaya
kesehatan berbasis masyarakat.
15

f. Melaksanakan peningkatan kompetensi SDM puskesmas.


g. Memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan kesehatan.
h. Melaksanakan pencatatan, pelaporan dan evaluasi terhadap askes, mutu,
dan cakupan pelayanan kesehatan.
i. Memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat,
termasuk dukungan terhadap sistem kewaspadaan dini dan respon
pengulangan penyakit.
Dalam menyelenggarakan UKP tingkat pertama di wilayah kerjanya,
puskesmas berwenang untuk :
a. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar secara komprehensif,
berkesinambungan, dan bermutu.
b. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang mengutamakan upaya
promotif dan preventif.
c. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang berorientasi pada individu,
keluarga, kelompok, dan masyarakat.
d. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang mengutamakan keamanan
dan keselamatan pasien, petugas, dan pengunjung.
e. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan prinsip koordinatif dan
kerja sama inter dan antar profesi.
f. Melaksanakan rekam medis.
g. Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap mutu dan
akses pelayanan kesehatan.
h. Melaksanakan peningkatan kompetensi tenaga kesehatan.
i. Mengkoordinasikan dan melaksanakan pembinaan fasilitas pelayanan
kesehatan tingkat pertama di wilayah kerjanya.
j. Melaksanakan penapisan rujukan sesuai dengan indikasi medis dan
sistem rujukan.
9. Upaya Kesehatan Puskesmas
Puskesmas menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat tingkat
pertama dan upaya kesehatan perorangan tingkat pertama yang
dilaksanakan secara terintegrasi dan berkesinambungan.8
16

a. Upaya Kesehatan Masyarakat


Upaya kesehatan masyarakat tingkat pertama meliputi upaya
kesehatan masyarakat esensial dan upaya kesehatan masyarakat
pengembangan. Upaya kesehatan masyarakat esensial harus
diselenggarakan oleh setiap puskesmas untuk mendukung pencapaian
standar pelayanan minimal kabupaten/kota bidang kesehatan9, yakni:
1) Pelayanan pengobatan
2) Pelayanan promosi kesehatan
3) Pelayanan kesehatan lingkungan
4) Pelayanan kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana
5) Pelayanan gizi
6) Pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit
Upaya kesehatan masyarakat pengembangan merupakan upaya
kesehatan masyarakat yang kegiatannya memerlukan upaya yang bersifat
inovatif atau ekstensifikasi dan intensifikasi pelayanan, disesuaikan
dengan prioritas masalah kesehatan, kekhususan wilayah kerja, dan
potensi sumber daya yang tersedia di masing-masing puskesmas.8 Upaya
kesehatan pengembangan dipilih dari daftar upaya kesehatan pokok
puskesmas yang telah ada, yakni:
1) Upaya kesehatan sekolah
2) Upaya kesehatan olahraga
3) Upaya kesehatan kesehatan masyarakat
4) Upaya kesehatan kerja
5) Upaya kesehatan gigi dan mulut
6) Upaya kesehatan jiwa
7) Upaya kesehatan mata
8) Upaya kesehatan usia lanjut
9) Upaya pembinaan pengobatan tradisional
b. Upaya Kesehatan Perorangan
Upaya kesehatan perseorangan tigkat pertama dilaksanakan sesuai
dengan standar prosedur operasional dan standar pelayanan dalam bentuk
17

rawat jalan, pelayanan gawat darurat, pelayanan satu hari, home care,
dan/atau rawat inap berdasarkan pertimbangan kebutuhan pelayanan
kesehatan.8
10. Kedudukan Puskesmas
Kedudukan puskesmas dibedakan menurut keterkaitannya dengan
Sistem Kesehatan Nasional (SKN), sistem kesehatan kabupaten atau kota
dan sistem pemerintah daerah.9
a. Sistem Kesehatan Nasional
Kedudukan puskesmas dalam Sistem Kesehatan Nasional adalah
sebagai sarana pelayanan kesehatan strata pertama yang
bertanggungjawab menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan
upaya kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya.
b. Sistem Kesehatan Kabupaten atau Kota
Kedudukan puskesmas dalam Sistem Kesehatan Kabupaten atau
Kota adalah sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten
atau Kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan sebagian tugas
pembangunan kesehatan kabupaten atau kota di wilayah kerjanya.
c. Sistem Pemerintah Daerah
Kedudukan puskesmas dalam Sistem Pemerintah Daerah adalah
sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota
yang merupakan unit struktural Pemerintah Daerah Kabupaten atau Kota
bidang kesehatan di tingkat kecamatan.
d. Antar Sarana Pelayanan Kesehatan Strata Pertama
Wilayah kerja puskesmas terdapat berbagai organisasi pelayanan
kesehatan strata pertama yang dikelola oleh lembaga masyarakat dan
swasta seperti praktik dokter, praktik dokter gigi, praktik bidan,
poliklinik, dan balai kesehatan masyarakat terdapat di wilayah kerja
puskesmas. Kedudukan puskesmas di antara berbagai sarana pelayanan
kesehatan strata pertama ini adalah sebagai mitra. Pada wilayah kerja
puskesmas terdapat pula berbagai bentuk upaya kesehatan berbasis dan
bersumber daya masyarakat seperti Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu)
18

atau Pondok Bersalin Desa (Polindes). Kedudukan puskesmas di antara


berbagai sarana pelayanan kesehatan berbasis dan bersumberdaya
masyarakat adalah sebagai pembina.8
B. Kehamilan Risiko Tinggi
1. Definisi
Kehamilan risiko tinggi adalah suatu kehamilan di mana jiwa dan
kesehatan ibu serta janin atau bayi yang dilahirkan terancam. Setiap
kehamilan dengan adanya faktor risiko tertentu akan menyebabkan ibu
dan bayi menghadapi morbiditas dan mortalitas yang tinggi selama
kehamilan, saat persalinan, dan setelah melahirkan (nifas). Untuk
menentukan suatu kehamilan memiliki risiko tinggi, dilakukan penilaian
terhadap ibu hamil apakah dia memiliki keadaan atau ciri-ciri yang
menyebabkan diri sendiri maupun janin lebih rentan terhadap penyakit
atau kematian. Faktor risiko bisa memberikan suatu angka yang sesuai
dengan beratnya risiko.6
2. Faktor Risiko Sebelum Kehamilan
Sebelum hamil, seorang wanita bisa memiliki suatu keadaan yang
dapat meningkatkan risiko selama kehamilan. Jika seorang wanita
mengalami masalah pada kehamilan lalu, maka risiko untuk mengalami hal
serupa pada kehamilan yang akan datang adalah lebih besar.10
a. Karakteristik Ibu
Usia wanita memengaruhi risiko kehamilan. Anak perempuan
berusia kurang dari 16 tahun lebih rentan terhadap terjadinya
preeklamsi (suatu keadaan yang ditandai dengan tekanan darah tinggi,
protein dalam air kemih, dan penimbunan cairan selama kehamilan)
dan eklamsi (kejang akibat preeklamsi). Wanita kurang dari 16 tahun
juga lebih mungkin melahirkan bayi dengan berat badan rendah atau
bayi kurang gizi. Risiko kehamilan pada ibu yang terlalu muda
biasanya timbul karena belum siap secara psikis maupun fisik. Secara
psikis, umumnya remaja belum siap menjadi ibu. Kondisi psikis yang
tidak sehat ini dapat membuat kontraksi selama proses persalinan
19

sehingga kemungkinan operasi sesar menjadi lebih besar. Risiko fisik


pun tak kalah berpengaruh karena beberapa organ reproduksi remaja
putri, seperti rahim, belum cukup matang untuk menanggung beban
kehamilan. Kurangnya persiapan untuk hamil juga dikaitkan dengan
defisiensi asam folat dalam tubuh. Akibat kurangnya asam folat, janin
dapat menderita spina bifida atau anensefalus.11
Risiko kehamilan yang akan dihadapi pada primigravida tua
hampir mirip dengan primigravida muda. Hanya saja, karena faktor
kematangan fisik yang dimiliki, maka ada beberapa risiko yang akan
berkurang pada primigravida tua, seperti menurunnya risiko cacat
janin yang disebabkan kekurangan asam folat. Risiko kelainan letak
janin juga berkurang karena rahim ibu pada usia ini sudah matang.
Bahaya yang mengancam primigravida tua justru berkaitan dengan
fungsi organ reproduksi di atas usia 35 tahun yang sudah menurun
sehingga bisa mengakibatkan perdarahan pada saat proses persalinan
atau terjadi preeklamsia.12
Hal yang patut dipertimbangkan adalah meningkatnya risiko
kelainan sindrom down pada janin, yaitu sebuah kelainan kombinasi
dari retardasi mental dan abnormalitas bentuk fisik yang disebabkan
karena kelainan kromosom.12 Pada kehamilan di bawah usia 30 tahun
kemungkinan adanya sindrom down hanya 1:1600, tapi di atas 35
tahun menjadi 1:600, dan di usia 40 tahun menjadi 1:160. Peningkatan
beberapa kali lipat ini dikarenakan perubahan kromosom akibat usia
ibu yang semakin tua. Pada wanita hamil yang berusia lebih dari 35
tahun bisa dilakukan pemeriksaan cairan ketuban (amniosentesis)
untuk menilai kromosom janin. Pada usia tersebut pun wanita hamil
lebih rentan terhadap tekanan darah tinggi, diabetes atau obesitas, dan
keadaan medis lainnya.11
. Seorang wanita yang pada saat tidak hamil memiliki berat
badan kurang dari 50 kg, lebih mungkin melahirkan bayi yang lebih
kecil dari usia kehamilan (KMK, kecil masa kehamilan). Jika kenaikan
20

berat badan selama kehamilan kurang dari 7,5 kg, maka risikonya
meningkat sampai 30%. Sebaliknya, seorang wanita gemuk lebih
mungkin melahirkan bayi besar. Obesitas juga menyebabkan
peningkatan risiko terjadinya diabetes dan tekanan darah tinggi selama
kehamilan. Seorang wanita yang memiliki tinggi badan kurang dari
145 cm lebih mungkin memiliki panggul sempit. Selain itu, wanita
tersebut juga memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami
persalinan prematur dan melahirkan bayi yang sangat kecil.13
b. Riwayat kehamilan sebelumnya
Seorang wanita yang pernah tiga kali berturut-turut mengalami
keguguran pada trimester pertama memiliki risiko sebesar 35% untuk
mengalami keguguran lagi. Keguguran juga lebih mungkin terjadi
pada wanita yang pernah melahirkan bayi yang sudah meninggal pada
usia kehamilan 4-8 minggu atau pernah melahirkan bayi prematur.5
Sebaiknya seorang wanita yang pernah mengalami keguguran
menjalani pemeriksaan sebagai berikut;
1) Kelainan kromosom atau hormon
2) Kelainan struktur rahim atau leher rahim
3) Penyakit jaringan ikat (misalnya lupus)
4) Reaksi kekebalan pada janin (biasanya ketidaksesuaian Rh).
Jika penyebab terjadinya keguguran diketahui, maka dilakukan
tindakan pengobatan. Sedangkan kematian di dalam kandungan atau
kematian bayi baru lahir bisa terjadi akibat; (1) kelainan kromosom
pada bayi, (2) diabetes, (3) penyakit ginjal atau pembuluh darah
menahun, (4) tekanan darah tinggi, dan (5) penyalahgunaan obat.14
Seorang wanita yang pernah melahirkan bayi prematur memiliki
risiko yang lebih tinggi untuk melahirkan bayi prematur pada
kehamilan berikutnya. Seorang wanita yang pernah melahirkan bayi
dengan berat badan kurang dari 1,5 kg memiliki risiko sebesar 50%
untuk melahirkan bayi prematur pada kehamilan berikutnya. Jika
seorang wanita pernah melahirkan bayi dengan berat badan lebih dari
21

4 kg, mungkin dia menderita diabetes. Jika selama kehamilan seorang


wanita menderita diabetes, maka risiko terjadinya keguguran atau
risiko kematian ibu maupun bayinya meningkat.12,14
Pemeriksaan kadar gula darah dilakukan pada wanita hamil
ketika memasuki usia kehamilan 20-28 minggu. Seorang wanita yang
telah mengalami kehamilan sebanyak lebih dari enam kali mungkin
dapat mengalami13:
1) Lemahnya kontraksi pada saat persalinan.
2) Perdarahan setelah persalinan.
3) Persalinan yang cepat dan bisa menyebabkan peningkatan risiko
perdarahan vagina yang berat
4) Plasenta previa
Seorang wanita yang pernah mengalami preeklamsi atau eklamsi
kemungkinan akan mengalaminya lagi pada kehamilan berikutnya,
terutama jika wanita tersebut juga menderita tekanan darah tinggi
menahun. Jika seorang wanita pernah melahirkan bayi dengan
kelainan genetik atau cacat bawaan, biasanya sebelum merencanakan
kehamilan berikutnya dilakukan analisa genetik pada bayi dan kedua
orangtuanya.15
c. Kelainan struktur
Kelainan struktur pada organ reproduksi wanita bisa
meningkatkan risiko terjadinya keguguran. Untuk mengetahui adanya
kelainan struktur, bisa dilakukan pembedahan diagnostik atau
pemeriksaan Ultrasonografi (USG).15
d. Keadaan kesehatan
Keadaan kesehatan tertentu pada wanita hamil bisa
membahayakan ibu dan bayi, antara lain; (1) hipertensi, (2) penyakit
ginjal, (3) diabetes, (4) payah jantung, (5) TBC paru, (6) penyakit
tiroid, atau (7) kelainan pembekuan darah.13
e. Riwayat keluarga
Riwayat adanya penyakit keturunan di keluarga baik dari pihak
22

ibu maupun ayah menyebabkan kemungkinan terjadinya kelainan


yang sama pada bayi.14
3. Manajemen Kebidanan
Menurut Helen Varney pada tahun 1997, manajemen kebidanan
adalah proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk
mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah,
penemuan-penemuan, ketrampilan dalam rangkaian atau tahapan yang logis
untuk pengambilan suatu keputusan yang berfokus pada pasien.15 Proses
manajemen kebidanan sesuai dengan standar terdiri atas:
a. Mengumpulkan dan memperbaharui data yang lengkap dan relevan
secara sistematis melalui pengkajian yang komprehensif terhadap
kesehatan setiap pasien, termasuk mengkaji riwayat kesehatan dan
melakukan pemeriksaan fisik.
b. Mengidentifikasi masalah dan membuat diagnosis berdasar interpretasi
data dasar.
c. Mengidentifikasi kebutuhan terhadap asuhan kesehatan dalam
menyelesaikan masalah dan merumuskan tujuan asuhan kesehatan
bersama pasien.
d. Memberi informasi dan dukungan kepada pasien sehingga mampu
membuat keputusan dan bertanggungjawab terhadap kesehatannya.
e. Membuat rencana asuhan yang komprehensif bersama pasien.
f. Secara pribadi, bertanggungjawab terhadap implementasi rencana
individual.
g. Melakukan konsultasi perencanaan, melaksanakan manajemen dengan
berkolaborasi, dan merujuk pasien untuk mendapat asuhan selanjutnya.
h. Merencanakan manajemen terhadap komplikasi dalam situasi darurat
jika terdapat penyimpangan dari keadaan normal.
i. Melakukan evaluasi bersama pasien terhadap pencapaian asuhan
kesehatan dan merevisi rencana asuhan sesuai dengan kebutuhan.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam manajemen kebidanan
adalah sebagai berikut15 :
23

a. Langkah I : Pengumpulan Data Dasar


1) Riwayat kesehatan
2) Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhannya
3) Meninjau catatan terbaru atau catatan sebelumnya
4) Meninjau data laboratorium dan membandingkan dengan hasil studi
b. Langkah II : Interpretasi Data Dasar
Standar nomenklatur diagnosis kebidanan :
1) Diakui dan telah disahkan oleh profesi
2) Berhubungan langsung dengan praktik kebidanan
3) Memiliki ciri khas kebidanan
4) Didukung oleh clinical judgement dalam praktik kebidanan
5) Dapat diselesaikan dengan pendekatan manajemen kebidanan
c. Langkah III : Mengidentifikasi Diagnosis atau Masalah Potensial
Dalam langkah ini bidan dituntut untuk dapat mengidentifikasi masalah
dan diagnosa potensial terlebih dahulu baru setelah itu menentukan
antisipasi yang dapat dilakukan.
d. Langkah IV : Menetapkan Kebutuhan yang Perlu Penanganan Segera
Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter dan
untuk dikonsultasikan/ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan
yang lain sesuai kondisi pasien. Langkah keempat mencerminkan
kesinambunagan dari proses manajemen kebidanan. Data baru perlu
dikumpulkan dan dievaluasi. Beberapa data mungkin mengindikasikan
situasi yang gawat di mana bidan harus bertindak segera untuk
kepentingan keselamatan jiwa ibu atau anak.
e. Langkah V : Merencanakan Asuhan yang Menyeluruh
Tidak hanya meliputi apa yang sudah teridentifikasi dari kondisi klien,
tapi juga dari kerangka pedoman antisipasi terhadap klien (apakah
dibutuhkan penyuluhan, konseling, dan apakah perlu merujuk klien bila
ada masalah-masalah yang berkaitan dengan sosial-ekonomi,
kultural/masalah psikologis. Dalam perencanaan ini apa yang
24

direncanakan harus disepakati klien, harus rasional, benar-benar valid


berdasar pengetahuan dan teori yang up to date.
f. Langkah VI : Melaksanakan Perencanaan
1) Bisa dilakukan oleh bidan, klien, keluarga klien, maupun tenaga
kesehatan yang lain.
2) Bidan bertanggungjawab untuk mengarahkan pelaksanaan asuhan
bersama yang menyeluruh.
g. Langkah VII : Evaluasi
Evaluasi efektifitas dari asuhan yang telah dilakukan meliputi
pemenuhan kebutuhan akan bantuan apa yang benar-benar telah
terpenuhi sesuai dengan sebagaimana telah diidentifikasi di dalam
masalah dan diagnosa. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika
memang benar efektif dalam pelaksanaannya.
Manajemen kebidanan pada saat kunjungan rumah mengacu pada
prinsip komunikasi yang harus terjalin baik dengan pasien maupun
keluarga yang berada di rumah agar ikut serta dalam membantu
kesejahteraan kesehatan ibu hamil.15 Dalam melakukan komunikasi
dengan keluarga ibu hamil, bidan perlu memerhatikan lawan yang sedang
diajak berbicara. Isi pesan yang disampaikan pada masing-masing anggota
keluarga dapat berbeda satu sama lain tergantung kedudukan/ posisinya
terhadap ibu hamil. Misalnya pesan yang disampaikan kepada suami akan
sama sekali berbeda dengan pesan yang diberikan kepada sang anak terkait
kesiapan dalam menghadapi risiko tinggi ibu hamil dan risiko persalinan.
Berikut beberapa contoh edukasi mengenai konteks pesan yang
perlu disampaikan kepada pihak keluarga, baik suami, anak, maupun
orangtua ibu hamil.
a. Suami ibu hamil harus dipersiapkan untuk menjadi ‘suami siaga’
“Bapak, kondisi kehamilan Ibu saat ini sedang dalam pengawasan
ketat karena termasuk pada kehamilan risiko tinggi, yang artinya dapat
menyebabkan terjadinya bahaya dan komplikasi pada Ibu maupun janin
dalam kandungan. Bapak di sini harus siap berperan sebagai suami
25

siaga yang tanggap terhadap istri Bapak. Jika sewaktu-waktu Ibu


mengeluhkan suatu hal yang tidak seperti biasanya, misal terjadi
perdarahan, Bapak harus segera menghubungi bidan. Bila perlu
langsung dibawa ke puskesmas atau rumah sakit terdekat agar
mendapat penanganan lebih lanjut.”
b. Anak ibu hamil harus diberi pengertian agar tidak terlalu manja pada
ibunya
“Kak, Ibu ini kan sedang hamil, di dalam perut Ibu ada calon adek
bayi. Kakak supaya jadi anak yang baik dan berbakti, tolong bantu Ibu,
ya? Caranya Kakak harus bisa mandiri, setelah main langsung
dibereskan sendiri, tidak boleh rewel. Jangan terlalu manja juga sama
Ibu, karena Ibu harus menjaga tubuh biar Ibu dan adek bayi di dalam
kandungan tetap sehat.”
c. Orangtua ibu hamil diberitahu agar dapat membantu meringankan
pekerjaan rumah
“Nek, kehamilan Ibu sedang dalam keadaan yang kurang stabil. Ibu
mengalami kehamilan risiko tinggi di mana kehamilan ini dapat
mengancam kesehatan Ibu dan janin. Ibu membutuhkan istirahat yang
cukup dan harus banyak mengurangi aktifitas. Jadi Nenek bisa ikut
bantu-bantu sedikit mengerjakan pekerjaan rumah, baik itu menyapu,
memasak, atau yang masih mampu Nenek kerjakan. Tolong
kerjasamanya supaya kondisi kesehatan Ibu dan janin tetap terjaga
dengan baik.”
C. Mutu Pelayanan Puskesmas
1. Pengertian Mutu
Mutu pelayanan kesehatan adalah derajat kesempurnaan pelayanan
akan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar profesi dan standar
pelayanan dengan menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di
rumah sakit atau puskesmas secara wajar, efisien dan efektif serta diberikan
secara aman dan memuaskan norma, etika, hukum, dan sosial budaya
26

dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah dan


masyarakat konsumen.16
2. Batasan Mutu Pelayanan
a. Derajat kepuasan pasien yaitu kepuasan bersifat umum yakni sesuai
dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk.16
b. Upaya yang telah dilakukan yaitu batasan untuk melindungi kepentingan
pemakai jasa pelayanan kesehatan, yang pada umumnya awam terhadap
tindakan kedokteran, ditetapkanlah upaya yang dilakukan tersebut harus
sesuai dengan kode etik serta standar pelayanan profesi.16,17
3. Komponen Mutu Pelayanan Kesehatan
Terdapat lima faktor pokok yang berperan penting dalam menentukan
keberhasilan manajemen mutu pelayanan kesehatan, yaitu17:
a. Masukan (input)
Input (masukan) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan untuk dapat
melaksanakan pekerjaan manajemen, seperti komitmen, prosedur, serta
kebijakan sarana dan prasarana fasilitas pelayanan.
b. Proses (process)
Proses (process) adalah langkah yang harus dilakukan untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan.
c. Keluaran (output)
Output adalah hasil dari suatu pekerjaan manajemen.
d. Hasil (outcome)
Hasil (outcome) merupakan hasil dari suatu proses manajemen.
e. Dampak (impact)
Dampak (impact) adalah akibat yang ditimbulkan oleh output.Untuk
manajemen kesehatan dampak yang diharapkan adalah untuk
meningkatkan derajat kesehatan.
4. Dimensi-Dimensi Mutu Kualitas Pelayanan
Kualitas pelayanan sesuai dengan metode SERVQUAL (Service
Quality) ada lima, yaitu18:
27

a. Bukti kualitas pelayanan (Tangibles) meliputi keadaan fisik, misalnya


kebersihan ruang tunggu, kamar periksa, kamar mandi, peralatan medis
dan non medis, serta kerapian petugas kesehatan.
b. Kehandalan pelayanan (Reliability) untuk memberikan pelayanan yang
dijanjikan dengan segera dan memuaskan, misalnya kecekatan dalam
memberikan pelayanan, ketersediaan petugas, dan ketepatan waktu
pelayanan.
c. Daya tanggap pelayanan (Responsiveness) yaitu keinginan para petugas
dalam memberikan pelayanan kepada pasien dengan tanggap, cepat dan
tepat, misalnya menanggapi keluhan pasien atau membantu
menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien.
d. Jaminan pelayanan (Assurances) yang mencakup kemampuan,
keterampilan, kesopanan dan kejujuran, bebas dari bahaya, risiko atau
keragu-raguan dalam bertindak.
e. Sikap empati petugas (Emphaty) yaitu kemudahan dalam melakukan
komunikasi, perhatian, keramahan, dan memahami kebutuhan pasien.
5. Faktor yang Memengaruhi Mutu Pelayanan
Beberapa faktor yang dapat memengaruhi mutu pelayanan kesehatan,
antara lain16,17:
a. Kompetensi teknik (Technical Competence)
b. Akses terhadap pelayanan (acces to service)
c. Efektifitas pelayanan (Effectiveness)
d. Hubungan antar manusia (Interpersonal relations)
e. Kelangsungan pelayanan (Continuity of care)
f. Keamanan pelayanan (Safety)
g. Kenyamanan pelayanan (Amenities) dan
h. Ketepatan waktu (Timeless)
6. Prinsip Perbaikan Mutu
a. Jaminan mutu berorientasi pada pemenuhan harapan dan kebutuhan
pelanggan (pasien) dan masyarakat.
b. Jaminan mutu berfokus pada sistem dan proses.
28

c. Jaminan mutu menggunakan data untuk menganalisis proses pemberian


pelayanan.
d. Jaminan mutu mendorong diterapkannya pendekatan tim untuk
pemecahan masalah dan perbaikan mutu yang berkesinambungan.
7. Ruang Lingkup Kegiatan
Ruang lingkup kegiatan dalam mutu pelayanan kesehatan adalah
sebagai berikut18:
a. Membangun kesadaran mutu
Merupakan upaya penggeseran cara pandang peran dan fungsi
organisasi pelayanan kesehatan yang biasa dilakukan menjadi
pelayanan yang sesuai standar.
d. Pembentukan tim jaminan mutu
Tim jaminan mutu dapat terdiri dari sub tim pembuat standart, sub tim
pelaksana dan sub tim penilai kepatuhan terhadap standar dan evaluasi.
e. Pembuatan alur kerja dan standar pelayanan
Alur pelayanan di tempel di dinding agar mudah diketahui dan sebagai
petunjuk jalan bagi pasien maupun pengunjung unit pelayanan
kesehatan.
l. Penilaian kepatuhan terhadap standar
Dibutuhkan daftar tilik untuk mengukur kelengkapan sarana dan
prasarana, pengetahuan pemberi pelayanan, standar kompetensi teknis
petugas dan persepsi penerima pelayanan.
m. Penyampaian hasil kerja
Data temuan diolah dan dianalisa kemudian di sajikan di lokakarya mini
jika nilai dibawah 80% maka keadaan ini perlu diperbaiki dengan
melakukan intervensi terhadap rendahnya tingkat kepatuhan terhadap
standar.
n. Survei pelanggan
Dilakukan dengan metode survei pada pasien atau pasien.
o. Penyusunan rencana kegiatan menggunakan siklus problem solving.
29

Analisis Penyebab
Masalah
Alternatif
Pemecahan Masalah
Prioritas
Masalah
Keadaan yang
Pengambilan
diharapkan
Keputusan

Masalah-
masalah v
Rencana
Keadaan yang Pelaksanaan
nyata Evaluasi
a. Pengawasan
b. Pengendalian Penyusunan dan
c. Penilaian Pelaksanaan

Gambar 2.1 Siklus Problem Solving

8. Analisis Penyebab Masalah pada Manajemen Mutu


Permasalahan yang dapat timbul pada mutu pelayanan kesehatan di
puskesmas dapat dibedakan menjadi dua, yaitu17:
a. Simple problem (masalah sederhana)
Berikut adalah ciri-ciri masalah pada simple problem:
1) Kecil
2) Berdiri sendiri
3) Tidak ada hubungan dengan masalah lain
4) Tidak mengandung konsekuensi yang besar
5) Pemecahan tidak memerlukan pemikiran yang luas, di mana
pemecahannya dilakukan secara individual oleh pimpinan atas dasar
instuisi, pengalaman, kebiasaan dan fakta yang sederhana.
Pada simple problem masalah yang didapat dari perbandingan antara
Standar Operasional Prosedur (SOP) dengan kenyataan yang ada yang
dilakukan petugas dalam pelayanan di puskesmas.
b. Complex problem (masalah rumit)
Berikut adalah ciri-ciri pada masalah complex problem:
30

1) Masalahnya besar
2) Tidak berdiri sendiri
3) Saling berkaitan denganmasalah lain
4) Mengandung konsekuensi yang besar
5) Pemecahannya memerlukan pemikiran luas, dimana pemecahannya
dilakukan secara tim, pimpinan dibantu staf.9
D. Standar Operasional Prosedur (SOP)
1. Pengertian
Standar Operasional Prosedur (SOP) adalah suatu standar atau
pedoman tertulis yang dipergunakan untuk mendorong dan menggerakkan
suatu kelompok untuk mencapai tujuan organisasi. Menurut Depkes RI,
SOP adalah suatu prosedur tetap yang merupakan tata atau tahapan yang
harus dilalui dalam suatu proses kerja, untuk mempertahankan tingkat
penampilan atau kondisi tertentu sehingga sesuatu kegiatan dapat
diselesaikan secara efektif dan efisien.10
2. Tujuan SOP
a. Agar petugas menjaga konsistensi dan tingkat kinerja petugas atau tim
dalam organisasi atau unit.
b. Agar mengetahui dengan jelas peran dan fungsi tiap-tiap posisi dalam
suatu organisasi.
c. Memperjelas alur tugas, wewenang, dan tanggung jawab dari petugas.
d. Melindungi organisasi dan staf dari malpraktik atau kesalahan
administrasi lainnya.
e. Untuk menghindari kegagalan maupun kesalahan, keraguan, duplikasi,
dan inefisiensi.
3. Fungsi SOP
a. Memperlancar tugas petugas atau tim.
b. Sebagai dasar hukum bila terjadi penyimpangan.
c. Mengetahui dengan jelas hambatan-hambatan dan mudah dilacak.
d. Mengarahkan petugas untuk sama-sama disiplin dalam bekerja.
e. Sebagai pedoman dalam melaksanakan tugas rutin.
31

4. Keuntungan adanya SOP


a. SOP yang baik akan menjadi pedoman bagi pelaksana, menjadi alat
komunikasi dan pengawasan dan menjadikan pekerjaan diselesaikan
secara konsisten.
b. Para pegawai akan lebih memiliki percaya diri dalam bekerja dan tahu
apa yang harus dicapai dalam setiap pekerjaan.
5. Prinsip-prinsip SOP
a. Harus ada pada setiap kegiatan pelayanan.
b. Bisa berubah sesuai perubahan standar profesi atau perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta peraturan yang berlaku.
c. Memuat segala indikasi dan syarat-syarat yang harus dipenuhi pada
setiap upaya.
d. Harus didokumentasikan.
E. Indeks Kepuasan Masyarakat
Kepuasan masyarakat merupakan faktor yang sangat penting dan
menentukan keberhasilan suatu badan usaha karena masyarakat adalah
konsumen dari produk yang dihasilkannya.20 Indeks Kepuasan Masyarakat
(IKM) adalah data dan informasi tentang tingkat kepuasan masyarakat yang
diperoleh dari hasil pengukuran secara kuantitatif dan kualitatif atas pendapat
masyarakat dalam memperoleh pelayanan dari aparatur penyelenggara
pelayanan publik dengan membandingkan antara harapan dan kebutuhannya.
Ruang lingkup survei kepuasan masyarakat dalam peraturan ini, meliputi:20
1. Persyaratan
Persyaratan adalah syarat yang harus dipenuhi dalam pengurusan suatu
jenis pelayanan, baik persyaratan teknis maupun administratif.
2. Prosedur
Prosedur adalah tata cara pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan
penerima pelayanan, termasuk pengaduan.
3. Waktu pelayanan
Waktu pelayanan adalah jangka waktu yang diperlukan untuk
menyelesaikan seluruh proses pelayanan dari setiap jenis pelayanan.
32

4. Biaya/Tarif
Biaya/tarif adalah ongkos yang dikenakan kepada penerima layanan dalam
mengurus dan memperoleh pelayanan dari penyelenggara yang besarnya
ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara penyelenggara dan masyarakat.
5. Produk spesifikasi jenis pelayanan
Produk spesifikasi jenis pelayanan adalah hasil pelayanan yang diberikan
dan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Produk
pelayanan ini merupakan hasil dari setiap spesifikasi jenis pelayanan.
6. Kompetensi Pelaksana
Kompetensi pelaksana adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh
pelaksana meliputi pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan pengalaman.
7. Perilaku Pelaksana
Perilaku Pelaksana adalah sikap petugas dalam memberikan pelayanan.
8. Penanganan Pengaduan, Saran dan Masukan
Penanganan pengaduan, saran dan masukan adalah tata cara pelaksanaan
penanganan pengaduan dan tindak lanjut.
9. Sarana dan Prasarana
Sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat dalam
mencapai maksud dan tujuan. Prasarana adalah segala sesuatu yang
merupakan penunjang utama terselenggaranya suatu proses (usaha,
pembangunan, proyek). Sarana digunakan untuk benda yang bergerak
(komputer, mesin) dan prasarana untuk benda yang tidak bergerak
(gedung).
Menentukan nilai Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) dihitung sesuai
langkah-langkah sebagai berikut21:
a) Nilai masing-masing unsur pelayanan dijumlahkan (ke bawah) sesuai
dengan jumlah responden yang menjawab, kemudian untuk
mendapatkan nilai rata-rata per unsur pelayanan, jumlah nilai dibagi
jumlah responden yang menjawab.
33

b) Untuk mendapat nilai rata-rata tertimbangan per unsur pelayanan, jumlah


nilai rata-rata per unsur pelayanan dikali 0.11 sebagai nilai bobot rata-
rata tertimbang.
c) Untuk mendapat nilai indeks pelayanan dengan cara menjumlahkan 9
unsur dari nilai rata-rata tertimbangan.
d) Untuk memudahkan interpretasi terhadap penilaian IKM antara 25-100,
maka hasil nilai indeks pelayanan dikonversikan dengan nilai dasar 25.
Pedoman menentukan kinerja unit pelayanan berdasarkan IKM tercantum
dalam tabel berikut:
Tabel 2.1 Nilai persepsi, interval IKM, interval konversi IKM, mutu pelayanan dan
kerja unit pelayanan
Nilai Nilai Interval Nilai Interval Mutu Kinerja Unit
Persepsi IKM Konversi IKM pelayanan Pelayanan
1 1,00 – 2,5996 25 – 64,99 D Tidak Baik

2 2,60 – 3,064 65,00 – 76,600 C Kurang Baik

3 3,0644 - 3,532 76,61 – 88,30 B Baik

4 3,5324 - 4,00 88,31 – 100,00 A Sangat Baik

F. Media Edukasi
1. Latar Belakang Pembuatan Media Edukasi
Komunikasi adalah proses yang menyangkut hubungan manusia
dengan lingkungan sekitarnya, sehingga komunikasi menjadi kegiatan
yang tidak relevan apabila tanpa lingkungan. Dalam berkomunikasi,
manusia memerlukan suatu media.22 Media komunikasi adalah semua
sarana yang dipergunakan untuk memproduksi, mereproduksi,
mendistribusikan atau menyebarkan, dan menyampaikan informasi.
Proses pengiriman informasi di zaman keemasan ini sangat canggih.
Teknologi telekomunikasi paling dicari untuk menyampaikan atau
mengirimkan informasi karena teknologi telekomunikasi semakin
berkembang, cepat, tepat, akurat, mudah, murah, efektif, dan efisien.
Berbagi informasi antar benua dan negara di belahan dunia manapun
menjadi semakin mudah.22,23
34

2. Tujuan Pembuatan Media Edukasi


a. Tujuan Umum
Pembuatan media edukasi diharapkan dapat membantu petugas dalam
melakukan tugasnya sesuai dengan SOP yang berlaku.
b. Tujuan Khusus
1) Media dapat mempermudah penyampaian informasi.
2) Media dapat menghindari kesalahan persepsi.
3) Media dapat memperjelas informasi.
4) Media dapat mempermudah pengertian.
5) Media dapat mengurangi komunikasi yang verbalistis.
6) Media dapat menampilkan objek yang bisa ditangkap mata.
7) Media dapat memperlancar komunikasi.
c. Proses Komunikasi
Proses komunikasi memenuhi enam unsur, yaitu22:
1) Reference, stimulus yang memotivasi seseorang untuk
berkomunikasi dengan orang lain yang dapat berupa pengalaman,
ide, atau tindakan.
2) Pengirim atau komunikator, dapat berupa perorangan atau
kelompok.
3) Pesan atau informasi yang dikirimkan, dapat berupa kata-kata,
gerakan tubuh atau ekspresi wajah.
4) Media / alat atau sarana yang dipilih pengirim untuk
menyampaikan pesan pada penerima/sasaran.
5) Penerima sasaran yaitu kepada siapa pesan yang ingin
disampaikan tersebut dituju.
6) Umpan balik yaitu berupa reaksi dari sasaran terhadap pesan yang
disampaikan.
3. Macam-Macam Media Edukasi
Media edukasi dalam penyuluhan kesehatan adalah media yang
digunakan untuk menyampaikan pesan kesehatan supaya mempermudah
penerimaan pesan bagi masyarakat yang dituju.23 Media penyuluhan
35

kesehatan dikatakan baik apabila dapat memberikan informasi kesehatan


sesuai tingkat penerimaan sasaran, sehingga sasaran mau dan mampu
mengubah perilaku sesuai dengan pesan yang disampaikan. Terdapat dua
jenis media edukasi, yakni media cetak dan media elektronik.23
Media cetak yaitu suatu media statis yang mengutamakan pesan-
pesan visual, biasanya terdiri dari gambaran sejumlah kata atau gambar
dalam tata warna. Beberapa kelebihan media cetak antara lain tahan lama,
mencakup banyak orang, biaya rendah, dapat dibawa kemana-mana, tidak
perlu listrik, mempermudah pemahaman, dan dapat meningkatkan gairah
belajar.23 Media cetak memiliki kelemahan, yaitu tidak dapat menstimulir
efek gerak dan efek suara, serta mudah terlipat. Media cetak terdiri dari :
a. Booklet, suatu media untuk menyampaikan pesan dalam bentuk buku
berupa tulisan dan gambar (lebih dominan) yang membentuk buku kecil
setebal 10-25 halaman dan paling banyak 50 halaman. Booklet ini
dimaksudkan untuk memengaruhi pengetahuan dan keterampilan
sasaran pada tahapan menilai, mencoba, dan menerapkan.21
b. Leaflet, suatu bentuk penyampaian informasi melalui lembar yang
dilipat. Sama halnya dengan pamflet, keduanya merupakan barang
cetakan yang dibagikan kepada sasaran. Perbedaan dari keduanya yaitu;
leaflet berupa selembar kertas yang dilipat menjadi dua (4 halaman),
sedangkan pamflet dilipat menjadi 3 (6 halaman) atau lebih. Leaflet dan
pamflet lebih banyak berisikan tulisan daripada gambar dan keduanya
ditujukan kepada sasaran untuk memengaruhi pengetahuan dan
keterampilannya pada tahapan minat, menilai, dan mencoba.22
c. Flyer, suatu bentuk informasi yang berisi kalimat atau gambar maupun
kombinasi keduanya. Flyer dibagikan oleh penyuluh secara langsung
kepada sasaran, disebarkan ke jalan raya, atau disebarkan dari udara
melalui helikopter. Alat peraga ini dimaksudkan untuk menumbuhkan
kesadaran dan minat sasaran. Media flyer berisi informasi yang dapat
dimanfaatkan oleh sasaran pada tahapan menilai dan mencoba.22
36

d. Flipchart, suatu media penyampaian pesan atau informasi dalam


bentuk lembar balik berisi gambar dan di baliknya berisi pesan yang
berkaitan dengan gambar tersebut. Flipchart merupakan sekumpulan
poster pada lembaran kertas karton yang digabungkan menjadi satu.
Masing-masing terdiri dari pesan terpisah yang jika digabungkan akan
menjadi satu kesataun yang dapat disampaikan secara utuh. Flipchart
dimaksudkan untuk memengaruhi sikap, pengetahuan, dan juga
keterampilan sasaran. Akan tetapi, karena biasa digunakan dalam
pertemuan kelompok, alat peraga ini lebih efektif disediakan bagi
sasaran pada tahapan minat, menilai, dan mencoba. 22,23
e. Rubrik, tulisan pada surat kabar mengenai bahasan suatu masalah.22
f. Poster, bentuk media cetak berisi pesan yang biasanya ditempel pada
tempat umum dengan ukuran yang relatif besar. Berbeda dengan
placard yang banyak berisikan tulisan, poster justru lebih banyak berisi
gambar. Keduanya dimaksudkan untuk memengaruhi perasaan/ sikap
dan pengalaman pada tahapan sadar dan minat. 23
g. Foto yang mengungkap informasi merupakan alat peraga yang
bertujuan untuk mengenalkan inovasi atau menunjukkan bukti-bukti
keberhasilan/keunggulan suatu inovasi yang ditawarkan. Foto ini
dimaksudkan agar dapat memengaruhi sikap dan pengetahuan sasaran
pada tahapan sadar, minat, dan menilai. 22,23
Selain media cetak, penyampaian informasi kesehatan dapat pula
dilakukan melalui media elektronik, yaitu suatu media yang bergerak dan
dinamis, dapat dilihat dan didengar melalui alat bantu elektronika. Seperti
halnya media cetak, media elektronik ini memiliki kelebihan, antara lain;
lebih mudah dipahami, lebih menarik, sudah dikenal masyarakat, bertatap
muka, mengikutsertakan seluruh panca indera, penyajiannya dapat
dikendalikan dan diulang-ulang, serta jangkauannya lebih luas.
Kelemahan dari media ini adalah biaya yang lebih tinggi, sedikit rumit,
dan perlu listrik dan alat canggih untuk produksinya. Adapun macam
media elektronik, misalnya televisi, radio, video, slide, dan film.23
37

Media luar ruang yaitu media penyampaian pesan yang ditempatkan


di luar ruangan/tempat terbuka (publik). Kelebihan dari media ini adalah
lebih mudah dipahami, lebih menarik, dan jangkauannya relatif besar.
Kelemahan dari media ini adalah biaya lebih tinggi, sedikit rumit, perlu
alat canggih untuk produksinya, persiapan matang, peralatan selalu
berkembang dan berubah, memerlukan keterampilan penyimpanan dan
keterampilan untuk mengoperasikannya. Misalnya; pameran, banner, TV
layar lebar, spanduk, dan papan reklame.23
G. Kerangka Teori
PUSKESMAS

Pelayanan KIA

Pemantauan Ibu Hamil


Risiko Tinggi

Proses : Simple problem


Input : P1 : SOP dan kuesioner
1. Man P2 :
2. Money 1. Kepatuhan gasurkes
3. Material Output : cakupan
pemantauan bumil risti
4. Methods 2. Kuesioner kepuasan
5. Marketing pelanggan
6. Environment P3 : Outcome : mutu
1. Daftar tilik SOP pelayanan
2. Kuesioner tingkat
kepuasan pelanggan

Tingkat kepatuhan petugas Kepuasan pasien

Complex problem

Masalah mutu

Gambar 2.2 Kerangka Teori


38

H. Kerangka Konsep

Tingkat kepatuhan petugas terhadap Kepuasan pelanggan terhadap


Standar Operasional Prosedur (SOP) pelayanan Pemantauan Ibu Hamil
Pemantauan Ibu Hamil Risiko Tinggi Risiko Tinggi

Mutu Pelayanan

Gambar 2.3 Kerangka Konsep

Anda mungkin juga menyukai