Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

ATRESIA BILIER

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak II

Dosen Pengampu :

Ns. Nanang Saprudin, S.Kep., M.Kep

Disusun Oleh :

Kelompok 5

Cintia Sucianti CKR0180121

Enok Euis CKR0180128

Irena Indrawati CKR0180135

Nur Ayu Sri Damayanti CKR0180142

Siti Rohmah CKR0180149

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESHATAN KUNINGAN

2020-2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kita panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua yang berupa ilmu dan amal.
Berkat rahmat dan hidayah-Nya pula, kami dapat menyelesaikan makalah Keperawatan
Anak II yang berjudul ATRESIA BILIER yang Insyaa Allah tepat pada waktunya.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tidak akan tuntas tanpa
adanya bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
saya mengucapkan terima kasih, khususnya kepada: Bapak Ns. Nanang Saprudin S.Kep.,
M.Kep selaku dosen pembimbing.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Untuk itu,
kririk dan saran sangat dibutuhkan untuk dijadikan pedoman dalam penulisan ke arah yang
lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua.

Kuningan, November 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan
1.4 Manfaat Penulisan

BAB II LAPORAN PENDAHULUAN

2.1 Definisi
2.2 Etiologi
2.3 Manifestasi Klinis
2.4 Patofisiologi
2.5 Pemeriksaan Penunjang
2.6 Penatalaksanaan Medis
2.7 Komplikasi
2.8 Diagnosa Banding

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN ATRESIA BILIER

3.1 Pengkajian
3.2 Diagnosa Keperawatan
3.3 Intervensi
3.4 Implementasi
3.5 Evaluasi

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan
4.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Atresia bilier adalah suatu keadaan dimana tidak adanya lumen pada traktus bilier
ekstrahepatik yang menyebabkan hambatan aliran empedu. Atresia bilier terjadi karena
proses inflamasi yang berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan progresif pada
duktus bilier ekstrahepatik sehingga terjadi hambatan aliran empedu (kolestasis),
akibatnya di dalam hati dan darah terjadi penumpukan garam empedu dan peningkatan
bilirubin direk.(1-3) Penyebab atresia bilier belum dapat dipastikan. Atresia bilier akan
mengakibatkan fibrosis dan sirosis hati pada usia yang sangat dini, bila tidak ditangani
segera. Jika operasi tidak dilakukan, maka angka keberhasilan hidup selama 3 tahun
hanya berkisar 10% dan rata - rata meninggal pada usia 12 bulan.(1,4) Di dunia secara
keseluruhan dilaporkan angka kejadian atresia bilier berkisar 1:10.000-15.000 kelahiran
hidup, lebih sering pada wanita dari pada laki-laki. Rasio atresia bilier antara anak
perempuan dan laki-laki 1,4:1, dan angka kejadian lebih sering pada bangsa Asia.
Kolestasis ekstrahepatik sekitar 25-30% disebabkan oleh atresia billier.(4-7) Di Rumah
Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta penyebab kolestasis obstruktif yang paling banyak
dilaporkan (>90%) adalah atresia bilier.(3) Deteksi dini kemungkinan adanya atresia
bilier sangat penting, sebab keberhasilan pembedahan hepato-portoenterostomi (Kasai)
akan menurun apabila dilakukan setelah umur 2 bulan. Keberhasilan operasi sangat
ditentukan terutama oleh usia saat dioperasi, yaitu bila dilakukan sebelum usia dua bulan,
keberhasilan mengalirkan empedu lebih 80%, sementara bila sesudah usia tersebut
hasilnya kurang dari 20%.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan atresia bilier?
2. Apa penyebab penyakit atresia bilier?
3. Bagaimana tanda dan gejala orang yang menderita atresia bilier?
4. Bagaimana patofisiologi dari atresia bilier?
5. Bagaimana pemeriksaan penunjang pada atresia bilier?
6. Bagaimana penatalaksanaan medis pada atresia bilier?
7. Apa saja komplikasi dari atresia bilier?
8. Apa saja diagnosa banding dari atresia bilier?
9. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan atresia bilier?

1.3 Tujuan Penulisan


a. Tujuan Umum
Memperoleh gambaran mengenai konsep penyakit dan asuhan keperwatan pada
pasien dengan atresia bilier.
b. Tujuan Khusus
1. Mengetahui definisi atresia bilier.
2. Mengetahui penyebab atresia bilier.
3. Mengetahui tanda dan gejala orang yang menderita atresia bilier.
4. Mengetahui patofisiologi dari atresia bilier.
5. Mengetahui pemeriksaan penunjang pada penyakit atresia bilier.
6. Mengetahui penatalaksanaan medis pada atresia bilier.
7. Mengetahui komplikasi dari penyakit atresia bilier.
8. Mengetahui diagnosa banding dari penyakit atresia bilier.
9. Mengetahui konsep asuhan keperawatan dengan atresia bilier.

1.4 Manfaat Penulisan

Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan informasi yang
dapat dijadikan pertimbangan pembaca yang berkaitan tentang asuhan keperawatan pada
pasien atresia bilier.

BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN

2.1 Definisi
Atresia bilier (biliary atresia) adalah suatu penghambatan di dalam pipa/saluran-saluran 
yang membawa cairan empedu (bile) dari liver menuju ke kantung empedu (gallbladder).
Ini merupakan kondisi  congenital, yang berarti terjadi  saat kelahiran
(Lavanilate.2010.Askep Atresia Bilier).
Atresia bilier adalah suatu keadaan dimana tidak adanya lumen pada traktus bilier
ekstrahepatik yang menyebabkan hambatan aliran empedu. Atresia bilier terjadi karena
proses inflamasi yang berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan progresif pada
duktus bilier ekstrahepatik sehingga terjadi hambatan aliran empedu (kolestasis),
akibatnya di dalam hati dan darah terjadi penumpukan garam empedu dan peningkatan
bilirubin direk.

2.2 Etiologi

Etiologi atresia bilier masih belum diketahui dengan pasti. Sebagian ahli menyatakan
bahwa faktor genetik ikut berperan, yang dikaitkan dengan adanya kelainan kromosom
trisomi17, 18 dan 21; serta terdapatnya anomali organ pada 30% kasus atresia bilier. Namun,
sebagian besar penulis berpendapat bahwa atresia bilier adalah akibat proses inflamasi yang
merusak duktus bilier, bisa karena infeksi atau iskemi
Beberapa anak, terutama mereka dengan bentuk janin atresia bilier, seringkali
memiliki cacat lahir lainnya di jantung, limpa, atau usus. Sebuah fakta penting adalah bahwa
atresia bilier bukan merupakan penyakit keturunan.  Kasus dari atresia bilier pernah terjadi
pada bayi kembar identik, dimana hanya 1 anak yang menderita penyakit tersebut. Atresia
bilier kemungkinan besar disebabkan oleh sebuah peristiwa yang terjadi selama hidup janin
atau sekitar saat kelahiran. Kemungkinan yang "memicu" dapat mencakup satu atau
kombinasi dari faktor-faktor predisposisi berikut:
 infeksi virus atau bakteri
 masalah dengan sistem kekebalan tubuh
 komponen yang abnormal empedu
 kesalahan dalam pengembangan saluran hati dan empedu
hepatocelluler dysfunction

2.3 Manifestasi Klinis


Bayi dengan atresia bilier biasanya muncul sehat ketika mereka lahir. Gejala penyakit
ini biasanya muncul dalam dua minggu pertama setelah hidup. Gejala-gejala termasuk:
 Ikterus, kekuningan pada kulit dan mata karena tingkat bilirubin yang sangat tinggi
(pigmen empedu) dalam aliran darah.
Jaundice disebabkan oleh hati yang belum dewasa adalah umum pada bayi baru lahir.
Ini biasanya hilang dalam minggu pertama sampai 10 hari dari kehidupan. Seorang bayi
dengan atresia bilier biasanya tampak normal saat lahir, tapi ikterus berkembang pada dua
atau tiga minggu setelah lahir

 Urin gelap yang disebabkan oleh penumpukan bilirubin (produk pemecahan dari
hemoglobin) dalam darah. Bilirubin kemudian disaring oleh ginjal dan dibuang
dalam urin.
 Tinja berwarna pucat, karena tidak ada empedu atau pewarnaan bilirubin yang
masuk ke dalam usus untuk mewarnai feses. Juga, perut dapat menjadi bengkak
akibat pembesaran hati.
 Penurunan berat badan, berkembang ketika tingkat ikterus meningkat
 degenerasi secara gradual pada liver menyebabkan jaundice, ikterus, dan
hepatomegali, Saluran intestine tidak bisa menyerap lemak dan lemak yang larut
dalam air sehingga menyebabkan kondisi malnutrisi, defisiensi lemak larut dalam
air serta gagal tumbuh 

Pada saat usia bayi mencapai 2-3 bulan, akan timbul gejala berikut:
 Gangguan pertumbuhan yang mengakibatkan gagal tumbuh dan malnutrisi.
 Gatal-gatal
 Rewel
splenomegali menunjukkan sirosis yang progresif dengan hipertensi portal / Tekanan
darah tinggi pada vena porta (pembuluh darah yang mengangkut darah dari lambung,
usus dan limpa ke hati).

2.4 Patofisiologi

Atresia bilier terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan


progresif  pada duktus bilier ekstrahepatik sehingga menyebabkan hambatan aliran empedu,
dan tidak adanya atau kecilnya lumen pada sebagian atau keseluruhan traktus bilier
ekstrahepatik juga menyebabkan obstruksi aliran empedu. Obstruksi saluran bilier
ekstrahepatik akan menimbulkan hiperbilirubinemia terkonjugasi yang disertai bilirubinuria.
Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik dapat total maupun parsial. Obstruksi total dapat
disertai tinja yang alkoholik. Penyebab tersering obstruksi bilier ekstrahepatik adalah :
sumbatan batu empedu pada ujung bawah ductus koledokus, karsinoma kaput pancreas,
karsinoma ampula vateri, striktura pasca peradangan atau operasi.
Obstruksi pada saluran empedu ekstrahepatik menyebabkan obstruksi aliran normal empedu
dari hati ke kantong empedu dan usus. Akhirnya terbentuk sumbatan dan menyebabkan
cairan empedu balik ke hati ini akan menyebabkan peradangan, edema, degenerasi hati. Dan
apabila asam empedu tertumpuk dapat merusak hati. Bahkan hati menjadi fibrosis dan
cirrhosis. Kemudian terjadi pembesaran hati yang menekan vena portal sehingga mengalami
hipertensi portal yang akan mengakibatkan gagal hati.
Jika cairan empedu tersebar ke dalam darah dan kulit, akan menyebabkan rasa gatal.
Bilirubin yang tertahan dalam hati  juga akan dikeluarkan ke dalam aliran darah, yang dapat
mewarnai kulit dan bagian putih mata sehingga berwarna kuning. Degerasi secara gradual
pada hati menyebabkan joundice, ikterik dan hepatomegaly. Karena tidak ada aliran empedu
dari hati ke dalam usus, lemak dan vitamin larut lemak tidak dapat diabsorbsi, kekurangan
vitamin larut lemak yaitu vitamin A, D,E,K dan gagal tumbuh.Vitamin A, D, E, K larut
dalam lemak sehingga memerlukan lemak agar dapat diserap oleh tubuh. Kelebihan vitamin-
vitamin tersebut akan disimpan dalam hati dan lemak didalam tubuh, kemudian digunakan
saat diperlukan. Tetapi mengkonsumsi berlebihan vitamin yang larut dalam lemak dapat
membuat anda keracunan sehingga menyebabkan efek samping seperti mual, muntah, dan
masalah hati dan jantung

2.5 Pemeriksaan Penunjang


Belum ada satu pun pemeriksaan penunjang yang dapat sepenuhnya diandalkan
untuk membedakan antara kolestasis intrahepatik dan ekstrahepatik. Secara garis besar,
pemeriksaan dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu pemeriksaan :
1) Laboratorium rutin dan khusus untuk menentukan etiologi dan mengetahui fungsi hati
(darah,urin, tinja)
2) Pencitraan, untuk menentukan patensi saluran empedu dan menilai parenkim hati
3) Biopsi hati, terutama bila pemeriksaan lain belum dapat menunjang diagnosis atresia
bilier.
1) Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan rutin Pada setiap kasus kolestasis harus dilakukan pemeriksaan kadar
komponen bilirubin untuk membedakannya dari hiperbilirubinemia fisiologis. Selain
itu dilakukan pemeriksaan darah tepi lengkap, uji fungsi hati, dan gamma-GT. Kadar
bilirubin direk < 4 mg/dl tidak sesuaidengan obstruksi total. Peningkatan kadar
SGOT/SGPT > 10 kali dengan pcningkatan gamma-GT < 5 kali, lebih mengarah ke
suatu kelainan hepatoseluler. Sebaliknya, peningkatan SGOT < 5kali dengan
peningkatan gamma-GT > 5 kali, lebih mengarah ke kolestasis ekstrahepatik.
Menurut Fitzgerald, kadar gamma-GT yang rendah tidak menyingkirkan
kemungkinan atresia bilier. Kombinasi peningkatan gamma-GT, bilirubin serum total
atau bilirubin direk, dan alkalifosfatase mempunyai spesifisitas 92,9%
dalam menentukan atresia bilier.
 Pemeriksaan urine : pemeriksaan urobilinogen penting artinya pada pasien
yang mengalami ikterus. Tetapi urobilin dalam urine negatif. Hal ini
menunjukkan adanya bendungan saluran empedu total.
 Pemeriksaan feces : warna tinja pucat karena yang memberi warna pada
tinja / stercobilin dalam tinja berkurang karena adanya sumbatan.
 Fungsi hati : bilirubin, aminotranferase dan faktor pembekuan : protombin
time, partial thromboplastin time.
b. Pemeriksaan khusus Pemeriksaan aspirasi duodenum (DAT) merupakan upaya
diagnostik yang cukup sensitif, tetapi penulis lain menyatakan bahwa pemeriksaan ini
tidak lebih baik dari pemeriksaan visualisasi tinja. Pawlawska menyatakan bahwa
karena kadar bilirubin dalam empedu hanya10%, sedangkan kadar asam empedu di
dalam empedu adalah 60%, maka tidak adanya asam empedu di dalam cairan
duodenum dapat menentukan adanya atresia bilier.
2) Pencitraan
a. Pemeriksaan ultrasonografi
Theoni mengemukakan bahwa akurasi diagnostic USG 77% dan dapat ditingkatkan
bilapemeriksaan dilakukan dalam 3 fase, yaitu pada keadaan puasa, saat minum dan
sesudah minum.Bila pada saat atau sesudah minum kandung empedu berkontraksi,
maka atresia bilier kemungkinan besar (90%) dapat disingkirkan. Dilatasi abnormal
duktus bilier, tidak ditemukannya kandung empedu, dan meningkatnya ekogenitas
hati, sangat mendukung diagnosisatresia bilier. Namun demikian, adanya kandung
empedu tidak menyingkirkan kemungkinan atresia bilier, yaitu atresia bilier tipe
I / distal.
b. Sintigrafi hati
Pemeriksaan sintigrafi sistem hepatobilier dengan isotop Technetium 99m
mempunyai akurasi diagnostik sebesar 98,4%. Sebelum pemeriksaan dilakukan,
kepada pasien diberikan fenobarbital 5 mg/kgBB/hari per oral, dibagi dalam 2 dosis
selama 5 hari. Pada kolestasisintrahepatik pengambilan isotop oleh hepatosit
berlangsung lambat tetapi ekskresinya ke usus normal,  sedangkan pada atresia bilier
proses pengambilan isotop normal tetapi ekskresinya keusus lambat atau tidak terjadi
sama sekali. Di lain pihak, pada kolestasis intrahepatik yang beratjuga tidak akan
ditemukan ekskresi isotop ke duodenum. Untuk meningkatkan sensitivitas
danspesifisitas pemeriksaan sintigrafi, dilakukan penghitungan indeks hepatik
(penyebaran isotop dihati dan jantung), pada menit ke-10. Indeks hepatik > 5 dapat
menyingkirkan kemungkinanatresia bilier, sedangkan indeks hepatik < 4,3 merupakan
petunjuk kuat adanya atresia bilier.Teknik sintigrafi dapat digabung dengan
pemeriksaan DAT, dengan akurasi diagnosis sebesar 98,4%. Torrisi mengemukakan
bahwa dalam mendetcksi atresia bilier, yang terbaik adalahmenggabungkan basil
pemeriksaan USG dan sintigrafi.
c. Liver Scan
Scan pada liver dengan menggunakan metode HIDA (Hepatobiliary Iminodeacetic
Acid). Hida melakukan pemotretan pada jalur dari empedu dalam tubuh, sehingga
dapat menunjukan bilamana ada blokade pada aliran empedu.
d. Pemeriksaan kolangiografi
 Pemeriksaan ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreaticography).
Merupakan upaya diagnostik dini yang berguna untuk membedakan antara atresia
bilier dengan kolestasisintrahepatik. Bila diagnosis atresia bilier masih meragukan,
dapat dilakukan pemeriksaan kolangiografi durante operasionam.
Sampai saat ini pemeriksaan kolangiografi dianggap sebagai baku emas
untuk membedakan kolestasis intrahepatik dengan atresia bilier.
3) Biopsi hati
Gambaran histopatologik hati adalah alat diagnostik yang paling dapat diandalkan.
Ditangan seorang ahli patologi yang berpengalaman, akurasi diagnostiknya mencapai
95%,sehingga  dapat membantu pengambilan keputusan untuk melakukan laparatomi
eksplorasi, danbahkan berperan untuk penentuan operasi Kasai. Keberhasilan aliran
empedu pasca operasi Kasai di 6 tukan oleh diameter duktus bilier yang paten di
daerah hilus hati.  Bila diameter duktus100  200 u atau 150  400 u maka aliran
empedu dapat terjadi. Desmet dan Ohya menganjurkan agar  dilakukan frozen section
pada saat laparatomi eksplorasi, untuk menentukan apakah portoenterostomi dapat
dikerjakan. Gambaran histopatologik hati yang mengarah ke atresia
bilier mengharuskan intervensi bedah secara dini. Yang menjadi pertanyaan adalah
waktu yang paling optimal untuk melakukan biopsi hati. Harus disadari, terjadinya
proliferasi duktuler (gambaran histopatologik yang menyokong diagnosis atresia bilier
tetapi tidak patognomonik) memerlukan waktu. Oleh karena itu tidak dianjurkan
untuk melakukan biopsi pada usia < 6 minggu

2.6 Penatalaksanaan Medis


1. Terapi medikamentosa 
Memperbaiki aliran bahan-bahan yang dihasilkan oleh hati terutama asam empedu
(asamlitokolat), dengan memberikan : 
 Fenobarbital 5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis, per oral.
 Fenobarbital akan merangsang enzimglukuronil transferase (untuk mengubah
bilirubin indirek menjadi bilirubin direk); enzimsitokrom P-450 (untuk
oksigenisasi toksin), enzim Na+ K+ ATPase (menginduksi
aliranempedu). Kolestiramin 1 gram/kgBB/hari dibagi 6 dosis atau sesuai jadwal
pemberian susu. Kolestiraminmemotong siklus enterohepatik asam empedu
sekunder
2. Melindungi hati dari zat toksik, dengan memberikan : Asam ursodeoksikolat, 310
mg/kgBB/hari, dibagi 3 dosis, per oral. Asam ursodeoksikolatmempunyai daya ikat
kompetitif terhadap asam litokolat yang hepatotoksik. 
3. Terapi nutrisi
Terapi yang bertujuan untuk memungkinkan anak tumbuh dan berkembang seoptimal
mungkin, yaitu :
 Pemberian makanan yang mengandung medium chain triglycerides (MCT) untuk
mengatasi malabsorpsi lemak dan mempercepat metabolisme. Disamping itu,
metabolisme yang dipercepat  akan secara efisien segera dikonversi menjadi
energy untuk secepatnya dipakai oleh organ dan otot, ketimbang digunakan
sebagai lemak dalam tubuh. Makanan yang mengandung MCT antara lain seperti
lemak mentega, minyak kelapa, dan lainnya.
 Penatalaksanaan defisiensi vitamin yang larut dalam lemak. Seperti vitamin A, D,
E, K
4. Terapi bedah
 Kasai Prosedur
Prosedur yang terbaik adalah mengganti saluran empedu yang mengalirkan empedu
keusus. Tetapi prosedur ini hanya mungkin dilakukan pada 5-10% penderita. Untuk
melompati atresia bilier dan langsung menghubungkan hati dengan usus halus,
dilakukan pembedahan yang disebut prosedur Kasai. Biasanya pembedahan ini
hanya merupakan pengobatan sementara dan pada akhirnya perlu dilakukan
pencangkokan hati.
 Pencangkokan atau Transplantasi Hati
Transplantasi hati memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi untuk atresia bilier dan
kemampuan hidup setelah operasi meningkat secara dramatis dalam beberapa tahun
terakhir. Karena hati adalah organ satu-satunya yang bisa bergenerasi secara alami tanpa
perlu obat dan fungsinya akan kembali normal dalam waktu 2 bulan. Anak-anak dengan
atresia bilier sekarang dapat hidup hingga dewasa, beberapa bahkan telah mempunyai
anak. Kemajuan dalam operasi transplantasi telah juga meningkatkan kemungkianan
untuk dilakukannya transplantasi pada anak-anak dengan atresia bilier.  Di masa lalu,
hanya hati dari anak kecil yang dapat digunakan untuk transplatasi karena ukuran hati
harus cocok.  Baru-baru ini, telah dikembangkan untuk menggunakan bagian dari hati
orang dewasa, yang disebut"reduced size" atau "split liver" transplantasi, untuk
transplantasi pada anak dengan atresia bilier.

2.7 Komplikasi
a. Kolangitis:
komunikasi langsung dari saluran empedu intrahepatic ke usus, dengan aliran empedu
yang tidak baik, dapat menyebabkan ascending cholangitis.  Hal ini terjadi
terutamadalam minggu-minggu pertama atau bulan setelah prosedur Kasai sebanyak 30-
60% kasus.Infeksi ini bisa berat dan kadang-kadang fulminan.  Ada tanda-tanda sepsis
(demam, hipotermia,status hemodinamik terganggu), ikterus yang berulang, feses acholic
dan mungkin timbul sakitperut. Diagnosis dapat dipastikan dengan kultur darah dan /
atau biopsi hati.
b. Hipertensi portal
c. Portal hipertensi terjadi setidaknya pada dua pertiga dari anak-anak setelah
portoenterostomy. Hal paling umum yang terjadi adalah varises esofagus.
d. Hepatopulmonary syndrome dan hipertensi pulmonal:
Seperti pada pasien dengan penyebab lain secara spontan (sirosis atau prehepatic
hipertensi portal) atau diperoleh (bedah) portosystemic shunts, shunts pada arterivenosus
pulmo mungkin terjadi. Biasanya, hal inimenyebabkan hipoksia, sianosis, dan dyspneu.
Diagnosis dapat ditegakan dengan scintigraphyparu. Selain itu, hipertensi pulmonal dapat
terjadi pada anak-anak dengan sirosis yang menjadi penyebab kelesuan dan bahkan kematian
mendadak. Diagnosis dalam kasus ini dapat ditegakan oleh echocardiography. Transplantasi
liver dapat membalikan shunts,dan dapat membalikkan hipertensi pulmonal ke tahap semula.
 Keganasan:
Hepatocarcinomas, hepatoblastomas, dan cholangiocarcinomas dapat timbul padapasien
dengan atresia bilier yang telah mengalami sirosis. Skrining untuk keganasan harusdilakukan
secara teratur dalam tindak lanjut pasien dengan operasi Kasai yang berhasil. Hasil setelah
gagal operasi Kasai
Sirosis bilier bersifat progresif jika operasi Kasai gagal untuk memulihkan aliran
empedu,dan pada keadaan ini harus dilakukan transplantasi hati. Hal ini biasanya
dilakukan di tahun kedua kehidupan, namun dapat dilakukan lebih awal (dari 6 bulan
hidup) untuk mengurangi kerusakan dari  hati.  Atresia bilier mewakili lebih dari
setengah dari indikasi untuk transplantasi hati di masa kanak-kanak.  Hal ini juga
mungkin diperlukan dalam kasus-kasus dimana pada awalnya sukses setelah operasi
Kasai tetapi timbul ikterus yang rekuren (kegagalan sekunder operasi Kasai), atau
untuk berbagai komplikasi dari sirosis (hepatopulmonary sindrom).

2.8 Diagnosa Banding

Anda mungkin juga menyukai