Infeksi oportunistik merupakan infeksi oleh pathogen yang biasanya tidak
bersifat invasif namun dapat menyerang tubuh saat kekebalan tubuh menurun, seperti pada orang yang terinfeksi HIV/AIDS. Infeksi ini dapat terjadi dikarena patogen yang berasal dari luar tubuh (seperti bakteri, jamur, virus atau protozoa), maupun oleh mikrobiota yang sudah ada dalam tubuh manusia, akan tetapi dalam keadaan normal terkendali oleh sistem imun (seperti flora normal usus). Sistem imun yang menurun berperan sebagai “oportuniti” atau kesempatan bagi patogen tersebut untuk menimbulkan manifestasi penyakit. Target utama HIV adalah sel yang mengekspresikan molekul reseptor membran CD4+, terutama sel limfosit T. Infeksi HIV mengakibatkan disfungsi imun melalui penurunan sel T CD4+ (imunodefisiensi) dan aktivasi imun (imunosupresi) yang meliputi respon imun spesifik HIV serta aktivasi imun terhadap sel sekitar (bystander). Dalam pengaturan respon imun terhadap pathogen, limfosit T CD4+ memainkan peran penting dengan menjalankan berbagai fungsi, antara lain aktivasi sel pada sistem imun bawaan (limfosit B, sel T sitotoksik dan sel nonimun), serta berperan dalam supresi reaksi imun. Jumlah limfosit T CD4+ yang rendah mengakibatkan menurunnya sistem imun untuk melawan patogen sehingga penderita menjadi rentan terhadap IO. Sel T CD4+ naive mampu berdiferensiasi menjadi T helper (Th)1, Th2, Th17, sel T regulatori (Treg) dan Th folikuler (Thf) dengan profil sitokin dan fungsi yang berbeda-beda. Sel Th17 adalah mediator penting dalam pertahanan pejamu melawan patogen ekstraseluler seperti bakteri dan jamur, serta mempertahankan integritas sawar epitel usus. Apabila sel ini hilang maka akan mengganggu integritas mukosa usus, dan meningkatkan permeabilitas terhadap produk mikroba serta berperan dalam aktivasi imun kronis.
Jumlah limfosit T CD4+ yang menurun bukan hanya terjadi akibat
penghancuran langsung oleh HIV, namun juga melibatkan hubungan yang lebih kompleks antara sistem imun pejamu dan efek dari replikasi aktif HIV. Berkurangnya jumlah limfosit T CD4+ setelah infeksi HIV terjadi melalui beberapa mekanisme, yaitu terganggunya produksi limfosit T de novooleh timus, efek bystander dari pembentukan sinsitium, perubahan permeabilitas membran, disfungsi mitokondria, penghancuran oleh sel T sitotoksik spesifik HIV atau melalui kadar respon imun yang berlebihan. Mekanisme utama berkurangnya sel T CD4+ adalah akibat apoptosis, tidak hanya pada sel yang terinfeksi HIV namun juga pada sel bystander melalui kematian sel yang diinduksi aktivasi dan pembentukan sinsitia. Sinsitia terbentuk oleh fusi sel yang terinfeksi HIV dengan target yang tidak terinfeksidan selanjutnya akan mengalami apoptosis yang diperantarai p53. Destruksi jaringan sel retikuler fibroblastik, deposisi kolagen dan berkurangnya interleukin 7 sebagai faktor pertahanan hidup sel T selanjutnya juga berperan dalam berkurangnya limfosit T CD4+ naive.
Referensi : Elvina PA. PENATALAKSANAAN DAN PENCEGAHAN INFEKSI
OPORTUNISTIKYANG TERSERING PADA PENDERITA HIV DI INDONESIA. Denpasar: Fakultas KedokteranUniversitas Udayana; 2015:1-29 p.