Anda di halaman 1dari 3

Rumah Profil Album Talirasa Blog Tejotube Macapat Galeri Kontak dan Pesan CD Sujiwotejo

Wayang Durangpo Tahun I (2009 - 2010) search here … Go

Episode 49 Dewi SUTET-Wati Nyosor Raden Lesmana


Minggu, 25 Juli 2010 8,471 Tampilan
Wayang Durangpo
Nduk satu dua kabupaten di Jawa Timur ada
perempuan manjat menara listrik tegangan Episode 157 Halal bil Halal ala
ekstratinggi. Di Jawa Tengah, di satu dua kabupaten, Prabu Kresna
Minggu, 19 Agustus 2012
sama. Di sana gitu juga. Ada perempuan ... duduuuuuk
lama-lama di atas rangka baja tinggi. Matanya
Episode 156 Satrio Boyong
kosong. Kayaknya mau bunuh diri. Dan perempuannya
Pambukaning Aib
sama. Orangnya itu-itu juga. Pindah-pindah. Cuma Minggu, 12 Agustus 2012
seorang. Wereng juga melanda sawah-sawah padi dua
provinsi itu, tapi nggak cuma sewereng. Episode 155 Bambang Sagara Ari-
arimu…
Minggu, 5 Agustus 2012
Itu yang membikin ponokawan Bagong bingung.
Mengapa hama padi yang memiliki dua musim panen
ke depan itu banyak, jutaan? Tapi kok perempuan yang
pindah-pindah menara, yang entah putus ekonomi
entah putus cinta itu, maksimal cuma satu. Yang
beda-beda memberi pengakuan tentang jati dirinya. Blog
Kepada Petruk, wanita berambut kusut-masai itu Lautan Tangis… Lautan Tangis…
bilang dia dulu bekerja di Kebun Binatang Surabaya. Lautan Tangis
Kalau ndak salah tugasnya di kandang macan. Satu hari yang masih taman kanak-kanak oleh Kamis, 26 November 2009
gurunya disuruh ngitung , satu kali akibat macet saban hari gara-gara jalan dikosongkan untuk
perjalanan presiden PP Cikeas-Istana. Dongeng Cinta Kontemporer II -
Sujiwo Tejo
Jumat, 6 November 2009
Anak ini ndak bisa njawab, malah nyanyi-nyanyi Pelangi-Pelangi ciptaan almarhum AT Machmud.
Ibunya berpikir, kalau dikasih makan daging, pasti anak ini selain pandai bernyanyi juga pintar Drama Musikal Pengakuan
berhitung. Masa setiap hari makan nasi mbarek garam. Diambillah jatah daging para macan di Rahwana, 6 Desember 2008
kebun binatang. Itung-itungadies gerakan yang dicanangkan Pak SBY mendapat sambutan Hari Senin, 26 November 2007
Anak Nasional. Yaitu gerakan Indonesia Sayang Anak. Nah, demi anak, pas daging jatah macan
dibungkus -sebenarnya macannya nggak tahu- tapi para petugas ngelirik . Sosok perempuan ini
sekarang suka manjat menara tegangan tinggi dan juga tontonan.

"Kamu percaya cerita perempuan itu, Truk?" Tanya Gareng.

” Jan-jane ya ndak percoyo , Kang Gareng. Tapi kan sekarang yang aneh-aneh bisa saja malah
jadi senyata-nyatanya nyata . Wong sekarang ada kok , itu… di Surabaya… .orang tua nyerah ,
angkat tangan ngasih makan bayinya. Eh, bayi nggak dikirim ke panti asuhan, malah dikirim ke
kantor polisi. Nyamuk semboyan Pak Polisi itu mau di Surabaya, di Kulonprogo, di Ambarawa,
dan di mana-mana kan sama, polisi menyiapkan cuma-cuma dan melayani ... ndak pakai
menggendong dan menyusui ... ”

”Iya, Truk, polwan saja semboyannya juga sama, cuma melindungi dan melayani, ndak ditambahi
mengasuh dan menyusui…”

”Ke aku kok lain lagi ya ceritane,” kata Bagong kepada kakak-kakaknya. Bungsu ponokawan itu
menunjuk ke televisi. Ada siaran Mas Bambang Sulistomo, salah satu pemrakarsa gerakan
penyelesaian lumpur Lapindo. Putra Bung Tomo ini bilang, kalau ada ketegasan penguasa
seperti Obama, asyik Rek. Wong lumpur minyak di Teluk Mexico bisa diselesaikan Amerika
dalam waktu cuma 3 bulan, masa lumpur Lapindo wis empat tahun ndak beres-beres.

”O, Gong, maksudmu wong wedok di atas menara itu korban lumpur Lapindo?” Petruk dan
Gareng kompak.

”Bukan. Maksudku nuding televisi…yuk kita pindah di depan televisi situ, ada tiker, aku tak
ndongeng siapa perempuan tower itu menurut pengakuannya kemarin ke aku pribadi…”

Untuk pertama kalinya, Bagong mendongeng dengan cukup runtut.

***

Perempuan di atas mercu itu dulunya ndak kurang suatu apa. Rumah di mana-mana. Kebo, sapi,
ayam, kambing…dia punya sak arat-arat. Suami? Hehe… dia malah punya dua. Namanya Pak
Karadusana dan Pak Trimurda. Makanya kalau lihat perempuan-perempuan lain, perempuan itu
tidak memperhatikan harta bendanya. Dia sudah kaya raya kok. Mau perempuan lain itu pakai
tas orisinal Prada, Louis Vuitton, Gucci…ndak masalah.
Perempuan itu tertarik ke salah seorang wanita yang sama sekali sandangannya nggak pakai
merk terkenal. Kenapa? Karena di atas kepala wanita yang dilihatnya itu seperti selalu ada sinar.
Cahaya itu senantiasa mengikuti kepalanya. Dan setiap tanah yang dipijak oleh wanita
bercahaya itu, tiba-tiba…byar… jadi subur. Ternak pun jadi berhidupan sehat-sehat. Harga-harga
jadi terjangkau. Cabe merah tak sampai puluhan ribu per kilo. Harga daging juga terjangkau.
Bukan hanya macan kebun binatang yang bisa mbadog daging.

Namanya Bu Sinta.

Pantas, pikir perempuan tower itu dulunya. Berarti wanita yang di atas kepalanya ada naungan
cahaya itu pastilah adalah titisan Dewi Sri alias Dewi Widowati. Dan lelaki tampan di samping
wanita itu pastilah Pak Ramawijaya, titisan Dewa Wisnu.

Kecemburuan mulai muncul di hati perempuan tower itu dulunya. Edan. Dilihatnya, Pak Rama
kalau pergi ke mana-mana meninggalkan istrinya, pulangnya pasti karena butuh. Butuh bertemu
Bu Sinta, butuh berdua dengan Bu Sinta. Sedangkan kedua suaminya, Pak Karadusana dan Pak
Trimurda? Hah, mereka pulang ke rumah bukan karena butuh istri tapi karena takut istri. Minimal
karena kewajiban! Bukan karena kebutuhan!

”Oooo… Bosan aku! Bosan! Bosan! Bosan! Bahtera macam apa rumah tanggaku ini!!!!” jerit hati
perempuan itu.

Maka, ketika dilihatnya Pak Rama meninggalkan Bu Sinta untuk pergi berburu di Hutan Dandaka,
perempuan ini mulai pedekate pada Rama. Tapi Pak Rama dengan halus menolaknya.

Kata Rama, ”Wahai perempuan cantik, terima kasih telah Diajeng nyatakan perasaan Diajeng.
Tapi saya sudah cukup beristrikan Sinta. Wanita ini membawa rezeki, karena dia tidak pernah
bersungut-sungut mau pukul berapa pun saya pulang. Dan saya selalu butuh pulang. Nenek-
moyang saya bilang, suami-istri itu satu karma. Ketunggalan doa suami-istri, itulah rezeki rumah
tangga, untuk kita bagi pada sesama…Kalau Diajeng ingin punya suami, lamarlah adik saya.
Namanya Lesmana. Dia lelaki yang baik…”

Dengan sedikit tersinggung, pergi jugalah perempuan ini kepada Lesmana.

***

Siaran Mas Bambang Sulistomo di Metro TV perkoro lumpur Lapindo masih tertayang. Bolak-
balik arek Suroboyo ini menyatakan optimismenya. Lumpur Lapindo bisa dirampungkan dalam
tempo sesingkat-singkatnya. Teluk Mexico sumber semburan lumpurnya di bawah laut saja bisa
cepat tuntas. Lumpur Lapindo kan di daratan. Di sini ahli-ahli dari ITB dan ITS juga banyak. Asal
Pak SBY mau saja…Asal Pak SBY mau saja… kata Mas Bambang berkali-kali.

Bagong berkali-kali juga bilang, perempuan tower itu dulunya juga ndak bosen-bosen
mengungkapkan cintanya ke Pak Lesmana. Pernyataan asmaranya berulang-ulang seperti
kebakaran kompor gas sampai hampir empat tahun, sampai hampir seusia terkatung-katungnya
kasus blethok Lapindo.

Siang-malam selama empat warsa perempuan ini juga menyedu kopi luwak buat Pak Lesmana.
Masih juga adik yang mirip Pak Rama ini menolaknya.

”Mungkin karena belum ada fatwa halal dari Majelis Ulama Indonesia…,” sahut Petruk.

”Ndak,” timpal Gareng, ”Kalau melihat setting cerita Bagong dan jenis nama-nama tokohnya,
pasti ini terjadi sebelum Syarekat Islam berdiri deh. Jadi waktu itu pasti belum ada MUI.”

Bagong kesel ceritanya dipotong-potong. ”Bener. Waktu itu belum ada MUI. Padahal luwak
sendiri kan nggak bisa dimintai fatwa apa kopinya halal apa mubah apa haram. Waktu saya
tanya, luwak-luwak itu cuma cengar-cengir saja…”

Akhirnya Pak Lesmana mau juga kopi luwak hidangan perempuan itu. Tapi pas perempuan
cantik itu nyosor-nyosor pengin mencium Lesmana, Lesmana dengan indra gaibnya sanggup
mengendus bau keringat raksasa. Ah, ini bukan perempuan biasa. Seketika hidung perempuan
itu dipuntirnya sampai patah dan berdarah-darah. Wujudnya seketika berubah ke bleger aslinya,
raksasa. Namanya Sarpakenaka! Sarpa artinya panjang mengerikan. Kenaka berarti kuku.
Raksasa perempuan yang berdarah-darah hidungnya itu berlarian sampai akhirnya manjat ke
menara listrik tegangan ekstratinggi.

”Sik..sik..sik…Gong,” sela Gareng, ”Kalau dia betul Sarpakenaka, mestinya dia lari wadul, lapor ke
kakak kandungnya, raja raksasa Alengka si Dasamuka. Lha ini kok manjat tiang listrik?”

”Lha ya embuh, pokoknya dia ceritanya ke aku ya gitu…”

***

Terdengar dari puncak menara SUTET (Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi):
Hahaha…. Aku ancene bukan Sarpakenaka, tapi kami sama-sama pemakan daging… Anak-
anakku yang di SD dan SMP juga. Semua harusnya makan daging. Mau di Hari Anak Nasional
atau hari Senin atau Jumat Kliwon atau hari apalah. Tapi bukan daging wereng. Tapi aku ikut
rombongan grup facebook ”Say No to Krisdayanti…” Tapi siapa tahu ada daging yang bisa
dimakan di dalam grup itu… Tapi di puncak ini aku lebih tinggi dari Anang dan lumpur Lapindo.
Tapi aku lebih tinggi dari siapa pun. Aku lebih luhur dari siapa pun. Lebih luhur dari tarif dasar
listrik. Lebih luhur dari tingginya harga cabeeeeeee……Aku menaaaaaaang…..Maju tak gentar…
membeeeeela yang tinggiiiii…..

DISADUR SELENGKAPNYA DARI JAWA POS, KOLOM MINGGUAN, WAYANG DURANGPO

© 2018 Sujiwotejo ↑

Anda mungkin juga menyukai