Anda di halaman 1dari 23

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DAN MANAJEMEN BENCANA II

ASUHAN KEPERAWATAN STROKE

DOSEN :

Ns. Heriviyatno J. Siagan, S.Kep., MN

OLEH :

OLEH :

ANDINA PUTRI SOFIAN

ARDITA DAMAYANTI

DEVI HARIATI

DIAN PUSPITA SARI

FAHIRA SYARIF

MIRDA KUSUMA WARDANI

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN DIPLOMA III

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SEMBILANBELAS NOVEMBER KOLAKA

2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN
STROKE” Keberhasilan dalam pembuatan makalah ini juga tidak lepas dari bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak, untuk itu kami ucapkan terima kasih.

Kami berharap semoga dengan adanya makalah ini dapat berguna bagi orang yang
membacanya. Kami sadar bahwa dalam pembuatan makalah ini belum sempurna, untuk itu
penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun. Serta semoga makalah ini
tercatat menjadi motivator bagi penulis untuk penulisan makalah yang lebih baik dan
bermanfaat.
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak berupa
kelumpuhan saraf (deficit neurologic) akibat terhambatnya aliran darah ke otak.
Stroke adalah sindrom yang terdiri dari tanda dan/atau gejala hilangnya fungsi sistem
saraf pusat fokal (atau global) yang berkembang cepat (dalam detik atau menit).
Gejala-gejala ini berlangsung lebih dari 24 jam atau menyebabkan kematian, selain
menyebabkan kematian stroke juga akan mengakibatkan dampak untuk kehidupan.
Dampak stroke diantaranya, ingatan jadi terganggu dan terjadi penurunan daya ingat,
menurunkan kualitas hidup penderita juga kehidupan keluarga dan orang-orang di
sekelilingnya, mengalami penurunan kualitas hidup yang lebih drastis, kecacatan fisik
maupun mental pada usia produktif dan usia lanjut dan kematian dalam waktu singkat
(Junaidi, 2011).
Stroke masih menjadi masalah kesehatan yang utama karena merupakan
penyebab kematian kedua di dunia. Sementara itu, di Amerika Serikat stroke sebagai
penyebab kematian ketiga terbanyak setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker.
Sekitar 795.000 orang di Amerika Serikat mengalami stroke setiap tahunnya, sekitar
610.000 mengalami serangan stroke yang pertama. Stroke juga merupakan penyebab
134.000 kematian pertahun (Goldstein dkk., 2011). Dalam terbitan Journal of the
American Heart (JAHA) 2016 menyatakan terjadi peningkatan pada individu yang
berusia 25 sampai 44 tahun menjadi (43,8%) (JAHA, 2016). Meningkatnya jumlah
penderita stroke diseluruh dunia dan juga meningkatkan penderita stroke yang berusia
dibawah 45 tahun. Pada konferensi ahli saraf international di Inggris dilaporkan
bahwa terdapat lebih dari 1000 penderita stroke yang berusia kurang dari 30 tahun
(American Heart Association, 2010).
Penyakit stroke juga menjadi penyebab kematian utama hampir seluruh
Rumah Sakit di Indonesia dengan angka kematian sekitar 15,4%. Tahun 2007
prevalensinya berkisar pada angka 8,3% sementara pada tahun 2013 meningkat
menjadi 12,1%. Jadi, sebanyak 57,9% penyakit stroke telah terdiagnosis oleh tenaga
kesehatan (nakes). Prevalensi penyakit stroke meningkat seiring bertambahnya umur,
terlihat dari kasus stroke tertinggi yang terdiagnosis tenaga kesehatan adalah usia 75
tahun keatas (43,1%) dan terendah pada kelompok usia 15-24 tahun yaitu sebesar
0,2% (Riskesdas, 2013). Menurut penelitian Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun
2013, prevalensi penyakit stroke pada kelompok yang didiagnosis oleh nakes
meningkat seiring dengan bertambahnya umur. Prevalensi penyakit stroke pada umur
≥15 tahun 2013 di Sumatera Barat naik dari 7,4% menjadi 12,2% diamana juga terjadi
peningkatan pada usia 15-24 tahun (0,2 % menjadi 2,6%) usia 25-34 tahun (0,6%
menjadi 3,9%) usia tahu 35-44 tahun (2,5% menjadi 6,4%) (Hasil Riskesdas, 2013).
Indonesia menduduki peringkat pertama di dunia dalam jumlah terbanyak
penderita stroke pada tahun 2009 menurut dr. Herman Samsudi, Sp.S, seorang ahli
saraf sekaligus ketua Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki) Cabang DKI Jakarta
(Yayasan Stroke Indonesia, 2012). Data dari Kementrian Kesehatan RI (2014)
mencatat bahwa jumlah penderita stroke di Indonesia tahun 2013 berdasarkan
diagnosis tenaga kesehatan (nakes) diperkirakan 1.236.825 orang. Setiap tahunnya di
Indonesia diperkirakan 500.000 penduduk terkena serangan stroke, ada sekitar 2,5%
atau 125.000 orang meninggal, dan sisanya cacat ringan maupun berat (Yayasan
Stroke Indonesia, 2012). Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera
Barat tahun 2013 didapatkan data bahwa stroke merupakan penyebab kematian nomor
5 di kota Padang setelah lansia, jantung, hipertensi, dan diabetes melitus (Dinkes
Sumbar, 2013).
Penyakit stroke sering dianggap sebagai penyakit yang didominasi oleh orang
tua. Dulu, stroke hanya terjadi pada usia tua mulai 60 tahun, namun sekarang mulai
usia 40 tahun seseorang sudah memiliki risiko stroke, meningkatnya penderita stroke
usia muda lebih disebabkan pola hidup, terutama pola makan tinggi kolesterol.
Berdasarkan pengamatan di berbagai rumah sakit, justru stroke di usia produktif
sering terjadi akibat kesibukan kerja yang menyebabkan seseorang jarang olahraga,
kurang tidur, dan stres berat yang juga jadi faktor penyebab (Dourman, 2013). Faktor-
faktor yang mempengaruhi terjadinya stroke pada usia muda kurang dari 40 tahun
dibagi dua kelompok besar yaitu faktor yang tidak dapat diubah (jenis kelamin, umur,
riwayat keluarga) dan faktor yang dapat di ubah seperti pola makan, kebiasaan olah
raga dan lain-lain (Sitorus, 2012).
Penelitian Ghani dkk (2016) menyebutkan bahwa faktor risiko dominan
penderita stroke di Indonesia adalah umur yang semakin meningkat, penyakit jantung
koroner, diabetes melitus, hipertensi, dan gagal jantung. Namun demikian stroke juga
sudah muncul pada kelompok usia muda (15-24 tahun) sebesar 0,3% di Indonesia dan
demikian juga di negara lain. Dalam penelitian Miah (2012) disimpulkan bahwa pada
kelompok usia muda ditemukan faktor risiko yang signifikan untuk pengembangan
stroke yaitu, merokok, serangan stroke, hipertensi, penyakit jantung, dan
menggunakan pil kontrasepsi oral sedangkan pada kelompok usia tua faktor risiko
yang signifikan untuk pengembangan stroke yaitu merokok, serangan stroke,
hipertensi, penyakit jantung, diabetes mellitus, dan dislipidemia.
Hasil penelitian Manurung dan Diani (2015) menyatakan bahwa dari 42 orang
responden yang menderita stroke, 59,52% (25 orang) berusia <55 tahun, memiliki
riwayat penyakit keluarga terkait stroke (stroke, hipertensi, penyakit jantung dan
DM), menderita hipertensi, menderita DM, tidak obesitas, tidak merokok dan tidak
memiliki kebiasaan mengkonsumsi alkohol. Pada penelitian Burhanuddin dkk (2013)
didapatkan hasil bahwa pada usia dewasa awal yang memiliki faktor risiko, perilaku
atau kebiasaan merokok berisiko 2,68 kali, riwayat diabetes mellitus berisiko 5,35
kali, riwayat hipertensi berisiko 16,33 kali, riwayat hiperkolesterolemia berisiko 3,92
kali menderita penyakit stroke dari pada mereka yang tidak memiliki faktor risiko.
Penelitian Alchuriyah dkk (2016) didapatkan nilai rata-rata usia pada kasus
(<50 tahun) adalah 43 tahun. Faktor risiko jenis kelamin, hipertensi, kadar kolesterol,
diabetes mellitus tidak mempengaruhi kejadian stroke usia muda pada pasien RS
Brawijaya Surabaya. Faktor risiko obesitas, sebagai faktor risiko yang mempengaruhi
kejadian stroke usia muda pada pasien RS Brawijaya Surabaya. Hasil penelitian
Cerasuolo dan Cipriano (2017) menunjukkan bahwa kejadian stroke tetap tidak
berubah di antara mereka yang berusia 20-49 tahun dan menurun untuk mereka yang
berusia 50 sampai 64 tahun sebesar 22,7%. Penelitian F.J.González-Gómez sebagian
besar pasien memiliki faktor risiko yang paling umum yaitu merokok (56,4%), diikuti
oleh hipertensi arteri (50%), dislipidemia (42,7%), obesitas (33%), diabetes (18,2%)
dan penyakit hati emboligenic (12,7%). Dalam penelitian Kashinkunti (2013)
dikatakan bahwa hipertensi adalah penyebab paling terkemuka iskemik dan stroke
hemoragik di orang dewasa muda yang di rawat di rumah sakit.
Faktor risiko yang dapat di modifikasi sama untuk kelompok usia muda dan
tua namun prevalensi faktor risiko ini tidak sama pada kedua usia ini. Hipertensi,
penyakit jantung, dan diabetes mellitus adalah faktor risiko yang paling umum pada
kalangan orang tua. Sebaliknya pasien stroke pada usia muda memiliki faktor risiko
dislipidemia (60%) merokok (44%) dan hipertensi (39%). Dalam penelitian lain tiga
faktor risiko yang paling banyak terajadi pada pasien stroke usia muda adalah
merokok (49%) dislipidemia (46%) dan hipertensi (36%) pada pasien stroke iskemik
pertama (Smajlovic, 2015). Penelitian Renna (2014) juga mengungkapkan hal yang
hampir sama dimana faktor risiko pada usia muda yaitu dislipidemia (52.7%),
merokok (47.3%), dan hipertensi (39.3%).
Berbagai hasil penelitian diatas, faktor risiko stroke pada usia muda itu tidak
jauh berbeda, seperti riwayat stroke pada keluarga, merokok, hipertensi, diabetes
melitus dan aktivitas fisik serta tingkat stres hampir ada di setiap penelitian. Dalam
penelitian ini peneliti ingin melihat faktor risiko jenis kelamin, riwayat stroke pada
keluarga, obesitas, merokok, hipertensi, diabetes melitus, aktivitas fisik dan tingkat
stres. Faktor itu diambil karena dari berbagai penelitian faktor-faktor tersebut
termasuk faktor yang paling berrisiko pada usia muda.
Serangan stroke dengan faktor risiko yang terjadi pada usia muda akan
mengakibatkan ada penurunan parsial/total gerakan lengan dan tungkai, bermasalah
dalam berpikir dan mengingat, menderita depresi, dan mengalami kesulitan bicara,
menelan, serta membedakan kanan dan kiri. Stroke tak lagi hanya menyerang
kelompok lansia, namum kini cenderung menyerang generasi muda yang masih
produktif. Jika stroke sudah menyerang usia muda yang produktif, hal itu akan
berdampak terhadap menurunnya tingkat produktifitas serta dapat mengakibatkan
terganggunya sosial ekonomi keluarga. Dimana keluarga harus mengeluarkan uang
yang lebih banyak untuk pengobatan pasien paska stroke. Pada keluarga, yang sering
terkena stroke biasanya tulang punggung keluarga karena sering melakukan gaya
hidup yang kurang sehat, akibat kesibukan yang padat (Dourman, 2103).
Rumah Sakit Stroke Nasional (RSSN) Bukittinggi merupakan satu-satunya
Rumah Sakit rujukan khusus penyakit stroke di Sumatera Barat. Berdasarkan data dari
RSSN Bukittinggi pada tahun 2016 didapatkan bahwa pasien stroke yang melakukan
rawat jalan dan kunjungan ke poliklinik RSSN Bukittinggi pada tahun 2016 untuk
pasien baru dengan jumlah kunjungan ada 7.285 orang dengan kunjungan rata-rata
perbulan ada 607 orang. Sedangkan untuk kunjungan pasien lama ada 32.510 orang
dengan kunjungan rata-rata perbulan ada 2.079 orang. Data tersebut menunjukkan
peningkatan kunjungan penderita stroke di poliklinik RSSN Bukittinggi (Medical
Record RSSN Bukittinggi, 2016). Dalam tiga bulan terakhir tahun 2017 tercatat
pasien stroke pada usia dibawah 45 tahun ada 110 orang yang di rawat inap (Medical
Record RSSN Bukittinggi, 2017).
Berdasarkan fenomena-fenomena yang peneliti temukan diatas peneliti telah
melakukan penelitian guna mengetahui faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan
kejadian stroke pada usia muda di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi.
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah konsep dasar stroke dan konsep asuhan keperawatan gawat darurat
stroke ?
C. Tujuan
 Tujuan Umum

Setelah proses pembelajaran mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah diharapkan


mahasiswa dapat mengerti dan memahami konsep teori dan asuhan keperawatan
gawat darurat pada klien dengan stroke dengan menggunakan pendekatan proses
keperawatan.

 Tujuan Khusus

Untuk mengetahui konsep penyakit dan konsep asuhan keperawatan gawat darura
stroke
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Stroke
1. Pengertian Stroke
Stroke adalah suatu penyakit defisit neurologis akut yang disebabkan oleh
gangguan pembuluh darah otak yang terjadi secara mendadak dan dapat
menimbulkan cacat atau kematian (Munir, 2015).
Definisi stroke menurut World Health Organization adalah tanda-tanda
klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak baik fokal maupun
global, dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih, dapat
menyebabkan kematian tanpa adanyapenyebab lain selain vaskuler (Munir,2015).
Definisi lain dari Stroke adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan perubahan neurologis yang disebabkan oleh adanya gangguan
suplai darah kebagian otak. Dua jenis stroke yang utama adalah ischemic dan
hemorraghic (Black & Hawks, 2014).
Dari beberapa pengertian stroke menurut ahli diatas dapat disimpulkan
bahwa stroke adalah suatu penyakit atau gangguan pada sistem neurologis yang
terjadi akibat kurangnya suplai oksigen ke otak secara mendadak dapat terjadi
karena adanya sumbatan atau pecahnya pembuluh darah ke otak yang dapat
menimbulkan gejala-gejala bahkan menyebabkan kematian.
2. Etiologi
Stroke biasanya diakibatkan dari salah satu dari empat kejadian:

 Trombosis (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher)


 Arteriosklerosis serebral dan pelambatan sirkulasi serebral adalah penyebab
utama trombosis serebral, yang adalah penyebab paling umum dari stroke.
 Embolisme serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari
bagian tubuh yang lain)
 Abnormalitas patologik pada jantung kiri, seperti endokarditisinfektif,
penyakit jantung reumatik, dan infark miokard, serta infeksi pulmonal, adalah
tempat-tempat di asal emboli.
 Iskemia (penurunan aliran darah ke area otak)
 Iskemia serebral (insufisiensi suplai darah ke otak) terutama karena konstriksi
ateroma pada arteri yang menyuplai darah ke otak.
 Hemoragi serebral (Pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan ke
dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak)
 Hemoragi dapat terjadi di luar dura mater (hemoragi ekstradural atau
epidural), di bawah dura mater (hemoragi subdural), di ruang sub arakhnoid
(hemoragi subrakhnoid), atau di dalam substansi otak (hemoragi intraserebral).
Akibatnya adalah penghentian suplai darah ke otak, yang menyebabkan
kehilangan sementara atau permanen gerakan, berpikir, memori, bicara atau
sensasi.
3. Manifestasi Klinis
Manifestasi stroke beragam berdasarkan pada arteri serebral yang
terkenadan area otak yang terkena. Wanita yang mengalami stroke lebih
cenderung melaporkan manifestasi nontradisional (khususnya disorientasi,
konfusi, atau kehilangan kesadaran) dari pada pria (LeMone Dll, 2012).
Manifestasi selalu tiba-tiba dalam hal awitan, fokal, dan biasanya satu sisi.
Manifestasi stroke berdasarkan keterlibatan pembuluh serebral:
a. Stroke trombosis
1) Arteri Cerebri Anterior
 Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai lebih menonjol
 Gangguan mental
 Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh
 Ketidakmampuan dalam mengendalikan buang air
 Bisa terjadi kejang-kejang
2) Arteri Cerebri Media
 Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi kelumpuhan yang lebih ringan
 Bila tidak di pangkal maka lengan lebih menonjol
 Gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh. Hilangnya kemampuan
dalam berbahasa (aphasia)
3) Arteri Karotis Interna
 Buta mendadak
 Ketidakmampuan untuk berbicara atau mengerti bahasa lisan (disfasia)
bila gangguan terletak pada sisi dominan
 Kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan (hemiparesis
kontralateral) dan dapat disertai sindrom Horner pada sisi sumbatan
4) Arteri Cerebri Posterior
 Koma
 Hemiparesis kontra lateral
 Ketidakmampuan membaca (aleksia)
 Kelumpuhan saraf kranialis ketiga
5) Sistem Vertebrobasiler
 Kelumpuhan di satu sampai keempat ekstremitas
 Meningkatnya refleks tendon
 Gangguan dalam koordinasi gerakan tubuh
 Gejala-gejala sereblum seperti gemetar pada tangan (tremor), kepala
berputar (vertigo)
 Ketidakmampuan untuk menelan (disfagia)
 Gangguan motorik pada lidah, mulut, rahang, dan pita suara sehingga
pasien sulit berbicara (disatria)
 Kehilangan kesadaran sepintas (sinkop), penurunan kesadaran secara
lengkap (stupor), koma, pusing, gangguan daya ingat, kehilangan daya
ingat terhadap lingkungan (disorientasi)
 Gangguan penglihatan, seperti penglihatan ganda (diplopia), gerakan
arah bola mata yang tidak dikehendaki (nistagmus), penurunan kelopak
mata (ptosis), kurangnya daya gerak mata, kebutaan setengah lapang
pandang pada belahan kanan atau kiri kedua mata (hemianopia
homonim).
 Gangguan pendengaran
 Rasa kaku diwajah, mulut, atau lidah
b. Stroke emboli
1) Defisit hemisfer yang luas (kalau infarknya luas), (Adelina, 2010).
2) Didapat pasien penyebab berikut dan atau faktor resiko :
 Jantung (atrial fibrilasi, kelainan katub dll).
 Vaskular (stenosis arteri kritis).
 Darah (hiperkoagulasi).
c. Stroke perdarahan intraserebral
Kelemahan atau kelumpuhan setengah badan, kesemutan, hilang sensasi atau
mati rasa setengah badan.Selain itu, setengah orang juga mengalami sulit
berbicara atau bicara pelo, merasa bingung, masalah penglihatan, mual,
muntah, kejang, dan kehilangan kesadaran secara umum.
d. Stroke Subaraknoid
1) Sakit kepala mendadak hebat
2) Defisit saraf kranialis
3) Hemiparise
4) Penurunan kesadaran
4. Patofisiologi
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak.
Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya
pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai
oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin
lambat atau cepat) pada gangguan lokal (trombus, emboli, perdarahan,dan spasme
vaskular) atau karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan pant dan
jantung). Aterosklerosis sering sebagai faktor penyebab infark pada otak.
Trombus dapat berasal dari plak arterosklerotik, atau darah dapat bekupada area
yang stenosis,tempat aliran darah mengalami pelambatan atau terjadi turbulensi
(Wijaya &Putri 2013).
Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah,terbawa sebagai
emboli dalam aliran darah.Trombus mengakibatkan iskemia jaringan otak yang
disuplaioleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti di
sekitar area. Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar dari pada
area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-
kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema klien mulai
menunjukkan perbaikan. Oleh karena trombosis biasanya tidak fatal, jika tidak
terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus
menyebabkan edema dan nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi septik infeksi
akan meluas pada dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau
ensefalitis, ataujika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat,
menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan
perdarahan serebral, jika aneurisma pecah atau ruptur. Perdarahan pada otak
disebabkan oleh ruptur arteri osklerotik clan hipertensi pembuluh darah.
Perdarahan intra serebral yang sangat luas akan lebih sering menyebabkan
kematian di bandingkan keseluruhan penyakit serebro vaskulai; karena perdarahan
yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan intrakranial dan yang
lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falkserebri atau lewat foramen
magnum. Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hernisfer otak,
dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak.
Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak
di nukleus kaudatus, talamus, dan pons. Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat
berkembang anoksia serebral: Perubahanyang disebabkan oleh anoksia serebral
dapat reversibel untuk waktu 4-6 menit. Perubahan ireversibel jika anoksia lebih
dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang
bervariasi salah satunya henti jantung (Wijaya & Putri 2013).
5. Klasifikasi
Klasifikasi stroke berdasarkan penyebabnya adalah sebagai berikut:
a. Stroke iskemik, jenis stroke ini terjadi pada 87% dari semua stroke (Hickey,
2009). Sumbatan dapat terjadi dari bekuan darah (baik sebagai trombus
maupun embolus), atau dari stenosis pembuluh yang terjadi akibat
penumpukan plak. Penyebab lain stroke iskemik adalah vasospasme yang
sering merupakan respons vaskuler reaktif terhadap perdarahan ke dalam
ruang antara araknoid dan piamater meningen (Dosen Keperawatan Medikal-
Bedah Indonesia, 2016). Terdapat 2 jenis stroke iskemik, yaitu:
1) Stroke trombosis (stroke pembuluh darah besar), adalah stroke yang
disebabkan oleh karena adanya oklusi yang terjadi akibat pembentukan
trombus. Stroke tombosis paling sering terjadi pada lansia yang istirahat
atau tidur.
2) Stroke emboli (stroke pembuluh darah kecil), adalah jenis stroke iskemik
yang disebabkan oleh bekuan darah yang disebabkan proses emboli.
Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30
detik.
b. Stroke hemoragik, atau hemoragi intrakranial, terjadi ketika pembuluh darah
serebral ruptur. Stroke hemoragik terjadi sekitar 20% dari seluruh kasus stroke
(Dosen Keperawatan Medikal-Bedah Indonesia, 2016). Biasanya stroke
hemoragik secara cepat menyebabkan kerusakan fungsiotak dan kehilangan
kesadaran. Terdapat 2 jenis stroke hemoragik, yaitu :
1) Stroke perdarahan intraserebral, adalah ekstravasasi darah yang
berlangsung spontan dan mendadak ke dalam parenkim otak yang bukan
disebabkan oleh trauma (non traumatis).
2) Stroke subaraknoid, adalah ekstravasasi darah ke dalam subaraknoid yang
meliputi sistem saraf pusat yang diisi dengan serebrospinal.
Klasifikasi stroke berdasarkan manifestasi klinisnyamenurut Munir tahun 2015
sebagai berikut:
a. TIA (Tansient Ischemic Attack), serangan akut defisit neurologis focal yang
berlangsung singkat, kurang dari 24 jam dan sembuh tanpa gejala sisa.
b. RIND (Residual Ischemic Neurological Defisit), sama dengan TIA tetapi
berlangsung lebih dari 24 jam dan sembuh sempurna dalam waktu kurang dari
3 minggu.
c. Completed stroke, stroke dengan defisit neurologis berat dan menetap dalam
waktu 6 jam, dengan penyembuhan tidak sempurna dalam waktu lebih dari 3
minggu.
d. Progressive stroke, stroke dengan defisit neurologi focal yang terjadi bertahap
dan mencapai puncaknya dalam waktu 24-48 jam sistem karotis atau 96 jam
sistem VB dengan penyembuhan tidak sempurna dalam waktu 3 minggu.
6. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan keperawatan
Menurut Tarwoto (2013), penatalaksanaan strokedi rumah sakit terbagi atas :
1) Penatalaksanaan umum
 Pada fase akut (Golden Period selama 3 jam)
 Terapi oksigen, pasien stroke iskemik dan hemoragik mangalami
gangguan aliran darah ke otak. Sehingga kebutuhan oksigen sangat
penting untuk mengurangi hipoksia dan juga untuk
mempertahankan metabolism otak. Pertahankan jalan napas,
pemberian oksigen, penggunaan ventilator, merupakan tindakan
yang dapat dilakukan sesuai hasil pemeriksaan analisa gas darah
atau oksimetri
 Penatalaksanaan peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK)
Peningkatan intra cranial biasanya disebabkan karena edema
serebri, oleh karena itu pengurangan edema penting dilakukan
misalnya dengan pemberian manitol, control atau pengendalian
tekanan darah.
 Monitor fungsi pernapasan : Analisa Gas Darah
 Monitor jantung dan tanda-tanda vital, pemeriksaan EKG
 Evaluasi status cairan dan elektrolit
 Kontrol kejang jika ada dengan pemberian antikonvulsan, dan
cegah resiko injuri
 Lakukan pemasangan NGT untuk mengurangi kompresi labung
dan pemberian makanan
 Cegah emboli paru dan tromboplebitis dengan antikoagulan
 Monitor tanda-tanda neurologi seperti tingkat kesadaran, keadaan
pupil, fungsi sensorik dan motorik, nervus cranial dan reflex
 Terapi cairan, stroke beresiko terjadinya dehidrasi karena
penurunan kesadaran atau mengalami disfagia. Terapi cairan ini
penting untuk mempertahankan sirkulasi darah dan tekanan darah.
The American Heart Association sudah menganjurkan normal
saline 50 ml/jam selama jam-jam pertama dari stroke iskemik akut.
Segera setelah stroke hemodinamik stabil, terapi cairan rumatan
bisa diberikan sebagai KAEN 3B/KAEN 3A. Kedua larutan ini
lebih baik pada dehidrasi hipertonik serta memenuhi kebutuhan
hemoestasis kalium dan natrium. Setelah fase akut stroke, larutan
rumatan bisa diberikan untuk memelihara hemoestasis elektrolit,
khususnya kalium dan natrium.
 Fase rehabilitasi
 Pertahankan nutrisi yang adekuat
 Programmanajemen bladder dan bowel
 Mempertahankan keseimbangan tubuh dan rentang gerak sendi
(ROM)
 Pertahankan integritas kulit
 Pertahankan komunikasi yang efektif
 Pemenuhan kebutuhan sehari-hari
 Persiapan pasien pulang
b. Penatalaksanaan kolaboratif
1) Fisioterapi, lumpuh seluruhnya sangat jarang seorang fisioterapi akan
membantu anda mengatasi kegiatan menyangkut atot yang kecil sekalipun,
anda juga akan dilibatkan dalam program peregangan untuk otot-otot
tertentu. Beberapa bidang yang dilatih adalah: berdiri, berjalan,
menjangkau dan menggunakan benda-benda, khususnya peralatan makan.
2) Terapi bicara, hal ini untuk mengatasi gangguan komunikasi.
3) Terapi obat-obatan
 Antihipertensi : captopril, antagonis kalsium
 Diuretic : manitol 20%, furosemid
 Antikolvusan : fenitoin
 Pembedahan dilakukan jika perdarahan serebrum diameter lebih dari 3
cm atau volume lebih dari 50 ml untuk dekompresi atau pemasangan
pintasan ventrikuloperitoneal bila ada hidrosefalus obstrukis akut.
7. Komplikasi
a. Defisit sensori presepsi
Pasien dapat mengalami defisit dalam penglihatan, pendengaran,
keseimbangan, rasa, dan indra penciuman. Kemampuan untuk menerima
vibrasi/getaran, nyeri,kehangatan, dan dingin. Kehilangan kemampuan sensori
ini meningkatkan resiko cedera. Defisit dapat mencakup hal berikut:
1) Hemianopia: kehilangan separuh lapang penglihatan pada satu atau kedua
mata
2) Agnosia: ketidakmampuan untuk mengenali satu benda atau lebih yang
sebelumnya familiar, agnosia dapat berupa visual, taktil, atau auditori
3) Apraksia: ketidakmampuan untuk melakukan beberapa pola motorik
(misal. Menggambar, berpakaian).
b. Perubahan kognitif dan perilaku
Perubahan pada kesadaran, rentang dari konfusi ringan hingga koma,
merupakan manifestasi stroke yang lazim. Perubahan perilaku mencakup
kelabilan emosi (pasien dapat tertawa atau menangis pada kondisi yang tidak
sesuai), kehilangan kontrol diri (dimanifestasikan dengan menolak
menggunakan pakaian), dan penurunan toleransi terhadap stres(menyebabkan
rasa marah atau depresi). Perubahan intelektual dapat mencakup kehilangan
memori, penurunan rentang perhatian, penilaian yang buruk, dan
ketidakmampuan untuk berpikir sacara abstrak.
c. Gangguan komunikasi
Diantara gangguan ini adalah sebagai berikut:
1) Afasia, ketidakmampuan untuk menggunakan atau memahami bahasa.
2) Afasia ekspresif, masalah bicara motorik ketika salah satu dapat
memahami apa yang dikatakan, tetapi hanya dapat merespon dalam fase
pendek, disebut afasia Broka.
3) Afasia reseptif, masalah bicara sensori ketika salah satu dapat memahami
kata yang diucapkan (dan sering kali tertulis). Bicara dapat fasih tetapi
dengan konten yang tidak tepat, disebut afasia Wernicke.
4) Afasia global, disfungsi bahasa baik dalam hal mamahami maupun
ekspresi.
5) Disatria, semua gangguan dalam pengendalian otot bicara.
d. Defisit motorik
Bergantung pada area otak yang terlibat, stroke dapat menyebabkan
kelemahan, paralisis, dan spastisitas. Defisit mencakup hal berikut:
1) Hemiplegia, paralisis setengah tubuh kanan atau kiri
2) Hemiparesis kelemahan setengah tubuh kanan atau kiri
Defisit motorik dapat menyebabkan perubahan mobilitas, lebih lanjut
mengganggu fungsi tubuh. Komplikasi immobilitas melibatkan sistem tubuh
multipel dan mencakup hipotensi ortostatik, peningkatan pembentukan
trombus, penurunan curah jantung, perubahan fungsi pernapasan,
osteoporosis, pembentukan batu ginjal, kontraktur, dan pembentukan luka
dekubitus.
e. Gangguan eliminasi
Stroke dapat menyebabkan kehilangan sebagian sensasi yang memicu
eliminasi kandung kemih, menyebabkan sering berkemih, urgensi
berkemih,atau inkontinensia. Pengendalian urinasi dapat berubah sebagai
akibat defisit kognitif. Perubahan dalam eliminasi usus lazim terjadi, akibat
dari imobilitas dan dehidrasi.
8. Pemeriksaan Penunjang
 Angiografi serebri
Menggambarkan penyebab stroke secara jelas seperti adanya
perdarahan arterivena atau ruptur serta mencari perdarahan seperti aneurisme
atau malformasi vaskuler (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 153). Berdasarkan
dari hasil pemeriksaan angiongrafi didapatkan adanya pertahanan atau
sumbatan arteri (Batticaca, 2008, hal. 61)
 CT Scan
Merupakan pemeriksaan diagnostik standar dan dapat membedakan
perdarahan otak dengan infark yang memiliki manefestasi klinis yang sama
seperti tumor atau perdarahan otak karena trauma. (Chang, dkk, 2010, hal.
290). Pada pemeriksaan ini menunjukan hasil adanya edema, hematoma,
iskemia dan infark (Bararah & Jauhar, 2013, hal. 40)
 USG Dopller
Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah sistem arteri karotis
dan arteroklerosis) (Batticaca, 2008, hal. 61). Hasil pemeriksaan ini
menunjukan adanya perdarahan subarakhnoid (Widagdo,dkk, 2008, hal. 89)
 MRI (Magnetic Resonance Imagine)
Untuk menunjukan adanya lesi seperti hematoma dan membedakan
iskemia dengan infark (Chang, dkk, 2010, hal. 290). Hasil dari pemeriksaan
ini menunjukan daerah yang mengalami infark, perdarahan, malformasi
arteriovena (Batticaca, 2008, hal. 61) adanya oklusi (Chang, dkk, 2010, hal.
290), ruptur anurisma (Widagdo,dkk, 2008, hal. 89)
 Pemeriksaan labolatorium
Darah rutin, gula darah, urine rutin, cairan serebrospinal, AGD,
biokimia darah, elektrolit. Digunakan untuk membantu menegakkan
diagnosis (Batticaca, 2008, hal. 62). Hasil dari pemeriksaan labolatorium
menunjukan hasil AGD yang tidak normal (Mubarak, dkk, 2015, hal. 6),
kenaikan hematokrit dengan vaskositas darah yang tinggi (Chang, dkk, 2010,
hal. 290), peningkatan lemak dalam darah (Bararah & Jauhar, 2013, hal. 38).
 EKG 12 Lead
Membantu mengidentifikasi penyebab kardiak jika stroke emboli
dicurigai terjadi (Chang, dkk, 2010, hal. 290).  Pada pemeriksaan ini akan
menunjukan adanya disritmia (Bararah & Jauhar, 2013, hal. 38)
 Sinar tengkorak
Adanya gambaran kalenjar lempeng pienal yang berubah pada daerah
yang berlawanan dari massa yamg melebar, dan adanya kalsifikasi parsial
dinding aneurisme pada daerah yang mengalami perdarahan yaitu pada
subarakhnoid (Batticaca, 2008, hal. 61). Hasil dari pemeriksaan ini
menunjukan adanya tumor sel embolik di dalam otak (Widagdo,dkk, 2008,
hal. 88).
9. Pathway
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Stroke
1. Pengkajian
 Identitas Klien: meliputi nama, umur ( kebanyakan terjadi pada usia tua) jenis
kelamin, alamat, agama, tanggal pengkajian, jam, No. RM.
 Identitas penanggung jawab: meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat,
agama, hubungan dengan klien.
 Keadaan Umum: lemah/ berat
 Pengkajian Primer
A (Airway): untuk mengakaji sumbatan total atau sebagian dan gangguan
servikal, ada tidaknya sumbatan jalan nafas, distress pernafasan, ada secret
atau tidak.
B (Breathing): kaji henti nafas dan adekuatnya pernafasan, frekuensinafas
dan pergerakan dinding dada, suara pernafasan melalui hidung atau mulut,
udara yang dikeluarkan dari jalan nafas.
C  (Circulation):  kaji ada tidaknya denyut nadi, kemungkinan syok, dan
adanya perdarahan eksternal, denyut nadi, kekuatan dan kecepatan, nadi
karotis untuk dewassa, nadi brakialis untuk anak, warna kulit dan
kelembaban, tanda- tanda perdarahan eksternal, tanda- tanda jejas atu
trauma.
D ( Disabiliti):   kaji kondisi neuromuscular pasien, keadaan status
kesadaran lebih dalam (GCS), keadaan ekstrimitas, kemampuan motorik
dan sensorik.
E ( Exposure): kontrol lingkungan, penderita harus dibuka seluruh
pakaiannya.
 Pengkajian Skunder
 Riwayat penyakit
 Keluhan Utama
 Riwayat penyakit sekarang dengan metode:
S ( sign & symtoms ): tanda dan gejala yang diobsevasi dan dirasakan
klien.
A ( allergen ): alergi yang dipunyai klien.
M ( Medication ): tanyakan obat yang telah diminum klien untuk
mengatasi masalah.
P ( pertinent past medical history ): riwayat penyakit yang diderita
klien.
L ( last oral intake solid or liquid ):   makan/ minum terakhir, jenis
makanan,adanya penurunan atau peningkatan kualitas makan.
E ( even leading to injuri or illness): pencetus/ kejadian penyebab
keluhan.

Untuk mengkaji nyeri

P: pencetus, tanyakan hal yang menimbulkan.

Q: kwalitas, keluhan klien ( subyektif ).

R: arah perjalanan nyeri.

S: kwantitas, skala nyeri 1-10 ( 1 tidak nyeri, 10 sangat nyeri ).

T: lamanya nyeri dirasakan.

 Tanda- tanda vital


 Tekanan darah: systole 100- 140 mmHg, diastole 60- 90 mmHg ( pada
kasus stroke hemoragik terjadi peningkatan ).
 Nadi: 60- 100 kali/ menit.
 Suhu: 36- 37,5 C.
 Pernafasan: 16- 20 kali/ menit.
 Pengkajian Head to toe terfokus
 Pengkajian kepala, leher & wajah.
 Pengkajian dada.
 Abdomen dan pelvis.
 Extremitas.
 Tulang belakang.
 Psikososial
2. Diagnosa Keperawatan
 Gangguan Rasa Nyaman
 Gangguan Mobilitas Fisik
 Gangguan Komunikasi Verbal
3. Intervensi
 Manajemen Nyeri
 Dukungan Mobilisasi
 Promosi Komunikasi : Defisit Bicara

Anda mungkin juga menyukai