Disusun Oleh:
FAKULTAS TEKNIK
2020
LEMBAR PENGESAHAN
Pemohon
Mengetahui,
secara bersama-sama dengan gas SO2 lebih dikenal sebagai gas SOx (sulfur oksida) (Wiharja
2002). Secara umum, proses pembentukan gas sulfur oksida hasil pembakaran bahan bakar
fosil mengikuti mekanisme reaksinya.
S + O2 SO2
2 SO2 + O2 2SO3
Paparan gas SO2 dalam konsentrasi yang kecil sekalipun dapat menyebabkan gangguan
paru, apalagi paparan tersebut secara terus menerus seperti yang diterima oleh polantas
selama bekerja. Namun perlu diperhatikan pula gas-gas iritan lain seperti gas NO2 yang dapat
menyebabkan efek kombinasi apabila terpapar pada saat bersamaan (Siswanto, 1991).
Paparan gas dan debu tersebut dapat mengiritasi saluran pernafasan yang makin lama akan
berakibat penurunan fungsi paru (Sandra 2013). Pencemar SOx dan NOx ini berperan penting
dalam terjadinya hujan asam. Kedua pencemar ini merupakan pencemar utama adanya hujan
asam. Kedua polutan ini dengan adanya oksidan di atmosfir dan awan terkonversi menjadi
asam nitrat dan asam sulfat (Sutanto dan Ani 2011).
Gas SO2 ini diperiksa menggunakan metode pararosanilin secara spektrofotometri.
Penentuan ini didasarkan pada penjerapan gas SO2 dalam larutan penjerap tetrakoromerkurat
yang membentuk senyawa kompleks diklorosulfonatomerkurat. Senyawa kompleks ini
kemudian direaksikan dengan formaldehida dan pararosanilin membentuk senyawa kompleks
berwarna ungu pararosanilin metil sulfonat, yang diukur pada panjang gelombang 550 nm
(SNI 19-7119.7 2005).
Keterangan gambar :
A : botol penjerap (fritted bubbler) D : flow meter
B : perangkap uap (mist trap) E : kran pengatur
C : arang aktif atau soda lime F : pompa
Keterangan gambar :
A : botol penjerap D : flow meter
B : perangkap uap E : kran pengatur
C : serat kaca (galss wool) F : pompa
Keterangan gambar :
A : shelter
B : penyangga media filter
C : pompa vakum
D : media filter
2. Sumber area
Mengacu pada serangkaian sumber kecil yang bersama-sama dapat
mempengaruhi kualitas udara di suatu daerah. Contohnya adalah
penggunaan perapian di rumah untuk penghangat akan berdampak pada
satu area, meskipun masing-masing rumah menyumbang berbagai jenis zat
pencemar dalam jumlah yang kecil.
B. Sumber bergerak
Merupakan sumber pencemar yang mengalami perubahan posisi selama
menghasilkan zat pencemar. Sumber pencemar yang termasuk ke dalam
kategori ini yaitu mobil, truk, bus, kereta api, kapal laut dan pesawat terbang.
C. Debu zat kimia dan partikulat-partikulat hasil kegiatan pertanian dan
perkebunan.
Kegiatan pertanian dan perkebunan juga turut menyumbangkan emisi
gas pencemar di atmosfer sebagai hasil dari reaksi alamiah dari tumbuhan
tersebut.
D. Suspensi dari penggunaan zat larutan kimia, seperti cat, hair spray, dan lain-
lain.
Pengunaan hair spray mengemisikan ozon yang juga berkontribusi
sebagai zat pencemar di udara.
E. Tempat pemrosesan akhir (TPA) sampah
Reaksi dari mikroorganisme dan reaksi kimia yang terjadi
pada landfill menghasilkan gas metana, karbon dioksida, ammonia, gas sulfida
dan gas pencemar lainnya yang diemisikan ke udara.
F. Kegiatan militer
Kegiatan militer juga berdampak dalam terjadinya pencemaran di
atmosfer, contohnya adalah penggunaan senjata nuklir, bom, gas beracun,
rudal maupun senjata biologis.
3.1 Profil Balai Besar Tehnik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit
(BBTKLPP) Jakarta
Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BBTKL PP)
Jakarta adalah sebuah institusi dibawah Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan, Kementrian Kesehatan RI. Sesuai dengan UU Kesehatan
NO.36/2009, BBTKL PP bertanggung jawab terhadap pengelolaan dan pemantauan kualitas
lingkungan sehingga menjadi lingkungan yang berkualitas sehat. Lingkungan berkualitas
sehat adalah lingkungan yang terbebas dari risiko yang membahayakan kesehatan dan
keselamatan hidup manusia.
BBTKL PP Jakarta merupakan unit pelaksana teknik (UPT) Direktorat Jendral
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen PP-PL) Depkes RI sesuai
Keputusan Menteri Kesehatan RI. Nomor 1405/Menkes/SK/XI/2012.
Manajemen BBTKL PP Jakarta menetapkan memberikan pelayanan prima dalam
melaksanakan Pengujian dan Kalibrasi. Manajemen BBTKL PP Jakarta menjalankan system
komunikasi antara seluruh personel dalam mencapai tujuan system manajemen mutu
laboratorium sesuai ISO/IEC 17025:2005.
Pengambilan Sampel
Penanganan Sampel
Kesimpulan
4.4 Alat dan Bahan
4.4.1 Alat Pemeriksaan SO2, NO2, O3
Peralatan pengambil contoh uji SO2, NO2, O3 ( setiap unit peralatan
disambung dengan selang silikon dan tidak mengalami kebocoran ).
Labu ukur 25 ml , 50 ml , 100 ml , 250 ml , 500 ml ,dan 1.000 ml
Pipet volumetrik
Bulp pipet
Gelas ukur 100 ml
Gelas piala 100 ml , 250 ml, 500 ml , dan 1.000 ml
Spektrofotometri UV-Vis 1800
Timbangan analitik dengan ketelitian 0,1 mg
Buret 50 ml
Labu erlenmeyer asah bertutup 250 ml
Oven
Kaca arloji
Termometer
Barometer
Pengaduk dan
Botol reagen
4.5 Penentuan Lokasi Pengambilan Contoh Uji Pemantauan Kualitas Udara Bebas
Penentuan lokasi pengambilan contoh uji pemantauan kualitas udara bebas
berdasarkan SNI 19-7119.6-2005. Prinsip : Dalam penentuan lokasi pengambilan
contoh uji, yang perlu diperhatikan adalah bahwa data yang diperoleh harus dapat
mewakili daerah yang sedang dipantau, yang telah memenuhi persyaratan yang
ditetapkan.
Kriteria berikut ini dapat dipakai dalam penentuan suatu lokasi pemantauan kualitas
udara bebas :
a) Area dengan konsentrasi pencemar tinggi. Daerah yang didahulukan untuk
dipantau hendaknya daerah-daerah dengan konsentrasi pencemar yang tinggi.
Satu atau lebih stasiun pemantau mungkin dibutuhkan di sekitar daerah yang
emisinya besar.
b) Area dengan kepadatan penduduk tinggi. Daerah-daerah dengan kepadatan
penduduk yang tinggi, terutama ketika terjadi pencemaran yang berat.
c) Di daerah sekitar lokasi penelitian yang diperuntukkan untuk kawasan studi
maka stasiun pengambilan contoh uji perlu ditempatkan di sekeliling
daerah/kawasan.
d) Di daerah proyeksi. Untuk menentukan efek akibat perkembangan mendatang
lingkungannya, stasiun perlu juga ditempatkan di daerah-daerah yang
diproyeksikan.
e) Mewakili seluruh wilayah studi. Informasi kualitas udara di seluruh wilayah
studi harus diperoleh agar kualitas udara diseluruh wilayah dapat dipantau
(dievaluasi).
Gas NO2 dijerap dalam larutan Griess Saltman sehingga membentuk suatu
senyawa azo dye berwarna merah muda yang stabil setelah 15 menit. Konsentrasi
larutan ditentukan secara spektofotomentri UV-Vis pada panjang gelombang 550 mm.
Pembuatan Kurva Kalibrasi NO2
1. Optimalkan alat spektrofotometer sesuai petunjuk penggunaan alat.
2. Buat deret larutan kerja daam labu takar 25 ml dengan 1 blanko dan minimal 3
kadar yang berbeda secara proporsional dan berada pada rentang pengukuran
dimana standar larutan kerja terendah mendekati nilai LoQ (limit of
quantitation ) merupakan limit deteksi metode
3. Tambahkan larutan penyerap sampai tanda tera. Kocok dengan baik dan
biarkan selama 15 menit agar pembentukan warna sempurna.
Perhitungan
1. Konsentrasi NO2 dalam Larutan Standar
Jumlah NO2 (µg) tiap 1 mL larutan standar yang digunakan dapat dihitung
dengan rumus sebagai berikut :
Ket:
dengan pengertian :
NO2 = jumlah NO2 dalam larutan standar NaNO2 (g/mL);
a = berat Na NO2 yang ditimbang (g);
46 = berat molekul NO2;
69 = berat molekul Na NO2;
f = faktor yang menunjukkan jumlah mol NaNO2 yang
menghasilkan warna yang setara dengan 1 mol NO2
(nilai f = 0,82);
10/1000 = faktor pengenceran dari larutan induk Na NO2;
106 = konversi dari gram ke (µg)
2. Volume Contoh Uji Udara yang Diambil
F 1+ F 2 Pa 298
V= ×t × ×
2 Ta 760
Ket:
V = volum udara yang dihisap dikoreksi pada kondisi normal 25 0C,
760 mmHg;
F1 = laju alir awal (L/menit);
F2 = laju alir akhir (L/menit);
t = durasi pengambilan contoh uji (menit);
Pa = tekanan barometer rata-rata selama selama pengambilan contoh
uji (mmHg);
Ta = temperatur rata-rata selama selama pengambilan contoh uji (K);
298 = konversi temperatur pada kondisi normal (25 0C) ke dalam
Kelvin;
760 = tekanan udara standar (mmHg).
Ket:
C = Konsentrasi NO2 di Udara (g/Nm3);
b = Jumlah NO2 dari contoh uji hasil perhitungan dari kurva
kalibrasi
V = Volum udara yang dihisap dikoreksi pada kondisi
normal 25 0C, 760 mmHg;
10/25 = faktor pengenceran;
1000 = konversi liter ke m3.
4.8.2 Prosedur Analisis gas SO2
Prinsip Analisis SO2 Berdasarkan SNI 7119.7-2017
Gas SO2 diserap dalam larutan penjerap tetrakloromerkurat membentuk senyawa
kompleks diklorosulfonatomerkurat. Dengan menambahkan larutan pararosanilin dan
formaldehida ke dalam senyawa diklorosulfonatomerkurat maka terbentuk senyawa
pararosanilin metil sulfonat yang berwarna unggu. Kosentrasi larutan diukur pada
panjang gelombang 550 mm.
Pembuatan Kurva Kalibrasi SO2
1. Optimalkan alat spektrofotometer sesuai petunjuk penggunaan alat
2. Buat deret larutan kerja dalam labu takar 25 ml dengan 1 blanko dan minimal 3
kadar yang berbeda secara proporsional dan berada pada rentang pengukuran
dimana standar larutan kerja terendah mendekati LOQ ( limit of Quantitaion )
3. Tambahkan larutan penyerap sampai volume 10 ml
4. Tambahkan 1 mL larutan asam sulfamat 0,6 % dan tunggu sampai 10 menit
5. Tambahkan 2,0 mL larutan formaldehida 0,2 % dan 5 ml larutan pararosanilin ,
diamkan selama 30 menit
6. Tepatkan dengan air bebas mineral sampai volume 25 ml , lalu homogenkan
7. Ukur serapan masing – masing larutan standar dengan spektrofotometer pada
panjang gelombang 550 nm paling lama 30 menit setelah proses homogenisasi
8. Buat kurva kalibrasi antara serapan dengan jumlah SO2 (µg).
Ket:
V = volum udara yang dihisap dikoreksi pada kondisi normal 25 0C,
760 mmHg;
F1 = laju alir awal (L/menit);
F2 = laju alir akhir (L/menit);
t = durasi pengambilan contoh uji (menit);
Pa = tekanan barometer rata-rata selama selama pengambilan contoh
uji (mmHg);
Ta = temperatur rata-rata selama selama pengambilan contoh uji (K);
298 = konversi temperatur pada kondisi normal (25 0C) ke dalam
Kelvin;
760 = tekanan udara standar (mmHg).
Catatan: Jika menggunakan alat pengukur volume otomatis , catat volume dan
konversikan ke volume pada keadaan standart
Ket:
C = konsentrasi SO2 di udara (g / Nm3);
a = jumlah SO2 dari contoh uji dengan melihat kurva kalibrasi (g);
V = volume udara pada kondisi normal (L);
1000 = konversi Liter (L) ke m3
Catatan: Jika menggunakan alat pengukur volume otomatis , catat volume dan
konversikan ke volume pada keadaan standar
4.8.3 Prosedur Analisis gas O3
Prinsip Analisis O3 Berdasarkan SNI 7119.8-2017
Oksidan dari udara ambien akan bereaksi dengan ion iodida yang ada di dalam
larutan penjerap NBKI dan membebaskan iod ( I2 ) yang berwarna kuning muda .
Konsentrasi larutan ditentukan secara spektrofotometer pada panjang gelombang
352 nm.
Pengujian Sampel O3
1. Dalam jangka waktu 30 menit – 60 menit setelah pengambilan contoh uji,
masukkan larutan contoh uji ke dalam kuvet pada alat spektrofotometer, lalu ukur
intensitas warna kuning yang terbentuk pada panjang gelombang 352 nm
2. Baca serapan contoh uji kemudian hitung jumlah oksidan (µg) dengan
menggunakan kurva kalibrasi.
Perhitungan
Volume Contoh Uji Udara Yang Diambil
Ket:
V = volum udara yang dihisap dikoreksi pada kondisi normal 25 0C,
760 mmHg;
F1 = laju alir awal (L/menit);
F2 = laju alir akhir (L/menit);
t = durasi pengambilan contoh uji (menit);
Pa = tekanan barometer rata-rata selama selama pengambilan contoh
uji (mmHg);
Ta = temperatur rata-rata selama selama pengambilan contoh uji (K);
298 = konversi temperatur pada kondisi normal (25 0C) ke dalam
Kelvin;
760 = tekanan dalam kondisi normal 1 atm (mmHg)
Persiapan Filter
1. Beri identitas (nomor contoh uji) pada filter
2. Simpan filter pada ruangan yang sudah dikondisikan dengan temperatur 15 0C
sampai dengan 350C dan kelembaban relatif < 50% serta biarkan selama 24 jam
3. Timbang lembaran filter dengan timbangan analitik (W1)
4. Simpan filter ke dalam wadah penyimpan filter dengan lembaran antara (glassine)
kemudian bungkus dengan plastik selama transportasi ke lapangan
Pengambilan contoh uji
Pengambilan contoh uji dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
1. Tempatkan alat uji di posisi dan lokasi pengukuran menurut metode penentuan
lokasi pengambilan contoh uji pemantauan kualitas udara ambient sesuai SNI 19-
7119.6
2. Tempatkan filter pada filter holder
3. Hubungkan alat HVAS dengan sumber catu daya. Hidupkan alat pengambil
contoh uji selama 24 jam + 1 jam, pantau dan catat laju alir udara serta temperatur
setiap jam, pastikan laju alir udara berada pada rentang 1,1 m 3/menit sampai
dengan 1,7 m3/menit. Catat lokasi, tanggal, waktu, dan tekanan barometer.
4. Matikan alat HVAS, pindahkan filter secara hati-hati, jaga agar tidak ada partikel
yang terlepas. Lipat filter dengan posisi contoh uji berada di bagian dalam lipatan.
Simpan filter tersebut ke dalam wadah penyimpanan filter dan beri identitas.
Perhitungan
Volume contoh uji udara
n
∑ QS
V std = s=1 xt
n
Ket:
Vstd adalah volumecontoh uji udara dalam keadaan standar (Nm3);
QS adalah laju alir volume dikoreksi pada kondisi standar ke-s (Nm3/menit);
n adalah jumlah pencatatan laju alir;
t adalah durasi pengambilan contoh uji (menit).
Konsentrasi partikel tersuspensi total dalam udara ambient
Konsentrasi partikel tersuspensi total dalam contoh uji dapat dihitung dengan
rumus sebagai berikut:
( w 2−w 1 ) × 106
C=
Vstd
Ket:
C adalah konsentrasi massa partikel tersuspensi (μg/Nm3);
W1 adalah Berat filter awal (g);
W2 adalah Berat filter akhir (g);
Vstd adalah Volum contoh uji udara dalam keadaan standar (Nm3);
106 adalah Konversi gram (g) ke microgram (μg).
Pemantauan kualitas udara ambient dilakukan berdasarkan parameter yang telah diukur: NO 2,
SO2, O3, CO dan TSP. Serta parameter pendukung seperti: suhu, kelembapan dan tekanan.
Semua parameter tersebut dapat digunakan untuk pemantauan udara ambien yang dihasilkan
selama kegiatan di tempat BBTKL PP Jakarta. Apakah memenuhi standart baku mutu udara
ambien atau tidak.
Berdasarkan hasil pemantauan kualitas udara ambien di halaman depan dan halaman
belakang Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BBTKL
PP) Jakarta, diperoleh data sebagai berikut:
Berdasarkan hasil seluruh parameter yang dilampirkan diatas, dapat dilihat bahwa seluruh
parameter pencemar udara yang berada di lingkungan BBTKL PP Jakarta berada dibawah
baku mutu lingkungan sesuai dengan Keputusan Gubernur DKI Jakarta No.551 Tahun 2001.
200
150
114.2
100 91.9
50
0
Halaman Belakang Halaman Depan
450
400 400
400
350
300
250
200
150
100 63.57 61.5
50
0
Halaman Belakang Halaman Depan
Hasil Pemantauan Gas NO2 (µl/Nm3) Baku Mutu Gas NO2 (µl/Nm3)
5.2.2 SO2
Kadar NO2 di udara harus sesuai dengan standart di wilayah tersebut. Kadar
baku mutu gas SO2 di lingkungan bebas adalah 900 µg/Nm3, jika kadar SO 2
melewati baku mutu yang telah ditetapkan maka tempat tersebut dapat
dikatakan tercemar gas SO2. Setelah dilakukan pemantauan dan diperoleh hasil
dari gas SO2 di lingkungan BBTKL PP Jakarta adalah 52,16 µg/Nm3 (halaman
belakang) dan 79,00 µg/Nm3 (halaman depan). Jika dibandingkan dengan
baku mutu gas SO2 adalah sebagai berikut:
1000
900 900
900
800
700
600
500
400
300
200
100 52.16 79
0
Halaman Belakang Halaman Depan
Hasil Pemantauan Gas SO2 (µl/Nm3) Baku Mutu Gas SO2 (µl/Nm3)
5.2.3 O3
Kadar O3 di udara harus sesuai dengan standart di wilayah tersebut. Kadar
baku mutu gas O3 di lingkungan bebas adalah 200 µg/Nm3, jika kadar O3
melewati baku mutu yang telah ditetapkan maka tempat tersebut dapat
dikatakan tercemar gas O3. Setelah dilakukan pemantauan dan diperoleh hasil
dari gas O3 di lingkungan BBTKL PP Jakarta adalah 18,45 µg/Nm3 (halaman
belakang) dan 30,30 µg/Nm3 (halaman depan). Jika dan dibandingkan dengan
baku mutu gas O3 adalah sebagai berikut:
250
200 200
200
150
100
50
30.3
18.45
0
Halaman Belakang Halaman Depan
30000
26000 26000
25000
20000
15000
10000
5000
2290.4
1145.2
0
Halaman Belakang Halaman Depan
Namun hasil pemeriksaan pengukuran pemantauan kualitas udara ambien ini belum
menunjukan hasil yang mutlak, karena adanya faktor lingkungan dan faktor waktu
pengambilan sampling yang fluktuatif
6.2 Saran
Setelah dilakukan pemantauan kualitas udara di lingkungan BBTKL PP Jakarta ini,
diharapkan pada parameter pencemar yang memiliki konsistensi tinggi (mendekati
baku mutu) dapat diatasi demi meningkatkan safety pada kegiatan kerja.
Seperti:
1. Menanam tanaman/pohon rindang untuk mengurangi polusi yang di hasilkan di
sekitar lingkungan BBTKL PP
2. Melakukan pemantauan secara rutin/berkala untuk mengetahui kualitas udara
disekitar lingkungan BBTKL PP
3. Mengurangi atau meminimalisir penggunaan kendaraan pribadi di lingkungan
kerja BBTKL PP
LAMPIRAN
Lampiran 1
Lampiran 2
1. Perhitungan Gas NO2
2. Perhitungan Gas SO2
3. Perhitungan Gas CO
4. Perhitungan TSP