Anda di halaman 1dari 16

URBAN MORPHOLOGY

PW1105

Session #11
POLA DAN BENTUK KOTA
DI INDONESIA
Course Instructor :
Ariyaningsih, ST, M.Sc.

Urban & Regional Planning


Department of Civil Engineering & Planning
Kalimantan Institute of Technology, 2015

1
Perkembangan Kota di Indonesia
Kota di Indonesia pada umumnya tidak banyak mempunyai
pengalaman sejarah, karena sebagian kota yang ada bukanlah
bentukan dari jaman keemasan kerajaan Nusantara tetapi
merupakan bentuk kreasi sejarah dan faktor kebetulan yang
diteruskan dan dibina penjajah Belanda selama 350 tahun
(Marbun, 1990).
Awalnya kota-kota di Indonesia berfungsi sebagai pusat
pemerintahan kolonial, pusat niaga atau pelabuhan serta
terminal.
Pada zaman penjajahan Belanda, pola perkembangan kota-kota
di Indonesia merupakan paduan tiga arus pokok tradisi yaitu :
tradisi Indonesia (pribumi), tradisi Belanda dan tradisi Asia
lainnya (Marbun,1990).
LANJUTAN

Ketiga tradisi ini berkembang sendiri-sendiri dengan tekanan


dan arahan pemerintah kolonial. Pada dasarnya kota-kota di
Indonesia sebagian besar terbentuk secara alamiah berdasar
prinsip ekologi dan jarang direncanakan sebelumnya
(Marbun,1990 dan Morril dalam Nas,1970).
Bentuk dan pola terbangun dari gabungan prototip barat
(Belanda) dan kampung (pedesaan) Indonesia.
Kawasan yang terbangun didasarkan atas pertumbuhan
penduduk dan dipengaruhi pula oleh keragaman etnis dan
budaya.
Berdasar latar belakang tersebut kota-kota di Indonesia pada
umumnya mempunyai latar belakang sejarah yang bermakna
(mempunyai arti khusus) dan mempunyai nilai-nilai yang
berpengaruh pada kehidupan masyarakat.
LANJUTAN

Seperti yang dikatakan oleh Nas (1970), ciri identitas


kota-kota di Indonesia dalam pertumbuhannya
dikategorikan menjadi 6 (enam) jenis, yaitu kota
Tradisional, kota Pantai, kota Kraton, kota Indisce,
kota Kolonial, dan kota Moderen.
Masing-masing jenis tersebut mempunyai ciri-ciri
yang berbeda seperti yang terlihat pada gambar 1.
Keenam ciri tersebut oleh Nas didasarkan atas
perjalanan sejarah dan bukti-bukti peninggalan yang
berupa dokumen ataupun situs.
LANJUTAN
Kota Tradisional Ciri Tatanan Kosmologis
Sosio -kultural

Kota Pantai Ciri Perdagangan dg


Etnik heterogen

Kota Kraton Ciri Tatanan hirarki


sirkular dg sentral Raja
(agrikultur)

Kota Indische Ciri Budaya Belanda dan


Indonesia dg Kanal

Multi Etnis:
Kota Kolonial Belanda,Indo-Eropa-
Cina-Arab dg benteng

Kota Moderen Ciri Urbanisasi dg


Masterplan

Gambar.1
Ciri Identitas kota-kota di Indonesia
Sumber : PJM.Nas (1970)
LANJUTAN

1. Kota tradisional mempunyai ciri tatanan kosmologis


berorientasi sentris pada satu kekuatan kosmis, biasanya
terdapat pada kota-kota lama yang dipengaruhi oleh kegiatan
religi.
2. Kota Kraton ditandai dengan adanya kekuasaan raja dan
istana kerajaan. Komponen kompleks kraton dilengkapi
dengan adanya alun-alun, tempat ibadah, bagian tambahan
seperti tempat pemandian, tempat penyimpanan benda-benda
(kereta, binatang piaraan) dsb.
3. Kota Pantai yaitu kota yang tumbuh dari kegiatan
perdagangan antar pulau. Ciri utama dilengkapi dengan adanya
pelabuhan sebagai distribusi dan transportasi. Dengan adanya
kegiatan tersebut maka biasanya terjadi percampuran etnis .
LANJUTAN

4.Kota Indische adalah kota yang dibangun oleh


Belanda. Ciri tatanan kotanya berpusat dari permukiman
warga Belanda dengan kanal yang berfungsi sebagai
sarana transportasi, dan di sekelilingnya adalah
permukiman pribumi yang berpendidikan Belanda,
selebihnya adalah perkampungan penduduk yang
tersebar secara sporadis (Nas,1970).

5. Kota Kolonial dibangun pada saat pemerintah


Belanda menguasai pemerintahan di Indonesia. Ciri
utama masyarakatnya sangat multi etnis akibat dari
adanya kegiatan perdagangan (Belanda, Indo, Eropa,
Cina, Arab). Pola tatanan kota ditandai dengan benteng
sebagai pertahanan pemerintahan Belanda.

6. Kota Moderen yaitu kota yang telah disentuh oleh


perencanaan sesuai perkembangan dan pertumbuhan
kota tersebut, dan dipengaruhi pula oleh urbanisasi dan
kebijaksanaan pemerintah.
PERKEMBANGAN KOTA SURABAYA

Menurut Nas (1970) kota Surabaya mengalami perubahan bentuk kota


dengan 6 (enam) ciri tersebut di atas (Pemerintah Kodya Tk II
Surabaya,1994). Berawal dari ciri kota tradisional dan kota kraton di abad
17 sampai pada kota Moderen. Informasi tersebut dibuktikan dengan data
yang merupakan hasil rumusan hipotesis para ahli disaat itu (Gambar 2).

Pertumbuhan selanjutnya berciri kota pantai dengan kegiatan perdagangan.


Kota Indische ditunjukkan dengan ciri kanal dan benteng, kota Kolonial
dengan ciri perdagangan dan tetap dengan adanya benteng, dan kota
moderen dengan beberapa tahap rancangan dari pemerintah kota.

Menurut sejarah kota Surabaya adalah salah satu kota tertua di Indonesia.
Hal tersebut dengan adanya nama Surabaya tercantum dalam prasasti
Trowulan I dan dalam buku pujasastra “ Negara Kertagama” yang ditulis
oleh Prapanca pada tahun 1365 (Handinoto,1992).
LANJUTAN

Gambar 2
Gambaran Kota Surabaya pada jaman pra Kolonial (Hipotesis Ir.Johan Silas)
Sumber : Handinoto, 1992, hal 13
LANJUTAN

Periodesasi sejarah kota Surabaya yang dibagi dalam 5 (lima) periode


tergambar secara grafis dibawah ini ( gambar 3).

Gambar 3
Periodesasi Sejarah Kota Surabaya
Sumber: Handinoto,1992, hal 31.
LANJUTAN

Dari perjalanan sejarah terlihat bahwa pola struktur kota berkembang dan
berubah. Berkembang sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan
ekonomi, dan berubah struktur kotanya disebabkan oleh strategi dan
kebijaksanaan penguasa.
Kota Surabaya pada tahun 1830 sampai tahun 1850 berbentuk sebagai kota
benteng (benteng Prins Hendrik) yang terletak di muara Kalimas. Bagian
selatan benteng berdiri permukiman orang Eropa.
Permukiman orang asing lainnya terletak disebelah timur Kalimas, seperti
kampung Cina, kampung Arab, dan kampung Melayu (Handinoto,1992).
Sejak masa itu Surabaya berstatus sebagai kota pelabuhan yang penting dan
strategis yang merupakan penghubung antara daerah pesisir dengan daerah
pedalaman.
Secara fisik peninggalan sejarah tersebut sulit untuk di temukan, namun
secara sosial budaya serta perilaku masyarakat masih dapat di temukan
terutama pada kawasan Kota Lama.
Tabel Perkembangan Kota Surabaya.

Penguasa Ciri/bentuk kota


Tahun
1275 - 1400 Mulai dari jaman raja Tempat permukiman para prajurit, terletak disebelah
Kertanegara utara Gelagah Arum (hipotesa Von Vaber, 1935).

1400 - 1600 Kerajaan Majapahit (prasasti Letak diantara muara sungai dan pesisir dan subur.
Trowulan) Kota Kerajaan
( kota tradisional Jawa) Dan kemudian berkembang
sebagai desa penambangan kecil di tepi muara sungai
Brantas

1625 Kerajaan Mataram Perselisihan klasik antara daerah pedalaman dan


pesisir, mengakibatkan hancurnya kota tradisional.

1625 - 1734 Masuknya VOC Masuk budaya Belanda dan membangun loji dan
benteng yang terletak disebelah utara Kota Lama.

1743 - 1808 Kekuasaan VOC (Gubernur Surabaya terpilih sebagai tempat penguasa Jawa
Jendral Van Imhoff) bagian timur. Permukiman Belanda terletak diselatan
benteng Retrachement dan berkembang kearah utara
(Jembatan Merah)

1808 - 1870 Kebangkrutan VOC, dan Perubahan kota dari kota kecil menjadi kota gaya
diserahkan kepada Eropa kecil (di daerah Jembatan Merah – kota lama)
pemerintah Belanda dikelilingi oleh benteng

1870 – 1940 Pemerintah Hindia Belanda Titik awal perkembangan kota Surabaya. Keputusan
mulai dibongkarnya benteng .Memberi peluang bagi
perluasan kota Surabaya kearah selatan. Membongkar
benteng dan berubah menjadi kota modern

1900 an Berlakunya U.U. Tumbuh menjadi kota modern dengan mulai


Desentralisasi, setelah berkembangannya sarana dan prasarana
terbentuknya Stadgemeente
Surabaya

Sumber : Handinoto 1972


LANJUTAN
Aspek yang mempengaruhi Perkembangan Kota sesuai
Masa Kekuasaan yang berlaku.

Masa Pra Masa Masa


Masa Pemerintah Masa Pemerintah Rep.
Kolonial Masa Kolonial Penjajahan Pemerintah Rep.
ASPEK Rep. Indonesia Indonesia
(1300 - ( 1700 – 1942 ) Jepang Indonesia
( 1965 – 1980 ) ( 1980 – 2000 )
1700 ) ( 1942 – 1945 ) ( 1945 – 1965 )

Sistem
kerajaan, raja Kekuasaan VOC yg Dikuasai Pem. Jepang, Berdasar pd UU no. Berdasar pd UU no. Pemerintah orde baru dengan
Peme berkuasa dilanjutkan oleh Pem. dg kewenangan peme 22/1948 dan UU 18/65, kepala daerah trilogi pemb. Ditekankan pada
rintahan penuh Belanda, dg sistem rintah dan ekonomi 16/1960, titik berat berstatus sbg aparat sistem otonomi dan
desentralisasi terpusat satu tangan pada dekonsentrasi darah dan pusat desentralisasi

Dominasi Tidak banyak


Pendu pribumi, Heterogen, kepadatan perubahan Struktur penduduk sangat
Struktur penduduk Struktur penduduk
duk dengan rendah, terdiri dr
heterogen, dg tingkat heterogen, tingkat
heterogen, tingkat pertum
kepadatan pribumi, eropa, timur buhan tinggi dan kepadatan
pertumbuhan tinggi pertumbuhan rendah
rendah asing tinggi

Warisan Strata sosial terpisah Tidak terasa Budaya Indonesia mulai


Sosial- Hindu, dan antara eropa dg pribumi pengaruh budaya terbentuk, pola gotong
Budaya Pengelompokan
dilanjutkan Jepang royong menonjol Strata sosial mulai terjadi gap
berdasar pribumi dan
dg pengaruh antara gol tinggi-menegah-
non pribumi, terbagi
Islam. Sistem rendah. Mulai masuk budaya
pendidikan dalam strata sosial
asing, akibat arus informasi dan
non formal ekonomi tinggi,
komunikasi
menegah, bawah
lanjutan

Masa
Masa Pra Masa Pemerintah Masa Pemerintah Masa Pemerintah
Masa Kolonial Penjajahan
ASPEK Kolonial Rep. Indonesia Rep. Indonesia Rep. Indonesia
( 1700 – 1942 ) Jepang
(1300 – 1700) ( 1945 – 1965 ) ( 1965 – 1980 ) ( 1980 – 2000 )
( 1942 – 1945 )

Sebagian besar adalah Tidak ada perubahan dan Korelasi sangat kuat antara
Perkem pemukiman rencana perubahan fungsi jalan dg
bangan Daerah perdagangan dan jasa
perubahan peruntukan lahan
Rencana Dg adany a UU gula dan UU Konsep y ang digunakan
ada dipusat kota, sepan
agraria, tumbuh area adalah kalung manik-
Penggu perkebunan ditepi kota,
jang jalur jalan utama
manik dg memajukan
berkembang sbg pertokoan,
naan pusat kota tumbuh kuat sbg
permukiman melingkari pusat
sub pusat kegiatan sbg
pusat perdagangan w ilayah pengembangan
kota
Lahan

Tetap Pola sirkular digabung dg sistem


Pola zona konsentrik
Penggu Permukiman konsen Prinsip sbg kota benteng
Pertumbuhan secara redial Tetap berciri radial
tris berpusat pada dan kota dagang y g
naan istana dan dominasi eksklusiv e, permukiman
konsentris kesegala arah sirkular dg pusat kota
terutama pertumbuhan sbg konsentrasi kegiatan
Lahan terbesar adalah pribumi berada diluar
permukiman kota, tumbuh CBD lain
pemukiman rakyat benteng

Tidak ada
Indikasi
Pertumbuh
Sektor perdagangan kuat, Perdagangan terkonsentrasi Pertumbuhan sektor per
an Kegiatan pertanian dan
terjadi tumpang tindih dipusat dan, permukiman
Arus inv estasi tinggi pd sektor
dagangan, sektor
perdagangan regional, industri, jasa, perdagangan,
penggunaan lahan tumbuh pesat kesegala arah transpor tasi, dan jasa
fungsi sungai dominan properti. Perubahan fungsi jalan
pengaruh kota industri mengikuti jalur lalu lintas properti mulai dominan
LANJUTAN

Ekono Pertanian,
perdaga ngan
Perdagangan dan
industri dari hasil
Ekonomi dan
perdaga ngan
Pribumi berperan pd
pemerintahan, non
Tingkat pertumbuhan
ekonomi
Kemerosotan ekonomi
mi dg potensi pertanian untuk kepen diarahkan untuk pri akibat pergolakan tinggi, masuknya investasi dr
geografi/sung tingan Belanda kepentingan Jepang menguasai politik luar. Fungsi perdagangan
ai perdagangan dan bangkit kembali dominan, mulai tumbuh
dengan adanya repelita sektor
(masa orde tersier
baru).Timbul
masalah lapangan
pekerjaan akibat
urbanisasi

Perke Konsentrasi Tidak banyak Perkembangan fisik Meluasnya pusat jasa Lahan Permukiman 39,37%
pada 2 sisi berubah utara selatan, dan perdagangan dari total lahan, menyebar
m sungai dg mengikuti akibat kesegala arah. Pertumbuhan
banga istana sbg Peran transportasi air
sangat kuat, lahan
jaringan jalan berubah nya fungsi real estate ke arah barat dan
pusat, permu utama jalan, menggeser timur
n kiman dan sepanjang sungai Keberadaan
area pertanian sebagai daerah industri, permukiman/ kampung
Peng pusat kota sbg
gunaa perdagangan
n
Lahan
Stadia dan Arah perkembangan kota Surabaya
Sumber: Master Plan Surabaya 2000, Evaluasi ke 2,1995.

Anda mungkin juga menyukai