94 BULETIN PSIKOLOGI
PRINSIP EMIK, PSIKOLOGIS PASIEN SCIZOPHRENIA
BULETIN PSIKOLOGI 95
ANJARSARI
but, Koneru dan de Mamani (2006) kit merupakan suatu karma (kepercayaan
menguji lebih lanjut keterkaitan antara agama Budha) sehingga mereka melaku-
tingkat akulturasi dengan tingkat kan thum-jai, yaitu gabungan beberapa
symptoms severity. Dari hasil penelitian sikap seperti penerimaan, sabar, penger-
tersebut dapat disimpulkan bahwa pe- tian, tulus, dan rasa tanggung jawab.
ningkatan level akulturasi memengaruhi Peristiwa yang dialami oleh Bahril
besarnya symptoms severity dari penderita Hidayat Lubis, yang telah dipaparkan
schizophrenia. Meskipun demikian, be- dapat menjadi contoh bahwa memahami
ragamnya etnis menyebabkan hubungan schizophrenia tidaklah cukup hanya dengan
antara akulturasi dan symptoms severity menggunakan acuan Data Statistical
menjadi sangat kompleks dan bervariasi. Manual (DSM) IV atau berdasarkan gejala-
Stigma sosial yang membuat para gejala yang tampak dalam perilakunya,
penderita schizophrenia terdistorsi dalam namun juga dengan cara memahami
kehidupannya karena halusinasi, delusi, fenomena-fenomena psikologis yang
dan paranoid yang dialaminya, dapat dialaminya. Untuk memahami fenomena
menyebabkan munculnya ketakutan, psikologis yang terjadi dan menegakkan
cemas atau bahkan bingung (Versola- diagnosis terhadap penderita yang terin-
Russo, 2006). Subandi (2007) yang meneliti dikasi mengalami schizophrenia pun seba-
penderita schizophrenia di Jawa menemu- iknya tidak mengesampingkan cultural
kan bahwa orang-orang yang mengalami framework yang berlaku di daerah tersebut.
hilang kontrol yang ditandai dengan Salah satu cara agar kita tidak meng-
bingung diindikasikan sebagai pertanda esampingkan pandangan cultural relativism
awal sekaligus sebagai gejala awal psiko- ini adalah dengan memahami budaya
tis. Fase hilang kontrol terjadi ketika para yang berlaku di suatu tempat secara
penderita dengan kriteria first episode mendalam. Seperti halnya penelitian yang
psychosis menunjukkan reaksi terhadap dilakukan oleh Subandi (2007), yang
pengalaman halusinatif dan delusionalnya menemukan bahwa pada dasarnya semua
sebagai ketakutan dan teror. Penyebab penderita schizophrenia memiliki gejala
seseorang mengalami kehilangan kontrol umum sebagai tanda atau gejala awal
dan pemicu gangguan adalah adanya rasa munculnya psikotik. Akan tetapi istilah
kaget yang mereka alami, baik secara fisik yang dipakai seringkali di setiap daerah
maupun psikologis. berbeda, sehingga sangat dimungkinkan
Untuk strategi koping yang dilakukan perlakuan yang dialami pun akan berbeda.
pun sangat dipengaruhi oleh budaya se- Penemuan ini juga diperkuat dengan
tempat. Sebagai contoh warga keturunan penelitian yang dilakukan oleh Koneru
Brazil cenderung menggunakan sumber dan de Mamani (2006) yang menyimpul-
daya agama sebagai strategi kopingnya, kan bahwa tingkat akulturasi yang dialami
dimana mereka bersandar pada agama penderita akan memengaruhi simptom-
untuk terapi dan menghilangkan kete- simptom yang dimunculkannya, yang
gangan (Redko, 2003). Hal yang sama juga dalam hal ini adalah seberapa besar
ditemukan oleh Ruangreangkulkij dan peningkatan symptom severity yang terjadi.
Chesla (2001) yang meneliti perilaku Dalam kasus yang menjadi pokok
koping pada ibu-ibu keturunan Thailand. pembahasan ini, perasaan bingung yang
Penelitian tersebut menunjukkan bahwa muncul dalam diri Bahril Hidayat Lubis
ibu-ibu tersebut memahami bahwa penya- dikarenakan stigmatisasi sosial ini meru-
96 BULETIN PSIKOLOGI
PRINSIP EMIK, PSIKOLOGIS PASIEN SCIZOPHRENIA
pakan gejala awal psikotik (first episodic) cenderung dapat difungsikan sebagai
dalam tingkat yang masih ringan. Penga- bentuk penghindaran stigma (Subandi,
laman psikotik ini dapat digambarkan 2007) dan mengindikasikan bahwa gang-
sebagai suatu bentuk hilangnya kontrol, guan yang dideritanya masih dimungkin-
yang dalam penjelasan beliau disebutkan kan untuk sembuh. Penyebutan gangguan
bahwa Bahril Hidayat Lubis melakukan mental yang dapat dikategorikan sebagai
segala sesuatu di bawah kesadaran. istilah halus antara lain sarap (syaraf),
Jika dilihat berdasarkan gejala yang miring, ora genep (hilang akal), dan bi-
dialaminya, terdapat kemungkinan yang ngung. Dengan demikian dapat dikatakan
sangat besar untuk sembuh. Terlebih jika bahwa pada dasarnya penggunaan istilah
ada dukungan sosial dan pendampingan yang berbeda (menyesuaikan tingkatan
dari lingkungan sekitar, gangguan yang bahasa dalam budaya Jawa) akan menim-
berada dalam level ini cenderung dapat bulkan tingkat variasi simptom yang ber-
disembuhkan. Dengan adanya dukungan beda pula. Jika dikaitkan dengan kasus
sosial yang kuat, emosi dan ketegangan Bahril Hidayat Lubis, penyebutan istilah
yang dialami oleh penderita akan terjaga “gila” dimungkinkan menjadi penyebab
dan mendorongnya untuk mencapai meningkat atau makin parahnya simptom
kehidupan yang lebih berkualitas yang dialami karena istilah tersebut
(tenteram dan damai). cenderung mendorong ia meyakini bahwa
sakit yang dideritanya tergolong degene-
Namun, diagnosis yang menyatakan
ratif dan berlangsung seumur hidup. Hal
bahwa beliau gila, cenderung menambah
ini juga terindikasikan dalam efek stigma
beban psikologis yang dialaminya, karena
yang dirasakan sebagai pukulan berat
hal tersebut membuatnya dikucilkan dan
karena penyebutan istilah tersebut.
diperlakukan secara negatif. Oleh karena
itu, suatu hal yang wajar bila beliau Pembedaan istilah-istilah lokal ini
memandang bahwa orang-orang lain tentunya tidak dikaji dalam kriteria DSM
hanya melihat berdasarkan apa yang dili- IV yang dibuat oleh ilmuwan barat, karena
hat dan dikatakan orang, bukan meman- permasalahan ini tergolong permasalahan
dang dinamika psikologis yang ada dalam emik. Oleh karena itu, meskipun untuk
dirinya. menegakkan diagnosis schizophrenia dida-
sarkan pada kriteria yang telah dibuat,
Estimasi variasi simptom yang dapat
namun sebaiknya permasalahan emik ini
dimunculkan pun sangat mungkin dipe-
juga dipertimbangkan, sebab menyangkut
ngaruhi oleh budaya (Stompe dkk., 2006).
kualitas hidup seorang manusia. Jika
Dalam masyarakat Jawa, istilah-istilah
penggunaan diagnosis emik dipandang
untuk menyebutkan gangguan abnormal
memiliki stigma yang lebih ringan dalam
sangat banyak dan berdasarkan tingkatan
menggambarkan sebuah simptom yang
yang berbeda, yaitu kasar dan halus.
dimunculkan penderita, hal tersebut dapat
Istilah yang kasar, cenderung menyiratkan
pula dijadikan sebagai alternatif dalam
bahwa gangguan yang dideritanya sangat
penegakan diagnosis agar beban psikolo-
parah dan cenderung tidak dapat disem-
gis yang dirasakan oleh penderita maupun
buhkan. Penyebutan gangguan mental
pihak keluarganya tidak semakin berat.
yang dianggap kasar tersebut antara lain
Sebagai contoh, penggunaan istilah
edan, sinting, gendeng, dan kenthir. Dalam
“bingung” atau “sakit” dan sejenisnya,
bahasa Indonesia diterjemahkan dengan
dibandingkan dengan istilah “gila” atau
istilah “gila”. Sedangkan untuk yang halus
BULETIN PSIKOLOGI 97
ANJARSARI
“schizophrenia”, label ini juga dirasa lebih mun jika tidak dapat diterapkan, sebaik-
positif. nya menggunakan alternatif lain, terlebih
Disamping dukungan sosial dari dalam kasus ini menyangkut penegakan
lingkungan sekitar, strategi koping yang diagnosis terhadap suatu gangguan. Pene-
digunakan pun sangat berpengaruh terha- gakan diagnosis yang salah atau kurang
dap perkembangan gangguan mental tepat, intervensi yang diberikan pun akan
yang dialaminya. Di beberapa daerah atau diragukan keberhasilannya, bahkan ke-
budaya tertentu terdapat kecenderungan mungkinan yang terjadi adalah mem-
untuk menggunakan agama atau pende- perparah kondisinya.
katan religiusitas sebagai strategi koping-
nya. Dalam kasus ini, untuk menangani Penutup
permasalahan Bahril Hidayat Lubis,
pendekatan yang digunakan cenderung Dari pembahasan yang telah dilaku-
mendasarkan pada agamanya dan meng- kan dapat disimpulkan bahwa disamping
gunakan pendekatan religiusitas. Kebe- aspek universalitas, terdapat pula aspek
tulan agama yang dianut Bahril Hidayat culture specific yang digunakan dalam
Lubis adalah Islam yang berbeda dengan menegakkan diagnosis dan menangani
pandangan di barat. Dalam ajaran Islam, pasien dengan gangguan schizophrenia
setiap manusia dilahirkan dengan kebaik- agar kita dapat mengetahui dinamika
an dan dalam keadaan fitrah, sehingga bisa psikologis, memahami pasien berdasarkan
jadi munculnya gangguan tersebut dikare- sudut pandangnya (pendekatan emik) dan
nakan faktor situasional. Keluarga dan mempertimbangkan aspek budaya atau
orang-orang di sekelilingnya yang ber- agama yang dianutnya. Untuk menangani
prinsip demikian, membuat Bahril pasien schizophrenia di Jawa perlu mem-
Hidayat Lubis merasa didampingi dan perhatikan penggunaan tingkatan (strata)
berhasil keluar dari permasalahan yang bahasa yang berlaku dalam masyarakat
dialaminya. Jadi, meskipun penegakan tersebut, sebab penggunaan istilah yang
diagnosis yang cenderung memandang berbeda akan memberikan dampak psiko-
negatif suatu gangguan (didasarkan pada logis yang berbeda sekaligus sebagai salah
DSM IV yang mengarah pada prinsip satu bentuk dukungan sosial bagi pasien
universalitas), namun jika penanganan dengan kriteria first episodic psychotic.
dan cara perawatannya mendasarkan
prinsip emik, dimungkinkan penanganan Daftar Pustaka
yang dilakukan lebih efektif karena sesuai
dengan konteks budaya dan agama yang Cohen, A. (1992). Prognosis for schizo-
dianutnya. Hal ini didasari adanya asumsi phrenia in the third world: re-
bahwa tidak semua intervensi atau evaluation of cross-cultural research.
penanganan di salah satu budaya dapat Culture, Medicine, and Psychiatry, 16,
diterapkan di semua budaya. 53-75.
Dengan demikian, sebaiknya teori- Koneru, V. K., & de Mamani, A. G. W.
teori yang berdasarkan pandangan barat, (2006). Acculturation, ethnicity, and
sebaiknya disaring dan disesuaikan symptoms of schizophrenia. Revista
dengan budaya di Indonesia. Jika terdapat Interamericana de Picologia/Interamerican
teori yang relevan dengan budaya kita Journal of Psychology, 40(3), 355-362.
maka tidak ada salahnya diterapkan, na-
98 BULETIN PSIKOLOGI
PRINSIP EMIK, PSIKOLOGIS PASIEN SCIZOPHRENIA
BULETIN PSIKOLOGI 99